Pandangan Claire beradu dengan langit-langit kamar ketika matanya baru terbuka. Dia sudah bangun sejak setengah jam lalu, tapi baru bisa memberanikan diri untuk benar-benar melihat situasi di sekitarnya sekarang. Bayangan kelam berputar di kepalanya. Sebuah alasan mengapa Claire memilih terpejam lebih lama. Dia melirik jam weker di atas nakas. Sudah jam delapan pagi. Dia beruntung hari ini adalah akhir pekan, tidak perlu dibebankan oleh serentetan teori perkuliahan. Claire merasakan tubuhnya sangat dingin. Bahkan kulitnya mengkerut dan kering karena suhu pendingin ruang berada dalam mode minimal. Dia mengambil jaket di lemari, kemudian melangkah keluar kamar sambil menata pikiran. “Hai, sudah bangun?” Claire hampir terperanjat, ketika mendengar suara Reagan mengagetkannya. “Kamu.. sejak kapan berada di sana?” “Apakah kamu yakin bertanya?” Reagan terkekeh. Dia berdiri di balik kitchen island. Baru saja menuang dua porsi pasta dari pan ke atas piring. “Kemarilah. Aku punya makanan e
“Nilai ujian tertinggi diraih oleh Prince Reagan Maverick.”Riuh di ruang kelas sebesar setengah lapangan badminton itu menggema. Seisi kelas berdecak iri, pandangan mereka terpaku pada Reagan.Para Mahasiswi meliuk-liukkan tubuh mereka, berusaha menggoda Reagan dengan aset yang mereka miliki di tubuhnya.Kontras dengan itu, para Mahasiswa justru berdecak iri. Seperti salah satunya, pria yang duduk di kursi paling belakang.Dia memandang Reagan dengan tatapan yang sulit diartikan. Mencibir kemampuan Reagan dalam menguasai materi kuliah. “Apakah dia sehebat itu? Apa isi kepalanya sampai dia mendapatkan nilai sempurna di semua mata kuliah?” katanya.Dia adalah Jonas. Salah satu Mahasiswa dengan predikat nilai terbaik. Tetapi, saat ini, posisinya berhasil digeser oleh Reagan.“Aku dengar dia diund
Di saat ini Reagan sedang bertindak layaknya orang bodoh. Ikut menatap layar ponsel Erik dengan seksama. Meski dia tahu siapa sosok wanita di foto itu.“Sepertinya itu penggemarmu,” kata Reagan, secara tak langsung sedang mengejek Erik.Wajah Erik mengerut, terlihat gelisah karena sebuah panggilan gairah yang tidak bisa dielakkan. Reagan tertawa. Otak Erik sama cabulnya dengan dia, hanya saja Erik masih pemula.“Aku bahkan tidak tahu siapa dia,” kata Erik. Dia duduk gelisah, miliknya di balik celana jeans mulai mengeras. “Tapi dia seksi juga.”“Bagus kalau kamu menyukainya. Berarti aku tidak salah ambil keputusan,” kata Reagan.Erik mengernyit, “Apa maksudmu?”“Aku ingat kamu sudah lama menjomblo. Jadi aku berikan satu orang untuk menemanimu.” Reagan mengatak
“Aku akan membayarmu sebesar dua puluh juta dollar jika kamu berminat mengambil tawaran ini.” Pada akhirnya Reagan menerima ajakan wanita asing yang mengenakan dres cocktail tadi. Namun, demi menghargai statusnya yang sudah menjadi suami Claire, dia memboyong serta Erik bersamanya. Selembar cek dengan sejumlah nominal uang yang disebutkan wanita itu sudah tertulis di sana. Jangan tanya berapa banyak tumpukkan uang yang akan Reagan dapatkan untuk melakukan penyerangan siber pada sistem keamanan database sebuah perusahaan. Di samping Reagan mata Erik melotot. Peretas kelas menengah seperti dirinya perlu mengorek telinga hanya untuk memastikan dia tidak salah mendengar nominal yang ditawarkan pada Reagan. Dia memiringkan tubuhnya, berbisik pada Reagan. “Ini kesempatan emas untuk memperkaya diri. Sayang jika dilewatkan begitu saja. Kamu akan menerimanya ‘kan?” tanya Erik antusias.Sebaliknya, Reagan justru menatap kertas cek itu datar. Dia dibayar dua puluh juta dollar untuk merusak s
