Aurora menjerit, saat anak lelaki itu mencengkeramkan kuku di pahanya, setelah dengan ganas mengejar dan menangkapnya di halaman."Ibuuuuuu...." gadis kecil itu menjerit dan meronta.Tetapi tak ada yang mendengar. Ibunya sedang ke pasar bersama adiknya. Aurora sangat menyesal karena tadi tidak bersedia ikut serta, sebab lebih suka di rumah sambil bermain dengan seekor kucing kecil yang dibawanya dari sekolah Sabtu kemarin. Kucing kurus yang dibuang seseorang ke depan sekolahan. Mana dia tahu, jika Darren masih terus ingin mengincarnya? Dan Minggu siang itu adalah nasib apesnya."Tak ada yang mendengarmu!" Bentak Darren, sambil mendekap mulut gadis itu dan menyeretnya ke semak-semak. Kekhawatiran akan tertular virus HIV dari Lolita telah mengguncang pikiran Darren. Maka saat melihat Aurora sendiri, gairahnya langsung memuncak. Dia merasa ingin mendadak melupakan kerisauannya dengan sedikit bermain-main bersama gadis kecil rupawan itu.Aurora berusaha terus meronta, air matanya mengali
Kepada Ustadz Hanif, memang telah bercerita segalanya. Cerita itu terpaksa diulang saat bertemu Prana hari itu. Meski berat, semua harus diungkap."Bapak saya punya keinginan menikahi majikannya, Bu Gayatri. Tak ada hal lain yang dia inginkan selain harta. Saya masih terlalu kecil saat itu, apapun yang diperintahkan Bapak, saya terpaksa patuh. Termasuk untuk membunuh dan membakar..." suara Samiran tercekat di tenggorokan.Seminggu ini dia sudah berjuang untuk istiqomah lewat jalur tobat nasuha atas bimbingan Ustadz Hanif. Meski Samiran masih terganggu jiwanya atas rasa bersalah, namun dia mengaku mulai sedikit tenang berada di jalan Allah. Samiran juga berusaha tegar melawan rasa ketakutan yang teramat sangat, akibat sesuatu yang menyeramkan di dalam rumahnya."Siapa yang bapak bunuh? Anak-anak kecil murid menari Ibu Gayatri?"Samiran menatap ke arah Prana dengan gemetar,"Bagaimana anda tahu?""Saya berkomunikasi dengan mereka maghrib kemarin. Mereka hampir mencelakakan anak-anak Hend
Baru kali itu juga Atikah melihat wujud wanita itu, tak cantik sedikitpun menurutnya. Persis seperti foto pada ponsel yang ditunjukkan Petrus, bekas pengacara Lolita saat itu kebetulan juga mengunjungi Lolita di rumah sakit."Saya ke sini atas dasar kemanusiaan, Bu Atikah. Kasihan dengan Ibu Lolita saja. Cuma mau membelanya lagi, hak saya sudah dicabut Pak Abdul. Tapi Bu Atikah harus tahu wajah Ibu Tirinya Ibu Lolita yang merampas uang 3 miliar lagi itu. Waduh, jelek betul. Jauh cantik Ibu Atikah. Pasti kena guna-guna itu Pak Abdul!"Dan Petrus benar rupanya. Kini dihadapan Atikah cuma ada seorang ibu-ibu gemuk berdaster kumal yang sibuk menggendong bayi, sambil menyuapi anak-anaknya yang lain. "Sudah mirip pembantu saja. Rendah betul selera Si Abdul ini..." gumam Atikah sambil menyibakkan rambutnya dengan kesal. Emosinya tak terkendali sejak usai bertemu Lolita yang terkapar di ranjang pasien Rumah Sakit Polri kemarin. Dia menangis saat melihat kondisi anaknya yang tragis. Sudahlah
