Halaman Georgia University hari ini tampak lengang. Reagan baru saja keluar dari mobilnya, beralih ke sisi lain untuk membukakan pintu di bagian kursi penumpang yang ditempati oleh Claire.Claire tersenyum tipis. Kemudian berjalan bersisian dengan Reagan. Pemandangan itu mengundang perhatian banyak mata. Banyak mahasiswi mendesah kecewa serta menduga-duga ada hubungan apa antara Claire dan pria kharismatik macam Reagan.Ketika sampai di persimpangan antara dua gedung, Reagan menarik pelan pundak Claire hingga wanita itu terhenyak kaget. “Kamu..!” Claire mendengus kesal.“Plakk!” Tamparan panas melandas di bisep kekar milik Reagan, sialnya, pria itu malah terkekeh.&ldq
Reagan masih diam memaku, namun napasnya teratur. Saat ini gairahnya sedang diuji karena ada wanita yang dengan sukarela menjajakan tubuhnya untuk Reagan. “Aku.. menginginkanmu, Reagan.” Suara Nayla lirih. Tepat di samping telinga Reagan yang menegang. Orang-orang, dari berbagai latar belakang jurusan yang ada di kantin itu, tangannya terangkat memegang ponsel. Mereka semua merekam momen langka sang idola kampus berlutut di hadapan Reagan. Reagan tidak berkutik. Mustahil gairahnya tak tergoda, tapi ada satu nama dan bayang satu wanita yang mengisi setiap sudut Ventral Tegmental Area di otaknya yaitu Claire. Di tempat lain, Claire baru saja menyelesaikan kelas pertamanya hari ini ketika orang-orang mulai berbisik dan berkumpul membentuk beberapa kelompok. Bisik mereka dari pelan hingga riuh perlahan mengganggu ketenangan Claire yang sedang membereskan buku-buku ke dalam tas. “Claire, apakah kamu sudah melihat siaran langsungnya?” Salah satu teman sekelas Claire yang duduk jarak d
“Berikan kunci mobilnya!” Claire menengadahkan tangan di depan wajah Reagan. Reagan menggeleng cepat tak terima. Tempo hari, Claire sama keras kepalanya seperti saat ini dan berakhir mereka celaka. Reagan tidak akan membiarkan itu terjadi.“Tidak, aku yang akan menyetir!” tegas Reagan memutuskan. Dia menarik tangan Claire, membimbing sang istri menempati kursi penumpang. Claire berdecak kesal. Dia hendak berdiri lagi setelah Reagan mendudukkannya di sana. “Jangan sentuh aku, Reagan!” Tetapi dia kalah cepat. Dua tangan Reagan yang kokoh sudah membenamkan bahu kecil Claire ke jok mobil. “Kita akan lebih aman jika aku yang menyetir,” kata Reagan. Kemudian memutari mobil duduk di balik kemudi. Ucapan Reagan barusan membuat Claire menelan ludah berat. Setelahnya dia tertawa miris, “Ya, aku akui kecelakaan kemarin adalah salahku.” Tangan Reagan sudah menutup pintu mobil, menggantung di udara. “Tolong jangan salah paham, aku tidak bermaksud menyalahkanmu,” kata Reagan merasa bersalah. “
Kedua tangan Reagan melindungi kepalanya. Masih dalam posisi terikat dengan sabuk pengaman di balik kemudi, dia baru berniat untuk membuka mata. Dia bukan pengecut, tetapi melibat insiden kecelakaan langsung di depannya, adalah hal yang mengejutkan. Dari balik kaca film depan yang retak sedikit, Reagan melihat sebuah truk tronton berhenti di depan mobilnya, menghalangi jalan dan pandangan dalam keadaan penyok di bagian muka. Tronton itu menghantam bagian depan mobil Reagan setelah menyeruduk empat mobil lain di jalurnya. Kepulan asap keluar berterbangan dari kap mobil, tetapi Reagan tidak peduli. Dia turun dari mobilnya dengan sedikit kesulitan, karena sedikit lagi tronton itu lebih dalam menabrak, dipastikan setengah dari kaki Reagan remuk. Reagan mengabaikan keberadaan truk itu. Sekilas melihat siapa sosok di balik kemudinya namun dia tidak menemukan siapapun.“Pengecut!” Reagan mengutuk. Karena truk ini, Reagan kehilangan jejak Mini Van misterius itu. Ketika Reagan berjalan menj
