enjoy reading ...
Aku menegakkan badan lalu mengusap air putih yang membasahi wajah dan sebagian leher sweater. Jantungku juga berdetak tidak karuan usai mendapat siraman air dari tangan neneknya Risty. Lalu otak berkelana mencari tahu dimana titik kesalahanku. Ketika mata kami saling bertemu, neneknya Risty menatapku dengan raut dipenuhi emosi. Kedua matanya membulat sempurna dengan dada kembang kempis. "Bodyguard nggak tahu diri! Kamu nggak punya malu, heh?!" teriak beliau dengan menunjuk mukaku berulang kali. Sedang Paman Piere hanya duduk sambil bersedekap dan menaikkan kaki kiri ke paha kaki kanan sembari menatapku dengan sorot acuh. Aku memberanikan diri membuka suara dengan tetap berdiri di hadapan mereka. "Apa salah saya, Nyonya?" "Apa salahmu? Kamu itu benar-benar pandai memutarbalikkan kenyataan!" "Setidaknya Nyonya mengatakan pada saya dimana titik kesalahan yang saya perbuat," belaku. "Piere, kasih tahu apa kesalahan bodyguard sialan ini!" Paman Piere merogoh ponsel dari saku celana
"Risty, duduk! Jangan permalukan keluarga kita dihadapan keluarga Richard dan para pengunjung cruise VIP yang sengaja Paman undang untuk menyaksikan pertunanganmu dengan Richard!" bisik Paman Piere. Risty menoleh dengan ekspresi tidak senang lalu Paman Piere kembali berbisik. "Paman tahu apa yang kamu lakukan dengan Rado semalam! Jadi, jangan membuat Nenekmu menanggung malu di hadapan banyak orang, seperti yang pernah Mamamu lakukan pada Papamu di hadapan keluarga besar!" "Berselingkuh dengan sopir keluarga hingga hamil tapi mengaku itu anak Papamu. Jangan ikuti jejaknya dan lakukan pertunangan ini sesuai rencana." Risty mengalihkan perhatian dengan ekspresi salah tingkah karena apa yang kami lakukan semalam diketahui oleh Paman Piere. Aku yakin, dia ingin memberontak lepas dari acara pertunangannya dengan Richard. Tapi, sepertinya itu akan sulit terjadi karena Paman Piere telah mewanti-wanti. "Paman, aku dan Rado ---" "Sudah. Ayo duduk!" Richard yang melihat gelagat janggal R
“Rado, bisa kita bicara sebentar?” Aku yang sedang fokus menatap beriak air yang menghantam bagian bawah cruise ini pun menoleh. Ternyata Paman Piere sudah berdiri di belakangku dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana hitamnya. Lelaki dengan paras blasteran Indonesia-Norwegia itu menatapku dengan sorot datar namun tajam. Sama denganku yang memiliki perawakan wajah dingin dan acuh, berbalik menatap Paman Piere tanpa rasa gentar. “Sejak kapan kamu dan Risty punya hubungan terlarang kayak gini?!” “Sejak semalam, Paman.” Paman Piere kemudian mendengus dan tersenyum remeh sambil menoleh ke kanan. Angin dan cuaca lembut di dermaga Tromso seakan mendukung percakapan kami pagi ini di atas porthand Havoy Cruise. “Apa yang kamu tawarkan pada Risty sampai dia mau memelukmu, heh?! Apa kamu meracuni pikirannya dengan menjelek-jelekkan reputasi Richard?!” Kepalaku menggeleng tegas, “Tanpa menjelek-jelekkan Richard di hadapan Risty, saya bisa mendapatkan hatinya, Paman.” “Rado!” p
"Risty?" Mataku membola melihat kedatangannya yang tetiba. Lalu tanpa aba-aba, dengan wajah bersungut kesal, ia membuka suara lantang."Kenapa lo nggak tepat janji, Do? Apa lo sengaja pengen mempermainin perasaan gue? Apa lo sengaja pengen ngetes gimana perasaan gue ke lo yang sebenarnya?! Iya?!" emosinya terlihat jelas di wajah. Aku tahu, dia sedang marah dan kecewa karena aku tidak menepati janji untuk membawanya pergi dari pertunangannya tadi bersama Richard. Bagaimana lagi, aku tidak memiliki pilihan selain mundur.Kepalaku menggeleng pelan dengan menatapnya sendu. "Gue nggak punya niatan mempermainin perasaan lo, Ris." "Lalu, kenapa lo cuma diem aja waktu semua orang nyuruh gue nerima lamaran Richard, heh?! Kenapa lo diem aja, bodoh?!" teriak Risty marah. Lalu dia maju dan melayangkan pukulan bertubi-tubi ke dadaku. Kubiarkan dia melampiaskan kekesalannya meski dadaku terasa sakit menerima serangannya. "Gue benci lo, Rado! Lo permainin gue! Sialan lo! Mati sana lo kalau git
Kunikmati ciuman pertama sekaligus terakhir ini hingga tidak ada tanda-tanda ingin mengakhirinya. Risty pun sama, dia masih mengalungkan tangannya di leherku. Tanganku masih mendekap pinggang rampingnya agar tidak berjarak sedikit pun dari tubuhku. Bahkan aku membiarkan dia merasakan bukti kelelakianku mengeras dan mengenai perutnya. Ketika cruise bergerak karena sapuan gelombang air laut, barulah kusudahi ciuman kami. Hingga aku bisa melihat wajah Risty yang memerah malu. “Rado?” “Apa?” “Lo nggak berubah pikiran setelah menikmati ciuman kita?” Wajahnya menyiratkan permohonan agar aku maju ke Paman Piere untuk membatalkan pertunangannya dengan Richard. Lalu jemari kanakku mengusap sudut bibirnya yang seksi lalu memberi satu kecupan kecil disana dan Risty tidak memberontak. Ia justru tersenyum imut. “Maaf, Ris.” Kepalanya mengangguk paham lalu ekspresi wajahnya berubah sedih. “Gue juga sakit kalau lo nggak tahu, Ris. Melepas lo tuh nggak semudah membalik telapak tangan, tapi …
Lima tahun kemudian ... Penerbangan kelas eksekutif yang kami tumpangi telah tiba di Bandara Changi, Singapura. Usai semua penumpang berharta melimpah itu keluar, aku segera berdiri di depan bos dengan beliau berada di belakangku. Dan satu bodyguard yang lain berdiri di belakang bos kami. Mengenakan topi, jaket, baju, celana, dan sepatu hitam serta alat komunikasi yang terpasang di telinga kanan untuk saling berkomunikasi. Kemudian aku berjalan lebih dulu untuk memastikan jika di depan tidak ada gangguan yang mengancam nyawa bos kami. Aku dan Andry adalah bodyguard yang dipekerjakan oleh perusahaan asing di Jakarta untuk melindungi bos kami kemanapun beliau pergi. Maklum saja, beliau merupakan salah satu deputi penting perusahaan yang memiliki kekayaan melimpah. Begitu kaki kami menapaki lantai bandara, aku dan Andry segera menggiring langkah bos dengan cepat menuju lobby bandara dengan mata tajam melihat kesana kemari untuk memastikan keamanannya. Mobil mini bus putih mewah kelua
Berdansa dengan para wanita malam dan hampir mabuk.Ini adalah hal gila pertama yang kulakukan selama hidup dua puluh enam tahun ini. Jika bukan karena Andry yang menarikku kemari dengan alibi untuk menikmati surga dunia, mungkin aku hanya akan di kamar hotel."Hai, beatiful," sapaku tanpa tahu malu dengan kesadaran tinggal setengah. Perempuan cantik berpakaian seksi itu terus menari di depanku dengan erotisnya mengikuti dentuman lagu bar. Jika sudah malam seperti ini, bar hotel bintang lima ini menampakkan wajah aslinya. Gemerlap lampu bar, penuh perempuan malam berpakaian kurang bahan, lelaki haus belaian, dan banyak hal lainnya. "You want me?" tanyanya dengan kerlingan nakal dan tubuh yang sengaja didekatkan padaku. Reflek sisi kelelakianku tergugah tanpa mengindahkan baik buruk efeknya di kemudian hari. Dia sengaja membusungkan dadanya dan meletakkan kedua tanganku di pinggangnya. Tatapan kami tidak berpindah sedikit pun kemudian ia memberiku ciuman singkat di bibir.Dengan na
Pasangan? Lupakan! Aku tidak membutuhkan perempuan! Bagiku untuk apa berhubungan dengan para perempuan jika pada akhirnya dipisahkan? Dijauhkan? Lalu membuat luka di dalam dada? Seperti kata Pak Chang kemarin, aku akan menemani beliau dengan kedua anak kembarnya ke Maldives untuk berlibur. Tanpa istri Pak Chang. Di sebuah apartemen yang berada di kawasan Daan Mogot, aku tengah mengemasi pakaian ke dalam koper. Sudah dua tahun aku tinggal di apartemen ini setelah Mas Kian lelah menyuruh orang untuk terus mengikutiku. Karena aku pasti akan berpindah-pindah apartemen untuk membuat Mas Kian terus kehilangan jejakku. Dan akhirnya, ia menyerah. Ya, lima tahun ini aku memilih untuk menarik diri dari apapun yang membuatku terhubung dengan masa lalu dan keluarga. Aku hanya ingin membuka lembaran baru dengan gangguan mental attachment disorder yang sudah bisa kuatasi dengan baik. Lalu ponselku yang berada di atas kasur, berbunyi nyaring. Kupikir itu dari Pak Chang, ternyata dari ... "Mas