Nathan ingin menyusul istrinya yang berlalu. Tetapi langkahnya terhenti karena seseorang yang tiba-tiba mencegahnya pergi."Tunggu!" Suara yang sangat familiar itu terdengar. Membuat Nathan refleks membalikkan badan, mendapati Joshua sudah berdiri di sana dengan raut wajah masam."Ternyata kau?" "Apa maksudmu?" tanya Joshua to the point. "Apa kau sengaja ingin memanas-manasiku?""Tidak juga.""Memang boleh semengumumkan itu kepada publik?""Ya. Kenapa? Kau keberatan?"Ck! "Jangan senang dulu. Kau pikir setelah mempublikasikan hubunganmu dengan Leona tidak akan ada orang lain yang mengganggunya?""Aku harap begitu."Joshua tersenyum miring. "Tidak semudah itu ferguso.""Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" Selidik Nathan. Dia melihat mimik kelicikan Joshua yang terlihat seperti sedang merencanakan sesuatu."Tidak juga.""Aku tau rasa sakitmu kehilangan Leona gara-gara aku. Tapi jangan berpikir aku akan tinggal diam melihat Leona diganggu. Siapa pun yang berani mengganggunya, dia akan
"Aw!""Leona?" teriak Dea sambil berlari untuk menolong sahabatnya. Wanita itu tak sengaja mendengar percakapan dua orang manusia di dalam toilet hingga memutuskan untuk menguping. Dan saat mendengar teriakan Leona, tanpa pikir panjang Dea pun masuk untuk mengecek keadaan di dalam."Dea. Syukurlah kamu datang." Lirihnya dalam tubuh lemas. Lalu membantu sahabatnya bangun dari sana.Sinta sedikit kaget melihat kedatangan Dea yang dianggap menjadi penghalang niat busuknya."Kamu ada masalah apa sama Leona, Sinta. Kenapa tega sekali kamu sampai mendorongnya?" Kesal wanita itu pura-pura tidak tempe."Bukan urusan kamu." Sinta baru saja akan berbalik pergi meninggalkan tempat itu, ketika dengan sigap Dea menarik lengan wanita itu hingga membuatnya terpaksa menghentikan langkah. "Lepasin!" Sinta menepis lengan Dea namun gagal."Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Sinta?""Kamu tidak tau apa-apa, Dea. Jangan campuri urusanku dengan wanita kampungan itu." Sinisnya dengan atensi yang ter
Dea melotot. "Editan bagaimana? Jelas-jelas kamu yang mengatakan itu semua. Dasar wanita tidak tau malu kamu, Sinta. Sudah ketangkap basah masih saja ngelak." Kalau saja ada sambal di meja, rasanya ingin sekali meraupkannya di wajah Sinta."Pak, tolong jangan percaya. Semua itu editan. Jaman sekarang mudah sekali membuat editan seperti itu, kan? Saya tidak mungkin menyakiti istri bapak, apalagi setelah mendengar semua pengumuman bapak barusan." Sinta terus membela diri hingga membuat Leona yang sejak tadi memandangnya tak habis fikri'Kenapa bisa ada wanita dengan sifat seburuk itu?'Dea semakin esmosi jiwa. Kesabarannya hampir habis hanya untuk meladeni sekretaris centil itu."Semua keputusan ada di tangan bapak. Tapi yang saya ucapkan itu adalah kenyataan. Sinta memang ingin mencelakai Leona karena iri bisa menikah dengan bapak." Tandas Dea akhirnya.Wanita itu mengatur napas untuk menenangkan. "Pak, apa yang dikatakan Dea itu bohong. Saya tidak mungkin—.""Cukup, Sinta!" Sela Nath
