Bradley terkesiap. Ia bingung harus menjawab apa pada mantan kekasih Nick tersebut. Ia hanya bisa tersenyum kaku.
"Kenapa tiba-tiba kau diam? Bukankah tadi kau bersemangat mencariku?" sindir Kimberly.
Bradley memalingkan muka ke kanan dan ke kiri. Sesaat ia hilang akal, akses pikirannya mendadak terblokir dan tidak bisa ia gunakan sementara waktu.
Ia berulang kali menatap ke langit-langit bangunan di atasnya. Mendadak ingatannya tertuju pada Nick di balik jeruji besi. Ia terperangah saat mengingat hal itu. Spontan ia mengatupkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap Kimberly. Ia menatap penuh memelas pada istri Bryan tersebut.
"Kimberly, ijinkan aku berbicara padamu! Ini sangatlah penting. Aku berjanji setelah aku bercerita padamu mengenai suatu hal, aku tidak akan mengganggumu lagi!" cetus Bradley tiba-tiba saat ia mendapat ide.
Kimberly terdiam selama beberapa detik. Ia membiarkan otaknya bekerja secara cepat
Hai kakak semuanya Baca juga yuk ceritaku yang lain Semoga suka dan terhibur đ
Kimberly memundurkan posisinya. Sejenak ia merasa tak nyaman saat mendapat interogasi dari suaminya. Haruskah ia jujur atau menyembunyikan semua hal dari Bryan?"Sayang, bisakah kita membicarakan hal ini di rumah saja?" tanya Kimberly meminta kelonggaran waktu.Bryan menarik napas panjang. Perlahan pegangan tangannya di pundak sang istri berangsur-angsur terlepas."Berjanjilah sampai di apartemen, kau akan menceritakan keanehan pada dirimu padaku!" pinta Bryan serius."Iya!" jawab Kimberly gugup.Kimberly buru-buru mengangguk, asal ia bisa terlepas dari kondisi tak menyenangkan seperti saat ini.Bryan kembali fokus mengendarai mobilnya menuju apartemen keduanya. Ia pun ikut terdiam selama beberapa saat. Tak ada obrolan di dalam mobil sampai kendaraan mewah itu sampai di basement apartemen.******Kimberly keluar dari kamar mandi, ia hanya mengenakan bathrobe berwarna putih untuk menutupi tubu
Kimberly mengepalkan kedua tangan. Menahan geram, ia segera pergi dari pintu ruang kerja Bryan.Sialnya, ia berpapasan dengan Leon. Matanya menatap tajam ke arah sahabat Bryan tersebut."Hai, kakak ipar? Kenapa tidak masuk dan bergabung bersama kami di dalam?" tanya Leon merasa ada yang janggal pada Kimberly.Kimberly menatap kesal. Perempuan cantik itu melenggang begitu saja dan hendak menuju kamarnya, namun tiba-tiba arah tujuannya berubah. Ia kembali mendekati Leon dan menunjuk ke arahnya."Jangan bawa wanita tidak jelas ke dalam apartemen ini! Mengotori mata dan telinga saja! Rumah ini bukan tempat melampiaskan hasrat. Paham?" bentak Kimberly dengan lantang.Shock, Leon menatap ke kiri dan ke kanan. Jujur, ia sangat bingung dengan keadaan ini. Sempat ia memegangi dadanya karena tiba-tiba mendapat amukan verbal dari Kimberly.'Ada apa ini? Kenapa mendadak aku dimarahi?' batin Leon.Kimberly
Bryan mengelus rambut Kimberly yang tampak berantakan. Kedua tangannya sigap mengguncang pelan lengan sang istri dan menyadarkannya dari racauan tak jelas.Pria tampan itu merengkuh tubuh Kimberly dan segera memeluknya, berusaha memberikan ketenangan."Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu saat ini! Tapi bangunlah, ini bukan saatnya meracau tak jelas seperti sekarang. Sepertinya kau kurang istirahat, tidurlah dulu agar pikiranmu kembali normal!" ujar Bryan santai.Kimberly mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya.Awan di langit perlahan bergerak turun menutupi sinar matahari, menyeruak ke dalam melalui kaca jendela. Menciptakan bayangan yang begitu dalam di bawah dahi Bryan. Kimberly sesaat mengagumi hal tersebut, pemandangan alami yang begitu menawan tampak di depan matanya.Suaminya sangat tampan.Kimberly mengangguk dengan penuh semangat. Sorot matanya dipenuhi tekad yan
