Share

56. Camila Kecewa

Penulis: AeStar's Ruby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-23 09:00:58

Di dalam ruang kerja Victor yang megah dan bernuansa gelap, cahaya dari lampu kristal menggantung di langit-langit memberikan suasana yang tenang, tetapi ada ketegangan yang mengendap di antara dua pria yang tengah berdiri di sana. Raphael duduk di kursi seberang meja kerja Victor, sementara Victor sendiri bersandar di sandaran kursinya, jemarinya saling bertaut di depan wajahnya yang penuh pemikiran.

"Kita tidak perlu lagi terlibat lebih dalam dengan masalah Nathan," kata Victor dengan suara yang dalam dan tegas. "Aku sudah mencapai tujuanku—opini para penguasa sudah berpihak pada kita dan sekarang mereka melihat Nathan sebagai ancaman."

Raphael menyimak dengan cermat, lalu mengangguk. "Berarti kita berhenti menyerang?"

"Ya, tapi jangan melonggarkan penjagaan," Victor menambahkan. "Nathan itu licik. Aku tidak akan terkejut jika semua ini hanyalah bagian dari strateginya untuk membuat kita lengah."

Raphael menghembuskan nap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   57. Milikku

    Camila duduk di tepi tempat tidur, tangannya terlipat di atas perutnya yang mulai membesar. Pikirannya terus berputar, mengulang kembali percakapan yang dia dengar tadi di depan pintu ruang kerja Victor. Victor masih mencari Selena. Pikiran itu membuat hatinya nyeri, seolah ada duri yang menancap di sana. Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan emosinya. Tidak. Dia tidak boleh membiarkan rasa sakit ini menguasainya. Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka. Victor melangkah masuk, melepaskan jasnya, dan berjalan mendekati Camila dengan ekspresi lembut. “Aku sudah selesai dengan urusanku. Apa kau ingin sesuatu?” tanya Victor sambil berlutut di hadapannya. Tangannya mengusap pelan punggung tangan Camila, mencoba memberikan kenyamanan. Camila mengangkat wajahnya, menatap mata suaminya yang tajam namun hangat. Ada sesuatu dalam tatapan itu—sesuatu yang ingin dia percayai, tapi hatinya masih ragu.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   58. Perubahan Sikap

    Victor mengusap pelan pipi Camila yang tertidur pulas di sampingnya. Napas istrinya terdengar teratur, bibirnya sedikit membengkak akibat ciuman panjang yang mereka bagi malam ini. Wajah Camila terlihat damai, tidak seperti tadi ketika ia begitu dominan dan berani. Victor terkekeh kecil, mengingat bagaimana Camila kini semakin agresif. Ia tidak menyangka istrinya bisa seberani itu, begitu menginginkannya. Jemarinya menyelusup ke dalam rambut Camila, membelainya dengan lembut. “Jika saja kau tidak sedang hamil, Sayang … mungkin aku tidak akan membiarkanmu tidur semudah ini,” gumamnya pelan, bibirnya melengkung nakal. Namun, meski keinginannya untuk tetap di sini besar, dia harus pergi. Raphael sudah menunggunya. Dengan hati-hati, Victor duduk di tepi ranjang, mengenakan kemejanya tanpa suara. Ia memastikan setiap kancing terpasang rapi sebelum melangkah ke pintu. Tangannya menggenggam kenop pintu, lalu memutarnya perlahan, m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   59. Selena dan Masa Lalu

    Victor mendorong pintu kamar dengan perlahan, berharap istrinya sudah tertidur atau setidaknya tidak lagi marah padanya. Namun, begitu matanya menangkap sosok Camila yang duduk di ranjang dengan wajah masam, harapannya pupus. Camila sama sekali tidak menoleh saat dia masuk. Tatapannya hanya tertuju pada dinding di depannya, bibirnya terkatup rapat, dan bahunya sedikit tegang—pertanda bahwa emosinya masih menguasai dirinya. Victor menghela napas sebelum melangkah mendekat dan duduk di sampingnya di tepi ranjang. Tangannya bertumpu di kedua lututnya saat dia menatap Camila dengan lembut. "Apa kau masih marah padaku?" tanyanya dengan nada pelan. Camila tidak langsung menjawab. Dia hanya diam, bahkan tidak melirik ke arah Victor. Victor tersenyum kecil, meskipun ada sedikit rasa khawatir di dalamnya. “Kau tidak ingin bicara denganku?” Camila akhirnya menghela napas panjang. "Aku ingin kau berpikir