Tiba di rumah sakit, Nathan langsung membawa istrinya masuk setelah mendaftar kepada petugas di ruang pendaftaran."Selamat siang." Sapa Dokter perempuan bernama Kartika di name tag yang terpasang di seragam."Siang, Dok.""Dengan Ibu Leona?" tanya dokter itu sambil tersenyum ketika membaca nama pada form pendaftaran pasien."Benar, Dok.""Silakan berbaring ya, Bu." Titah Dokter itu ramah.Leona hanya mengangguk. Lanjut merebahkan tubuhnya di atas ranjang rumah sakit bernuansa putih itu."Mas?" Menggenggam erat jemari sang suami."Iya.""Aku takut.""Kamu tenang saja, sayang. Semua akan baik-baik saja." Nathan berusaha tersenyum meski dalam hati yang berdebar."Semoga anak kita baik-baik aja ya, mas.""Amin." Mengelus puncak kepala Leona, lanjut mengecupnya singkat."Tapi aku tetep takut, mas. Ini pertama kalinya aku mau USG. Rasanya deg-degan banget.""Semua perempuan di dunia ini juga pasti akan atau pernah mengalaminya, sayang. Kamu enggak sendirian. Ada aku di samping kamu. Jadi
Di kantin kantor Diana Beauty, Joshua sedang menikmati secangkir kopi hangat ditemani waffle favoritnya rasa coklat, lengkap dengan rokok yang selalu menjadi teman setianya di kala lelah kian mendera.Bagaimana tidak?Di tengah kehancuran hatinya melihat Leona menikah dengan sahabatnya sendiri. Nathan malah pamer kemesraan di depan publik tanpa tau malu."Kalian benar-benar bahagia di atas penderitaanku?" Joshua meremas kasar tangan kirinya dengan netra menatap dedaunan yang bergoyang di taman kantor.Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berbalut dress warna mocca datang menghampiri Joshua. Siapa lagi kalau bukan Dea - rekan kerjanya yang sangat lama memendam rasa pada Joshua hanya mampu tersenyum dalam hati yang sesak karena cinta yang tak kunjung terbalas."Joshua?"Ekor mata milik pria itu hanya melirik sekilas ke arah Dea."Hm.""Kamu belum pulang?""Belum." Masih menyesap rokok dengan pandangan yang tak teralihkan dari taman."Apa aku boleh duduk di sini?" "Boleh. Duduk saja
Malam hari pukul 08.00 ...Joshua baru saja sampai di restorant yang berada sekitar lima kilometer dari rumahnya, jauh dari tempat kantor dia bekerja namun cukup ramai karena banyak pengunjung yang berdatangan untuk makan malam.Pria itu memindai ruangan seluas lapangan sepak bola di sana. Dan ketika netranya menangkap sesosok wanita yang tak asing sedang duduk sambil memainkan ponsel, pria itu langsung menghampirinya."Good night, Sarah?" Sapa pria itu sembari duduk, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman."Night." Wanita berdress code lilac itu mendongak untuk menatap lawan bicaranya. "Joshua?""Sarah?""Ya." Lanjut mengulurkan tangan. "Senang bisa bertemu kamu kembali."Joshua balas menjulurkan tangan, menyalami wanita cantik berambut ikal dengan warna kecoklatan."Maaf sudah membuatmu lama menunggu.""Tidak papa, Jo. Santai saja. Kebetulan aku sedang gabut di rumah.Joshua mengernyit. "Di rumah?""Ya. Aku bosan hidup di apartemen Mommy yang itu-itu saja. Apalagi di sana ada b
Joshua mengangguk pelan. Namun dia baru teringat sesuatu. "Kamu kenal Leona dari mana?""Tidak penting aku tau informasi itu dari mana. Leona istrinya Nathan, kan?"Joshua mengangguk untuk yang kedua kali."Kenapa kamu egois sekali, hanya karena kamu menyukai Leona lalu kamu menyuruhku untuk dekat lagi dengan Nathan. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku?""Bukan begitu, Sarah. Justru karena aku peduli sama kamu. Aku ingin kamu bisa kembali lagi bersama Nathan. Aku ingin kamu bahagia bersamanya. Bukankah Mommy Araf juga ingin melihat kamu menikah dengannya?" Sarah mendecih. "Jangan pikirkan Mommyku, aku sudah memberi pengertian padanya untuk tidak lagi memikirkan Nathan.""Tapi ....""Cukup, Jo. Jangan paksa aku lagi untuk mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi milikku. Aku kenal Nathan sudah lama. Dia bukan tipikal pria yang mudah untuk digoyahkan perasaannya. Dia sangat mencintai Leona lebih dari dia yang dulu pernah mencintaiku. Dan rasa itu semakin diperkuat oleh adanya
