Gunawan meninggalkan ruang keluarga terlebih dulu, lalu di susul Riana. Wanita paruh baya itu mengikuti suaminya ke kamar. Riana belum puas dengan jawaban Gunawan tentang pembagian harta, itu sebabnya Riana ingin menanyakan kembali kepada suaminya."Pah, aku dapat warisan juga kan ?" Ucap Riana bertanya kepada Gunawan. Saat ini mereka berada di dalam kamar.Gunawan hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Riana. Pria tinggi, gagak itu fokus mencari sesuatu dari dalam lemari brankas."Pah, kamu enggak dengar ya ?" Riana kembali membuka mulut karena tidak ada jawaban dari Gunawan.Gunawan memutar kepala untuk melihat Riana, yang berdiri di sampingnya, "kita tidak perlu dapat warisan mah, yang perlu itu ! Anak-anak kita" ucapnya dengan lembut."Kenapa begitu pah ?""Karena umur kita tidak lama lagi, jadi untuk apa warisan itu ? Kalau masalah tempat tinggal dan kebutuhan kita sehari-hari ! Aku masih memiliki tabungan. Lagi pula anak-anak pasti memberikan kita uang" jelas Gunawan.Wajah R
"Pak Anjas" ucap Saddam yang juga terkejut melihat kedatangan Anjas."Apa semua laporan keuangan sudah disiapkan ?" Tanya Anjas dengan wajah serius."Sudah pak, dalam Minggu ini saya jamin beres pak" jawab Saddam dengan hormat."Baiklah, satu lagi ! Datanglah ke dapur untuk seperlunya saja, karena ruangan kamu ada di sana" Anjas menunjuk ke arah ruangan manajer, yaitu ruangan khusus Saddam."Ba....baik pak" sahut Saddam gugup.Sebelum Anjas meninggalkan dapur, ia terlebih dahulu melirik pintu kamar mandi. Anjas tahu kalau Zeira sengaja masuk ke dalam sana untuk menghindarinya. Tetapi sikap Zeira itu justru membuat hati Anjas kesal dan berprasangka buruk kalau wanita cantik itu memiliki hubungan dengan Saddam.Huf..... Saddam menghela napas lega setelah punggung Anjas tidak terlihat lagi. Pria tampan itu sudah menghilang ditelan pintu lift. Saat itu juga Zeira ke luar dari kamar mandi."Apa pak Anjas sudah pergi ?" Tanya Zeira kepada Saddam sambil melirik ke arah pintu."Sudah" jawab S
Tepat pukul 7 malam, Susan sudah menjemput Zeira. Kedua wanita cantik itu meninggalkan kediaman Wijaya setelah berpamitan kepada Gunawan dan Riana. Saat ini mereka sudah di dalam mobil."Ra, kita ke butik dulu ya ?" Ajak Susan."Iya San" sahut Zeira.Hanya butuh 15 menit, mereka sudah tiba di sebuah butik terkenal. Zeira dan Susan turun dari mobil, melangkah masuk ke dalam butik. Susan bergegas mencari gaun, sedangkan Zeira hanya duduk di kursi sambil mainkan ponsel."Ra" panggil Susan. "Ke sini" lanjutnya mengajak Zeira masuk ke ruang ganti.Zeira bangkit, ia melangkah menghampiri Susan. "Kamu mau ganti pakaian ?" Tanya Zeira sambil masuk ke ruang ganti."Bukan aku, tapi kamu" jawab Susan.Zeira tercengang, ia tidak tahu kalau Susan mencari pakaian untuknya. "Untukku ?" Ucapnya untuk memperjelas."Iya untuk kamu. Pakaian kamu itu enggak cocok untuk menghadiri undangan Ra" Tentu Susan protes dengan pakaian Zeira, sebab wanita cantik satu anak itu hanya mengenakan celana jeans panjan
"Apa kamu takut karena pak Anjas ada di sini ?" Todong Saddam. Tentu pria tampan itu bisa menekan, karena wajah Zeira pucat setelah mendengar nama Anjas disebutkan."Bu...bukan pak" dalih Zeira."Kamu enggak usah takut, karena ini di luar jam kerja. Jadi pak Anjas tidak ada hak untuk melarang kamu dekat dengan siapa dan bersama siapa" ucap Saddam.Saat keduanya asik berbicara, tiba-tiba MC mengatakan sesuatu dari panggung yang membuat jantung Zeira semakin berdegup kencang."Sepertinya pak Anjas butuh pendamping untuk menyerahkan kunci kepada pak dirgantara. Jadi aku harus mencari pendamping yang tepat untuknya" ucap MC sambil melirik ke kiri dan ke kanan."Iya, aku sudah menemukannya. Nyonya yang duduk di meja 12, yang mengenakan gaun merah. Tolong naik ke atas panggung" ucap MC sambil menunjuk Zeira yang duduk bersama Saddam.Zeira memutar kepala ke kiri dan ke kanan untuk melihat siapa yang dimaksud MC. Tetapi wanita yang duduk di samping kiri kanan tidak ada yang mengenakan gaun m
