Ngosh! Ngosh! Ngosh! Aleta berlari dengan nafas terengah-engah. Setelah merasa tidak kuat, dia berhenti secara perlahan sebelum akhirnya berhenti total untuk duduk mengambil pasokan oksigen sebanyak mungkin.Huh! Pelan tapi pasti nafasnya kembali normal. Dia lantas mengedarkan pandangan tapi dibuat terbelalak, karena rupanya dia malah kembali ke kawasan apartemen Erik."Oh, sial!" umpat Aleta.Tak berselang lama usai gadis itu sampai, sebuah mobil berhenti tidak jauh dari tempatnya duduk. Lalu, pintu mobil terbuka disusul keluarnya empat pria sekaligus.Firasat Aleta mengatakan, ini bukan sesuatu yang baik. Dia spontan beranjak, dan bersiap lari kembali tapi sebuah suara akhirnya mengurungkan niatnya."Aleta Louison!"Aleta balik badan.Sosok Markus berdiri di depan mobil. Senyum di wajahnya menunjukkan kepuasan.Aleta berinsting seseorang menyusul datang. Di balik punggung dia melirik namun karena merasa seseorang itu semakin dekat dengannya, dia spontan mengambil dua langkah ke sa
Aleta langsung mendekatkan wajahnya. "Berapa gaji yang akan kuterima setiap hari?"Romis berjengit sambil menyeringai kaku. "Bayaranmu sebulan sekali tapi kalau dipecah setiap harinya mungkin menerima 1000 atau 2000 rubel. Yahh, tergantung kinerjamu."Aleta mengibaskan tangan dengan mimik sombong. "Itu jauh lebih kecil dari jatah harianku.""Oh, meski sudah dipenjara, ayahmu rupanya masih bisa memberikan jatah," sindir Romis.Aleta balas menatapnya tajam tapi mengingat ayahnya memang berada dalam bui, dia akhirnya menghela nafas mengalah. "Iya, kali ini aku tidak akan mengelak.""Tidak akan ada yang menjatahmu lagi, jadi sebaiknya kamu memanfaatkan tawaran baik dariku." Saran Romis, terkesan mendorong.Aleta diam; tampak berpikir."Jangan banyak berpikir. Aku hanya akan memberi kesempatan sekali. Setelah kamu melewatkan kesempatan ini, tidak akan ada kesempatan lain yang akan kuberikan," ujar Romis.Aleta bergumam sambil manggut-manggut dua kali."Bagaimana?" Tampak jelas ketidaksabar
Jhon dan Erik bertukar pandang. Seolah sudah direncanakan, mereka serempak mengeluarkan senjata api masing-masing dan menodongkannya ke arah Sky dan Markus.Tak mau kalah, Sky dan Markus turut mengeluarkan serta balas menodongkan senjata api masing-masing ke arah Jhon dan Erik.Pada detik yang sama, keempatnya bahkan kompak berseru, "Serahkan Aleta!"Dua kata itu pada akhirnya membuat seluruhnya menyadari satu sama lain, kalau Aleta yang dicari rupanya tidak ada di antara mereka."Di mana Aleta?" Sekali lagi mereka serempak bertanya.Karena kesal, Sky spontan melepaskan peluru ke langit tapi tak disangka peluru mengenai burung, dan kini burung itu jatuh menimpai kepala Sky sendiri.Jhon dan Erik tidak tahan menertawakan pria itu.Alhasil kekesalan Sky bertambah, hingga dengan berani dia menembakkan pelurunya ke arah Jhon tapi berhasil Jhon hindari.Prang!Peluru mengenai tong sampah. Barang berbahan dasar seng itu dibuat penyok; mengeluarkan asap."Kalian bisa sampai disini, sedang Al
Hoam!Setelah 5 jam berlalu, Aleta terbangun dari tidurnya. Dia menguap lebar seraya melirik kaca mobil.Melihat langit hitam legam sepenuhnya, Aleta sadar inilah saatnya dia bekerja seperti keinginan Romis. Namun sebelum itu, Aleta lebih dulu memakan semua makanan yang telah dibeli sore tadi, dilanjut berdandan secantik mungkin.Dalam hitungan menit, Aleta lanjut mengemudikan mobilnya secara brutal sampai-sampai Polisi mencatat plat mobil tersebut sebagai target buron.Mendekati genap 20 menit, Aleta mendadak mengerem mobilnya alhasil pengendara di belakang menyembulkan kepala; memaki-maki."Bitch! Kalau tidak bisa nyetir jalan kaki saja, sialan!"Aleta membuka kaca mobilnya tapi bukan balas menyembulkan kepala untuk memaki, melainkan mengulurkan tangan dan mengacungkan jari tengah.Hal itu membuat pengemudi yang sama naik pitam. Pengemudi itu tanpa basa-basi keluar mobilnya dengan niat melabrak Aleta. Namun, begitu langkahnya semakin dekat, Aleta malah tancap gas sekaligus membuat k