Tok-tok!"Masuk!" Suara Nathan dari dalam ruangan kerja."Bapak panggil saya?"Bos Diana Beauty itu tersenyum memandangi wajah istrinya yang sedang menghampirinya. "Ya. Duduklah!"Leona mengangguk sambil tersenyum. "Kamu tidak perlu bersikap seformal itu, sayang?" Nathan mengingatkan."Di rumah, aku memang istri kamu, mas. Tapi di kantor, aku tetap karyawanmu dan kamu adalah bosku. Bersikaplah sebagaimana mestinya. Profesional." Tandas Leona dalam mimik tegas.Nathan terkekeh. "Kalau aku tidak mau?" Pria itu bangkit dari duduknya dan mendekat ke samping Leona.Ekor mata milik Leona melirik ke samping. Wanita itu tersenyum dalam hati sebelum akhirnya memutuskan untuk menjauh. "Harus mau.""Tidak.""Harus mau.""Kalau aku bilang tidak ya tidak." Nathan kembali mendekatkan wajah ke arah istrinya yang malu-malu kucing."Pak, ini di kantor."Nathan tak menggubris. Pria tanpa kumis itu justru menarik lengan karyawannya hingga membuat tubuh Leona menempel tepat di dada bidang Nathan. "Mas?
Nathan panik hingga terus memaksa istrinya untuk pergi le rumah sakit. Apalagi ini kehamilan pertama untuk keluarga Leonath. Tentu tidak akan Nathan biarkan hal buruk menimpa istri dan janin dalam kandungan."Aku nggak papa, mas. Perutku cuma kram," lembut Leona berusaha menenangkan sang suami. "Yakin nggak papa?" Nathan memastikan.Wanita cantik itu mengangguk sebelum akhirnya mengembangkan senyuman. "Aku udah sempet konsultasi sama dokter kandungan, bahkan aku juga punya nomor teleponnya. Hal ini wajar terjadi karena biasanya karena kecapekkan, mas?" Leona menjelaskan dengan netra yang menatap lekat kedua bola mata suaminya."Betul, le. Leona memang sepertinya kecapekkan, belum sempat istirahat usai acara empat bulanan, eh langsung gas pulang kampung," imbuh Bu Leni yang sudah berpengalaman itu. "Saran ibu, apa tidak sebaiknya Leona istirahat dulu. Kalau kamu nggak keberatan, Leona bisa tinggal di sini sama ibu dan Alya," usul Bu Leni."Asal Mas Nathan ngizinin, aku iya aja sih, Bu
Nathan baru sempat menyusul masuk setelah obrolannya lewat telepon dengan Joshua selesai. Pria pemilik Diana Beauty itu tidak habis pikir dengan pemikiran Joshua yang terus saja berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangganya dengan sang istri."Halo.""[Nathan. Gue pikir lo udah nggak mau angkat telepon gue lagi.]""Mau apa lagi?""[Gue cuma mau istri lo, Nath.]""Ck." Nathan mendecih. "Itu nggak akan pernah terjadi, Jo. Leona itu istriku. Kami sudah sah secara agama dan hukum.""[Tapi kalian masih bisa bercerai. Dan aku akan menikahi Leona.]""Jangan mimpi, Jo. Leona sedang mengandung anakku.""[Kamu tenang saja! Aku akan merawat anak itu seperti anak kandungku sendiri.]""Kurang ajar! Kenapa—.""[Kalau gue enggak bisa bahagia dengan Leona. Gue juga enggak akan biarkan Leona bahagia dengan siapapun termasuk lo, Nath.]" Tandas Joshua yang langsung memutuskan panggilan secara sepihak.'Keterlaluan.' Geram Nathan. Dia tidak terima dengan pernyataan Joshua. Tidak cukupkah dia yang ingi