Hendra meletakkan surat pemanggilannya selaku saksi dari Polda. Dia tak menyangka urusan pernikahannya jadi sekacau ini. Dari Adrian Sombes diketahui, bahwa mertuanya, Abdul, sudah lebih dahulu memenuhi panggilan Polda atas kasus Lolita. "Abdul sama sepertimu, tak berkenan menjenguk Lolita. Tapi dia memenuhi panggilan Polda. Sebaiknya kau datang, sebab tak bakal bertemu Lolita. Wanita itu sekarang di rumah sakit karena upaya percobaan bunuh diri dengan membentur-benturkan kepala" bujuk Adrian Sombes. Sejak Lolita di penjara, dia kembali ke rumah. Itu pula yang membuatnya menemukan celana dalam pria di bawah bantal tempat tidur, yang jelas bukan merupakan miliknya. Belum pernah dia merasa memiliki sempak motif bendera Amerika. Tapi entah mengapa ada barang aneh itu di situ. Tempat tidur juga kusut, sementara di meja sebelah tempat tidur, ada 2 kaleng bir habis diminum, serta beberapa puntung rokok dalam asbak. Rokok yang bukan biasa dihisap Lolita!Di meja makan, dia masih menemukan
Sofie memandangi foto Doza Fahmi di layar ponselnya, lalu tiba-tiba mencibir."Ini desainer yang ngetop saat ikut berantem bela Alya Dildo, artis dangdut seksi penuh sensasi yang gundik menteri itu kan?" Sesco menoleh,"Entahlah, eike nggak urusi sekuter dan tukang pansos!""Mereka berantem hebat dengan sekuter lainnya sampe saling lapor polisi. Karena si Doza Fahmi ngaku diancam via DM, haha...Kok yang begini bisa disebut Desainer sih, nggak ada aura profesionalnya. Gaun karyanya udah kek baju model waria semua, kelewat rame!""Oh, sudah eike dugong nek!""Kaum munafikun, Madam.""Muka-muka palsu kek deise mau berkarya, aiii sutralah!""Kayaknya dia gak ada basic mode, atau minimal menambah pengetahuan gitu?""Tapi banyak Desainer kita yang memang awalnya bukan punya basic sekolah mode, kadang ada yang cuma pernah main sinetron satu dua kali, mendadak loncat pura-pura mendesain baju hasil contekan busana luar yang ditambahi. Apapun itu, minimal tambahlah wawasan pengetahuan di bidang
Sukemi, tak pernah menceritakan alasan itu pada Dayuh, apalagi Sarmini. Dia tak tega. Lagi pula, Sukemi senang disuruh mengunjungi rumah itu. Pertama banyak makanan, kedua dia bisa bermain puas bersama Samiran, anak Pak Muntarso, pesuruh Bu Gayatri.Mereka teman sejak kecil, karena Kinasih ibu Samiran, dulu pernah dititipkan Mbah Cipto kepada Mbah Kunto. Katanya, Kinasih anak temannya yang yatim piatu. Tetapi Mbah Kunto tahu, jika Kinasih adalah anak hasil perselingkuhannya dengan seorang gundik bernama Kuni. Mbak Cipto adalah tuan tanah. Dulu, dia centeng Belanda. Banyak tanah warga yang direbutnya dengan semena-mena, atau membuat mereka seakan-akan dituduh sedang berkomplot melawan Belanda. Salah satu tanah Mbah Cipto adalah Kawasan Hitam. Dimana dia kerap gunakan untuk mengeksekusi orang-orang tak berdosa. Usai kejayaan Belanda berakhir, Mbah Cipto sempat kehilangan Kawasan Hitam karena dikuasai penjajah Jepang untuk jadi salah satu markas. Bahkan tempat itu, dikenal sebagai San
Sukemi banyak melihat keanehan pada guru menarinya itu. Tetapi dia tetap selalu datang untuk menari. Selanjutnya, tempat menari itu juga terasa aneh, mereka cuma menari sampai jelang maghrib dan anak-anak malah lanjut bermain Hoom Pim Pah. Setiap hari datang, Sukemi melihat wajah teman-temannya berubah. Tak ada senyuman. Semua diam. Dan semuanya mengeluh sakit jika sedang buang air kecil."Aku yang selalu kebelet pipis saja tidak merasa sakit," kata Sukemi."Kau sih enak, tak pernah kebagian main Hoom Pim Pah!" Kata teman-temannya dengan raut wajah sedih."Lho, apa hubungannya? Kalian kesal aku tak bisa di sini sampai sore? Baiklah, suatu saat aku akan minta izin untuk tidak ke surau. Aku akan bermain Hoom Pim Pah bersama kalian di sini..."Hari itu, Sukemi menepati janjinya untuk bermain Hoom Pim Pah. Bersama belasan anak-anak itu, mereka membentuk lingkaran kecil. Mereka membolak-balikan tangan. Siapa yang paling banyak posisi pilihan tangan, baik telapak atas (hitam) atau telapak