Reagan duduk di sebuah sofa empuk yang megah. Tepat di tengah ruangan kerja berukuran besar yang didominasi oleh warna putih dan hitam ini. Dari kafe, kini mereka pindah ke salah satu gedung kantor pencakar langit di bilangan kota. Perusahaan milik wanita tadi Di tangannya memegang bolpoin dengan ukiran nama perusahaan berwarna emas di salah satu sisi. “Jordan Consisto.” Reagan bergumam ketika membaca sebuah nama yang terasa asing di telinga. Di sebelahnya, Erik diam saja. Dia akan berperan sebagai seorang saksi atas perjanjian hitam di atas putih antara Reagan dengan wanita tadi. “Aku Pricilla,” kata wanita itu memperkenalkan diri. Dia terlihat lebih santai saat ini setelah berdiskusi alot dengan Reagan terkait penawaran. “Hmm.” Reagan hanya bergumam pelan. Matanya memicing membaca setiap poin di surat perjanjian yang akan ditandatangani oleh kedua pihak. Semuanya sudah sesuai dengan mau Reagan. “Kamu sudah memikirkannya dengan matang, bukan? Biarkan aku memberitahumu.” Reagan m
Di dalam ruangan Rektor Alex, aura kebanggaan tercium pekat. Sederet kertas laporan hasil ujian tertata rapi di atas meja.“Aku sudah menduga. Bahwa mengundang kamu untuk menjadi bagian dari Universitas Georgia adalah pilihan yang tepat,” ucap Rektor Alex di kursinya.Tubuh Reagan berdiri menjulang berjarak satu meter dari meja kerja Rektor Alex. Sebuah tas punggung tersampir di pundak. Terlihat santai, namun siapa sangka dengan berbagai alat di dalam tas itu Reagan bisa menghancurkan dunia.“Kamu mendapatkan nilai sempurna di semua mata kuliah. Dan aku berniat untuk mengajakmu mengikuti sebuah kompetisi.”Rektor Alex mengeluarkan selembar kertas dari nakas kemudian me
Taman belakang kampus lebih lengang dibandingkan taman-taman lain yang mengelilingi gedung dua.Di bawah rindangnya pohon Sequoia Reagan duduk beralaskan rumput. Dia membuka ponselnya, dan menemukan pesan dari Claire. [Aku ada kegiatan dengan teman kelasku hingga sore. Kamu makan siang saja lebih dulu. Jangan pikirkan aku.] Tulis Claire di pesan itu. Reagan mengetikkan balasan di layar. Setelahnya, dia membuka laptop. Erik sudah mengirim surel berisi tugas yang harus dia kerjakan hari ini. Termasuk, mengerjakan maha proyek dari Croma Tech. Baru Reagan ketahui kalau Erik telah menyepakati kerja sama dengan perusahaan itu. Dan pemiliknya, ingin bertemu dengan Reagan tempo hari tetapi Reagan menolak. Dia tidak ingin terlalu banyak orang mengetahui siapa dirinya. Hidup seperti ini jauh lebih membuatnya tenang. Saat ini Reagan meluruskan kedua kakinya ke depan. Memandangi layar laptop dengan tatapan awas. Deretan kode berjajar tidak beraturan. Banyak tab yang dibuka di panel bar menu
Insting Reagan mencerna situasi dengan cepat ketika dua wanita di kanan dan kirinya mulai memanas. “Tunggu, Ladies,” ucap Reagan. Dia berdiri di antara Nayla dan Delia. “Bisakah kita bicara dengan tenang?” Nayla lebih dulu menjawab. Dia sangat berapi-api saat ini. “Aku harus bicara dengannya, Reagan,” katanya. Dia mencoba meraih Delia yang berlindung di balik tubuh kekar Reagan. “Dia terlalu malu untuk mengakui kalau dia menyukaimu. Sedangkan, dia juga tahu kalau aku menginginkanmu.” “Apa salahnya jika Delia menyukai aku?” Reagan membalas. Kini matanya menyorot tajam. Kian lama sikap Nayla semakin berlebihan. “Kamu juga menyukaiku, tapi tidak ada yang menghalangimu.” Ucapan Reagan mampu membuat Nayla bungkam seribu bahasa. Niatnya hanya membuat keadaan lebih tenang, tetapi Nayla justru bersikap di luar kendali. “Berhenti mengatur apapun yang tidak bisa kamu kendalikan, Nayla.” Reagan berkata lagi. Dia menatap Delia yang pundaknya bergetar ketakutan. “Lebih baik kalian bereskan
