Dena terbangun jelang malam dengan kondisi lemas, Hendra tergesa memberinya minum. Aurora datang membawa roti, lalu Axio membujuk ibunya untuk makan."Kamu tertidur begitu lama, kita makan ya! Aku masak," bujuk Hendra."Memang ada makanan?" Tanya Dena lesu."Tadi sore ada tukang sayur memanggilmu, dia menawarkan dagangannya. Jadi aku bisa memasakm""Oh, Pak Sanusi.""Iya, dia heran kamu tidak belanja sayur lagi. Oh ya, dia bilang ingin mengatakan sesuatu tentang rumah ini. Sebab katanya dulu kamu pernah bertanya tentang... tentang Tumini apa Jumini, gitu!"Dena merenung sebentar, lalu mengangguk "Ya, dulu di rumah ini katanya ada pembantu yang pernah kerja dengan Pak Moksa. Tumini namanya. Kata Bu Maria, itu ibunya Pak Samiran. Tapi kata Pak Samiran bukan.""Ada apa dengan Tumini itu?""Dia ada hubungannya dengan Pak Moksa. Mereka berselingkuh, konon dia mati dibunuh Bu Gayatri.""Alangkah banyak kematian di rumah ini. Ayolah sayang, tinggalkan saja rumah ini. Kita tinggal di rumah pe
Moksa hanya tahu, Darso membalsem mayat istrinya dalam diam, lalu menyimpannya pada sebuah peti panjang di salah satu kamar yang terkunci. Kamar yang pintunya selalu diketuk dan ditangisi Moksa kecil dengan sedih. Selanjutnya, adalah awalan yang buruk bagi pengalaman seksual Moksa kecil. Karena Darso kemudian selalu membawa banyak pelacur ke rumah, berhubungan seks secara bebas demi melupakan Mintje. Perilaku binal dan goyangan erotis nan sensual kemudian menjadi tontonan menggairahkan bagi Moksa. Membuatnya mendadak cepat melakukan onani sebelum waktunya. Sampai suatu kali, Darso menemukan anaknya yang belum genap 10 tahun itu, melakukan hubungan seks dengan pelacur-pelacur yang dibawanya. Sudah terlambat untuk berhenti, sebab kemudian, Moksa kecil sudah terlanjur ketagihan. Demi mengobati Moksa, Darso pindah ke pinggiran Batavia yang kemudian beralih nama menjadi Jakarta, membawa anaknya itu dan peti mayat Mintje. Membangun rumah besar, di area tanah kosong nan luas dengan hanya
Pria botak itu berusia hampir 50 tahun. Berdarah Belanda, tapi neneknya ada keturunan Perancis, namun kini dia tinggal di Paris. Dia seorang musisi awalnya, namun karirnya ternyata tidak cemerlang. Saat iseng berlibur ke Bali, dia malah bertemu Sesco yang centil dan manja, sekaligus kaya raya. Sejak itu, Leonard menjadi "suami" pria gemulai itu, sekaligus membantu impiannya untuk go public melalui kawasan pusat mode dunia.Hubungan mereka berdua terbilang manis, tak pernah ada masalah yang berarti. Baru kali ini, Leonard nyaris jantungan dibuat Sesco. Jeritan-jeritannya saat video call, membuat pria itu memutuskan untuk segera kembali ke Indonesia. "Leonard....fantômes, fantômes!""Belle.... Sesco....que veux-tu dire?"Tapi Sesco malah semakin terus berteriak histeris. Baru saat Leonard menelepon asisten Sesco, Sofia, semua menjadi jelas. Katanya, Sesco diganggu hantu gaun di apartemen mereka. What?! Hantu gaun? Selama puluhan tahun berkarya sebagai desainer gaun mewah, belum pernah
Prana mulai gusar dengan masalah hidup Hendra dan Dena. Hendra sibuk minta tolong, tetapi tak juga sudi mendengar sarannya. Sudah dua malam ini, Prana terus bermimpi buruk, tentang Hendra yang berlumuran darah. Mata bathin Prana, bisa melihat jelas siapa yang menguasai rumah tua itu. Sepasang iblis yang berpura-pura menjelma menjadi Dewa. Menyesatkan manusia, agar terus keliru di jalan kehidupannya. Hanya saja, Prana belum bisa menerawang jelas soal jalan kehidupan dari awal hingga akhir rumah itu. Dia masih melihat samar-samar.Sesuatu yang terlihat jelas mengikutinya, adalah kakek tua berpakaian hitam-hitam yang diusirnya saat masuk mobil. Prana melihat aura negatif dari sosok yang terlihat berusaha untuk berkomunikasi dengannya itu."Jangan terlalu memikirkan masalah hidup orang lain, Mas. Ingat kau punya keluarga dan usaha yang harus terus kau urusi...." kata Astari, sambil memijat pundak suaminya dengan lembut.Prana menarik tangan kanan istrinya itu, lalu mengecupnya dengan le