"Siap?" "Lets, go!" Sorak Leona yang antusias akan pergi ke kampung halamannya. Wanita hamil empat bulan itu terlihat cantik meskipun hanya mengenakan dress selutut warna putih yang dibalut dengan blazer berwarna navy. Senada dengan sang suami - Nathan juga mengenakan kemeja panjang berwarna Navy berpadu dengan celana jeans hitam panjang.Tepat jam sepuluh pagi, setelah semuanya siap dengan barang-barang yang akan di bawa, mobil Nathan melaju dengan kecepatan rendah membelah jalanan Ibukota yang cukup ramai."Ibu belum ngabarin Alya kan kalau kita sedang perjalanan pulang?" tanya Leona kepada Bu Leni yang duduk di kursi belakang."Ini ibu baru mau ngabarin," jawabnya sembari mengeluarkan ponsel dari dalam tas berlogo dior itu. Ya, wanita berhijab coklat tua itu selain mendapat hadiah rumah dari sang mantu, dia juga mendapat tas branded dari Leona. Katanya Leona sudah bosan pakai tas tersebut, itu sebabnya dia memberikan tas tersebut untuk Bu Leni."Jangan dulu, bu!" Sergah Leona cepa
Jam 7 pagi"Ibu mau ngapain?" tanya Ijah yang tengah sibuk dengan aktivitasnya mencuci piring sisa semalam di wastafel."Saya mau bikin sarapan, Bi?" Bu Leni membuka kulkas, mengambil beberapa bahan masakan seperti sayuran dan daging. Alhamdulillah, semua makanan untuk acara empat bulanan Leona ludes tak bersisa.Semua orang terlihat menikmati semua makanan olahan yang disajikan dalam prasmanan malam itu. Sisanya dibagikan ke warga supaya tidak mubadzir."Ibu duduk saja! Nanti biar saya yang masak.""Nggak papa, Bi. Santai aja, nggak usak sungkan begitu.""Hehe ....""Ini Leona sama mantuku belum bangunkah?" lirihnya ketika mengupas kentang di meja. Wanita itu merasa menyesal karena mengingat kejadian semalam yang lagi-lagi tak sengaja memergoki menantu dan anaknya yang hendak beribadah.Pluk!Bu Leni menepuk jidat."Kenapa, Bu? Sakit kepala?""Nggak papa, Bi.""Ehem-ehem!" Suara seseorang berdehem yang tak asing itu membuat Bu Leni dan Ijah kompak menoleh menuju sumber suara. Mendapa
Nathan menghela napas lega. "Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar," ucapnya saat duduk mengamati setiap rangkaian acara yang sedang berlangsung.Pria berpakaian koko putih yang dipadukan dengan kain sarung berwarna hitam itu tampak tersenyum senang melihat acara 4 bulanan istrinya berjalan dengan khidmat. Pembacaan ayat suci Al-quran pun ikut mengiringi hari bahagia mereka di rumah keluarga Nathan."Alhamdulillah," ucap syukur Bu Leni."Leone lega banget, bu. Akhirnya acara ini berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun," senyum bumil itu merekah dari kedua sudut bibirnya yang dihiasi lipstik berwarna nude."Iya, nduk. Jujur tadi pagi ibu sempet panik gara-gara masalah ayam. Untung suamimu cerdas bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.""Ya kalau nggak cerdas mana mungkin anakmu mau, bu." Leona terkekeh mengingat usaha keras sang suami yang patut diacungi jempol.Tak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mengendalikan persoalan ayam yang belum disembelih, belum lagi urusan m
Leona terkejut. Wanita hamil itu pun langsung berbalik ke belakang untuk membangunkan sang suami."Eh, belum dijawab ibu le tanya kok udah ditinggal pergi." Bu Leni garuk-garuk kaki, bukan. Maksudnya kepala.Sementara di dalam, Leona sedang susah payah membangunkan Nathan yang terlihat masih mimpi di pulau kapuk hingga nampak pulau baru yang tergambar di bantal.'Ganteng-ganteng kok ngiler sih kamu, mas.' Gumamnya sambil mengguncang tubuh atletis pria itu yang masih polos tanpa sehelai benang.Keterlaluan sih, bisa-bisanya mereka bermain tanpa jeda hingga adzan subuh. Ente kadang-kadang ente."Mas!" Nathan tak bergeming. Pemilik pabrik kosmetik itu tetap mendengkur dengan posisi tengkurap dengan bibir yang mengaga sedikit."Nduk?" Leona menoleh menuju sumber suara lantas menepuk jidat. "Ya Allah, ibu masih nunggu di luar." Buru-buru dia keluar untuk menemui Bu Leni. "Kenapa, bu? Ngapain ibu masih di sini?" Khawatir Leona kalau sampai ibu tak sengaja melihat suaminya belum memakai b
