“Saya tidak membunuh anak itu!” Wanita paruh baya berambut cepak dengan luka di wajahnya itu kembali menegaskan. “Saya benar-benar tidak membunuh anak itu.”
Suasana persidangan kembali meriuh. Semua orang tak percaya dengan ucapan wanita iblis itu. Bagaimana mungkin ia tak membunuhnya saat pisau berlumur darah ditemukan di saku jaketnya? Dan lagi DNA Wine -gadis berusia 6 tahun yang menjadi korban kasus pembunuhan ibunya sendiri- ditemukan di pisau tersebut.“Semua bukti telah mengarah padamu. Bagaimana mungkin kamu mengelaknya?” Sambar jaksa penuntut yang biasa dipanggil Sarah. “Kamu tahu sendiri apa akibatnya menyembunyikan fakta atau berbohong selama sidang berlangsung.”“Hanya pisau itu? Aku ibunya! Aku tak tega melihatnya kesakitan. Karena itu aku mencabut pisau yang menancap di perut Wine.” Ujar Laura mencoba membela dirinya.“Lalu mengapa harus di saku jaketmu?” Sarah masih bersikeras. Ia yakin betul jika Laura adalah pembunuh Wine.Dirasa suasana tak lagi kondusif, hakim ketua mengetuk palunya. Berusaha menghentikan segala dialog yang memenuhi ruang persidangan.“Persidangan pertama diakhiri disini. Jadwal persidangan kedua untuk kasus nomor 27/5/NY/2020 akan dilaksanakan pekan depan pada tanggal 3 Juni 2020” Hakim mengakhiri persidangan dan melipir ke luar ruangan, selanjutnya diikuti seluruh audience persidangan yang melangkah menuju luar ruang.***3 hari sebelum persidangan.Sarah terduduk di kursi kerjanya. Memfokuskan matanya pada layar televisi yang sedang menyiarkan berita eksklusif. Dalam tayangannya, stasiun TV terpopuler di Amerika itu memberitakan tentang kasus pembunuhan di jalanan New York yang menewaskan gadis kecil berusia 6 tahun.“Perlakuan orang tua semakin menakutkan saja.” Bulu kuduk Sarah merinding. Seakan ia melihat bagaimana gadis kecil itu menderita dalam detik terakhir hidupnya.“Makin bejad ya, Sar!” Sambar Anna -sahabat terdekat dari Sarah- tiba-tiba dari arah pintu.“Kamu bisa nggak sih ketuk pintu dulu sebelum masuk? Ini lagi, main nyamber aja. Bikin kaget tahu?!” Kata Sarah kesal.“Hehe… maaf deh! Ini aku mau ngasih Kamu berkas kasus persidangan kemarin. Kata Pak Delon harus diselesaikan malam ini.” Anna menyampaikan seluruh informasi yang diberikan atasannya itu pada Sarah. “Oh iya, satu lagi! Pak Delon minta kamu yang jadi jaksa penuntut untuk kasus Wine.”“Wine? Wine yang itu?” Sarah menunjuk siaran berita yang masih muncul di layar TV itu.“Yap! Kata Pak Delon, kamu adalah orang yang paling tepat untuk kasus ini. Kamu kan sudah banyak menyelesaikan kasus serupa dengan rapi. Pasti yang satu ini juga gampang!”“Nanti aku coba cek berkasnya dulu. Aku nggak mau menggampangkan kasus besar seperti ini.”“Okay. Eh, by the way nanti malam kamu temani aku ke Casw Bar ya? Aku abis putus sama Robert, butuh hiburan nih!” pinta Anne dengan tangan memohon.“Kamu putus dengan Robert? Kenapa? Sejak Kapan?”“Nanti aku ceritain detailnya. Sekarang aku harus menyelesaikan beberapa berkas terlebih dahulu. Bye, Sar!” Anne berpamitan dan langsung melengos keluar dari ruangan Sarah.***Meski tidak terlalu berharap, suasana bar malam ini benar-benar membuat Sarah hanyut. Iringan musik yang apik dipadukan dengan red wine yang nikmat benar-benar membuat siapa pun akan merasa senang dibuatnya.1 gelas, 2 gelas, 3 gelas diteguknya tanpa jeda. Jika dilihat-lihat, malah Sarah yang terlihat seperti orang yang sedang patah hati dan bukannya Anna.“Woy! Yang harusnya banyak minum itu aku kali, Sar. Kok malah jadi kamu yang mabuk?” Protes Anna pada Sarah yang dinilainya sudah cukup mabuk.