Sanusi membantu Dena memilih beberapa jenis sayuran terakhir yang tersisa di keranjang sepedanya. Kol bulat, wortel, labu siam dan oyong, kemudian masuk ke dalam kantong plastik hitam besar di tangan Sanusi."Tukang sayur keliling masih pake plastik, kalo di minimarket sudah dilarang" kata Sanusi, saat Dena menyerahkan lembaran uang seratus ribu."Ada ikan?" Tanya Hendra, yang tiba-tiba mendekat."Kalau sudah sore, ikan dan daging sudah habis Pak," Jawab Sanusi tersipu."Jadi kita makan sayur saja?" Kali ini Hendra bertanya pada Dena."Pergilah ke pasar tradisional dekat sini. Mereka ada yang jual ikan sampai malam.""Ikan apa?""Lele.""Ah, nggak mau. Kamu kayak lupa aja aku nggak doyan itu," gerutu Hendra sambil ngeloyor masuk ke rumah.Dena cuma mengangkat bahu, dia sibuk menghitung uang kembalian dari Sanusi. "Ibu, pernah tanya tentang pembantu di rumah itu dulu kan?" Dena mengangguk,"Oh, ada info?""Saya tahu informasi tentang wanita bernama Tumini itu dari orang pasar. Namanya
"Tidak tergoda?" Mata Maria melotot besar, saat mendengar pengakuan Darren, jika bahkan tak melirik anaknya itu sedikt pun!Darren mengangkat bahu sambil memonyongkan bibirnya. Dia tampak tak merasa nyaman, lalu Maria menyodorkan botol minuman dingin padanya."Dena tidak tertarik lagi, Mam!"Maria meletakkan gelas teh hangatnya dengan gusar. Dia tak menyangka, jika Dena betul-betul tak lagi tergoda dengan Darren. Melihat dulu wanita itu tampak begitu haus dengan kasih sayang, sehingga tak menolak ketika disetubuhi oleh anak remaja tanggung. Saat pertama kali bertemu Dena, Maria tahu jika wanita itu sedang stres dan depresi. Cerita Dena soal masalah perceraiannya, cukup memperlihatkan kondisi kejiwaan yang sedang tidak stabil. Sehingga Maria begitu yakin dapat semakin mengacaukan alam pikiran wanita itu. Maria mendukung penglihatan fantasi Dena yang merasa mereka tinggal di kompleks perumahan padat dengan kondisi rumah bercat hitam semua, kecuali rumahnya. Dia juga membuat kacau pemi
Usai mendaftarkan Aurora untuk masuk sekolah di SD Fajar Bintang, Dena menggandeng kedua anaknya menuju pasar. Dia merasa lega, karena proses pendaftaran sekolah anaknya ternyata tidak sulit dan juga tidak mahal. Uang pemberian dari Hendra lebih dari cukup untuk membayar biaya administrasi. Tinggal membeli tas, sepatu dan peralatan tulis di Pasar Muncang. Seminggu lagi Aurora harus sekolah, Dena merasa harus cepat mempersiapkan segalanya.Aurora memilih sepatu dan tas pink bergambar Princess, sama seperti nama depannya: Princess Aurora. Sementara untuk peralatan tulis, dia memilih yang bergambar Barbie. Axio juga menuntut minta dibelikan peralatan menggambar, Dena dengan senang hati menurutinya. Bersyukur Hendra kini kembali bertanggungjawab memenuhi segala kebutuhan mereka, sehingga dia tidak pusing jika anaknya minta dibelikan sesuatu. "Apakah Mbah bernama Mbah Sukemi?" Tanya Dena, pada wanita tua yang sedang sibuk membungkus kembang tabur itu. "Iya, saya Sukemi" Jawab nenek itu
Dena terpana menatap Mbah Sukemi. Terpesona mengetahui usia wanita tua itu sudah nyaris satu abad. Benarkah karena bunga melati? Tetapi ada hal yang lebih menarik dari pada itu, ternyata Mbah Sukemi tahu banyak soal rahasia silam rumah yang ditempatinya. Dena jadi ingin mengorek lebih dalam, bersyukurnya, Mbah Sukemi tidak keberatan."Tumini itu apa ya, kalau kita bilang... semacam orang yang bermimpi ketinggian. Ayu sih ayu, tapi dia lupa berpikir asal dan usulnya. Cuma babu kok mimpi jadi ratu, ya matilah dia!""Ya..." Dena mengangguk-angguk, sedikit sedih ketika menyadari dan menyesali kebodohan seseorang. "Iya toh? Nah... yang kasihan itu Si Sarmini. Mbakyune mati, dia nggak bisa balik ke Jawa. Sakit-sakitan itu dia, sampai akhirnya ikut mati. Ada setahunan dia terkapar sakit, sebelum terkubur di TPU sebelah sana itu!"Mata Dena mengikuti arah telunjuk si mbah,"Makam warga sini itu mbah? Tanah wakaf ya?" Dena mendadak tertarik dengan barisan makam-makam tua.Sukemi menganggguk,"M