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   60. Keluhan Calon Ayah

    Di sebuah ruangan dengan dinding kaca besar yang memperlihatkan pemandangan taman belakang mansion Aryasena, Victor duduk di kursi kulit berwarna hitam dengan lengan terlipat. Di hadapannya, Liam, dokter pribadi keluarga Aryasena, sedang menuangkan teh ke dalam cangkirnya dengan ekspresi santai. “Aku tidak mengerti.” Victor membuka percakapan dengan nada frustrasi. “Camila sekarang tidak seperti dulu. Dia berubah menjadi sangat manja.” Liam mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan nada suara Victor yang jarang sekali mengeluh seperti ini. “Manja seperti apa?” tanyanya dengan nada tertarik. Victor menghela napas panjang. “Dia tidak akan membiarkanku pergi terlalu lama. Setiap kali aku pulang terlambat, dia akan marah dan merajuk. Dan yang paling sulit adalah ketika aku membuat kesalahan kecil, dia bisa mendiamkanku selama berjam-jam.” Liam terkekeh, meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. “Dan aku yakin, setelah itu dia s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   61. Tekad Victor

    Camila bersembunyi di bawah meja dengan napas tertahan, tubuhnya gemetar hebat. Jantungnya berdegup begitu kencang, seolah-olah akan melompat keluar dari dadanya. Telinganya masih berdenging akibat suara tembakan tadi, dan sekarang ia hanya bisa berjongkok sambil memejamkan mata, mencoba mengendalikan ketakutannya. Di atasnya, ia bisa mendengar suara Victor bergerak cepat. “Sial,” desis suaminya, diikuti suara kokangan pistol yang terdengar begitu jelas. Dengan hati-hati, Victor melangkah mendekati jendela, menajamkan pandangannya ke arah luar. Cahaya redup dari lampu jalan membantu matanya menangkap siluet seseorang di balkon gedung seberang. Mata Victor menyipit saat menyadari sosok itu memegang sesuatu—senapan. Penembak jitu. Tidak menunggu lama, Victor langsung mengangkat pistolnya dan menekan pelatuk. Peluru melesat cepat ke arah penyerang itu, diikuti suara retakan kaca dari jendela restoran. Tembakan Victor tidak sen

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   62. Tidak Akan Meninggalkanmu

    Suasana di kamar terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara detak jam di dinding yang berdetak perlahan, seirama dengan helaan napas Victor yang berat. Liam baru saja selesai memeriksa Camila dan kini duduk di kursi dekat ranjang, menatap Victor dengan ekspresi serius. “Dia mengalami syok yang cukup berat,” kata Liam akhirnya. “Itu tidak baik, baik untuk dirinya maupun bayi yang dikandungnya.” Victor menekan bibirnya dengan kuat. Wajahnya menegang, menunjukkan kecamuk dalam pikirannya. “Lalu, apa yang harus kulakukan?” tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya. Liam menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menghela napas. “Kau harus memastikan dia merasa aman, Victor. Dia harus merasa nyaman dan bahagia. Stres yang berlebihan bisa berdampak buruk pada kandungannya. Kau harus berusaha lebih keras.” Victor mengusap wajahnya dengan tangan, frustrasi. “Aku sudah berusaha. Aku mengajaknya makan malam, ingin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   63. Jaring Konspirasi