“Ah! Maaf, tanpa sengaja aku malah terhanyut dalam suasana.” dasarnya tak bisa minum, Sarah merasakan kepalanya pusing, pun merasa mual. “Aku ke toilet sebentar, ya! Mual banget.”“Huuu… dasar pemabuk amatir!” Ledek Anna.Baru 5 langkah Sarah menjejakkan kakinya dari tempatnya duduk bersama Anna, Ia menabrak seseorang di depannya. “Hoekk..” Sarah berusaha menutupi mulutnya dengan tangan kanannya. Tapi apa daya, tubuhnya tak mengizinkan itu. Sesaat kemudian, seluruh isi perut Sarah yang susah payah ia penuhi sedari sore tadi keluar.Apes, Sarah malah muntah di baju pria yang ditabraknya. Pria itu mendengus kesal. Apa ini?“Maaf. Aku tidak sengaja. Aduh! Bagaimana ini?! Bajumu kotor terkena muntahan!” Merasa panik, Sarah berusaha membersihkan pakaian pria itu dengan lengan pakaiannya.Sarah menengok kebelakang, mencari Anna untuk membantunya dalam situasi ini. “Go Up!” Tak seperti harapannya Anna hanya memberikan isyarat padanya untuk naik ke atas.“Mau naik ke atas? Aku akan bertanggung jawab atas pakaianmu.” ujar Sarah dengan nada penyesalan.Tanpa mengucap sepatah katapun, pria itu menarik tangan Sarah dan menuntunnya ke tangga yang terletak di ujung bar. Keduanya kemudian menaiki anak tangga satu demi satu. Meski masih merasa pusing dengan perut yang tidak nyaman, Sarah berusaha untuk tetap awas. Dia harus sadar saat bersama pria asing bukan?Sampailah mereka di depan pintu suatu ruangan. “Lantai ini hanya punya satu ruangan? Hebat sekali pemiliknya bisa menyewa seluruh lantai hanya untuk 1 ruang toilet.” gumam Sarah.Pria itu membuka pintu ruang itu. Ia kembali menarik tangan Sarah untuk masuk ke dalam.Betapa terkejutnya Sarah ketika mendapati ruang yang ia masuki bukanlah sebuah Toilet, melainkan kamar president suit dengan king bed size dan sofa kulit asli di salah sisi ruangannya. Interiornya luar biasa, tapi mengapa Anna menyarankan tempat ini?“Bam.” hanya satu kata itu yang keluar dari mulut pria itu. “Panggil saja Bam.”“Aku Sarah.” Sarah tak tahu apa yang harus ia katakan sebagai respon selain menyebutkan namanya.“Aku tahu.” Jawabnya ketus sembari melempar asal kemeja yang kotor itu ke sembarang arah.“Bagaimana bisa?” tanya Sarah kebingungan.“Wahhh… jadi begini caramu hidup?” Bam membuat ekspresi terkejut sekaligus tak percaya. “Kamu sungguh diluar dugaanku.”“Bisakah kamu katakan saja bagaimana kita bertemu? Jangan berbelit-belit.” Jawab Sarah ketus. Ia masih memegangi kepalanya yang terasa berat akibat mabuk alkohol.“Bisakah aku mengatakannya begitu saja? Sungguh! Aku benar-benar kecewa padamu. Padahal kita pernah menghabiskan malam bersama.”“Apa maksudmu?” Sarah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“I’am your one night stand.” Bam menanggapi kebingungan Sarah dengan ekspresi serius. Bagaimana bisa dia mengatakan itu dengan begitu mudahnya.Waktu itu, hujan turun dengan sendu. Sarah baru saja ditinggalkan oleh kekasihnya yang lebih memilih orang lain untuk bersanding di pelaminan. Dengan rasa kecewa yang meluap-luap, ia mengunjungi Nightclub dan minum hingga mabuk.Sarah ingat dia terbangun bersama seorang pria. Tapi ia tak tahu betul siapa pria yang bersamanya di malam itu. Kala itu, Sarah hanya melihat punggung kekarnya saja. Karena setelah pria itu bangun, ia bergegas pergi dan tak kembali lagi.Kalau dipikir-pikir, postur punggung kekasih 1 malam dengan pria yang ada di depannya ini sangat mirip. Mungkinkah Bam adalah pria itu?“Apa katamu barusan?” Mata sarah terbelalak. Berusaha mencerna kalimat yang diucapkan Bam.“Perlu kuulangi? I-am-your-one-night-stand!” Tegas Bam.