Karel sesaat memandangi Kiki dan kedua staf Humas itu dengan tajam. Dia butuh waktu untuk menjelaskan. "Secara kebetulan," lanjutnya. "Satu hari sebelum menghilangnya Mbak Centini, ada petugas polisi di Kapolsek yang dipimpin Pak Sangiran, masih mengingat wajah wanita dalam video ini, yang mereka katakan sebagai 'keluarga Kapolsek yang terganggu jiwa dan ngamuk di Polsek'. Lalu dibawa Si Kapolsek pergi dengan mobil dinasnya dalam kondisi tangan terborgol dan mulut dilakban...""Oh, Tuhan!" Kiki dan kedua stafnya kompak berteriak sambil menutup mulut mereka. Karel menghela nafas dan langsung bangkit dari duduknya. "Saya akan melaporkan kasus ini ke Polda, dan saya berharap pihak Rajawali Air dapat turut membantu saya untuk itu. Kapolsek Sangiran saya perkirakan juga sudah berusaha membunuh Ibu Inoy, klien saya, karena beliau memiliki video-video ini sebagai barang bukti..."***Julianna tertegun di hadapan wanita tua itu. Sejak pagi dia datang ke rumah besar tersebut, malah Maria di
"Pinter, sih iya." Prana terkenang ucapan Triman. "Ayu sih ndak ya... udah perawan tua juga... tapi kok ya bisa nyangkut ke pasiennya yang kurang waras?"Prana mengangguk bingung,"Agak ganjil juga."Triman tertawa serak,"Itu mungkin karena nafsu toh? Wong Mas Ostin memang ganteng tenan iku! Saya juga kalo dadi wong wedhok, yo mesti ikut naksir. Anaknya memang masih kelihatan bocah, tapi tinggi tubuhnya. Sifatnya juga ramah, memang bikin jatuh hati kaum wanita. Cuma memang saya sering dapati, dia itu suka memamerkan kelaminnya ke pasien wanita ..."Prana mengendarai mobilnya menuju Kawasan Hitam. Dia telah berjanji kepada Syahreza dan Zulfan, untuk tiba di sana sebelum jam makan siang. Sementara Ustadz Hanif tidak bisa datang segera karena harus menjaga Samiran di rumah sakit, dia berjanjian datang saat Ashar setelah berganti tugas jaga dengan Pak Salam, salah satu pengurus masjid.Sebentar lagi, ritual permainan Hoom Pim Pah akan digelar Sukemi. Julianna memastikan datang, meski belu
Prana menghela nafas, dan lebih menghela nafas lagi saat bertemu Dokter Ginaryo Sp.KJ. Dokter itu dengan ramah mempersilahkannya untuk berbincang di ruang kerjanya. Mereka bercakap cukup panjang, hingga terbongkar banyak hal."Saya menangani pasien Austin itu, justru setelah sekitar 5 tahunan dia telah menghuni rumah sakit ini. Dokter pertama yang menanganinya adalah Dokter Emilia, yang meninggal waktu itu, jadi saya yang lanjut menangani Austin. Anak muda itu memang sulit dilupakan. Terutama karena fisiknya yang berbeda dari yang lain. Dia sangat tampan, bule. Bahkan sering jadi rebutan pasien-pasien wanita di RSJ ini. Jangankan dia, ada saja petugas wanita yang juga sempat naksir...""Seperti apa kondisi Austin waktu dokter tangani?""Saya menangani Austin sekitar tahun 2005, ya... saya melihat kondisinya saat itu masih tidak begitu baik. Sering kabur dari rumah sakit, dan ditemukan petugas selalu senang berjalan-jalan sendirian tengah malam, tanpa alas kaki. Pokoknya kalau ditemuka