Pelukan Anjas membuat Zeira lebih tenang, entah mengapa ia selalu nyaman setiap kali Anjas memeluknya. Rasa sedih dan cemas seketika hilang dari hatinya setiap kali pria tampan itu menggelengkan wajahnya di dada bidang Anjas.Tadinya Zeira tidak membalas pelukan Anjas, tapi kini wanita cantik itu melingkarkan kedua tangan untuk membalas pelukan suaminya. Ia menumpahkan air mata di pundak Anjas untuk melepaskan kesedihan dan beban hidupnya. Sementara di tempat lain, Susan sedang berdebat dengan Bella. Wanita cantik berusia 22 tahun itu tidak terima sahabatnya diperlukan seperti itu. Apalagi yang membawa dan mengajak Zeira ke sana adalah dia, tentu Susan harus bertanggung jawab atas yang terjadi kepada Zeira."Kamu tidak perlu ikut campur dalam urusanku, urus saja hidupmu yang memprihatinkan itu" ucap Bella untuk menghina Susan."Kamu tidak salah ? Aku hidup tenang, damai dan berharga Bella. Bahkan sebentar lagi aku akan menjadi menantu keluarga Dirgantara" jawab Susan sambil tersenyu
Tepat pukul 8 lewat 30 menit Zeira tiba di kantor. Ia sedikit terlambat karena Gunawan mengajaknya bicara. Tentu jantung Zeira saat ini dak dik duk, karena Anjas tidak suka dengan karyawan yang terlambat datang ke kantor.Tok...tok....tok... Zeira mengetuk pintu ruangan Anjas."Masuk" suara bariton dari dalam.Zeira mendorong pintu, "permisi pak" ucapnya sambil menjulurkan kepala dari balik pintu dan membawa satu gelas teh di tangan."Kamu sudah datang ?" Tanya Anjas tanpa melihat Zeira dan fokus menatap layar laptop."Maaf pak, aku sedikit terlambat" ucap Zeira dengan wajah bersalah."Hm...lain kali jangan sampai terulang lagi" jawab Anjas dengan lembut."Baik pak. Kalau begitu saya permisi dulu" Zeira memutar tubuh dan pergi meninggalkan ruangan Anjas. Sementara pria tampan itu melirik Zeira dari sudut matanya."Pagi Zeira ?" Sapa Saddam yang baru ke luar dari ruangannya dan melihat Zeira melangkah ke arah dapur."Pagi pak Saddam" balas Zeira sambil tersenyum."Bagaimana keadaan ka
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Gunawan meninggalkan kediaman Wijaya setelah makan malam bersama dengan istri, anak, menantu dan cucu kesayangan. Pria paruh baya berusia 50 tahun itu mencium cucunya berkali-kali dan mengatakan kalau Azka lah yang paling berhak atas warisan keluarga Wijaya. Ia juga berpesan agar Azka menjadi anak yang baik, pintar dan sukses seperti ayahnya.Par...... Suara pecahan. Tangan Anjas tidak sengaja menyentuh pas bunga yang ada di dekat tangga. Tentu suara nyaring itu membuat seisi rumah terkejut, mereka berpikir kalau Anjas sedang kesal sehingga dengan sengaja menghancurkan pas bunga."Apa tuan terluka ?" Tanya pelayan Indri. Sementara, hanya diam berdiri di samping Indri."Tidak, tolong dibersihkan ya bi" ucap Anjas dan langsung melangkah menaiki anak tangga."Baik tuan" sahut Indri."Biar aku bantu bi" tawar Zeira."Enggak usah nyonya, lebih baik nyonya menemui tuan ke kamar" tolak Indri dengan lembut sambil meminta Zeira untuk mengikuti suaminya ke kama
Anjas memalingkan wajah dan menatap Zeira dengan tatapan kesal."Aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk mengatur mas. Tapi aku tidak mau jika mas sampai jatuh sakit" Zeira memberanikan diri untuk mengatakan maksudnya. Ia tahu kalau Anjas kesal dan marah padanya, tetapi Zeira tidak ambil hati karena ia mengerti kondisi Anjas saat ini."Terserah kamu saja" sahut Anjas.Zeira bergegas ke luar dari kamar, ia menuruni anak tangga menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk Anjas dan membawanya ke dalam kamar. "Ini mas, sekarang mas makan dulu ya ?" Zeira menaruh makanan di atas meja. Ia sengaja masuk ke kamar mandi agar Anjas tidak canggung untuk makan.......................Waktu menunjukkan pukul 2 malam, tadinya Zeira sudah tertidur pulas namun ia tiba-tiba bangun setelah tangannya merasakan kalau Anjas tidak ada di sana."Mas Anjas ke mana ?" Tanya Zeira kepada dirinya sendiri. Ia merapikan selimut Azka sebelum ke luar dari kamar.Zeira mencari Anjas ke semua ruangan, namun pria t