    Malam telah larut ketika Raphael memasuki ruang kerja Victor. Langkahnya tegas, dan ekspresinya menunjukkan keseriusan yang tidak bisa diabaikan. Victor, yang sedang duduk di kursinya dengan segelas anggur di tangan, langsung menaruh gelasnya begitu melihat ekspresi sahabatnya itu. "Ada kabar?" tanyanya tanpa basa-basi. Raphael mengangguk, lalu menaruh sebuah map tebal di atas meja. “Nathan mulai bergerak, Tuan.” Mata Victor menyipit tajam. Dia membuka map itu dan membaca sekilas beberapa dokumen serta laporan intelijen yang dikumpulkan Raphael dan timnya. “Apa yang dia lakukan sekarang?” “Dia sedang mengadakan pertemuan tertutup dengan sekutunya,” jawab Raphael. “Berdasarkan laporan yang kita dapat, pertemuan itu bukan sekadar pertemuan biasa. Nathan membahas rencana penyerangan yang akan dilakukan bulan depan.” Seketika rahang Victor mengeras. Tangannya mengepal, menahan kemarahan yang mulai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   64. Percayalah Padaku

    Victor menghela napas, lalu menatap Raphael sejenak sebelum kembali menatap Camila. “Masalah keamanan.” Camila melipat tangan di depan dada. “Keamanan atau sesuatu yang berhubungan dengan Nathan lagi?” Victor diam sejenak, lalu akhirnya mengangguk. “Ya.” Ekspresi Camila berubah, tapi Victor tidak bisa menebak apakah itu kekecewaan, kemarahan, atau kekhawatiran. “Apa aku harus tahu sesuatu?” lanjut Camila, melangkah lebih dekat ke meja. Raphael melirik Victor, menunggu keputusan atas apa yang harus dikatakan. Victor menatap Camila lekat-lekat sebelum akhirnya berkata. “Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Ini hanya bagian dari pekerjaanku.” Camila mengembuskan napas pelan, jelas tidak sepenuhnya puas dengan jawaban itu. Tapi kali ini, dia tidak memaksa lebih jauh. Victor tahu, cepat atau lambat, dia harus menjelaskan sesuatu pada Camila. Tapi untuk saat ini, dia ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25

Bab terbaru

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   102. Dicintai

    Camila duduk di sisi ranjang, menatap layar tablet yang memperlihatkan beberapa artikel dan foto tentang Elena—putri dari William, sekutu Victor.Cantik, anggun, berpendidikan tinggi, dan yang paling membuatnya terdiam lama… Elena berasal dari keluarga terpandang, memiliki reputasi mentereng di dunia bisnis dan sosial. Camila menghela napas berat, menutup layar tabletnya perlahan.Pikiran-pikiran gelap mulai mengendap di benaknya. Ia memandang bayangannya di cermin besar di seberang ruangan, mengamati dirinya yang kini tengah hamil, dengan lingkaran gelap di bawah mata karena sering sulit tidur akhir-akhir ini.“Elena memiliki segalanya …,” gumamnya lirih. “Sedangkan aku .…”Ia menggigit ujung jarinya, kebiasaan lamanya saat sedang gelisah. Wajahnya mengerut, hatinya diliputi kecemasan. Bagaimana pun, Elena adalah tawaran menarik dalam dunia Victor. Ia takut jika Victor berpaling. Seperti yang dulu dilakukan Victor pada Selena—meninggalkan seorang perempuan untuk perempuan lain.Camil

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   101. Selir

    Udara sore itu terasa hangat, langit dihiasi semburat jingga yang perlahan memudar ke ungu, menyiratkan senja yang menenangkan. Camila melangkah masuk ke dalam mansion dengan senyum ceria yang tak bisa ia sembunyikan. Pertemuan dengan Selena memberi kelegaan dalam hatinya, seolah satu beban besar telah terangkat. Wajahnya bersinar ketika melihat Victor tengah menunggunya di ruang tengah, seperti biasa dengan tatapan lembut yang hanya diperuntukkan untuknya.Victor berdiri, menghampiri Camila dengan langkah ringan, lalu menyentuh pipinya dengan jemari hangat. “Kau tersenyum,” katanya lirih, penuh makna. “Aku senang melihatmu seperti ini lagi.”Camila menatapnya sambil tersipu, lalu menjawab, “Aku juga lega. Setelah semua yang terjadi … aku merasa ini pertama kalinya aku bisa bernapas tanpa beban.”Victor mengangguk, memandangi istrinya dengan mata yang berbinar. “Kalau begitu … setelah ini, apa yang ingin kau lakukan, hm?”Camila menggenggam tangan Victor dengan manja. “Aku ingin makan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   100. Ambisi yang Menghancurkan