Malam semakin larut, rintik hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Angin berembus masuk melalui celah tirai.Pasutri itu tampak asyik dengan dunianya, hawa dingin yang mencekam pun seolah sirna oleh hangatnya sentuhan raga yang tengah memadu kasih malam itu. Sayup-sayup, terdengar rintihan lembut di tengah guncangan hebat yang semakin membabi buta."Apa kamu sudah keluar?" Entah apa itu. Suara Leona bergetar di tengah pertempuran di medan perang nan hebatnya.Wanita yang tengah hamil memasuki bulan ke empat itu masih memejamkan mata, menikmati setiap permainan indah yang Nathan ciptakan dalam naluri."Belum.""Ke-napa?" Nafas Leona tersengal menahan sesuatu yang ingin menyembur di liang hangat miliknya."Aku masih ingin bermain lebih lama lagi, sayang?" Kecupan singkat mendarat dengan sempurna di bibir legit Leona yang menggoda."Aish, kok bisa? Ini udah hampir satu jam, mas?" Dusta. Tapi itu faktanya. Pasangan suami istri itu telah melewatkan waktu yang tak sebentar hanya untuk
Nathan menghela napas panjang ketika sudah sampai di kamar, duduk bersandar bantal di punggung, sambil mengelus-elus kepala sang istri yang ada di pahanya."Capek ya, mas?""Lumayan, sayang. Ayamnya lari mulu. Susah nangkepnya.""Lagian ngapain mas beli ayam hidup? Mana nggak ngomong dulu sama aku lagi," ucap Leona sambil memainkan kuku jari."Maaf, sayang. Niat mas cuma pengin nurutin ngidam kamu pingin makan ayam goreng kampung. Tapi karena keinget acara 4 bulanan, mas pikir sekalian aja beli ayamnya. Kan lebih enak kalau menyembelih sendiri.""Astaghfirullah." Leona refleks bangkit dari rebahannya."Kenapa, sayang?""Mas udah sembelih ayamnya?" Mimik Leona berubah cemas."Belum.""Mas tau nggak?"Nathan menggeleng polos. "Tau apa, sayang. Kamu kan belum ngomong apa-apa.""Mas, kalau istrinya lagi hamil itu pamali menyakiti hewan apalagi sampai membunuh.""Serius, sayang?" Nathan baru tau."Serius, mas. Jadi jangan pernah mas berpikirin buat sembelih ayam sendiri, ya? Aku nggak mau
Aslinya Nathan masih keturunan orang Jawa. Ayah kandungnya bernama Kusuma. D masih asli orang Jawa yang berasal dari Semarang. "Hah?" Leona terperanjat hingga hampir oleng ketika membawa secangkir kopi untuk sang suami."Pelan-pelan, sayang?" Nathan menerima cangkir tersebut dan menyeruputnya pelan."Masih panas, mas." Duduk di samping Nathan."Ah. Seger banget, sayang. Dari tadi di kantor mas udah kangen minum kopi buatan kamu." Jujurnya usai meletakkan cangkir di meja."Mas bisa aja. Baru juga tadi pagi minum kopi.""Nggak tau tuh. Kayaknya mas mulai kecanduan kopimu, sayang.""Mas ada-ada aja. Tapi nggak boleh berlebihan, mas. Mesti tau batasannya juga. Tadi gimana? Aku nggak salah dengarkah? Mas masih keturunan asli orang Jawa?" Serius Leona karena penasaran."Iya, Le. Ibu ko baru tau kamu punya gen asli orang Jawa." Pria itu menghela napas panjang. "Ayahku asli orang Semarang, dia pemilik hotel Muria yang ada di depan perusahaan INTI SEJAHTERA. Kamu tau 'kan?" Leona berusaha m