Seorang pria pemilik kaki panjang yang terulur di atas meja tertawa puas. Dia menjentikkan ujung cerutunya dengan satu jari lalu menghisap benda panjang itu hingga kilat bara menyala. “Kerja bagus! Dengan begitu keluarga Delanney akan berpikir dua kali untuk membalas kita. Keselamatan putrinya, ada di tanganku,” ucap pria itu. Tawanya membahana mengisi ruang kerja yang dipenuhi oleh barang-barang antik koleksi pribadi. “Kalian boleh pergi sekarang.” Pada dua orang di depannya, pria dewasa berusia 45 tahun itu berkata.“Baik, bos. Kami permisi dulu.” Dua pria berbadan kekar itu adalah orang-orang yang menculik Claire hari ini. Mereka mundur selangkah, kemudian berbalik meninggalkan ruang kerja sang bos besar. Mereka keluar dari bangunan tua yang menjadi markas sekelompok pengawal bayaran. Kemudian berjalan menuju mobil Mini Van yang terparkir tak jauh dari pelataran. “Target kita hari ini cantik juga. Tubuhnya sangat menggoda. Aku hampir mati menahan gairahku sendiri,” kata salah s
Pandangan Claire beradu dengan langit-langit kamar ketika matanya baru terbuka. Dia sudah bangun sejak setengah jam lalu, tapi baru bisa memberanikan diri untuk benar-benar melihat situasi di sekitarnya sekarang. Bayangan kelam berputar di kepalanya. Sebuah alasan mengapa Claire memilih terpejam lebih lama. Dia melirik jam weker di atas nakas. Sudah jam delapan pagi. Dia beruntung hari ini adalah akhir pekan, tidak perlu dibebankan oleh serentetan teori perkuliahan. Claire merasakan tubuhnya sangat dingin. Bahkan kulitnya mengkerut dan kering karena suhu pendingin ruang berada dalam mode minimal. Dia mengambil jaket di lemari, kemudian melangkah keluar kamar sambil menata pikiran. “Hai, sudah bangun?” Claire hampir terperanjat, ketika mendengar suara Reagan mengagetkannya. “Kamu.. sejak kapan berada di sana?” “Apakah kamu yakin bertanya?” Reagan terkekeh. Dia berdiri di balik kitchen island. Baru saja menuang dua porsi pasta dari pan ke atas piring. “Kemarilah. Aku punya makanan e
“Nilai ujian tertinggi diraih oleh Prince Reagan Maverick.”Riuh di ruang kelas sebesar setengah lapangan badminton itu menggema. Seisi kelas berdecak iri, pandangan mereka terpaku pada Reagan.Para Mahasiswi meliuk-liukkan tubuh mereka, berusaha menggoda Reagan dengan aset yang mereka miliki di tubuhnya.Kontras dengan itu, para Mahasiswa justru berdecak iri. Seperti salah satunya, pria yang duduk di kursi paling belakang.Dia memandang Reagan dengan tatapan yang sulit diartikan. Mencibir kemampuan Reagan dalam menguasai materi kuliah. “Apakah dia sehebat itu? Apa isi kepalanya sampai dia mendapatkan nilai sempurna di semua mata kuliah?” katanya.Dia adalah Jonas. Salah satu Mahasiswa dengan predikat nilai terbaik. Tetapi, saat ini, posisinya berhasil digeser oleh Reagan.“Aku dengar dia diund
Di saat ini Reagan sedang bertindak layaknya orang bodoh. Ikut menatap layar ponsel Erik dengan seksama. Meski dia tahu siapa sosok wanita di foto itu.“Sepertinya itu penggemarmu,” kata Reagan, secara tak langsung sedang mengejek Erik.Wajah Erik mengerut, terlihat gelisah karena sebuah panggilan gairah yang tidak bisa dielakkan. Reagan tertawa. Otak Erik sama cabulnya dengan dia, hanya saja Erik masih pemula.“Aku bahkan tidak tahu siapa dia,” kata Erik. Dia duduk gelisah, miliknya di balik celana jeans mulai mengeras. “Tapi dia seksi juga.”“Bagus kalau kamu menyukainya. Berarti aku tidak salah ambil keputusan,” kata Reagan.Erik mengernyit, “Apa maksudmu?”“Aku ingat kamu sudah lama menjomblo. Jadi aku berikan satu orang untuk menemanimu.” Reagan mengatak
Berita tentang pernikahan Claire dengan Reagan, serta tentang skandal panas itu masih menjadi tren topik pembicaraan warganet. Hal itu juga berpengaruh terhadap menurunnya harga saham Croma Tech belakangan ini. Berita beredar bahwa kini, perusahaan tambang itu sudah berada diambang kebangkrutan. Para investor menarik semua dana investasi mereka dari sana, hingga salah satu perusahaan yang dinobatkan sebagai perusahaan tambang batu bara terbesar itu, mulai goyah. Erik membaca setiap berita bisnis di ponselnya dengan seksama, sedangkan di sebelahnya, Reagan diam mematung. Dia menatap wanita yang berlalu lalang, sesekali mereka menggoda dan memuja tampang Regan kemudian menjadi semakin gila. “Kamu tampan, tapi kenapa kamu hanya datang berdua dengan pria ini?” ucap salah satu wanita yang kini berdiri di samping Reagan. Dia menunjuk Erik dengan ekspresi yang sulit diartikan.Dia memakai dres ketat dari bahan beludru warna marun. Polos tanpa hiasan apapun. Alih-alih menambah kesan seksi,
Keputusan yang baru saja Reagan dengar bagaikan sebuah petir yang menghantamnya di siang bolong. Hal yang paling Reagan hindari kini mengancamnya di depan mata. Dia melihat Claire yang mengeluarkan pakaiannya dari lemari beserta sebuah koper besar. “Claire, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa menjelaskannya. Tapi, tolong dengarkan aku dan jangan pergi.” Reagan berusaha menahan langkah sang istri, tetapi, Claire cukup keras kepala. Dia enyahkan seluruh sentuhan Reagan dengan kasar. Perlakuan itu nyaris membuat mental Reagan jatuh. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas aku lihat. Minggir!” Setelah memastikan semua barangnya masuk ke dalm koper, Claire melangkah menuju pintu utama. “Claire, kumohon. Kita baru saja membangun rumah tangga ini bersama, tolong jangan pergi.” Claire mendengus kesal. Kesabarannya bena-benar diuji oleh sikap Reagan. Dia berbalik, menghadap Reagan untuk terakhir kalinya. Suaminya kinni terlihat begitu menyedihkan. Matanya merah
“Ternyata kamu di sini? Apa yang sedang kamu lakukan?” Reagan menoleh ketika mendengar suara Erik mengisi lorong kosong tempatnya berdiri sejak tadi. Ekspresi Reagan benar-benar tegang. Dia seperti menyimpan api bara yang siap berkobar di kepalanya. Ketika menatap Erik, pandangannya meneduh. “Aku baru selesai mengenyahkan sampah. Ayo, kita pulang.” Reagan melangkah mendekati Erik, membiarkan sahabatnya itu tenggelam dalam berbagai pertanyaan di benaknya. Ketika sampai di parkiran, Reagan tidak menemukan mobil mewah yang ditumpangi Theodore di sana. Dia pun kembali berkata pada Erik, “Apa mereka sudah pulang?” Erik mengangguk. “Ya, semuanya berakhir sesuai dengan dugaan kita.” Mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan Erik yang bertugas untuk mengendara. Sedangkan Reagan, dia mengambil sebuah obat merah dari dalam dashboard. Erik melirik sekilas apa yang Reagan lakukan kemudian ternganga. “Kamu terluka?! Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak ada?” “Hanya hal kecil. Sampah
“Reagan! Kamu mau kemana? Hei!”Setelah Reagan menghilang dari pandangan, hanya ada Erik yang diam mematung di tempatnya sekarang. .Disaat yang sama, pintu ruang VIP terbuka. Theodore dan Pricilla keluar dari sana, dengan gestur yang berbeda. Erik kembali ke mejanya, saat ini posisi duduknya membelakangi dua orang itu. Dari pantulan layar laptop yang gelap, Erik memantau setiap pergerakan Theodore dan Pricilla. “Terima kasih sudah mengundangku, Tuan Theo. Sebuah kehormatan bagiku bisa makan siang denganmu.” Suara Pricilla terdengar. Disusul tawa berwibawa dari Theodore. “Nona Pricilla, jangan sungkan seperti itu. Bagaimanapun kita adalah relasi bisnis. Sudah sepantasnya aku menjamu dengan baik.” Pricilla menyunggingkan senyum tipis. Dari sorot matanya jelas Erik bisa melihat ada ketertarikan yang begitu besar di sana terhadap Theodore. “Selain pembelot, mereka juga pandai berakting,” gerutu Erik di depan layar laptopnya. Dia masih ingat jelas, adegan panas mereka yang desahann