    Udara sore hari membawa semilir angin lembut yang menyusup masuk ke dalam ruang tamu vila kecil di pinggiran kota. Sebuah tempat netral yang dipilih Victor untuk mempertemukan dua perempuan yang pernah—dan masih—menjadi bagian dari kehidupannya.Camila duduk dengan tubuh tegak di sofa, bersebelahan dengan Victor, namun ada jeda kecil di antara mereka. Tangannya bertaut di atas pangkuan, dan tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang duduk di seberang, Selena. Wajah Camila terlihat canggung, dan kepalanya lebih sering tertunduk.Selena menyambut kedatangan mereka dengan senyum merekah. Ia tampak begitu hangat dan ramah, seolah tidak ada beban di antara mereka bertiga. Rambut panjangnya tergerai lembut, dan perutnya yang mulai membuncit terlihat jelas di balik gaun panjang berwarna pastel.“Terima kasih sudah datang, Victor, Camila.” Suara Selena terdengar tenang dan bersahabat.Camila membalas senyuman itu dengan anggukan kecil, berusaha keras menyembunyikan rasa canggungn

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   99. Tak Tergoyahkan

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasena masih terasa lengang. Cahaya matahari menyusup pelan lewat jendela besar, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer. Di ruang tengah yang hening, Victor duduk bersama Camila. Tangannya menggenggam tangan perempuan itu erat, seolah tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.Camila menatapnya dengan tenang, bibirnya membentuk senyum kecil yang lembut. “Victor … kau tidak perlu melakukan semua itu hanya untuk membuatku percaya. Aku sudah percaya padamu. Percaya sepenuh hati.”Victor tidak langsung menjawab. Ia memandangi wajah Camila dalam-dalam, seolah ingin menyimpan tiap detailnya di ingatan. “Aku tahu kau sudah percaya,” katanya akhirnya. “Tapi aku tidak bisa merasa lega jika aku belum membuktikannya langsung di depan matamu. Aku ingin menghapus semua keraguan yang mungkin masih bersisa—meski hanya sedikit.”Camila menghela napas pelan. Ia tahu Victor bukan sekadar berkata—pria itu memang tipe yang akan menyelesaikan semuanya dengan jelas dan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   98. Bayangan Masa Lalu

    Senja semakin meredup saat Camila dan Victor duduk di teras belakang mansion Aryasena. Bayangan pohon-pohon tinggi memanjang, menciptakan kesunyian yang bersahaja. Namun di hati Camila, gelombang ketidakpastian masih bergulung.“Kau benar-benar bisa melupakan Selena?” tanya Camila pelan, hatinya berdegup kencang. “Evelyn mirip sekali dengannya … Aku takut, kau akan teringat lagi padanya.”Victor menatap Camila dengan lembut, merangkul pinggang istrinya. “Haruskah aku membawa Selena ke hadapanmu, lalu bersumpah di depan Tuhan bahwa hubungan kami telah benar‑benar kandas?” ucapnya tenang, suaranya mantap. “Aku menegaskan sekali lagi, yang kusayangi sekarang hanyalah kau, Camila. Tak ada yang lain. Apa itu saja belum cukup setelah semua perjuanganmu?”Camila terdiam, mengerjakan pergumulan di dalam dada. Benar, Victor telah menanggalkan segala kekuasaannya, mempertaruhkan nyawa, bahkan melupakan rasa sakit lamanya hanya demi menyelamatkan dirinya. Air matanya mengalir perlahan saat ia me

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   97. Satu-satunya

    Suasana ruang penghakiman masih menegang ketika vonis terhadap Nathan diumumkan. Desis kebencian dan gumaman setuju membanjiri ruangan, namun belum sempat semua kembali tenang, suara berat dan bergetar terdengar dari sisi kanan ruangan.“Bukankah … hukuman itu terlalu berlebihan?” tanya Lucas Ardhana dengan suara serak yang ditahan oleh amarah sekaligus kepanikan. Tubuhnya berdiri tegak, namun sorot matanya jelas gelisah.Semua kepala keluarga menoleh padanya, termasuk Victor yang berdiri di tengah dengan Camila di sisinya. Victor menatap Lucas tanpa berkedip, lalu melangkah maju dengan langkah lambat dan penuh tekanan.“Berlebihan?” ulang Victor dingin, suaranya memotong udara seperti pisau. “Ibuku mati ditusuk berulang kali. Camila—istriku—hampir kehilangan nyawanya dan anak kami. Dan kau ingin bilang hukuman ini … berlebihan?”Lucas mengepal tangannya. “Tapi kau membuat anakku tak lagi bisa hidup normal! Kau memotong dua tangannya, satu kakinya. Itu sama saja menyuruhnya mati perla

