Home / CEO / Bos dan Putri Konglomerat Rahasia / 2. Editor Buku Sederhana

Share

2. Editor Buku Sederhana

Author: Winhao96
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Dara menengok dengan cepat ke arah Sagara. Tidak lupa dengan mata membelalak khas sitkom komedi ketika sedang terkejut. “Gimana pak?” tanya Dara memastikan bahwa wanita itu tidak salah dengar.

“Saya mending dijodohin sama kamu,” jelas Sagara mengucapkan ulang kalimat yang sebelumnya telah ia lontarkan.

Sebenarnya, Dara tahu bahwa ia tidak salah dengar. Ia hanya berharap bahwa Sagara menarik ucapannya dan tidak membuat situasi yang sudah canggung, semakin canggung.

“Kenapa, Pak?” Sungguh pertanyaan bodoh yang bisa dikeluarkan dari mulut Dara. Wanita itu ingin menceburkan dirinya sendiri ke dalam kolam renang jika bisa.

“Saya lebih kenal sama kamu daripada Kakak kamu,” jawab Sagara yang tidak disangka-sangka sangat cepat.

Dara memiringkan kepalanya. Tanda bahwa gadis itu bingung. “Bapak kenal saya?”

“Kamu sudah kerja di perusahaa saya sebagai editor akuisisi selama dua tahun. Masa gak kenal?”

Dara mengangguk paham. Lebih tepatnya, mengangguk untuk sekadar formalitas. Yang Sagara ketahui hanya dia sebagai karyawan di perusahaannya, gadis itu mengekspektasikan hal lain selain itu. Lagi pula, untuk orang yang baru tahu bahwa dirinya adalah putri keluarga Sidharta yang identitasnya sengaja di rahasiakan, Dara tidak seharusnya berharap banyak.

“Kenalan dulu aja sama Kakak Saya, Pak. Dia baik, cantik, pinter, paket lengkap deh pokoknya,” ucap Dara mengalihkan pembicaraan sekaligus mempromosikan Kakaknya.

Sagara menganggukkan kepalanya seolah-olah mendengarkan saran Dara. Pria itu memang hanya bisa pasrah soal hal ini. Lagi pula, sejak awal hidupnya sudah direncanakan oleh kedua orang tuanya. Ia juga yakin bahwa perjodohan ini adalah sebagian kecil dari rencana besar Papanya.

Di sisi lain, Dara sedang berdebat dengan dirinya sendiri mengenai bagaimana cara meminta Bosnya itu merahasiakan identitasnya. Ia hanya karyawan biasa yang menjabat sebagai editor akuisisi di perusahaan Darwis Publishing. Wanita itu juga tidak mau kolega-kolega kantornya mengetahui tentang hal ini. Ia paling benci menjadi pusat perhatian hanya karena keluarga kaya rayanya.

“Pak…,” panggil Dara yang membuat Sagara menoleh. “Bapak kayaknya udah tahu kalau saya ngerahasiain keluarga saja, jadi, tolong jangan disebarin ke mana-mana, ya, Pak,” lanjut Dara memohon sembari memasang wajah memelas.

Sagara mendengus. “Apa saya keliatan kayak orang yang suka ngegosip dan nyebarin informasi orang lain di mata kamu?” balas Sagara yang membuat Dara terdiam tertegun. Wanita itu salah bicara lagi rupanya.

Dengan segera, Dara pun menggeleng. “Gak kok, Pak. Saya cuma mau memastikan aja, hehe.”

Keduanya pun terdiam karena percakapan berhenti begitu saja. Dara memandangi langit malam penuh bintang dari refleksi kolam. Di dalam refleksi kolam itu juga terdapat wajah Sagara yang sedang dengan tenang menatap langit.

Wajah tampan dengan kacamata frame besi ala generasi Z membuat aura Sagara semakin memancar. Bahkan lebih terang dibandingkan cahaya bulan dan bintang yang gemerlapan malam ini. Mungkin jika dirinya yang dijodohkan dengan bosnya itu, bukan Kakaknya, ia seharusnya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.

“Kenapa ngerahasiain identitas kamu? Lagi eksperimen sosial soal gimana cara orang memperlakukan orang biasa sama orang kaya?” tanya Sagara memecah keheningan.