“Huh!” Sarah mendengus tak percaya. “Jadi pria yang pergi tanpa pamit itu kau?! Aku tak percaya akhirnya bisa bertemu dan melihat wajah pria yang menghabiskan malamnya bersamaku. Hari ini benar-benar penuh kejutan!”Sarah membalikkan badannya. Melangkah pergi menuju pintu. Namun langkahnya itu tercekat seketika Bam mengucapkan, “Bukankah kamu akan bertanggung jawab atas pakaianku? Aku tak bisa keluar dari sini tanpa mengenakan baju, kan?”“Pakai saja apapun yang bisa kamu temui disini. Pikiranku tambah kacau setelah mendengar ocehanmu. Aku ingin pulang.”Bam memeluk Sarah dari arah belakang. Tak tahu sejak kapan ia berdiri tepat di belakang gadis ini. Ia memeluknya dengan sangat erat. “Tentu saja kamu tidak bisa pergi begitu saja setelah apa yang kamu lakukan, bukan?” Bisik Bam dengan suara maskulinnya. “Malam ini, sekali lagi, kamu akan jadi milikku.”Sarah tak banyak bergerak, masih mematung tak percaya dengan apa yang sedang terjadi padanya. Apa salahnya pada kehidupan sebelumnya hingga ia menemui pria gila ini?“Tidakkah kamu sedikit kasar dengan tidak memberikan respon apapun padaku? Kukira kamu adalah jaksa profesional yang akan memperlakukan siapapun dengan sopan.” Bam, sekali lagi, mencoba memprovokasi Sarah.“Kamu benar-benar kasar,” timpal Bam yang kemudian melonggarkan pelukannya. “Jika tidak bisa menyukaiku, setidaknya bersikap baik lah pada kerabat orang yang sudah kamu jebloskan ke dalam penjara.”“Apa maksudmu? Siapa orang yang kamu maksud?” Untuk pertama kalinya setelah sekian lama diam, Sarah mengeluarkan suaranya.Semburat senyum tipis terlukis di wajah tampan Bam, “Pergilah. Aku tidak ingin melanjutkannya lagi.”Sarah membalikkan tubuhnya, menatap pria kekar di hadapannya. Ia dengan jelas menunjukkan ekspresi bertanya-tanya. &ld
Hari persidangan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Sebenarnya, tidak ada ungkapan lain yang bisa menggambarkan situasi saat ini selain ‘mencekam’ dan ‘menegangkan’.Kasus pembunuhan Wine banyak menarik perhatian masyarakat New York, bahkan seluruh dunia. Hampir setiap saluran televisi yang dapat diakses secara internasional memberitakan tragedi pilu tersebut.Banyak orang berjejer di luar persidangan. Termasuk pula para wartawan dengan kamera dan notesnya. Hanya untuk melihat sosok ibu berhati dingin yang tega membunuh anaknya sendiri. Mereka seakan ingin menerkam iblis yang sedang menunggu putusan hakim di dalam ruang sidang.Tak lama berselang, pengacara pembela dari Laura Blanchard keluar. Para wartawan yang sedari tadi memang sudah menunggu buruannya pun langsung menyerbu.“Bagaimana hasil persidangannya? Apakah Laura akan dijatuhi hukuman mati?” Ungkap salah seorang wartawan.“Apakah Laura menerima balasan yan
15 September 2011 menjadi momen paling menggemparkan bagi masyarakat Amerika. Pesohor Tony Amagama tertangkap melakukan kejahatan bisnis yang menuntunnya pada tuntutan hukum.“Saya tidak bisa melakukannya. Saya masih belum mampu untuk menangani kasus besar seperti ini.” Tutur seorang wanita cantik berkacamata itu, Sarah.“Ini adalah momen yang sangat tepat untuk mengukir namamu sebagai jaksa kompeten. Kamu sadar akan hal ini, kan? Aku nggak mau kamu lepasin kesempatan emas ini begitu saja, Sar. Aku rasa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menyelesaikan kasus ini.” Jelas Niall yang kala itu masih menjabat sebagai atasan, sekaligus kekasih rahasia Sarah.“Tapi aku masih pemula!”“Bahkan seorang ahli pun harus menjadi pemula terlebih dahulu bukan?” Niall berusaha meyakinkan. “Aku tahu kamu mampu. Kamu pertimbangkan ini lagi, ya?”“Aku nggak bisa,”Niall memegang lengan Sarah deng