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   96. Kejatuhan Sempurna

    Camila duduk di kursi kayu di sudut ruangan, matanya tak pernah lepas dari tubuh Victor yang kini tengah diperban dan dirawat oleh dokter lain. Biasanya Liam yang akan mengurus semua luka Victor, tapi kondisi Liam yang tengah kritis membuat hal itu mustahil. Kini, seorang dokter tua dengan gerakan cekatan menyeka darah yang masih tersisa dan membalut luka panjang di sisi tubuh Victor dengan hati-hati.Victor menahan nyeri tanpa suara. Hanya napasnya saja yang sesekali terdengar berat. Namun saat matanya bertemu dengan pandangan Camila, senyum kecil ia hadirkan seolah ingin menyampaikan bahwa semuanya baik-baik saja.Camila hanya bisa menggenggam tangannya sendiri erat-erat, menahan semua rasa khawatir yang menggelegak dalam dadanya. Ketika sang dokter akhirnya selesai, ia hanya mengangguk sopan sebelum keluar meninggalkan ruangan tanpa banyak kata.Camila segera bangkit, menghampiri sisi tempat tidur dan duduk di tepinya.“Kau harus beristirahat sekarang,” ucapnya lirih sambil mengelu

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   95. Tempat Pulang

    Sinar matahari pagi menyusup pelan lewat celah jendela kamar yang setengah tertutup tirainya. Udara terasa sunyi, berat oleh duka yang masih menggantung di antara napas-napas yang tertahan. Di depan cermin, Camila berdiri dalam diam, memandang pantulan dirinya yang dibalut gaun hitam sederhana. Warna gelap itu menambah pucat pada wajahnya yang memang sudah kehilangan rona sejak hari-hari penuh luka itu datang bertubi-tubi.Pintu kamar terbuka perlahan. Langkah kaki mendekat pelan di belakangnya. Lalu sepasang lengan kuat memeluknya dari belakang, membawa kehangatan di antara dinginnya suasana berkabung. Victor menyandarkan dagunya di pundak Camila, menghela napas panjang sebelum akhirnya berbisik, “Kau tak perlu ikut, Camila. Seperti yang aku bilang tadi di mobil … kau cukup istirahat.”Camila menatap bayangan Victor di cermin, lalu menggeleng pelan dengan senyum kecil yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. “Aku masih kuat …,” bisiknya lirih. “Aku harus ikut … aku ingin mengantar

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   94. Janji Atas Duka

    Langit malam semakin gelap, ditingkahi angin yang dinginnya menusuk tulang. Bau darah dan asap masih menggantung di udara. Di tengah kekacauan itu, terkapar tubuh seorang pria—penuh luka dan darah mengalir deras dari bahunya yang tertembak. Napasnya tersengal, tersisa dalam hembusan pendek dan berat.Itu adalah Leon Wibisana.Ia tergeletak di antara semak dan batang pohon tumbang, tangan kirinya menggenggam tanah seolah mencoba bertahan lebih lama.Beberapa langkah dari sana, Victor datang sambil memapah Camila yang masih terpukul secara emosional. Namun pandangannya langsung berubah saat matanya menangkap sosok yang terbaring tak berdaya itu.“Kak Leon!” teriak Camila.Tanpa pikir panjang, Camila melepaskan diri dari Victor dan berlari sekuat tenaga ke arah kakaknya. Langkahnya tertatih, tubuhnya masih gemetar, tapi naluri seorang adik yang putus asa mengalahkan segalanya. Ia langsung berlutut di samping Leon, tangannya mengguncang tubuh kakaknya yang penuh luka.“Jangan tinggalin ak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status