Dara terdiam sejenak. Yang diucapkan oleh Sagara tidak sepenuhnya salah. Ia benci diperlakukan berbeda dan mendapat perhatian berlebih. Wanita itu tahu betul bagaimana kakak, saudara kembar, dan adiknya diperlakukan di tempat umum. Mereka harus selalu menjaga sikap karena media suka menyoroti hal-hal apa saya yang dilakukan oleh keluarga konglomerat.

“Saya lebih nyaman kayak gini aja, Pak. Mungkin jadi anak orang kaya itu gak cocok buat saya,” balas Dara polos.

Sagara pun tertawa mendengar balasan Dara yang entah mengapa terdengar konyol baginya. Dara lagi-lagi terkejut melihat Sagara yang tertawa lepas. Bos karismatik yang satu itu menunjukkan wajah barunya begitu saja di hadapan dirinya.

“Ada-ada aja kamu,” ucap Sagara masih dengan tawanya.

Dara ikut tersenyum karena dirinya sendiri baru menyadari betapa tidak masuk akalnya kalimat yang baru saja ia ucapkan. Sepertinya, rahasianya diketahui oleh orang yang tidak ia sangka ternyata tidak seburuk yang ia kira.

“Ini Pak Sagara ngapain pake ikutan meeting segala sih?”

Beberapa temannya berbisik-bisik kecil perihal kehadiran Sagara pada meeting divisi editorial. Pria itu bahkan tak pernah absen hadir di meeting mingguan, yang mana sebetulnya kehadirannya pun tak begitu diharapkan.

Sementara Dara, wanita itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Jujur, Dara gugup. Ini pertama kalinya ia kembali bertemu Sagara setelah pertemuan canggung mereka sebagai calon kakak dan adik ipar di rumahnya dua minggu yang lalu. Dara berharap Sagara akan menepati janjinya untuk tidak mengungkapkan identitasnya di sini. Setidaknya, berpura-pura bahwa pertemuan mereka dua minggu lalu tidak pernah terjadi.

“Oke, sejauh ini masalahnya di kontrak sama penulis doang, kan? Minta tim legal aja yang urus. Dateng ke penulisnya juga kalau perlu,” ucap Sagara kepada kepala divisi. “Selanjutnya, Dara?” tanya Sagara yang sedari tadi hanya memandangi layar proyektor, kini beralih menatap Dara.

Dara tersenyum membalas pandangan Sagara dan mengerti bahwa ia harus berdiri ke depan ruang meeting untuk memulai presentasi pekerjaannya.

“Bulan ini seperti yang sudah diekspektasikan sebelumnya ….”

Wanita itu lanjut menjelaskan pekerjaan yang sudah ia kerjakan dengan mengenalkan lima judul naskah paling potensial untuk diterbitkan menurut dirinya. Dara kadang tidak menyadari bahwa ia terkadang terlihat terlalu bersemangat ketika sedang bekerja. Sagara berusaha sekuat tenaganya untuk memperhatikan power point yang disajikan oleh Dara dan tidak terdistraksi dengan wajah wanita yang tersenyum lebar saat menjelaskan alur cerita naskah yang ia pilih itu. Namun, usaha yang dilakukan pria itu sepertinya gagal.

“Ehm.” Sagara berdeham berusaha menahan tawanya.

Dara yang sedang asyik menjelaskan presentasinya itu pun langsung terdiam. Dua kemungkinan sudah terpikirkan wanita itu ketika mendengar deheman sang CEO. Antara presentasinya yang buruk, naskah yang ia pilih tidak ada yang bagus, atau Sagara hanya ingin menertawakan dirinya.

Dara yang kebingungan memutuskan untuk bertanya agar ia tahu bahwa salah satu skenario di otaknya merupakan jawaban atas alasan Sagara tertawa. “Ada apa ya, Pak?”

Sagara yang sadar bahwa usaha untuk menahan tawa itu gagal, langsung mengubah wajahnya kembali ke posisi datar. “Enggak. Gak ada apa-apa. Saya batuk aja tadi. Silahkan lanjutkan.”

Dara tidak sebodoh itu untuk percaya bahwa Sagara sedang terbatuk. Namun, apa boleh buat. Dara hanya bisa melanjutkan presentasinya dengan perasaan kebingungan.