Berita tentang pernikahan Claire dengan Reagan, serta tentang skandal panas itu masih menjadi tren topik pembicaraan warganet. Hal itu juga berpengaruh terhadap menurunnya harga saham Croma Tech belakangan ini. Berita beredar bahwa kini, perusahaan tambang itu sudah berada diambang kebangkrutan. Para investor menarik semua dana investasi mereka dari sana, hingga salah satu perusahaan yang dinobatkan sebagai perusahaan tambang batu bara terbesar itu, mulai goyah. Erik membaca setiap berita bisnis di ponselnya dengan seksama, sedangkan di sebelahnya, Reagan diam mematung. Dia menatap wanita yang berlalu lalang, sesekali mereka menggoda dan memuja tampang Regan kemudian menjadi semakin gila. “Kamu tampan, tapi kenapa kamu hanya datang berdua dengan pria ini?” ucap salah satu wanita yang kini berdiri di samping Reagan. Dia menunjuk Erik dengan ekspresi yang sulit diartikan.Dia memakai dres ketat dari bahan beludru warna marun. Polos tanpa hiasan apapun. Alih-alih menambah kesan seksi,
Keputusan yang baru saja Reagan dengar bagaikan sebuah petir yang menghantamnya di siang bolong. Hal yang paling Reagan hindari kini mengancamnya di depan mata. Dia melihat Claire yang mengeluarkan pakaiannya dari lemari beserta sebuah koper besar. “Claire, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa menjelaskannya. Tapi, tolong dengarkan aku dan jangan pergi.” Reagan berusaha menahan langkah sang istri, tetapi, Claire cukup keras kepala. Dia enyahkan seluruh sentuhan Reagan dengan kasar. Perlakuan itu nyaris membuat mental Reagan jatuh. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas aku lihat. Minggir!” Setelah memastikan semua barangnya masuk ke dalm koper, Claire melangkah menuju pintu utama. “Claire, kumohon. Kita baru saja membangun rumah tangga ini bersama, tolong jangan pergi.” Claire mendengus kesal. Kesabarannya bena-benar diuji oleh sikap Reagan. Dia berbalik, menghadap Reagan untuk terakhir kalinya. Suaminya kinni terlihat begitu menyedihkan. Matanya merah
“Ternyata kamu di sini? Apa yang sedang kamu lakukan?” Reagan menoleh ketika mendengar suara Erik mengisi lorong kosong tempatnya berdiri sejak tadi. Ekspresi Reagan benar-benar tegang. Dia seperti menyimpan api bara yang siap berkobar di kepalanya. Ketika menatap Erik, pandangannya meneduh. “Aku baru selesai mengenyahkan sampah. Ayo, kita pulang.” Reagan melangkah mendekati Erik, membiarkan sahabatnya itu tenggelam dalam berbagai pertanyaan di benaknya. Ketika sampai di parkiran, Reagan tidak menemukan mobil mewah yang ditumpangi Theodore di sana. Dia pun kembali berkata pada Erik, “Apa mereka sudah pulang?” Erik mengangguk. “Ya, semuanya berakhir sesuai dengan dugaan kita.” Mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan Erik yang bertugas untuk mengendara. Sedangkan Reagan, dia mengambil sebuah obat merah dari dalam dashboard. Erik melirik sekilas apa yang Reagan lakukan kemudian ternganga. “Kamu terluka?! Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak ada?” “Hanya hal kecil. Sampah
“Reagan! Kamu mau kemana? Hei!”Setelah Reagan menghilang dari pandangan, hanya ada Erik yang diam mematung di tempatnya sekarang. .Disaat yang sama, pintu ruang VIP terbuka. Theodore dan Pricilla keluar dari sana, dengan gestur yang berbeda. Erik kembali ke mejanya, saat ini posisi duduknya membelakangi dua orang itu. Dari pantulan layar laptop yang gelap, Erik memantau setiap pergerakan Theodore dan Pricilla. “Terima kasih sudah mengundangku, Tuan Theo. Sebuah kehormatan bagiku bisa makan siang denganmu.” Suara Pricilla terdengar. Disusul tawa berwibawa dari Theodore. “Nona Pricilla, jangan sungkan seperti itu. Bagaimanapun kita adalah relasi bisnis. Sudah sepantasnya aku menjamu dengan baik.” Pricilla menyunggingkan senyum tipis. Dari sorot matanya jelas Erik bisa melihat ada ketertarikan yang begitu besar di sana terhadap Theodore. “Selain pembelot, mereka juga pandai berakting,” gerutu Erik di depan layar laptopnya. Dia masih ingat jelas, adegan panas mereka yang desahann
