Meski enggan, Tata tetap melangkah bersama pria tinggi itu. Memasuki gedung raksasa yang pasti menyimpan ratusan pekerja di dalamnya.
Senyum sapa bahkan tundukan kepala orang-orang yang dilewati Aufan, membuat Tata begitu risih meski ia tahu kalau hal itu mungkin biasa bagi Aufan. Hanya saja, berjalan di belakang Aufan dengan ditatap para karyawana membuat Tata benar-benar tak nyaman. Apalagi tatapan para karyawan wanita yang seperti menelanjanginya.
Sampai pada pintu lift, Aufan menoleh pada wanita yang terlihat begitu kecil di belakangnya. Ia tersenyum, kali ini bukan seringai mesum tapi senyum tipis yang jarang sekali ia tunjukan.
Pintu besi itu terbuka, mereka bedua masuk karena lift yang digunakan
Aufan berdiri gusar didekat jendela besar dalam kantornya. Ia merasa bodoh karena horny hanya dengan berdekatan dengan wanita mungil itu. Bagaimana mungkin efeknya bisa seperti ini."Pak?"Suara itu membuat Aufan kembali menarik nafas pelan dan menoleh pada Tata yang tampak kebingungan di atas sofanya.Tentu saja Tata sekarang memasang wajah bingung. Pasalnya, setelah ia meneriaki nama pria itu dan menepuk bahu tegapnya, Aufan malah terbengong cukup lama hingga membuat Tata harus lebih keras memukul lengan berotot itu.Tanpa menjawab panggilan Tata, Aufan kini menghubungi salah satu pekerjanya untuk mengantar Tat
Bapak panggil saya?"Seorang wanita muncul dari balik pintu dan melirik sebentar ke arah Tata yang sedikit tertunduk.Abigele Rasimh, kepala divisi pemasaran yang bekerja bersama Aufan sejak Aura--sang adik-- masih memimpin. Wanita dengan paras cantik dan raut wajah dingin itu adalah anak dari bibinya Aufan.Setelah menormalkan detak jantung yang tak karuan karena aksi pria tinggi itu. Kini Tata mulai melihat wanita yang beberapa detik memasuki ruangan. Ia harus berterimakasih karena wanita itu menyelamatkannya dan kiniatanya menelisik penampilan formal yang begitu elegan membungkus tubuh ramping itu.Kemeja navy dengan r
Hai, saya Renata Windari. Kalian bisa panggil Tata atau Windi," ujar Tata sedikit malu saat para pria di sana begitu terang-terangan menatapnya dengan lekat."Gue Kaino, panggil aja Mas Ino," timbrung Ino sambil tersenyum manis ke arah Tata yang hanya mengangguk ragu."Dah, kerja kerja! Matanya dijaga, jangan sampe gue kasih kacamata kuda!" balas Giel ketus sambil membawa Tata untuk duduk di tim Devano."Suseh yeh, betina. Dideketin ngamuk, lirik yang lain ngamuk juga," sindir Ino yang dihadiahi lemparan pulpen dari gadis yang baru saja ia sindir. Untung saja Ino sudah terbiasa menghadapi serangan dadakan itu hingga tak ada rasa kejut selain kekehan geli.
Iya Bos, tadi sebelum ke kafe gue sempet lewatin rumahnya. Tapi masih sepi jadi gue langsung otw ke kafe dan ternyata nggak ada orangnya," jelas Joni sambil menenggak minumannya. "Jadi sekarang dia kerja di perusahaan lu. Terus anaknya sama siapa? Soalnya kalau di kafe setiap jam makan siang dia pulang buat makan bareng sama anaknya," lanjutnya.Aufan semakin mengernyit saat Joni kembali berucap, "anaknya kemarin balik ke rumah sakit buat buka perban kayaknya. Tapi gue nggak selidikin keadaannya.""Oke, Jon, gue tutup dulu teleponnya," balas Aufan dan mematikan ponselnya lalu langsung menghubungi Giel.***Setelah selesai memberitahu Mala kalau ia mulai bekerja hari ini dan tak bisa makan siang bersama Zhira, Tata keluar dari pantri dan menghampiri Giel yang mengisyaratkannya untuk datang."Win, kamu pulang aja. Besok mulai kerjanya, hari ini cuma perkenalan," terang
Jadi Nda kerjanya jauh? Nggak bisa makan siang sama Zira lagi?"Bocah dalam pangkuan Tata terus saja berceloteh gemas saat sang ibu pulang. Sekarang mereka sedang berada di rumah Mala karena Azira terpaksa harus dititipkan di sana.Saat Tata bekerja di kafe, sebenarnya gadis kecil itu terbiasa sendiri. Jika sekolah pun Zira selalu pulang ke rumah dan setelah itu menunggu sang ibu untuk makan siang bersama atau terkadang menyusul sang ibu bekerja karena memang jarak antara kafe dan rumah hanya butuh lima menit jika berjalan kaki. Namun kali ini Tata tak bisa memantau anaknya dan memilih orang tua angkat Mala yang ia repotkan meski kedua orang tua itu selalu antusias jika Azira datang."Iya, nggak apa-apa
Sumi, wanita belasteran Inggris dan Indonesia itu memang begitu lengket dengan Tata. Kebetulan saat hari terakhir Tata bekerja wanita itu sedang mengambil jatah liburnya."Maaf-maaf, gue belum pamit sama yang lain juga. Baru sama bos doang," jawab Tata sambil berjalan bersama Sumi dan Mala dengan Zira yang sudah diambil alih oleh wanita tinggi itu."Kok, dadakan banget sih. Perasaan lo nggak ada ngomong mau pindah kerja, deh?"Mereka duduk di meja pelanggan dekat dengan kasir dan Tata sedikit meringis atas pertanyaan itu. Jangankan rencana bahkan berpikir untuk pindah kerja pun tidak pernah. Pikir Tata."Iya, dadakan banget panggilan interviewnya," balas Tata. "Zira mau pesen apa, Sayang?" Kini matanya menatap bocah yang sedang anteng duduk dipangkuan sahabatnya."Apa aja, Nda," sahut si bocah."Kalian pesen aja, Mala pesen makan juga boleh gue y
Kembali menarik nafas dengan sedikit rasa tak nyaman karena pakaian yang semalam diberikan Mala untuknya, Tata menyapa dengan senyum pada pria paruh baya yang berjaga di pos masuk sedang dirinya terus berjalan ragu memasuki bangunan raksasa itu.Zaccth Company Group, perusahaan yang berdiri dari tahun 1960 adalah perusahaan besar yang berada di Jakarta. Bergerak di bidang properti, Adimara Nufandra Zaccth berhasil membawa nama perusahaannya terkenal ke mancanegara kini pria yang usianya sudah memasuki angka 65 itu tengah menikmati masa pensiunnya bersama sang istri dan memilih membeli hunian di pantai kuta, Bali.Memiliki dua anak yang terpaut usia 5 tahun, Adimara mewariskan semua aset perusahaannya untuk anak pertamanya, Aufan Nufandra Zaccth, atau lebih dikenal Aufan Zaccth. Sedang putri semata wayangnya tak kalah fantastis dalam menerima warisan, yaitu sebidang tanah yang hampir memiliki harga jual 200 Miliar.
Seminggu berlalu dengan rutinitas baru bagi Tata yang saat ini berlari buru-buru setelah mengantarkan Zira ke rumah Mela.Tangannya merogoh dompet dalam tas dan melihat sisa uang yang bahkan ia rasa tak akan cukup jika memesan ojek online. Terpaksa, wanita dengan setelan formal itu berdiri di atas trotaor, menatap ujung jalan sebelah kiri, berharap semoga Tuhan memberi kemudahan untuknya dengan menghadirkan angkutan umum yang biasanya muncul di jam-jam saat ini.Sayangnya, lima belas menit berlalu ia masih berdiri dengan wajah yang harap-harap cemas. Keterlambatannya berawal dari Zira yang entah kenapa merengek memintanya untuk tak bekerja, jika sedang sakit mungkin Tata akan menyetujui permintaan gadis kecilnya. Hanya saja saat ditanya, Zira beralasan ingin ditemani makan siang oleh dirinya. Memang sudah satu minggu sejak ia bekerja di perusahaan raksasa itu, kegiatan makan siang bersama sudah tak bisa ia jalani.Sedangkan Tata yang berusaha selalu bertanggung jawab atas apa yang seda
Seminggu berlalu dengan rutinitas baru bagi Tata yang saat ini berlari buru-buru setelah mengantarkan Zira ke rumah Mela.Tangannya merogoh dompet dalam tas dan melihat sisa uang yang bahkan ia rasa tak akan cukup jika memesan ojek online. Terpaksa, wanita dengan setelan formal itu berdiri di atas trotaor, menatap ujung jalan sebelah kiri, berharap semoga Tuhan memberi kemudahan untuknya dengan menghadirkan angkutan umum yang biasanya muncul di jam-jam saat ini.Sayangnya, lima belas menit berlalu ia masih berdiri dengan wajah yang harap-harap cemas. Keterlambatannya berawal dari Zira yang entah kenapa merengek memintanya untuk tak bekerja, jika sedang sakit mungkin Tata akan menyetujui permintaan gadis kecilnya. Hanya saja saat ditanya, Zira beralasan ingin ditemani makan siang oleh dirinya. Memang sudah satu minggu sejak ia bekerja di perusahaan raksasa itu, kegiatan makan siang bersama sudah tak bisa ia jalani.Sedangkan Tata yang berusaha selalu bertanggung jawab atas apa yang seda
Kembali menarik nafas dengan sedikit rasa tak nyaman karena pakaian yang semalam diberikan Mala untuknya, Tata menyapa dengan senyum pada pria paruh baya yang berjaga di pos masuk sedang dirinya terus berjalan ragu memasuki bangunan raksasa itu.Zaccth Company Group, perusahaan yang berdiri dari tahun 1960 adalah perusahaan besar yang berada di Jakarta. Bergerak di bidang properti, Adimara Nufandra Zaccth berhasil membawa nama perusahaannya terkenal ke mancanegara kini pria yang usianya sudah memasuki angka 65 itu tengah menikmati masa pensiunnya bersama sang istri dan memilih membeli hunian di pantai kuta, Bali.Memiliki dua anak yang terpaut usia 5 tahun, Adimara mewariskan semua aset perusahaannya untuk anak pertamanya, Aufan Nufandra Zaccth, atau lebih dikenal Aufan Zaccth. Sedang putri semata wayangnya tak kalah fantastis dalam menerima warisan, yaitu sebidang tanah yang hampir memiliki harga jual 200 Miliar.
Sumi, wanita belasteran Inggris dan Indonesia itu memang begitu lengket dengan Tata. Kebetulan saat hari terakhir Tata bekerja wanita itu sedang mengambil jatah liburnya."Maaf-maaf, gue belum pamit sama yang lain juga. Baru sama bos doang," jawab Tata sambil berjalan bersama Sumi dan Mala dengan Zira yang sudah diambil alih oleh wanita tinggi itu."Kok, dadakan banget sih. Perasaan lo nggak ada ngomong mau pindah kerja, deh?"Mereka duduk di meja pelanggan dekat dengan kasir dan Tata sedikit meringis atas pertanyaan itu. Jangankan rencana bahkan berpikir untuk pindah kerja pun tidak pernah. Pikir Tata."Iya, dadakan banget panggilan interviewnya," balas Tata. "Zira mau pesen apa, Sayang?" Kini matanya menatap bocah yang sedang anteng duduk dipangkuan sahabatnya."Apa aja, Nda," sahut si bocah."Kalian pesen aja, Mala pesen makan juga boleh gue y
Jadi Nda kerjanya jauh? Nggak bisa makan siang sama Zira lagi?"Bocah dalam pangkuan Tata terus saja berceloteh gemas saat sang ibu pulang. Sekarang mereka sedang berada di rumah Mala karena Azira terpaksa harus dititipkan di sana.Saat Tata bekerja di kafe, sebenarnya gadis kecil itu terbiasa sendiri. Jika sekolah pun Zira selalu pulang ke rumah dan setelah itu menunggu sang ibu untuk makan siang bersama atau terkadang menyusul sang ibu bekerja karena memang jarak antara kafe dan rumah hanya butuh lima menit jika berjalan kaki. Namun kali ini Tata tak bisa memantau anaknya dan memilih orang tua angkat Mala yang ia repotkan meski kedua orang tua itu selalu antusias jika Azira datang."Iya, nggak apa-apa
Iya Bos, tadi sebelum ke kafe gue sempet lewatin rumahnya. Tapi masih sepi jadi gue langsung otw ke kafe dan ternyata nggak ada orangnya," jelas Joni sambil menenggak minumannya. "Jadi sekarang dia kerja di perusahaan lu. Terus anaknya sama siapa? Soalnya kalau di kafe setiap jam makan siang dia pulang buat makan bareng sama anaknya," lanjutnya.Aufan semakin mengernyit saat Joni kembali berucap, "anaknya kemarin balik ke rumah sakit buat buka perban kayaknya. Tapi gue nggak selidikin keadaannya.""Oke, Jon, gue tutup dulu teleponnya," balas Aufan dan mematikan ponselnya lalu langsung menghubungi Giel.***Setelah selesai memberitahu Mala kalau ia mulai bekerja hari ini dan tak bisa makan siang bersama Zhira, Tata keluar dari pantri dan menghampiri Giel yang mengisyaratkannya untuk datang."Win, kamu pulang aja. Besok mulai kerjanya, hari ini cuma perkenalan," terang
Hai, saya Renata Windari. Kalian bisa panggil Tata atau Windi," ujar Tata sedikit malu saat para pria di sana begitu terang-terangan menatapnya dengan lekat."Gue Kaino, panggil aja Mas Ino," timbrung Ino sambil tersenyum manis ke arah Tata yang hanya mengangguk ragu."Dah, kerja kerja! Matanya dijaga, jangan sampe gue kasih kacamata kuda!" balas Giel ketus sambil membawa Tata untuk duduk di tim Devano."Suseh yeh, betina. Dideketin ngamuk, lirik yang lain ngamuk juga," sindir Ino yang dihadiahi lemparan pulpen dari gadis yang baru saja ia sindir. Untung saja Ino sudah terbiasa menghadapi serangan dadakan itu hingga tak ada rasa kejut selain kekehan geli.
Bapak panggil saya?"Seorang wanita muncul dari balik pintu dan melirik sebentar ke arah Tata yang sedikit tertunduk.Abigele Rasimh, kepala divisi pemasaran yang bekerja bersama Aufan sejak Aura--sang adik-- masih memimpin. Wanita dengan paras cantik dan raut wajah dingin itu adalah anak dari bibinya Aufan.Setelah menormalkan detak jantung yang tak karuan karena aksi pria tinggi itu. Kini Tata mulai melihat wanita yang beberapa detik memasuki ruangan. Ia harus berterimakasih karena wanita itu menyelamatkannya dan kiniatanya menelisik penampilan formal yang begitu elegan membungkus tubuh ramping itu.Kemeja navy dengan r
Aufan berdiri gusar didekat jendela besar dalam kantornya. Ia merasa bodoh karena horny hanya dengan berdekatan dengan wanita mungil itu. Bagaimana mungkin efeknya bisa seperti ini."Pak?"Suara itu membuat Aufan kembali menarik nafas pelan dan menoleh pada Tata yang tampak kebingungan di atas sofanya.Tentu saja Tata sekarang memasang wajah bingung. Pasalnya, setelah ia meneriaki nama pria itu dan menepuk bahu tegapnya, Aufan malah terbengong cukup lama hingga membuat Tata harus lebih keras memukul lengan berotot itu.Tanpa menjawab panggilan Tata, Aufan kini menghubungi salah satu pekerjanya untuk mengantar Tat
Meski enggan, Tata tetap melangkah bersama pria tinggi itu. Memasuki gedung raksasa yang pasti menyimpan ratusan pekerja di dalamnya. Senyum sapa bahkan tundukan kepala orang-orang yang dilewati Aufan, membuat Tata begitu risih meski ia tahu kalau hal itu mungkin biasa bagi Aufan. Hanya saja, berjalan di belakang Aufan dengan ditatap para karyawana membuat Tata benar-benar tak nyaman. Apalagi tatapan para karyawan wanita yang seperti menelanjanginya.Sampai pada pintu lift, Aufan menoleh pada wanita yang terlihat begitu kecil di belakangnya. Ia tersenyum, kali ini bukan seringai mesum tapi senyum tipis yang jarang sekali ia tunjukan.Pintu besi itu terbuka, mereka bedua masuk karena lift yang digunakan