Atikah datang jelang sore, tetapi rumah itu kosong. Kata tetangganya, Hendra sering pulang sejak Lolita di penjara dan dia sudah pergi bekerja sejak pagi. Sebuah kunci serep ditemukan Atikah di bawah pot kaktus, persis seperti yang dikatakan Lolita. "Huh, berantakan!" Gerutu Atikah, saat melihat bagian dalam rumah itu. Dia berniat kembali ke hotelnya, ketika tiba-tiba dia mendengar suara mobil memasuki halaman rumah itu. "Pasti itu Hendra, akan kubuat hancur lebur dia!" Teriak Atikah dalam hati.Dia sudah berniat akan menghantam wajah menantunya itu dengan asbak rokok saat pintu terbuka. Tapi dia malah kaget ketika pertama kali melihat sosok itu.Wow! Atikah memeluk asbak rokok itu dengan manja. Hmm... inikah suami Lolita itu? Bisik hatinya terpesona. Sungguh tampan dan perkasa terlihat. Cukup dewasa, dan tampak begitu keren. Postur tubuh tinggi tegapnya, membuat rahim hangat menyapa gelora."Kamu siapa?" Tanya Hendra, yang kaget setengah mati melihat ada orang di rumah.Atikah b
Karel sesaat memandangi Kiki dan kedua staf Humas itu dengan tajam. Dia butuh waktu untuk menjelaskan. "Secara kebetulan," lanjutnya. "Satu hari sebelum menghilangnya Mbak Centini, ada petugas polisi di Kapolsek yang dipimpin Pak Sangiran, masih mengingat wajah wanita dalam video ini, yang mereka katakan sebagai 'keluarga Kapolsek yang terganggu jiwa dan ngamuk di Polsek'. Lalu dibawa Si Kapolsek pergi dengan mobil dinasnya dalam kondisi tangan terborgol dan mulut dilakban...""Oh, Tuhan!" Kiki dan kedua stafnya kompak berteriak sambil menutup mulut mereka. Karel menghela nafas dan langsung bangkit dari duduknya. "Saya akan melaporkan kasus ini ke Polda, dan saya berharap pihak Rajawali Air dapat turut membantu saya untuk itu. Kapolsek Sangiran saya perkirakan juga sudah berusaha membunuh Ibu Inoy, klien saya, karena beliau memiliki video-video ini sebagai barang bukti..."***Julianna tertegun di hadapan wanita tua itu. Sejak pagi dia datang ke rumah besar tersebut, malah Maria di
"Pinter, sih iya." Prana terkenang ucapan Triman. "Ayu sih ndak ya... udah perawan tua juga... tapi kok ya bisa nyangkut ke pasiennya yang kurang waras?"Prana mengangguk bingung,"Agak ganjil juga."Triman tertawa serak,"Itu mungkin karena nafsu toh? Wong Mas Ostin memang ganteng tenan iku! Saya juga kalo dadi wong wedhok, yo mesti ikut naksir. Anaknya memang masih kelihatan bocah, tapi tinggi tubuhnya. Sifatnya juga ramah, memang bikin jatuh hati kaum wanita. Cuma memang saya sering dapati, dia itu suka memamerkan kelaminnya ke pasien wanita ..."Prana mengendarai mobilnya menuju Kawasan Hitam. Dia telah berjanji kepada Syahreza dan Zulfan, untuk tiba di sana sebelum jam makan siang. Sementara Ustadz Hanif tidak bisa datang segera karena harus menjaga Samiran di rumah sakit, dia berjanjian datang saat Ashar setelah berganti tugas jaga dengan Pak Salam, salah satu pengurus masjid.Sebentar lagi, ritual permainan Hoom Pim Pah akan digelar Sukemi. Julianna memastikan datang, meski belu
Prana menghela nafas, dan lebih menghela nafas lagi saat bertemu Dokter Ginaryo Sp.KJ. Dokter itu dengan ramah mempersilahkannya untuk berbincang di ruang kerjanya. Mereka bercakap cukup panjang, hingga terbongkar banyak hal."Saya menangani pasien Austin itu, justru setelah sekitar 5 tahunan dia telah menghuni rumah sakit ini. Dokter pertama yang menanganinya adalah Dokter Emilia, yang meninggal waktu itu, jadi saya yang lanjut menangani Austin. Anak muda itu memang sulit dilupakan. Terutama karena fisiknya yang berbeda dari yang lain. Dia sangat tampan, bule. Bahkan sering jadi rebutan pasien-pasien wanita di RSJ ini. Jangankan dia, ada saja petugas wanita yang juga sempat naksir...""Seperti apa kondisi Austin waktu dokter tangani?""Saya menangani Austin sekitar tahun 2005, ya... saya melihat kondisinya saat itu masih tidak begitu baik. Sering kabur dari rumah sakit, dan ditemukan petugas selalu senang berjalan-jalan sendirian tengah malam, tanpa alas kaki. Pokoknya kalau ditemuka
Aku menikahi Gayatri, tapi perjalanan "rumah tanggaku" yang sebenarnya, justru bersama Marce Si Tetangga Sebelah. Hal inilah yang membuat Austin memohon permintaan kepada Shumb Si Raja Iblis. Dia ingin agar kami bertiga bersatu menjadi keluarga utuh. "Bapak berhak hidup bahagia tanpa harus terus berpura-pura dalam pernikahan hampa. Austin ingin Bapak dan Mami bersatu selamanya, dalam pernikahan yang sah. Mami sangat menyayangi Austin, Pak. Dan pernahkah Mami juga mengecewakan hidup Bapak? Pernahkah Mami membunuh wanita-wanita yang membuat Bapak lupa untuk mengunjungi Mami di rumah? Jika Gayatri adalah Mami Marce, mungkin saat itu, Ibu Austin... Lovina... tidak akan tersiksa sampai mati...."Kalimat panjang anak itu, seakan menyadarkan aku betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan itu ternyata tidak hanya tentang harus selalu bersama, tetapi hanya butuh saling mengerti. Marce pernah mengatakan, dia tak sanggup marah saat aku selalu menyelingkuhinya."Karena aku tahu, aku bukan siap
Austin tumbuh dengan fisik sempurna. Ya, semakin mirip aku. Jauh berbeda dari Kalungga dan Turangga, yang wujudnya mirip Gayatri. Itulah sebabnya, aku sangat menyayangi Austin. Dia bebas bermain di rumahku kapan saja, tanpa Gayatri berani mengusirnya. Aku berikan apa saja yang dia mau, yang dia suka. Semua!Dia anak yang baik, juga berprestasi di sekolah. Marce ternyata sangat pandai mengurus anak rupawan itu, sebab semua orang menyukai kepribadiannya. Austin juga pandai melukis dan memahat sepertiku, sebab itu, dia kuizinkan untuk memasuki Ruangan Rahasia di Bawah Tanah.Ini adalah tempat yang tidak sengaja ditemukan Romo, saat sedang membuat ruangan lantai dasar, serta membuat makam. Ruangan aneh itu begitu besar, dengan dua patung raksasa. Romo sering melakukan semedi di tempat itu, jika sedang merasa gundah. "Ini sebenarnya pernah jadi tempat pemujaan iblis, mungkin sekian abad silam" kata Romo, saat membawaku ke sana, waktu kami baru saja menguburkan Kadita."Siapa itu, Romo?" T
Semula, aku mengira, berumahtangga itu sama seperti aku pernah melukis tubuh telanjang Kadita yang memesona. Asal kita suka melakukannya, meski itu sulit, pastinya bisa dapat diwujudkan juga. Tetapi nyatanya, pernikahan tidak seperti itu. Menikahi wanita bukan hanya untuk cuma bisa tersalurkan urusan kebutuhan biologis, punya anak, tidak cerai dan dianggap normal oleh masyarakat. Bukan itu! Aku menikahi Gayatri, yang tak pernah aku cintai. Aku bahkan tidak menerima segala kekurangannya. Bahkan aku tidak mengizinkan dia membuka topengnya, saat kami bersetubuh. Aku tak ingin gairahku memudar melihat wajahnya yang tak membangkitkan selera itu. Aku selalu membayangkan, jika dibalik topeng itu ada wanita berparas ayu rupawan, dan bukan pastinya itu bukan Gayatri! Dan ternyata, wanita itu juga tidak subur. Meski setiap malam kugagahi, dia tak kunjung bunting. Tapi sulit menuduhnya mandul, sebab dia pernah kawin dan punya anak sebelumnya. Aku juga, tidak ingin dituduh tidak subur! Inilah