“Ah, Theo… Lebih dalam lagi..”“Kamu sungguh nikmat, Cilla.”Meski tatapan mata Reagan tertuju pada layar laptop milik Erik, diam-diam dia menelan ludah berat.“Apakah kita datang kemari untuk memergoki dua orang yang bersenggama?” cibir Reagan. Akibat mendengar desahan itu, sudah sepuluh menit lamanya tubuh Reagan menegang.“Kamu pikir, ini bagian dari rencanaku, huh?” balas Erik sengit. Dia merasa tersudutkan.“Mana aku tahu kalau dua orang itu memiliki hubungan khusus.”“Aku sudah menyuruhmu un
Claire berdiri di lobi dengan wajah tercengang. Sedang Reagan baru saja turun dari mobilnya dengan senyum hangat menyambut Claire. Dia melangkah menghampiri istrinya, meraih tangan mulus itu kemudian mencium punggung tangan Claire. Wanita di depan Reagan kini terperangah tak percaya melihat sepuluh orang pengawal dalam balutan jas serba hitam, kacamata yang dilengkapi kamera pengintai canggih, dan headphone radio yang melingkar di bagian belakang leher mereka, berdiri mengelilingi mobil Reagan. Mata Claire mengerjap, otaknya mendadak buntu. “Kenapa ada banyak sekali pengawal, Reagan?” tanyanya. “Mereka akan menjaga kita dari media, dan orang-orang yang berniat untuk meneror kamu lagi,” jawab Reagan. Senyumnya begitu tenang, tetapi dalam diam Reagan memantau setiap hal yang menyangkut keselamatan Claire. Reagan menarik tubuh Claire, posesif. Matanya awas mengintai. Disaat yang bersamaan, dia melihat satu sosok pria berdiri tak jauh dari area lobi, dengan kamera di tangannya. Papa
Di dalam kamar itu, dua orang pria sedang menatap layar besar di depan mereka dengan serius. Reagan adalah yang paling fokus mengamati setiap detail pergerakan sistem operasi ponsel Pricilla yang diretas.Semua aktivitas benda itu, terpampang di layar. Termasuk percakapan rahasia antara wanita itu dengan Theodore Philips. Sosok yang sudah Reagan selidiki sebelumnya.“Apa kamu yakin Pricilla menjadi bagian dari mereka?” tanya Erik. Instingnya sebagai peretas belum setajam Reagan. Hingga mulutnya tidak berhenti bertanya ini dan itu.“Semua orang yang ada di sekeliling Theodore bisa menjadi orang-orang yang dicurigai terlibat dalam kasus ini. Aku harus mencari tahu motif mereka mempekerjakan kita.”
Ketika Reagan sampai di unit penthousenya, dia menemukan Claire sudah duduk berhadapan dengan Tuan Delanney. Dua orang itu menoleh bersamaan.“Paman? Sejak kapan Paman sampai di sini?” tanya Reagan, dia mendekat, duduk di sofa tepat di samping Claire.Reagan tidak berharap mendapat sambutan ramah dari sang mertua, dia hanya berusaha menghormati paruh baya itu.Wajah Tuan Delanney tidak ada ramah-ramahnya. Tetapi, dia juga tidak menunjukkan amarah yang intens.“Aku datang kemari butuh penjelasan dari kalian berdua,” ucapnya. “Bagaimana bisa pernikahan kalian sampai tersebar di media?”Saat ini
Ekspresi Jonas saat ini sulit untuk digambarkan setelah Reagan membisikkan sebuah permintaan di telinganya. Dia mematung seperti bongkahan es. Tidak berkedip, pun mengatupkan mulutnya yang terbuka lebar. Reagan tersenyum miring, “Aku tahu ini akan sulit bagimu. Tapi, permintaan yang aku ajukan adalah bayaran paling rumah untuk misi ini,” ucap Reagan santai. Dia mengemas barang-barangnya ke dalam tas sambil kembali berkata, “Aku akan memberimu waktu dua hari untuk memutuskan. Jika kamu setuju, kita akan langsung eksekusi misi ini.” Tubuh Reagan kini menjulang tinggi di samping Jonas. Dalam posisi ini, Jonas terlihat seperti seorang kurcaci yang meringkuk penuh penderitaan. Reagan tidak bermaksud menambah beban Jonas, tetapi setiap misi apapun yang Reagan bereskan memiliki resiko yang teramat besar. “Kabari aku apapun keputusanmu. Aku pergi dulu.” Dirasa tidak ada hal penting lainnya yang harus dibahas, Reagan memutuskan pergi dari hadapan Jonas. Membiarkan teman barunya itu memutus