“Pilihan kamu bagus-bagus. Naskah kali ini jauh lebih baik dari bulan lalu. Kita rilis semuanya aja gimana?” Sagara melemparkan pujian kepada Dara sekaligus pertanyaan kepada kepala divisi, orang yang sebenarnya memiliki kuasa dalam menentukan naskah yang akan diakuisisi.

Bena mengangguk tanda bahwa ia setuju. Dara tersenyum bangga karena anggukan dari kepala ketua divisi, juga pujian dari sang CEO perusahaan yang setuju dengan pilihannya. Senyuman lebar dan hentakan kecil yang dilakukan Dara ketika ia bersemangat kembali membuat Sagara tanpa sadar tersenyum.

Bukan hanya Sagara yang jadi murah tersenyum, tetapi pandangan pria itu pun sedari tadi tak lepas dari Dara. Padahal, ketika karyawan lain presentasi … mata pria itu sibuk melihat dokumen, atau gawainya. Hanya Dara yang tidak pernah lepas dari pandangannya.

“Ada apa nih?”

Kaugnay na kabanata

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    3. Ancaman dan Perhiasan

    "Ada apa nih?"Dara menoleh pada salah satu rekannya, Shana, yang menyenggol bahunya sambil mengerling. "Ada apa emangnya?"“Pak Sagara dari tadi senyam-senyum ngeliatin lo. Sadar gak?” Yang ditanya hanya mengernyitkan dahinya meskipun ia tahu dengan jelas apa yang dimaksud oleh Shana. Ia masih tidak tahu kenapa bosnya itu menertawakan dirinya.“Ih, Kak! Aku juga liat Pak Sagara dari tadi senyam-senyum aja ngeliatin Kak Dara. Ada apa tuh, Kak?” sambar Lily dengan semangat.“Ada apa, Ada apa, kagak ada apa-apa!” balas Dara, subjek utama yang menjadi bahan gosip Shana dan Lily.“Random amat lo berdua gosipin Dara sama Pak Sagara. Abis nonton sinetron apaan?” Kali ini Jibran ikut andil dalam percakapan gosip yang hanya didasari interaksi dasar seperti senyuman yang diberikan bos kepada karyawannya.Shana memiringkan kepalanya dan terukir raut tidak percaya di wajahnya. “Lo tadi gak liat Pak Sagara berusaha buat nahan senyum pas Dara lagi presentasi?” ujar Shana.Bena hanya bisa menggele

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    4. Siapa Dijodohkan dengan Siapa

    “Pak!” seru Dara yang terkejut karena status melajangnya tiba-tiba berubah hanya dengan satu kalimat yang diucapkan oleh Sagara.Sagara meletakan jari telunjuknya di bibir tebal miliknya itu. Menandakan bahwa ia meminta agar Dara ikut dalam sandiwara buatannya yang mendadak itu. Tentu saja, Dara hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauan bosnya itu. Dara mulai memilih beberapa perhiasan yang sekiranya akan disukai oleh kakak perempuannya itu. Dara sebenarnya tidak terlalu suka perhiasan. Selain mengundang copet jika menggunakan perhiasan mahal di transportasi umum, ia juga tidak punya uang berlebih untuk barang mewah seperti itu. Kartu kreditnya telah lama dibekukan oleh orang tuanya sejak wanita itu memilih untuk tidak bekerja di perusahaan keluarga milik Papanya.“Yang ini, ini, sama yang dipajang di etalase atas itu ya, Kak,” ucap Dara sembari menunjuk dua kalung dan satu gelang yang ada di etalase kaca.Dara melihat tiga perhiasan itu secara saksama. Ia bahkan memegangnya untuk mera

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    5. Salah Paham

    “Woy! Woy! Kalem dulu, jangan langsung emosi,” sahut Dara panik karena takut kakaknya itu salah paham.Carissa tertawa melihat raut wajah panik Dara yang terlalu ketara. Tentu saja, sebagai kakak, kurang rasanya jika tidak menggoda adiknya. “Lo kalo mau sama Sagara kenapa gak bilang pas makan malem kemaren? Jangan rebut pas udah dijodohin gue dong!” sahut Carissa dengan nada emosi sembari berusaha menahan tawanya.Dara mengernyitkan dahinya. Carissa bukan tipikal orang yang meledak-ledak. Jika marah, wanita itu hanya akan diam atau mengucapkan kalimat menyakitkan dengan sikap yang tenang. Sudah jelas, kakaknya itu sedang bercanda kepadanya.“Apaan sih,” ucap Dara sembari memutarkan bola matanya dengan malas. “Gue tau lo gak peduli-peduli amat, tapi yang jelas gue gak ada apa-apa ya sama calon ipar gue. Awas lo nyebar rumor yang enggak-enggak,” lanjut Dara memperingatkan.Keduanya hidup terlalu lama sebagai kakak dan adik sehingga dapat mengetahui gelagat masing-masing. Carissa pun akh