Semua orang tahu, jika Mintje Molina hanyalah anak Jans Pietter dari seorang gundiknya, yang bernama Nyai Midah. Sebab itu, meski aku mendapat gelar bangsawan dari Bapak, beliau tidak merasa ada alasan bagiku untuk tidak mau jadi Belanda."Manson Jans Pietter, kamu itu Belanda. Darah Eropa menetes di tubuhmu. Persetan soal priyayi, itu juga pribumi. Derajat mereka itu, di bawah kita..." kata Mami suatu kali, saat aku menolak untuk dipanggil Manson Jans Pietter."Jika Mami merasa tidak sederajat, mengapa menikahi Romo?"Saat itu, aku hanya melihat Mientje Molina hanya membuang muka. Di kemudian hari aku tahu, ternyata memang tak ada satupun orang Belanda, ras Eropa lainnya, atau siapalah yang dianggap Mami derajatnya jauh lebih tinggi, bersedia menikahi seorang anak Nyai yang pernah sempat melacurkan diri demi sesuap nasi, setelah Bapak Belandanya mati. Romo mengangkat derajat wanita itu, tapi dia tidak pernah berterima kasih.Bahkan Mami mencoba meninggalkannya demi pria Cina kaya. Ya
Prana menepuk halus pundak Samiran, dia khawatir pria itu akan tambah sakit jika bicara. Tapi Samiran tidak mau berhenti."Muntarso ingin mengusai harta rumah itu dengan menikahi Gayatri, sebab itu dia membunuh Pak Moksa dengan meracunnya. Bu Gayatri tidak tahu. Wanita itu juga tidak tahu, jika kecelakaan mobil yang dialami Kalungga dan Turangga juga karena sabotase Muntarso. Tapi mobil yang pernah dibawa Muntarso untuk meneror kedua orang itu sebelumnya, juga kelak malah kemudian terbalik dan terbakar...""Dia pernah membakar orang, bukan?"Samiran memandang sedih ke arah Prana,"Saya juga. Mungkinkah akan terjadi hal yang sama?"Prana menggeleng, lalu kembali menepuk halus pundak pria itu."Bapak orang yang sudah berusaha menjadi baik...""Saya tidak tahu apakah Tuhan akan memaafkan saya. Sebab saya terlalu bodoh dan patuh kepada sesama manusia. Sebelum mati, Bu Gayatri berpesan agar saya menjaga dan jiwanya dari gangguan jiwa lain yang juga terjebak di rumah itu. Sebab itu setiap 20
Samiran masih tampak lemah, tapi dia tahu, kehadiran kedua pria di depannya memang telah ditunggunya. Prana, yang membawa Syahreza temannya, diyakini Samiran dapat segera menuntaskan segala masalah."Kami ingin bertanya tentang Austin, Pak. Sebentar saja," kata Prana.Perlahan, Samiran mulai memejamkan matanya. Dia bersyukur, kini nafasnya tidak lagi sesak sehingga bisa bicara."Ada yang sedikit rancu tentang Austin anak Lovina. Dia sebenarnya sudah ada sebelum saya dibawa Muntarso ke sana.""Austin sudah lahir?""Sudah besar malah. Saat saya masuk ke sana, Austin jelas lebih tua dari saya.""Kalau Lovina?""Usia Lovina saat hamil, juga jauh berbeda dengan Kalungga dan Turangga, 13 tahun. Kalau dua anak itu, sekitar usia 3 dan 1 tahun waktu Lovina mati. Dia itu diasuh Bu Gayatri dari bayi, sebagai anak pancingan biar cepat hamil. Saya tahu cerita itu juga dari Muntarso. Kasus kematian Lovina terjadi, itu jauh dari kasus Tumini mati. Sebelum itu, Lovina adalah korban Moksa pertama seb