“Ah, Theo… Lebih dalam lagi..”“Kamu sungguh nikmat, Cilla.”Meski tatapan mata Reagan tertuju pada layar laptop milik Erik, diam-diam dia menelan ludah berat.“Apakah kita datang kemari untuk memergoki dua orang yang bersenggama?” cibir Reagan. Akibat mendengar desahan itu, sudah sepuluh menit lamanya tubuh Reagan menegang.“Kamu pikir, ini bagian dari rencanaku, huh?” balas Erik sengit. Dia merasa tersudutkan.“Mana aku tahu kalau dua orang itu memiliki hubungan khusus.”“Aku sudah menyuruhmu un
Claire berdiri di lobi dengan wajah tercengang. Sedang Reagan baru saja turun dari mobilnya dengan senyum hangat menyambut Claire. Dia melangkah menghampiri istrinya, meraih tangan mulus itu kemudian mencium punggung tangan Claire. Wanita di depan Reagan kini terperangah tak percaya melihat sepuluh orang pengawal dalam balutan jas serba hitam, kacamata yang dilengkapi kamera pengintai canggih, dan headphone radio yang melingkar di bagian belakang leher mereka, berdiri mengelilingi mobil Reagan. Mata Claire mengerjap, otaknya mendadak buntu. “Kenapa ada banyak sekali pengawal, Reagan?” tanyanya. “Mereka akan menjaga kita dari media, dan orang-orang yang berniat untuk meneror kamu lagi,” jawab Reagan. Senyumnya begitu tenang, tetapi dalam diam Reagan memantau setiap hal yang menyangkut keselamatan Claire. Reagan menarik tubuh Claire, posesif. Matanya awas mengintai. Disaat yang bersamaan, dia melihat satu sosok pria berdiri tak jauh dari area lobi, dengan kamera di tangannya. Papa
Di dalam kamar itu, dua orang pria sedang menatap layar besar di depan mereka dengan serius. Reagan adalah yang paling fokus mengamati setiap detail pergerakan sistem operasi ponsel Pricilla yang diretas.Semua aktivitas benda itu, terpampang di layar. Termasuk percakapan rahasia antara wanita itu dengan Theodore Philips. Sosok yang sudah Reagan selidiki sebelumnya.“Apa kamu yakin Pricilla menjadi bagian dari mereka?” tanya Erik. Instingnya sebagai peretas belum setajam Reagan. Hingga mulutnya tidak berhenti bertanya ini dan itu.“Semua orang yang ada di sekeliling Theodore bisa menjadi orang-orang yang dicurigai terlibat dalam kasus ini. Aku harus mencari tahu motif mereka mempekerjakan kita.”
Ketika Reagan sampai di unit penthousenya, dia menemukan Claire sudah duduk berhadapan dengan Tuan Delanney. Dua orang itu menoleh bersamaan.“Paman? Sejak kapan Paman sampai di sini?” tanya Reagan, dia mendekat, duduk di sofa tepat di samping Claire.Reagan tidak berharap mendapat sambutan ramah dari sang mertua, dia hanya berusaha menghormati paruh baya itu.Wajah Tuan Delanney tidak ada ramah-ramahnya. Tetapi, dia juga tidak menunjukkan amarah yang intens.“Aku datang kemari butuh penjelasan dari kalian berdua,” ucapnya. “Bagaimana bisa pernikahan kalian sampai tersebar di media?”Saat ini
Ekspresi Jonas saat ini sulit untuk digambarkan setelah Reagan membisikkan sebuah permintaan di telinganya. Dia mematung seperti bongkahan es. Tidak berkedip, pun mengatupkan mulutnya yang terbuka lebar. Reagan tersenyum miring, “Aku tahu ini akan sulit bagimu. Tapi, permintaan yang aku ajukan adalah bayaran paling rumah untuk misi ini,” ucap Reagan santai. Dia mengemas barang-barangnya ke dalam tas sambil kembali berkata, “Aku akan memberimu waktu dua hari untuk memutuskan. Jika kamu setuju, kita akan langsung eksekusi misi ini.” Tubuh Reagan kini menjulang tinggi di samping Jonas. Dalam posisi ini, Jonas terlihat seperti seorang kurcaci yang meringkuk penuh penderitaan. Reagan tidak bermaksud menambah beban Jonas, tetapi setiap misi apapun yang Reagan bereskan memiliki resiko yang teramat besar. “Kabari aku apapun keputusanmu. Aku pergi dulu.” Dirasa tidak ada hal penting lainnya yang harus dibahas, Reagan memutuskan pergi dari hadapan Jonas. Membiarkan teman barunya itu memutus