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    6. Carissa dan Niat Liciknya

    “Hahaha! Ngaco lo!”Carissa tertawa terbahak-bahak mendegar dugaan tak terduga yang dikeluarkan dari mulut Sagara. Wanita itu celingak-celinguk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Takut jika suara tawanya mengganggu pengunjung lain.“Gak lah! Suka sama lo aja enggak, gimana mau cemburu? Geer,” celetuk Carissa lagi.Sagara mengerutkan dahinya kebingungan dengan wanita di depannya yang tiba-tiba tertawa histeris dan menyindirnya langsung di depan wajahnya. “Gue cuma nanya doang. Lagian, lo nanya-nanya soal adik lo mulu. Sampe khawatir soal gosip segala. Salah gue ngira lo cemburu sama adik lo?” tanya Sagara dengan nada sewot.Carissa menggelengkan kepalanya dan masih tertawa walaupun kali ini wanita itu mengontrol volume tawanya. “Gak salah. Gue yang salah,” balas Carissa. “Gue cuma penasaran aja,” lanjut Carissa menggantungkan kalimatnya.“Penasaran karena?”“Karena kayaknya lo lebih tertarik sama adik gue dibandingkan gue.”Sagara terdiam. Pria itu tidak mengelak sama sekali. Bahkan

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    7. Dua Gelas Amerikano Dingin

    "Mampus udah jam 7! Ngopi dulu deh." Dara beranjak dari kursinya tanpa mematikan komputernya. Ia hanya memastikan bahwa ponsel dan dompetnya sudah terbawa di dalam kantong jaketnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam dan dirinya harus lembur sendirian malam ini di kantor. Dara bergegas turun ke kafe yang berada di lantai bawah untuk memesan minuman penyemangat sebelum kafe tutup. Dara memilih dua gelas amerikano dingin, satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi sebagai teman di malam yang melelahkan ini. "Iced americano dua, no sugar, ya, Kak. Totalnya jadi 60 ribu rupiah," ucap kasir yang juga berperan sebagai barista di kafe kecil tersebut. "Bayarnya pake e-wallet bisa, kan, Mba?" tanya Dara yang dibalas dengan anggukan oleh sang kasir. Dara segera meraih ponselnya untuk membuka aplikasi e-wallet yang ia miliki. Entah karena tadi berlarian takut kafe ini akan tutup, tangan wanita itu berkeringat sehingga sulit untuk menekan layar ponselnya. "Ah elah ini tangan pake basah sega

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    8. Efek Perhatian Berlebihan

    Dara duduk sendirian di mejanya, matanya yang lelah terpaku pada penerangan kantor yang redup. Waktu telah menujukkan pukul 8 malam, namun beban kerjanya tidak kunjung berkurang. Darwis Publishing yang sedang menyelenggarakan lomba menulis novel membuat kiriman naskah semakin membludak. Dara sebagai editor akuisisi harus mengkurasi satu per satu cerita yang masuk ke dalam email perusahaan. "Ya Tuhan... banyak banget! Gak kuat gue! Nyerah!" Dara mendorong dirinya dan kursi yang sedang ia duduki menjauh dari layar komputer penuh cahaya radiasi yang sudah berhadapannya sejak pukul 8 pagi. Di saat seperti ini, wanita itu sering kali mempertanyakan mengenai pilihan hidupnya yang memilih untuk menjadi budah korporat dibandingkan duduk manis bersama kakak dan saudara kembarnya di kursi komisaris. "Pulang gih." Suara tersebut bukanlah berasal dari mulutnya. Maka dari itu, Dara menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Malamnya akan berubah menjadi genre horor

