Bibir Aleta mengembang. Bola matanya bergerak ke atas. Tidak salah lagi. Pasti gadis itu sedang memikirkan sebuah ide.
"Hum, aku sudah lama tidak mengunjungi arena tarung bebas milik ayah Beni."
"Your mean, your father?"
"Siapa lagi ayah Beni? Aku? Ck, tidak sudi," jawabnya merotasikan mata.
Jhon mengulas senyum. Ia suka cara Aleta merotasikan mata. "Dan kau ingin datang ke sana?"
"Tentu saja, dan lagi biasanya Sky suka ikut serta. Kau bisa mengambil kesempatan ini," sar
"Tidak semudah itu, Sky!"Sudut bibir Sky terangkat sinis. Seseorang sejenis dirinya mana mau dikalahkan oleh Jhon, yang ja anggap pria rendahan dan antah berantah."Jangan harap bisa lolos dariku, Jhon Christy." Tekan Sky kemudian melingkarkan kaki kanannya ke kaki kiri Jhon. Dari gerakan itu, Sky mendorong bagian belakang lutut Jhon. Membuat kaki Jhon bertekuk sehingga posisi tubuhnya sedikit membungkuk dan Sky memelintir tangan pria itu ke belakang juga.KrekkkSaking kuatnya pelintiran tangan Sky. Tulang sendi Jhon seolah akan patah. Pria itu meringis keci
"Bodoh!" Hardik Lousion. "Bagaimana bisa kau kalah dari seorang darah asing seperti keparat itu, hah?" Lanjutnya, menyudutkan Sky.Sky hanya mampu tertunduk. Jangankan menatap, membalas hardikan sang ayah pun ia tidak berani meskipun dalam hatinya ia ingin sekali melawan pria berdarah Rusia murni itu.Lousion mengusap kasar rambutnya ke belakang. Dan ia melihat bingkai foto mendiang sang istri. Di dalam foto tatapan mendiang istrinya persis seperti tatapan Aleta. Namun, mendiang istri memiliki sedikit kehangatan untuk Lousion sehingga pria itu masih amat sangat mencintai istrinya hingga detik ini."Lihat, kau lihat, wanita yang telah berbaik hati me
"Akh!"Sebuah benda berat seakan menghantam kepala Aleta. Pening menjalari otak berisi rencana pembunuhan itu. Langkahnya terhenti. Ia berdiri memukul-mukul kepalanya."Hei, ada apa?" Tanya Jhon, lembut tapi khawatir. Jhon tarik tangan Aleta. "Jangan dipukul begitu, kau bisa gila dan saat kau gila dunia akan damai.""Damn!" Umpat Aleta disertai mata melotot."Bercanda, mana mungkin dunia damai, yang ada malah kacau balau termasuk dunia ku."Receh sekali gombalan Jhon. Setidaknya mampu mengukir senyum tipis pada wajah Aleta. Meskipun senyum itu cepat menghilang karena sakit mendera bagai ditusuk.
Spontan kerumunan di depan jhon membelah. Memberi cukup celah untuk Jhon lintasi."Jhon celana mu!" Bisik Aleta nyaris mencium daun telinga Jhon Christy.Rahang Sky mengeras. Amarahnya meluap-luap. Ia semakin tak sabar menghabisi Jhon. Lantas, melempar mayatnya ke hadapan Romis."Aku tidak pakai kolor. Kalau ku lepas artinya aku hanya menggunakan segitiga bermuda," tukas Jhon."Oh, burung mu bisa jadi kabur ke arah ku," tanbah Aleta, menggoda.Percakapan membisik mereka
Suara Aleta barusan begitu jelas. Gadis itu berteriak. Tidak mungkin ia dalam keadaan baik-baik saja. Terlebih sekarang ia tidak ada di sini. Jhon kalang kabut mencari sosoknya.Ia membelah kerumunan. Melihat satu persatu wajah mereka. Mengedar ke segala sudut, dan Aleta memang tidak ada."Oh, shit!" Jhon menarik kasar rambutnya. Arah mata pria itu tertuju pada pintu besi_akses.Ia bergegas membuka pintu. Menyusuri lorong gelap seperti tadi. Namun, sial sosok Aleta tidak juga ia temukan."Suaranya bisa terdengar. Artinya bukan di sini."Jhon kembali masuk. Ia lihat di beberapa titik ada pintu-pintu lain.
"Tadi sangat seru, pandangan ku seolah menembus awan hitam di sana," ucapnya seraya mengangkat jari ke udara. Menunjuk langit hitam legam tiada bintang.GrrrSi Hulk menggeram. Deretan giginya bagai taring singa, siap melahap. Aleta terkekeh, mentertawakan pria bertubuh besar itu."Haiden! Anjingmu ini payah sekali," ejek Aleta.Haiden membuang puntung rokok miliknya. Secepat kilat ia merogoh dada lalu mengeluarkan senjata api, dan dilempar ke arah si Hulk.Sigap hulk ta
Lalu, Aleta merobek sedikit ujung gaunnya. Bermodalkan robekan kain itu, ia mencomot potongan burung elang milik si Hulk, yang tergeletak di permukaan tanah.Ia meringis, jijik tapi anehnya ia tetap mengambil bagian masa depan si Hulk itu. Ia pertontonkan burung elang tersebut kepada Haiden."Lihat ini baik-baik, Haiden! Apa menurutmu ini kurang berotot, besar atau kurang panjang?"Melihat benda panjang berurat berlumuran darah itu. Mendadak kekuatan Haiden seolah runtuh. Rasa ngilu menjalari tubuhnya. Terutama pada bagian selangkangan. Lantas, Haiden bersimpuh duduk.
Hai, hai. Apa kabar kalian? Tiga hari Othor engga up, kalian rindu, kah? Rindu, dong. Masa engga, sih. WkwkJangan resah babe. Hari ini Othor bakalan up dua bab. Panteng terus, yawww. Love you all❤️_______"Anak pungut? Sky anak pungut?"Sepaham Aleta. Sky betul kakaknya meskipun ia sendiri tidak tau, Sky kakak kandung atau bukan. Sky dan Aleta hidup berdampingan sejak kecil."Mungkin saatnya kau tau," jawab Jhon.Aleta mengerutkan kening. Ia menggaruk kepalanya keheranan."Kita keluar dulu. Aku akan mengungkap beberapa hal, yang mungkin kau
Dorrr!Tarr!Peluru berdesing. Kaca belakang mobil Jhon pecah. Meski serpihan kaca tidak lari ke depan tapi Jhon reflek melindungi Aleta dengan satu tangannya, sedang tangan lain tetap memegang kendali setir."Kamu tidak terluka, hah?" Jhon bertanya khawatir.Aleta melihat ke depan. "Fokus saja ke depan! Biar aku yang menghadapi mereka!"Jhon tak yakin tapi dia tahu Aleta tak bisa diremehkan. "Jika merasa tak aman, kamu harus segera sembunyi!"Aleta seolah tak menghiraukan. Gadis yang beberapa jam lalu mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan Pendeta, Jhon dan banyak orang itu, kini mengeluarkan senjata api dari saku jok lalu berpindah ke belakang walau sulit sekalipun."Dua mobil!" seru Aleta.Jhon melirik kaca spion. Dia yakin mobil paling depan ditumpangi Sky dan Markus, sedang mobil di belakangnya mungkin anak buah Sky.Dorrr!Tak mau kalah, melalui celah pecahan kaca mobil, Aleta menembakkan senjata apinya.Tarrr!Bidikkan Aleta berhasil menembus kaca mobil depan mobil yang d
Waktu bergulir.Jhon berhasil membujuk Ibunya segera pergi dari acara pernikahan anak temannya itu usai dirinya berbohong jadi tak sabar ingin menikah juga.Ibunya sangat senang, hingga sepulang dari sana mereka langsung mampir ke kantor catatan sipil guna mendaftarkan pernikahan Jhon bersama Aleta minggu depan.Lebih bagus lagi, Jhon berhasil merayu Ibunya tidak pergi ke pasar karena jika wanita itu sudah pergi ke pasar maka kaki Jhon bisa dibuat bergetar saking lelahnya berkeliling.Sekarang mereka berada di rumah.Ibunya Jhon menikmati secangkir teh di lantai dua yang berhadapan dengan bukit-bukit, sedang Jhon bersama Aleta berhadap-hadapan secara serius."Mereka dalam perjalanan ke sini," ungkap Jhon sungguh-sungguh.Aleta mengangguk tak kalah serius. "Lalu bagaimana?""Kedatangan mereka pasti akan membuat kekacauan," tebak Jhon, "jadi kita harus pergi dari sini setelah menikah nanti."Aleta mengangguk sekali lagi. "Setuju!""Kamu punya tempat rekomendasi?""Moskow," jawab Aleta m
Aleta dan Jhon duduk berdampingan di salah satu kursi tamu.Kebingungan tampak jelas di mata Aleta, sedang di mata Jhon hanya ada perasaan campur aduk yang bisa saja membuatnya mencekik siapapun.Ibu pria itu tidak duduk bersama mereka tapi bergabung dengan Ibu-ibu lain untuk bergosip dan tertawa renyah tanpa beban."Bisa-bisanya anak sebesar diriku dibawa kondangan!" geram Jhon tertahan.Aleta menoleh bertanya. "Kondangan itu apa?""Mendatangi hajat orang lain. Contohnya seperti ini. Kita datang sebagai tamu yang menyaksikan pernikahan mereka," jawab Jhon.Aleta manggut-manggut. "Kalau begitu, aku juga pernah kondangan.""Kapan?" tanya Jhon balik."Sudah lama, jauh dari Moskow.""Apa seperti ini?" tanya Jhon lagi.Aleta mengedarkan pandangan lalu menggeleng samar. "Tidak ada pisang sebanyak itu."Jhon mengarahkan pandangannya pada pisang dua tundun yang menempel pada tiang-tiang akses masuk Pendopo."Tidak ada tumpukan makanan yang berjajar seperti itu, tidak ada toples cemilan dan a
Hap!Tangan Jhon sigap menangkap. Dan tak mau menunggu celurit lain datang, Jhon langsung melarikan diri ke kamarnya.Brak!Tepat setelah pintu tertutup, ujung celurit berhasil menembus pintu kayu kamar Jhon dan itu hampir saja mengenai kakinya kalau dia tidak segera melompat."Ya Tuhan, baru ditinggal beberapa bulan bar-barnya semakin mengerikan!""Jhon! Keluar!" teriak Ibunya.Jhon berlari melompati tempat tidur lalu buru-buru membuka lemari. Dia menggeledah seluruh isinya sampai menemukan set pakaian anti benda tajam yang dulu digunakan sebagai perlindungan ekstra.Sekarang set pakaian itu kembali dipakai lantas Jhon membuka pintu kamar sebelum pintunya rusak akibat serangan Ibunya."Cukup!" teriak Jhon setengah emosi, "pintu kamarku bisa ganti tujuh kali nanti!"Ibunya masih berdiri di tempat. Dengan seringai lebar, dia mengisyaratkan Jhon naik maka Jhon pun mengikuti."Lumayan," ucap Ibunya sambil memperhatikan Jhon dari ujung ke ujung."Di sana aku bekerja sebagai Bodyguard. Har
Jhon menarik Ibunya masuk. Sambil sesekali melihat ke luar, pria itu memprotes wanita tersebut. "Apa-apaan Ibu ini!"Ibunya menanggapi dengan santai. "Aleta bilang kalian sudah tidur bersama, tentu menikah cepat adalah jalan terbaik."Jhon melotot ternganga. Pria itu tak menyangka Aleta bisa berkata terang-terangan seperti yang diakui Ibunya."Gadis itu tidak bohong, bukan? Kamu dan dia sudah …" Ibunya sengaja menggantung kalimat sambil mengisyaratkan sesuatu.Karena sudah terlanjur diketahui, Jhon pun tak mengelak meski sebenarnya sangat malu. "Iy–a, itu ben–ar tapi pernikahan kita tidak bisa secepat itu, Ibu!"Ibunya menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri. "Tidak bisa, Jhon! Kamu sudah merenggut kesuciannya jadi kamu harus sesegera mungkin menikahi Aleta.""Bu!""Ingat, Jhon! Kamu ini tinggal di Indonesia. Adatmu disini jangan disamakan dengan negara di luaran sana!" Marah Ibunya. "Masih syukur Ibu tidak memukulmu!"Jhon tahu maksud ibunya namun dia tetap tak bisa menerima
Lima jam berselang."Sudah hampir lima jam tapi Ibumu belum datang," keluh Aleta, "apakah rumahmu sejauh Arab Saudi, hah?"Jhon mendaratkan telunjuknya ke permukaan bibir gadis itu. Dan pacarnya yang bar-bar langsung membuka mulut menggigit ujung jarinya."Awh!" pekik Jhon refleks."Kalau masih lama, aku ingin tidur saja." Kesal Aleta.Jhon melirik jam tangannya pelan. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, dan seakan sudah tahu sebentar lagi Ibunya datang, pria itu langsung mengemas barang sekaligus mengambil fasilitas hotel yang boleh dibawa pulang."Apa-apaan ini?" Protes Aleta padahal dia sudah siap tidur.Jhon menjawab santai. "Siapkan dirimu, sebentar lagi Ibuku sampai."Aleta melotot kesal luar biasa. "Ya Tuhan!"Drrr! Ponsel Jhon bergetar. Setelah membaca isi pesan, pria itu tanpa komando menggandeng tangan Aleta serta membawanya keluar.Aleta pasrah mengikuti. Dan begitu mereka sampai di pelataran parkir hotel, Aleta dibuat membatu karena rupanya mobil yang digunakan Ibunya Jhon
"Indonesia," ulang Aleta dengan mata menerawang."Efek obat pemberian Ayahmu seharusnya sudah hilang. Apa sekarang kamu mengingat setiap momen di sana?" tanya Jhon serius.Aleta mengedikkan bahu secara malas. "Aku malas mengingatnya kecuali ..." Dengan kalimat menggantung, gadis itu menatap dan membelai wajah Jhon begitu lembut."Tentang pertemuan kita," sambung Jhon disertai seulas senyum.Aleta balas tersenyum, tetapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus. "Asal bersamamu, kemanapun aku tidak masalah."Bunga-bunga bagai bermekaran di hati Jhon. Sudut bibirnya terangkat tinggi, dan sekali lagi dia merangkul Aleta penuh cinta.Kemudian hari berganti.Persiapan keberangkatan Jhon dan Aleta ke Indonesia telah siap keseluruhan. Guna mempermudah pelarian mereka bila mana musuh tiba-tiba menyergap, mereka sengaja tidak membawa banyak barang.Pada pukul sepuluh malam, mereka akhirnya memasuki pesawat dan duduk saling bersebelahan. Tak kurang dari sepuluh menit, pesawat terbang men
Cittt!Aleta menghentikan laju mobilnya tepat di depan kantor agen bodyguard milik Romis.Berhubung sudah lewat dari pukul sebelas malam, suasana kantor telah begitu sepi bak tak berpenghuni. Hanya saja, akses utama masuk masih bisa dibuka dan sekarang Aleta melewatinya dengan langkah lebar.Ceklek! Byur!Gadis itu membuka pintu ruangan Romis tanpa aba-aba. Alhasil Romis yang tengah menyeruput kopi sembari menatap laptop, pun seketika menyemburkan kopinya."Kamu …" Penampilan Aleta sungguh jauh berbeda dari kali terakhir dia meninggalkan ruangan Romis, terutama pada bagian belahan pahanya yang nyaris menyentuh pinggul. "Mengambil pakaian di bak sampah mana kamu sampai robek-robek seperti itu?"Aleta tak memperdulikan pertanyaan Romis. Gadis itu membuka genggaman tangannya, sehingga tampak robekan dari gaunnya yang sudah berlumuran darah serta mengeluarkan bau anyir.Perasaan Romis mendadak tak enak. Jakunnya naik turun, ancang-ancang mengambil posisi melarikan diri.Seraya tersenyum
Beberapa detik setelah Haiden keluar, Aleta langsung menghampiri sasarannya!Aleta duduk menyilangkan kaki. Berkat belahan rok yang tinggi, paha mulus gadis itu terekspos di mata sasaran tersebut.Gluk! Sasarannya menelan ludah diikuti jakunnya yang naik turun seakan menahan dahaga.Aleta memanfaatkan hal ini dengan menatap sasarannya penuh gairah. "Izinkan aku bermain, Tuan!"Gluk! Sasarannya menelan ludah sekali lagi lalu mempersilahkan Aleta ikut andil dalam permainan casino mereka. "Silahkan."Aleta lekas meletakkan uangnya di atas meja.Lantaran nominalnya terlalu kecil di mata para pemain casino kelas kakap ini, nominal itu menjadi bahan lelucon mereka. "Nona! Kalau tidak punya uang tidak perlu bertaruh!""Ha ha ha, cantik tapi miskin!""Terlalu sedikit tapi kalau disandingkan dengan tubuhmu mungkin akan seimbang!"Rasanya, Aleta ingin menembak mulut mereka atau merobeknya menjadi tujuh bagian. Hanya saja, sekarang dia masih harus berakting terlihat lembut, anggun dan menggiu