Jemari Bryan membelai wajah mulus Kimberly. Ibu jarinya menjelajah di sekitar pelipis dekat mata. Bryan menatap sepasang mata perak milik istrinya."Matamu indah sekali! Apakah ini adalah warisan dari ibu mertua?" tanya Bryan berusaha menghilangkan kegugupan yang sempat bertandang ke dalam diri Kimberly.Kimberly mengangguk sembari tersenyum manis.Bryan memandang ke arah bibir ranum berwarna peach alami milik istrinya. Pria itu memajukan wajahnya dengan perlahan-lahan, Bryan menyatukan bibirnya di sana.Tidak lama tapi juga tidak bisa dibilang sebentar aksi keduanya merapatkan sepasang bibir mereka serta saling membelit indera pengecap.Tangan Bryan mulai bermain-main di area gundukan kembar, menelusup di balik gaun cantik yang membalut tubuh sang istri. Bryan memainkan kedua puncak dan meremasnya.Mulutnya tak tinggal diam, ia kembali menyatukan bibir mereka guna mengurangi rasa sakit di area tersebut.&n
Chloe untuk ke sekian kalinya menunduk malu dan juga lesu. Bagaimana bisa ia bertemu dengan pria paruh baya ini lagi? Di sini? Iya, di sini! Mendadak urat malunya keluar dari tempat persembunyiannya.Leon dan Gilbert yang tanggap segera memecah keheningan dengan sapaan dan pertanyaan basa-basi. Jelas mereka tujukan pertanyaan itu pada Gerald Malik. Pria paruh baya yang masih terlihat tampan dan menawan itu melayangkan pandangan sulit diartikan."Kalian mau langsung pulang?" tanya Gerald santai.Ketiga manusia itu mendadak membisu. Mereka saling melirik satu sama lain. Pandangan itu membuat Gerald mengambil langkah selanjutnya."Kalau kalian mau pulang, berhati-hatilah di jalan! Di luar hujan turun begitu deras, kendarai mobil kalian dengan sangat hati-hati. Jalanan begitu licin!" seru Gerald serius. Ia segera berbalik arah dan meninggalkan ketiganya begitu saja.Sepeninggal Gerald, Chloe tampak dilema. Ia merasakan kec
Kimberly menggeser tubuhnya perlahan. Ia merasa kikuk dan berusaha mencerna setiap kalimat yang keluar dari bibir sang suami. Merasa tak mendapat jawaban, Kimberly melirik Bryan disertai keisengan jari-jari lentiknya di dada bidang suaminya. "Sebenarnya apa yang kau maksud, Suamiku yang tampan?" tanya Kimberly berusaha merubah mood sang suami yang tiba-tiba aneh. Hal manis itu berhasil membuat lengkungan tipis di kedua sudut bibir Bryan. Ia kembali mengarahkan kedua tangannya di atas pundak sang istri. "Apa kau mau teman-temanmu di kampus tahu kejadian semalam? Apa kau mau memamerkan hasil karyaku semalam, hum?" goda Bryan. Pria itu mendorong pelan sang istri menuju cermin gantung di dinding. Ia menunjukkan beberapa titik yang menjadi bukti kegilaan dan keliarannya semalam. Kimberly terhenyak. Hampir saja ia memekik, namun ia urungkan. Ia tak mau siapa pun mendengar teriakannya. Ia menu
Bryan tetap bungkam saat keduanya berada di dalam mobil. Pria itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Anehnya untuk pertama kalinya ia hanya diam, tak banyak bicara. Hanya menjawab pertanyaan Kimberly dengan satu atau dua kata.Kimberly menatap penuh keheranan. Ia terus menerka hal apa yang terjadi antara sang suami dan ibunya. Sampai detik ini, ia belum diijinkan mengetahui masalah ibu kandung Bryan.Tak mau memberikan tekanan pada sang suami, ia hanya memainkan ponselnya demi mengalihkan pikirannya yang sempat terkontaminasi banyak hal.Bryan melirik ke arah sang istri."Apa yang ada dalam pikiranmu?" tanya Bryan yang fokus menatap jalanan di hadapannya.Keduanya sudah hampir sampai kampus. Kimberly tersenyum kikuk ketika Bryan menyadari keanehan pada dirinya. Mungkinkah Bryan tahu bahwa dirinya sedang memikirkannya?"Ah tidak, bukan apa-apa. Oh iya, sebentar lagi kita akan sampai ke kampusku!"
Bryan tersenyum penuh arti. Ia mulai membuka kimono handuk milik istrinya dengan cepat. Tak mau buang waktu, kini tampaklah sudah tubuh polos sang istri di hadapannya.Cantik, mulus dan candu!Tubuh itu begitu menggoda iman dan membuat adik kecilnya tak sanggup menahan diri."Hanya mandi tidak lebih!" tegas Kimberly memperingatkan. "Papa menunggu di bawah, aku tidak mau Papa menunggu kita terlalu lama. Bukankah kita juga mau pergi menuju Sparkling Light? Aku tidak mau kelelahan karena kau!" lanjutnya membuat nyali Bryan mengkerut seketika.Hal indah di dalam imajinya terhempas dan hanya tinggal angan-angan. Kimberly terkekeh dibuatnya. Melihat ekspresi mengenaskan Bryan spontan membuatnya tak bisa menahan tawa."Aku hanya bercanda. Baiklah, hanya sebentar saja, ya!" ucap Kimberly mengijinkan sang suami menuntaskan hasratnya pada tubuh polosnya saat ini.Setelah itu, hanya mereka yang tahu apa yang terjadi
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe