Dari awal, Elena tahu pernikahannya dengan Jack bukanlah pernikahan impiannya. Mereka sama-sama tidak memiliki niat untuk terlibat satu sama lain jika saja tidak ada skandal itu.Elena menginginkan pernikahan dengan pria yang benar-benar tulus mencintainya, yang menerimanya apa adanya. Bukan pernikahan karena adanya janin di perutnya dan ia berada dalam bayang-bayang wanita lain.Sekuat tenaga ia menahan cairan di matanya yang tiba-tiba muncul di saat yang tidak tepat. Wanita itu, wanita yang memakai pakaian tertutup dari ujung kepala sampai kaki, adalah wanita yang disebut oleh Jack ketika malam laknat itu terjadi.Bahkan ketika wanita itu tidak menampakkan rambutnya sama sekali dan menutupinya dengan kain, kecantikan wanita itu benar-benar paripurna. Ia langsung merasa tidak percaya diri. Foto di salah satu kamar di mansion Jack bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan wajah asli wanita di hadapannya ini. Ia sekarang tahu kenapa Jack tidak bisa melupakan wanita ini, bahkan k
"Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Kudengar kau sedang menangani kasus besar.""Aku sedang kacau. Hotelmu semakin maju saja. Tumben kau makan siang di ruanganmu?""Sedang ingin saja. Kau mau?""Ah, aku baru saja makan siang dengan Claire di bawah."Elena mendengarkan percakapan Leo dan Jack dari kamar yang cukup untuk menampung satu ranjang di ruangan Leo. Ia beralasan ingin tidur sejenak dan meminta Leo untuk tidak mengatakan keberadaannya pada temannya itu."Kenapa kau masih sempat-sempatnya menemui Claire padahal kau sangat sibuk? Bukankah kalian baru saja menangkap komplotan mereka? Beritanya heboh di TV.""Aku ke sini setelah Claire menghubungiku ingin bertemu."Hening setelah itu. Elena merasakan nyeri itu kembali datang. Posisi Claire masihlah utama di hati pria itu. Kenapa bisa-bisanya ia berpikir bahwa Jack mulai memiliki rasa padanya hanya karena apa yang terjadi di antara mereka?"Bro, kenapa kau masih memprioritaskan dia? Dia sudah menikah. Jangan la
"Kenapa matamu bengkak?"Alan benar-benar terkejut ketika mendapati wajah adiknya yang terlihat kacau. Mata merah dan bengkak, hidung merah, dan bibir sedikit bengkak. Tanda bahwa wanita itu menangis dalam waktu yang lama."Hanya sedang tidak enak badan karena perutku terus mual," jawab Elena tak acuh sambil melenggang masuk ke dalam apartemennya.Ia sempat mengintip dua bodyguard yang berdiri di kiri-kanan pintu apartemennya. Mengedikkan bahu, ia menutup pintu dan menyusul adiknya yang kini tengah menikmati sekotak es krim."Bagaimana kondisi perusahaan?" tanya Elena di sela-sela kegiatannya menikmati es krim seperti orang kelaparan."Kacau. Pemegang saham mendesak untuk segera dilakukan rapat darurat. Bella mengacau semuanya dan harga saham menjadi anjlok. Apalagi videonya yang viral ketika bersamamu di mall, dampaknya meluas.""Kenapa kau membiarkannya?" tanya Elena dengan wajah heran."Aku memang sengaja membiarkannya melambung tinggi agar dia mengira bahwa dia bisa semena-mena. S
Jack menatap Elena yang hanya mengenakan kemejanya karena gaunnya tadi basah. Ia menelan ludahnya, melihat bagaimana wanita itu mampu membuatnya terpaku.Acara mandinya yang kemalaman tadi harus bertahan lebih lama lagi karena Elena mulai berani. Sekuat tenaga ia menahan diri untuk tidak menghabiskan wanita itu saat itu juga."Kata dokter, kehamilan yang masih muda sangatlah rawan. Jadi kau harus lebih bersabar lagi," bisik perempuan itu ketika ia hampir menuntaskan hasrat yang sengaja dibangunkan oleh tangan lembut itu.Jadilah ia hanya bisa puas dengan servis perempuan itu yang berlutut di hadapannya."Kau mau teh hangat?" Perkataan Elena membuat matanya mengerjap. Ia heran kenapa dengan mudahnya melupakan segalanya ketika sudah berada di sekitar wanita ini. Seharusnya ia masih memikirkan Claire."Sini, rasanya enak loh. Setelah mandi, minum teh hangat, rasanya benar-benar nikmat," ucap wanita itu sambil menarik tangannya untuk duduk di sofa.Tangannya menerima cangkir berisi teh b
"Aku mencintaimu, Rose."Wanita itu berdiri dengan menumpukan beban tubuhnya pada kaki kiri dan sebelah tangan berkacak pinggang. Bibirnya tersenyum miring."Benarkah?"Dengan anggun Rose mendekatinya dan meraba dadanya. "Kau mencintai aku karena apa?""Semuanya. Aku mencintaimu karena dirimu."Wanita itu malah tertawa terbahak-bahak. Pandangan yang semula menggoda tiba-tiba berubah menjadi dingin. Senyuman di bibir itu menghilang sepenuhnya."Kau bisa mencintai kami? Kau mencintaiku yang suka menyiksa orang? Aku bahkan bisa mematahkan kakimu di saat kau terlelap."Ia langsung mundur ketika Rose tidak lagi bertingkah manja dan genit seperti tadi, tetapi menjelma menjadi seorang psikopat. Bibirnya menyeringai dan tangan kanannya mengacungkan sebilah pedang."Aku tidak yakin kau mampu hidup dengan tenang selama ada aku."Pedang terayun dan ia berteriak kencang karena kakinya seperti terpaku pada bumi yang dipijaknya. Ia memejamkan mata dan menantikan rasa sakit itu datang. Namun, ternya
"Sampai kapan kita akan terus berada di mobil?" tanya Jack setelah dua puluh menit berlalu semenjak mereka sampai di tempat parkir Greenlake Corporation."Aku masih mau di sini bersamamu," rengek Elena sambil memeluk tubuhnya dengan erat.Wanita itu membelitnya seperti ular. Duduk di atas pangkuannya dan sesekali mengendus lehernya, membuatnya berkali-kali menggeram."Elena, tolong jangan begini," mohonnya dengan kedua tangan terkepal.Wanita itu mendongak. Meskipun Elena termasuk tinggi untuk ukuran perempuan, tapi dia terlihat mungil jika dibandingkan dengannya. Jack memiliki tinggi hampir 2 meter, dan dia selalu menarik perhatian dimana saja dia berada."Janji akan mengajakku jalan-jalan setelah ini?" pinta wanita itu dengan mata melebar.Ia menghela nafas panjang. Mungkin kehamilan bisa mengubah sifat perempuan itu menjadi manja. "Ya, tentu saja."Setelah menjawab pertanyaan itu, Elena langsung membuka pintu mobil dan turun dengan santainya. Mengabaikan kondisinya yang tidak aman.
"Ada Nona Isabella Woods juga yang berteriak-teriak memaksa untuk masuk ke gedung ini," tambah wanita yang merupakan direktur HRD itu sambil meremas kedua tangannya.Elena mengangguk dengan ekspresi tenang, sama sekali tidak terlihat panik. Jack benar-benar semakin kagum pada wanita itu. Biasanya wanita akan heboh terlebih dulu jika sudah berhadapan dengan polisi."Panggil Diana dan Maurice dari divisi keuangan beserta Direktur Keuangan. Keluarkan surat pemecatan untuk dua orang itu dan Isabella Woods," perintah Elena dengan tegas.Wanita itu memasuki ruangan yang bertuliskan CEO di atas pintu dan menelepon Alan untuk segera datang ke ruangannya."Haruskah aku menyuruh polisi itu untuk datang ke sini?" tawar Jack sambil berdiri di sebelah kursi Elena.Tanpa diduga, tiba-tiba kerah jasnya ditarik dan ia hampir saja jatuh jika saja kedua tangannya tidak langsung bertumpu pada kedua sisi meja.Wanita itu menciumnya dengan liar sambil duduk di atas meja, mengabaikan dokumen-dokumen yang b
"Alan, segera urus kasus Diana dan Maurice sekarang juga dan pecat mereka. Jangan biarkan tikus-tikus itu terus menggerogoti perusahaan. Masukkan nama mereka ke dalam blacklist. Libatkan Direktur Keuangan dalam masalah ini. Dia harus tahu bagaimana kualitas kinerjanya," perintah Elena ketika baru saja keluar dari lift.Pria itu mengangguk dan langsung menuju ke lift sambil membawa dokumen tebal di tangannya. Jack heran dengan hubungan kakak-beradik itu yang begitu profesional. Seolah-olah mereka adalah orang asing ketika sudah dalam mode bekerja."Kau... Siapa namamu? Dari divisi mana?" tanya Elena setelah mereka masuk ke ruangan."Nama saya Lana. Saya dari divisi keuangan, Nona Pierce," jawab wanita itu sambil menunduk.Sebagai orang yang sudah lama menghadapi berbagai macam karakter manusia, Jack melihat ada yang janggal dari perempuan itu. Lana bukanlah perempuan yang asli culun. Sama seperti Elena."Baik. Jadi apa yang ingin kau ceritakan padaku mengenai Thomas Pierce?" tanya Elen
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk