“Hai, Ran? Pulang bareng, yuk! Udah selesai belum kerjaannya? Bima datang menghampiri Rania dan mengajak pulang bersama.Reynald menatap Bima tak berkedip. Pria itu nampak betul jika dia seperti sedikit terganggu dengan kedatangan Bima. Namun, Reynald berusaha untuk tetap bersikap biasa agar tak kentara jika dirinya terganggu.“Eh, Bapak. Ada di sini juga, Pak?” tanya Bima pada Reynald.“Iya. Lagi mantau pekerjaan Rania,” jawab Reynald.“Oh, iya, Pak.” Bima mengangguk.“Maaf, Bim, aku kayaknya gak bisa, deh! Kerjaan aku belum selesai. Kamu pulang duluan aja,” ujar Rania, sedangkan Reynald hanya melihat tanpa ekspresi.“Apa masih lama? Tidak apa-apa, biar aku tunggu.” Bima masih berusaha agar ia bisa pulang bersama Rania.“Kalau kamu nungguin aku, takutnya nanti malah kelamaan. Lebih baik kamu pulang duluan saja, Bim. Aku nggak apa-apa, kok!” Bima yang ingin kembali bersuara, harus kembali menutup mulutnya saat mendengar ucapan bosnya. “Lebih baik kamu pulang duluan saja. Rania masih
“Pilihlah baju yang kamu suka,” seru Reynald membuat Rania spontan menoleh menatap Reynald dengan tatapan terkejut. “M–maksud Bapak?” Rania yang takut pendengarannya salah pun mencoba bertanya pada Reynald.“Ambillah.” Reynald menaikkan dagunya menyuruh Rania pergi. “Pilih yang kamu suka,” lanjut Reynald.“Hah??” Rania tercengang mendengar ucapan Reynald.“Ambil apa pun yang kamu inginkan. Saya yang bayar.”“Ng–nggak usah, Pak! Baju saya masih banyak, kok!” tolak Rania. Wanita itu merasa tak enak hati jika dibelikan sesuatu olehnya bosnya.“Pilihlah sana. Ini perintah!” tegas Reynald yang tak ingin ditolak.“Tapi, Pak–”“Mbak!” Reynald segera memanggil pelayan saat Rania masih berusaha untuk menolak pemberiannya. “Pilihkan baju kerja yang bagus dan sesuai untuknya,” titah Reynald pada pelayan tersebut.“Baik, Tuan. Sebentar ya, Nona, saya carikan dulu.” Pelayan itu pun menjauh untuk memilihkan beberapa baju buat Rania.“Pak, saya rasa ini tidak perlu. Lagian saya takut nanti nggak bi
Rania benar-benar bingung kenapa bosnya malah justru masuk ke area hotel. Wanita itu terlihat berpikir, hingga beberapa detik kemudian Rania terlihat seperti orang yang baru mengingat sesuatu.”Oh iya, kita mau ketemu klien, ya. Hehe, lupa.” Rania cengengesan akibat malu kalau dirinya sempat lupa tujuan utamanya tadi. Mungkin karena Rania terlalu lama memilih baju saat di mall tadi.“Tapi saya belum ganti, Pak! Pakai baju kerja yang tadi gak apa-apa, Pak?”“Hmm. Pakai baju barumu buat ke kantor besok!” sahut Reynald yang kemudian ke luar dari mobil.Rania pun ikut menyusul keluar dari kendaraan roda empat itu. “Taruh saja tas kerjamu di mobil,” seru Reynald saat melihat Rania membawa tas kerjanya.“Baik, Pak.” Meski sedikit bingung, Rania tetap melakukan apa yang diperintahkan bosnya. Wanita itu lantas menaruh kembali tasnya di dalam mobil dan menutup pintu mobil tersebut. Rania berlari kecil mengejar Reynald, kemudian berjalan di samping Reynald. Keduanya berjalan beriringan memasu
“Tadi bilang apa?” Reynald kembali mengulangi pertanyaannya.Rania yang benar-benar takut jika Reynald akan berbuat kasar kepadanya pun akhirnya memilih menggelengkan kepalanya. “Ng–ngak, Pak!” jawab Rania gugup.“Bilang apa, hmm?” Reynald tersenyum miring melihat ekspresi Rania yang takut kepadanya.Lidah Rania rasanya tak mampu untuk menjawab pertanyaan Reynald. Jantungnya berdebar tak karuan melihat wajah Reynald tepat di depan mukanya.“Sekali lagi kamu ngejelek-jelekin saya, gaji kamu yang saya potong!” ancam Reynald.Pria itu pun lantas menjauhkan tubuhnya dari Rania, kembali ke tempat duduknya, dan mulai fokus melanjutkan perjalanannya.“Siapa juga yang ngejelek-jelekin? Kan emang bener kenyataannya begitu,” gerutu Rania yang masih terdengar Reynald.“Saya masih denger ya, Rania!” seru Reynald membuat Rania meringis.“Kan kemarin-kemarin Bapak emang jahat banget sama saya,” ungkap Rania pelan.“Kamu Kan tahu alasanku seperti itu, Rania!” sahut Reynald.“Tapi kan saya gak tahu k
“Sudah lama kita tak berjumpa. Apa kita bisa bertemu?” tanya wanita di seberang telepon.“Ngapain kamu hubungi saya lagi!” seru Reynald.Tampaknya pria itu tidak senang jika dihubungi oleh wanita yang ada di seberang telepon tersebut. Wanita yang dulu pernah Reynald percaya sebelum wanita itu berkhianat kepadanya. Wanita yang dulu selalu Reynald perjuangkan mati-matian. Wanita yang selalu diprioritaskan oleh Reynald, namun nyatanya wanita itu juga yang membuat hidup Reynald hancur. Wanita itulah yang berhasil membuat Reynald mati rasa terhadap semua wanita. Wanita yang mampu membuat Reynald berubah.“Rey, maafin aku karena dulu udah selingkuhin kamu. Aku nyesel ngelakuin itu,” ucap wanita itu menyesal.“Aku gak butuh permintaan maafmu!” tukas Reynald.“Maafin aku, Rey. Aku nyesel. Aku mau balikan sama kamu. Aku kangen sama kamu.” Wanita itu menangis hanya untuk mendapatkan maaf dari Reynald.“Sayangnya saya tidak! Saya tidak ada waktu untuk meladeni kamu, dan saya tidak akan pernah mau
Bella melihat layar genggamnya yang menampilkan sebuah pesan video masuk. Wanita itu sebenarnya ingin langsung membukanya, tetapi ia merasa tidak enak pada kliennya jika ia harus izin ke belakang lagi. Mau tak mau, Bella terpaksa harus menahan dirinya dulu sampai meeting selesai.Beberapa saat setelah pertemuan itu telah selesai, Bella segera membuka pesan masuk berupa video yang dikirimkan oleh anak buahnya tersebut. Bella segera memasang earphone ke telinganya, lalu memutar video rekaman CCTV itu. Wanita itu benar-benar memasang mata dan telinganya dengan baik supaya ia bisa mengerti di mana letak permasalahan konflik anaknya.Robert yang melihat istrinya tampak fokus menatap layar telepon sambil memakai earphone pun menjadi penasaran. Pria itu lantas mendekat pada istrinya dan bertanya “Ada apa?” seraya menaikkan dagunya. Bella yang ditanya hanya menjawab dengan meletakkan jari telunjuknya tepat di bibirnya supaya sang suami diam terlebih dulu.Bella terus mendengarkan suara rekama
“Jangan! Nanti Den Reynald malah tambah marah!” seru Bi Sugi.“Terus gimana, Mbok? Apa saya coba telepon Nyonya saja?” usul Parjo.“Saya tadi sudah telepon Nyonya, tapi urusan Nyonya di sana belum selesai.”“Duh, gimana ya, Mbok?” Parjo juga bingung harus melakukan apa. Akhirnya pria itu memanggil temannya.“Di!!” teriak Parjo seraya melempar batu kecil pada Edi.Edi menoleh dan mendongakkan dagunya seolah tanya “Kenapa?” Parjo menggerakkan jari telunjuknya agar Edi mendekat.Edi berlari kecil mendekat ke arah Parjo dan Bi Sugi. “Ada apa?” tanya Edi. “Loh, Bi Sugi nangis?” Edi terkejut saat melihat kepala asisten rumah tangga itu berfungsi air mata.“Den Reynald ngamuk di kamarnya. Enaknya kita lakuin apa selain didobrak? Kamu punya solusi gak?”“Kenapa gak diketok aja?” ucap Edi.“Udah tadi sama Mbok Sugi, tapi Den Reynald gak mau berhenti,” ungkap Parjo, sedangkan Bi Sugi tengah berpikir mencari solusi yang terbaik. “Dibuka aja. Kan kita ada kunci cadangan?” usul Edi yang seketika
“Apa Den Reynald masih menginginkannya?” tanya Bi Sugi yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Reynald.Bagaimana Reynald bisa menerima wanita itu kembali, sedangkan Irene sudah melukainya cukup dalam. Hidup Reynald bahkan berubah karena Irene. Reynald sampai tak memiliki gairah untuk tetap hidup setelah kejadian itu. Ia tidak ingin sakit yang kedua kakinya.Meski ada satu sisi di hati Reynald yang menginginkan kehadiran Irene kembali, tetapi rasa kecewa dan luka di hatinya lebih besar daripada rasa rindunya terhadap Irene.“Lupakan masa lalu. Fokuslah dengan masa depan Den Reynald. Masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dari wanita itu,” ucap Bi Sugi dengan bijak. Bi Sugi kemudian mengusap pundak Reynald. “Buka mata dan hati Den Reynald. Dunia ini terlalu sayang untuk disia-siakan begitu saja. Kita hidup hanya sekali. Temukanlah kebahagiaan Den Reynald pada wanita yang tulus mencintai Den Reynald. Jangan sia-siakan hidup Den Reynald hanya untuk perempuan yang tidak bisa meng