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    9. Obrolan Kala Lembur

    "Gimana? Suka gak?" tanya Sagara sesaat melihat Dara melahap burger yang ia berikan. Dara mengangguk karena mulutnya yang penuh dengan burger itu tidak bisa menjawab pertanyaan bosnya. Takut karyawannya itu tersedak, Sagara dengan cepat membuka botol minuman dan menyerahkannya kepada Dara. Wanita itu berhenti sejenak sebelum mengambil botol minuman yang ada di tangan Sagara dengan ragu. Sekali lagi, ia mempertanyakan apa normal jika atasan sepeduli ini dengan karyawan biasa. "Makasih, Pak," ucap Dara. "Pelan-pelan aja makannya, jangan kayak dikejer setan," pinta Sagara sembari menyerahkan sebuah tisu. "Lap mulut kamu, berantakan tuh," lanjut Sagara. Yang hanya bisa dilakukan Dara adalah menganggukan kepalanya dan menuruti perintah Sagara. Meskipun memiliki kepribadian yang acuh tak acuh dan sudah mendeklarasikan kepada semua orang bahwa ia tidak memiliki perasaan apa pun dengan bosnya ini, wanita itu juga mudah luluh jika diperhatikan sedetil

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    10. Lika-Liku Menjadi Anak Konglomerat

    Dara makin terdiam mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Sagara. Perasaan lega menyebar ke seluruh dadanya. Jika Sagara tetap bertekad untuk menjalankan perjodohan dengan Carissa, maka tidak ada kesempatan bagi kakak perempuannya itu untuk membuat dirinya menggantikan posisi sang kakak. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal di pikiran Dara. Jika memang tidak saling suka, kenapa harus memaksakan diri untuk menikah?“Kalo gak tertarik, kenapa milih tetap buat nikah sama kakak saya, Pak?” Dara memutuskan untuk membiarkan rasa penasarannya menang dan mempertanyakan hal yang sedari tadi berputar di kepalanya.Sagara tertawa kecil. “Kamu padahal berasal dari keluarga yang sama kayak saya, tapi kok gak paham beginian? Apa karena semua beban ditanggung sama kakak kamu?” tanya Sagara.Dara otomatis memiringkan kepalanya kebingungan. “Maksudnya, Pak?” “Alasan kedua keluarga kita tetap jadi keluarga ‘konglomerat’ yang selalu ada di m

Pinakabagong kabanata

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    33. Mantan Pacar

    Carissa membuka laci kecil yang terdapat di samping meja belajar. Ia mengambil buku dengan sampul kulit berwarna merah dari laci tersebut dan langsung duduk bersila di lantai, tepat di depan laci tersebut. Ia membuka halaman buku tersebut satu persatu. Sebuah senyuman mulai tertoreh di wajah Carissa bersamaan perhatian wanita itu terpusat kepada buku tersebut. Buku itu merupakan buku jurnal semasa ia masih di bangku kuliah. Terdapat beberapa foto dan deskripsi singkat mengenai peristiwa yang tertangkap pada foto tersebut.Senyuman Carissa sedikit memudar ketika ia melihat foto dirinya yang sedang tersenyum sumringah di samping pria yang sedang merangkul bahunya.“Ngapain lo? Lagi wisata kenangan ya?” celetuk Gavin yang langsung masuk ke kamar Carissa tanpa izin begitu melihat celah pintu yang tidak tertutup rapat. “Ngetuk dulu bisa gak? Kayak gak diajarin sopan santun aja lo, bocah!” omel Carissa. Yang diomeli hanya tertawa cengengesan bak tanpa bermasalah. Carissa juga hanya memara

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    32. Putri Sulung

    Tidak ada sedetik pun Dara dan Sagara menyadari kehadiran Carissa yang sudah berdiri dengan manis di daun pintu sembari tersenyum melihat keduanya keasyikkan bercanda tawa. Dengan sigap, Carissa mengeluarkan ponselnya dan langsung membuka aplikasi kamera untuk memotret momen gemas antara sang adik dan calon tunangannya itu. Tidak mau gerak-geriknya ketahuan, Carissa pergi dari menjauh dari Kamar Dara dan menuju ke ruang makan yang ada di lantai bawah untuk menunjukkan foto tersebut ke Mamanya.“Mah, liat deh,” sahut Carissa sembari menjulurkan ponselnya ke depan wajah Mama. Mama yang sedang tidak menggunakan kacamatanya itu memicingkan mata. “Siapa itu?” tanya Mama polos. “Sagara sama Dara lagi asik ngobrol sambil liatin foto-foto Dara pas masih SMA. Mana Dara dibilang imut lagi,” ucap Carissa mencoba menggiring opini. Bukan reaksi yang diharapkan oleh Carissa yang keluar dari Mamanya. Sang Mama malah tersenyum bangga. “Bagus dong mer

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    31. Kunjungan Makan Malam

    “Mah, Sagara udah dateng,” sahut Carissa dengan nada acuh tak acuh untuk memberitahu kepada Ibunya bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sudah datang.Ibu dari empat bersaudara itu langsung tersenyum sumringah dan menghentikan kegiatan memotong sayurnya sementara. “Eh, Nak Sagara sudah sampai. Tunggu ya, sebentar lagi jadi ini masakannya. Tante buat sendiri loh semuanya!” seru Mama.Sagara tertawa kecil. Sekedar basa-basi karena pria itu merasa canggung pergi ke rumah seseorang tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. “Santai aja, Tante, masaknya,” sahut Sagara.“Daripada Sagara bosen nunggu, mending kamu aja keliling rumah aja, Car,”saran Mama.Carissa tentu saja tidak mengelakkan permintaan Mamanya tersebut. Ia menoleh ke arah Sagara dan memberikan yang seolah-olah menyuruh pria itu untuk mengikutinya.“Lo keliling sendiri deh. Gue mau mandi dulu,” ucap Carissa setelah keduanya keluar dari area dapur. Sagara langsung mengerutkan dahi

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    30. Saingan

    “Ah… Lega…”Dara sudah bisa merekahkah senyum leganya ketika panggilan alam yang sedari tadi meraung-raung untuk dikeluarkan terpenuhi juga. Ia sibuk bertemu dengan penulis-penulis baru yang akan menandatangi kontrak dengan Darwis Publishing. Terkesan tidak sopan jika ia izin ke toilet di waktu diskusi.Wanita itu segera keluar dari bilik toilet dan menuju wastafel untuk mencuci tangannya. Tak lama setelah itu, pintu toilet terbuka dan masuk lah seseorang. Dara langsung membelalakan matanya ketika melihat sosok yang masuk ke kamar mandi dari bayangan kaca. “Mba Sharleen…” Sapa Dara ketika mata dirinya dan Sharleen tidak sengaja bertemu melalui bayangan kaca.Sharleen membalas sapaan tersenyum hanya dengan senyum simpul lalu berdiri di wastafel sebelah Dara. Ia mengeluarkan tas riasannya dan mulai melakukan touch-up.“Gue temen kuliahnya Sagara. Kita satu kampus dulu, lo tahu, kan?” ucap Sharleen membuka topik pembicaraan.Dara s

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    29. Perasaan dan Kenyataan

    Dara sedang duduk manis sembari berkutat dengan pekerjaan yang selalu menumpuk di meja kerjanya. Wanita itu bahkan tidak menyadari bahwa salah satu rekan kerjanya, sebut saja Bena, sedari tadi terus memperhatikannya. Pria itu akhirnya membiarkan pikirannya menang dan menghetikkan pekerjaannya sementara untuk mengunjungi meja kerja Dara dengan mendorong kursi kerjanya. "Pssttt...!" panggil Bena sembari mendekat. Dara sedang menggunakan earphone saat itu dan tentu saja tidak mendengar panggilan Bena. Ia baru menyadari kehadiran Bena ketika dirinya merasakan kursi yang sedang ia duduk terguncang. "Astaga! Apaan sih, Kak?" ucap Dara yang terkejut, masih dengan suara yang tidak terlalu kencang karena ia tidak ingin menganggu rekan kerja lainnya yang juga sedang mengejar deadline. "Kakak lo bahas sesuatu tentang gue gak? Atau mungkin ngomongin apa gitu soal gue?" tanya Bena dengan suara setengah berbisik agar percakapan mereka tidak terdengar oleh r

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    28. Hanya ‘Teman’ Lama

    Carissa tertegun melihat pria yang baru saja menyapanya. Wanita itu berusaha terlihat tenang meskipun kakinya terasa sedikit lemas. “Oh… hai, Ben,” balas Carissa menyapa.“Ngantre boba?” tanya Bena wajah yang sama canggungnya dengan Carissa.Carissa pun menganggukkan kepalanya membenarkan. “Lo? Abis jalan-jalan?” tanya Carissa lagi yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Bena.Terdapat hawa aneh yang menyelimuti keduanya. Carissa dan Bena saling menatap satu sama lain dengan canggung. Keberadaan Dara dan Sagara seolah-olah menghilang karena Bena hanya fokus kepada Carissa, begitu pula sebaliknya.Dara yang awalnya panik karena kemungkinan Bena yang bertanya mengenai keberadaannya di antara dua anak pengusaha ternama, Sidharta dan Darwis, mulai bisa mengatur napasnya sejenak. Sepertinya, Bena tidak terlalu peduli dengan keberadaan serta identitasnya.Pikiran Dara malah teralihkan dengan bagaimana kakaknya dan Bena bisa mengenal satu sama

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    27. Wajah Pucat Carissa

    Waktu yang dihabiskan oleh Dara, Sagara, dan Carissa selama hampir dua jam di bioskop membuat mereka tidak sadar bahwa langit sudah gelap di luar gedung mal. Tanda bahwa malam sudah tiba. Ketiganya berjalan berdampingan. Sagara dan Carissa sudah jelas nampak seperti dua orang dewasa yang sedang melakukan perjalanan bisnis karena keduanya menggunakan setelah blazer. Dara bahkan baru menyadari jika keduanya terlihat serasi menggunakan pakaian yang mirip. Lain halnya dengan Dara. Wanita yang terkena imbas efek korean wave itu menggunakan cardigan crop berwarna pink dan rok tennis itu nampak seperti idol K-pop. Ditambah dengan wajahnya yang cukup terlihat muda untuk seseorang yang dekat dengan kepala tiga, mungkin karena tidak perlu memikirkan urusan bisnis seperti saudara-saudaranya, ia makin terlihat jauh jika dibandingkan dengan Carissa dan Sagara.Sagara menengok ke belakang ketika menyadari bahwa Dara berada satu langkah di belakang dirinya dan Carissa. “Makan malem dulu gak?” tany

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    26. Bioskop dan Nyamuk

    “Lo tengah deh, Dar!”“Lo aja!”“Udah-udah, saya yang di tengah.” Sagara langsung menyerobot barisan Carissa agar pria itu duduk di tengah di antara dua saudara perempuan yang tidak henti-hentinya bertengkar.Dara, Sagara, dan Carissa menonton film yang sebelumnya sudah ditonton tiga per empat bagian oleh Dara. Dara sebenarnya tidak masalah, ia bisa menunggu nanti ketika filmnya sudah muncul di layanan streaming. Toh, cuplikan akhir film tersebut sudah beredar di mana-mana.Namun, kontrol kakaknya yang kuat dengan segala tawarannya itu yang membuat Dara sekarang duduk di kursi bioskop B8, di samping Sagara. “Terakhir kamu nonton sampe bagian mana?” tanya Sagara berbisik kepada Dara meskipun film belum dimulai.Dara langsung menoleh dan terkejut ketika wajah pria itu sangat dekat dengannya, membuat wanita itu otomatis menjauhkan wajahnya. “Bagian bapaknya masuk ke ‘The Further’ buat nyari anaknya, Pak,” balas Dara berbisik.

  • Bos dan Putri Konglomerat Rahasia    25. Kencan Bertiga

    Dara duduk di kursi yang diambil oleh Sagara dari meja lain. Carissa memperhatikan sikap Sagara kepada Dara yang kelewat lembut. Hal tersebut tentu saja tidak normal karena ia saja tidak pernah bersikap seperti ini kepada karyawannya meskipun sudah di luar waktu kerja. Melihat adegan tersebut tentu membuat senyum Carissa mengembang. Sepertinya tidak sulit untuk melancarkan rencana besar nan liciknya.“Kok sama Dara pake aku-kamu, sama gue pake lo-gue. Gak adil lo,” sindir Carissa yang tentu saja hanya sebuah candaan. Wanita itu tidak peduli sama sekali sebenarnya. Ia hanya ingin menggoda adiknya.“Dia karyawan gue, ya kali pake lo-gue,” sahut Sagara kesal. Lama-lama, Sagara ikut emosi dengan Carissa sama seperti Dara. Carissa memang tipikal orang yang mudah menyulut amarah siapa pun yang menjadi lawan bicaranya.Kini, Dara yang bergantian memperhatikan interaksi antara Sagara dan Carissa. Mereka terlihat cukup dekat untuk orang yang ia ketahui baru secara

DMCA.com Protection Status