15 September 2011 menjadi momen paling menggemparkan bagi masyarakat Amerika. Pesohor Tony Amagama tertangkap melakukan kejahatan bisnis yang menuntunnya pada tuntutan hukum.“Saya tidak bisa melakukannya. Saya masih belum mampu untuk menangani kasus besar seperti ini.” Tutur seorang wanita cantik berkacamata itu, Sarah.“Ini adalah momen yang sangat tepat untuk mengukir namamu sebagai jaksa kompeten. Kamu sadar akan hal ini, kan? Aku nggak mau kamu lepasin kesempatan emas ini begitu saja, Sar. Aku rasa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menyelesaikan kasus ini.” Jelas Niall yang kala itu masih menjabat sebagai atasan, sekaligus kekasih rahasia Sarah.“Tapi aku masih pemula!”“Bahkan seorang ahli pun harus menjadi pemula terlebih dahulu bukan?” Niall berusaha meyakinkan. “Aku tahu kamu mampu. Kamu pertimbangkan ini lagi, ya?”“Aku nggak bisa,”Niall memegang lengan Sarah deng
Hari persidangan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Sebenarnya, tidak ada ungkapan lain yang bisa menggambarkan situasi saat ini selain ‘mencekam’ dan ‘menegangkan’.Kasus pembunuhan Wine banyak menarik perhatian masyarakat New York, bahkan seluruh dunia. Hampir setiap saluran televisi yang dapat diakses secara internasional memberitakan tragedi pilu tersebut.Banyak orang berjejer di luar persidangan. Termasuk pula para wartawan dengan kamera dan notesnya. Hanya untuk melihat sosok ibu berhati dingin yang tega membunuh anaknya sendiri. Mereka seakan ingin menerkam iblis yang sedang menunggu putusan hakim di dalam ruang sidang.Tak lama berselang, pengacara pembela dari Laura Blanchard keluar. Para wartawan yang sedari tadi memang sudah menunggu buruannya pun langsung menyerbu.“Bagaimana hasil persidangannya? Apakah Laura akan dijatuhi hukuman mati?” Ungkap salah seorang wartawan.“Apakah Laura menerima balasan yan
Sarah tak banyak bergerak, masih mematung tak percaya dengan apa yang sedang terjadi padanya. Apa salahnya pada kehidupan sebelumnya hingga ia menemui pria gila ini?“Tidakkah kamu sedikit kasar dengan tidak memberikan respon apapun padaku? Kukira kamu adalah jaksa profesional yang akan memperlakukan siapapun dengan sopan.” Bam, sekali lagi, mencoba memprovokasi Sarah.“Kamu benar-benar kasar,” timpal Bam yang kemudian melonggarkan pelukannya. “Jika tidak bisa menyukaiku, setidaknya bersikap baik lah pada kerabat orang yang sudah kamu jebloskan ke dalam penjara.”“Apa maksudmu? Siapa orang yang kamu maksud?” Untuk pertama kalinya setelah sekian lama diam, Sarah mengeluarkan suaranya.Semburat senyum tipis terlukis di wajah tampan Bam, “Pergilah. Aku tidak ingin melanjutkannya lagi.”Sarah membalikkan tubuhnya, menatap pria kekar di hadapannya. Ia dengan jelas menunjukkan ekspresi bertanya-tanya. &ld
“Saya tidak membunuh anak itu!” Wanita paruh baya berambut cepak dengan luka di wajahnya itu kembali menegaskan. “Saya benar-benar tidak membunuh anak itu.”Suasana persidangan kembali meriuh. Semua orang tak percaya dengan ucapan wanita iblis itu. Bagaimana mungkin ia tak membunuhnya saat pisau berlumur darah ditemukan di saku jaketnya? Dan lagi DNA Wine -gadis berusia 6 tahun yang menjadi korban kasus pembunuhan ibunya sendiri- ditemukan di pisau tersebut.“Semua bukti telah mengarah padamu. Bagaimana mungkin kamu mengelaknya?” Sambar jaksa penuntut yang biasa dipanggil Sarah. “Kamu tahu sendiri apa akibatnya menyembunyikan fakta atau berbohong selama sidang berlangsung.”“Hanya pisau itu? Aku ibunya! Aku tak tega melihatnya kesakitan. Karena itu aku mencabut pisau yang menancap di perut Wine.” Ujar Laura mencoba membela dirinya.“Lalu mengapa harus di saku jaketmu?” Sarah masih bersikeras.