Beberapa detik setelah Haiden keluar, Aleta langsung menghampiri sasarannya!Aleta duduk menyilangkan kaki. Berkat belahan rok yang tinggi, paha mulus gadis itu terekspos di mata sasaran tersebut.Gluk! Sasarannya menelan ludah diikuti jakunnya yang naik turun seakan menahan dahaga.Aleta memanfaatkan hal ini dengan menatap sasarannya penuh gairah. "Izinkan aku bermain, Tuan!"Gluk! Sasarannya menelan ludah sekali lagi lalu mempersilahkan Aleta ikut andil dalam permainan casino mereka. "Silahkan."Aleta lekas meletakkan uangnya di atas meja.Lantaran nominalnya terlalu kecil di mata para pemain casino kelas kakap ini, nominal itu menjadi bahan lelucon mereka. "Nona! Kalau tidak punya uang tidak perlu bertaruh!""Ha ha ha, cantik tapi miskin!""Terlalu sedikit tapi kalau disandingkan dengan tubuhmu mungkin akan seimbang!"Rasanya, Aleta ingin menembak mulut mereka atau merobeknya menjadi tujuh bagian. Hanya saja, sekarang dia masih harus berakting terlihat lembut, anggun dan menggiu
Cittt!Aleta menghentikan laju mobilnya tepat di depan kantor agen bodyguard milik Romis.Berhubung sudah lewat dari pukul sebelas malam, suasana kantor telah begitu sepi bak tak berpenghuni. Hanya saja, akses utama masuk masih bisa dibuka dan sekarang Aleta melewatinya dengan langkah lebar.Ceklek! Byur!Gadis itu membuka pintu ruangan Romis tanpa aba-aba. Alhasil Romis yang tengah menyeruput kopi sembari menatap laptop, pun seketika menyemburkan kopinya."Kamu …" Penampilan Aleta sungguh jauh berbeda dari kali terakhir dia meninggalkan ruangan Romis, terutama pada bagian belahan pahanya yang nyaris menyentuh pinggul. "Mengambil pakaian di bak sampah mana kamu sampai robek-robek seperti itu?"Aleta tak memperdulikan pertanyaan Romis. Gadis itu membuka genggaman tangannya, sehingga tampak robekan dari gaunnya yang sudah berlumuran darah serta mengeluarkan bau anyir.Perasaan Romis mendadak tak enak. Jakunnya naik turun, ancang-ancang mengambil posisi melarikan diri.Seraya tersenyum
"Indonesia," ulang Aleta dengan mata menerawang."Efek obat pemberian Ayahmu seharusnya sudah hilang. Apa sekarang kamu mengingat setiap momen di sana?" tanya Jhon serius.Aleta mengedikkan bahu secara malas. "Aku malas mengingatnya kecuali ..." Dengan kalimat menggantung, gadis itu menatap dan membelai wajah Jhon begitu lembut."Tentang pertemuan kita," sambung Jhon disertai seulas senyum.Aleta balas tersenyum, tetapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus. "Asal bersamamu, kemanapun aku tidak masalah."Bunga-bunga bagai bermekaran di hati Jhon. Sudut bibirnya terangkat tinggi, dan sekali lagi dia merangkul Aleta penuh cinta.Kemudian hari berganti.Persiapan keberangkatan Jhon dan Aleta ke Indonesia telah siap keseluruhan. Guna mempermudah pelarian mereka bila mana musuh tiba-tiba menyergap, mereka sengaja tidak membawa banyak barang.Pada pukul sepuluh malam, mereka akhirnya memasuki pesawat dan duduk saling bersebelahan. Tak kurang dari sepuluh menit, pesawat terbang men
Lima jam berselang."Sudah hampir lima jam tapi Ibumu belum datang," keluh Aleta, "apakah rumahmu sejauh Arab Saudi, hah?"Jhon mendaratkan telunjuknya ke permukaan bibir gadis itu. Dan pacarnya yang bar-bar langsung membuka mulut menggigit ujung jarinya."Awh!" pekik Jhon refleks."Kalau masih lama, aku ingin tidur saja." Kesal Aleta.Jhon melirik jam tangannya pelan. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, dan seakan sudah tahu sebentar lagi Ibunya datang, pria itu langsung mengemas barang sekaligus mengambil fasilitas hotel yang boleh dibawa pulang."Apa-apaan ini?" Protes Aleta padahal dia sudah siap tidur.Jhon menjawab santai. "Siapkan dirimu, sebentar lagi Ibuku sampai."Aleta melotot kesal luar biasa. "Ya Tuhan!"Drrr! Ponsel Jhon bergetar. Setelah membaca isi pesan, pria itu tanpa komando menggandeng tangan Aleta serta membawanya keluar.Aleta pasrah mengikuti. Dan begitu mereka sampai di pelataran parkir hotel, Aleta dibuat membatu karena rupanya mobil yang digunakan Ibunya Jhon