Aku menikahi Gayatri, tapi perjalanan "rumah tanggaku" yang sebenarnya, justru bersama Marce Si Tetangga Sebelah. Hal inilah yang membuat Austin memohon permintaan kepada Shumb Si Raja Iblis. Dia ingin agar kami bertiga bersatu menjadi keluarga utuh. "Bapak berhak hidup bahagia tanpa harus terus berpura-pura dalam pernikahan hampa. Austin ingin Bapak dan Mami bersatu selamanya, dalam pernikahan yang sah. Mami sangat menyayangi Austin, Pak. Dan pernahkah Mami juga mengecewakan hidup Bapak? Pernahkah Mami membunuh wanita-wanita yang membuat Bapak lupa untuk mengunjungi Mami di rumah? Jika Gayatri adalah Mami Marce, mungkin saat itu, Ibu Austin... Lovina... tidak akan tersiksa sampai mati...."Kalimat panjang anak itu, seakan menyadarkan aku betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan itu ternyata tidak hanya tentang harus selalu bersama, tetapi hanya butuh saling mengerti. Marce pernah mengatakan, dia tak sanggup marah saat aku selalu menyelingkuhinya."Karena aku tahu, aku bukan siap
Austin tumbuh dengan fisik sempurna. Ya, semakin mirip aku. Jauh berbeda dari Kalungga dan Turangga, yang wujudnya mirip Gayatri. Itulah sebabnya, aku sangat menyayangi Austin. Dia bebas bermain di rumahku kapan saja, tanpa Gayatri berani mengusirnya. Aku berikan apa saja yang dia mau, yang dia suka. Semua!Dia anak yang baik, juga berprestasi di sekolah. Marce ternyata sangat pandai mengurus anak rupawan itu, sebab semua orang menyukai kepribadiannya. Austin juga pandai melukis dan memahat sepertiku, sebab itu, dia kuizinkan untuk memasuki Ruangan Rahasia di Bawah Tanah.Ini adalah tempat yang tidak sengaja ditemukan Romo, saat sedang membuat ruangan lantai dasar, serta membuat makam. Ruangan aneh itu begitu besar, dengan dua patung raksasa. Romo sering melakukan semedi di tempat itu, jika sedang merasa gundah. "Ini sebenarnya pernah jadi tempat pemujaan iblis, mungkin sekian abad silam" kata Romo, saat membawaku ke sana, waktu kami baru saja menguburkan Kadita."Siapa itu, Romo?" T
Semula, aku mengira, berumahtangga itu sama seperti aku pernah melukis tubuh telanjang Kadita yang memesona. Asal kita suka melakukannya, meski itu sulit, pastinya bisa dapat diwujudkan juga. Tetapi nyatanya, pernikahan tidak seperti itu. Menikahi wanita bukan hanya untuk cuma bisa tersalurkan urusan kebutuhan biologis, punya anak, tidak cerai dan dianggap normal oleh masyarakat. Bukan itu!Aku menikahi Gayatri, yang tak pernah aku cintai. Aku bahkan tidak menerima segala kekurangannya. Bahkan aku tidak mengizinkan dia membuka topengnya, saat kami bersetubuh. Aku tak ingin gairahku memudar melihat wajahnya yang tak membangkitkan selera itu. Aku selalu membayangkan, jika dibalik topeng itu ada wanita berparas ayu rupawan, dan bukan pastinya itu bukan Gayatri!Dan ternyata, wanita itu juga tidak subur. Meski setiap malam kugagahi, dia tak kunjung bunting. Tapi sulit menuduhnya mandul, sebab dia pernah kawin dan punya anak sebelumnya. Aku juga, tidak ingin dituduh tidak subur! Inilah ya
Semua orang tahu, jika Mintje Molina hanyalah anak Jans Pietter dari seorang gundiknya, yang bernama Nyai Midah. Sebab itu, meski aku mendapat gelar bangsawan dari Bapak, beliau tidak merasa ada alasan bagiku untuk tidak mau jadi Belanda."Manson Jans Pietter, kamu itu Belanda. Darah Eropa menetes di tubuhmu. Persetan soal priyayi, itu juga pribumi. Derajat mereka itu, di bawah kita..." kata Mami suatu kali, saat aku menolak untuk dipanggil Manson Jans Pietter."Jika Mami merasa tidak sederajat, mengapa menikahi Romo?"Saat itu, aku hanya melihat Mientje Molina hanya membuang muka. Di kemudian hari aku tahu, ternyata memang tak ada satupun orang Belanda, ras Eropa lainnya, atau siapalah yang dianggap Mami derajatnya jauh lebih tinggi, bersedia menikahi seorang anak Nyai yang pernah sempat melacurkan diri demi sesuap nasi, setelah Bapak Belandanya mati. Romo mengangkat derajat wanita itu, tapi dia tidak pernah berterima kasih.Bahkan Mami mencoba meninggalkannya demi pria Cina kaya. Ya
Prana menepuk halus pundak Samiran, dia khawatir pria itu akan tambah sakit jika bicara. Tapi Samiran tidak mau berhenti."Muntarso ingin mengusai harta rumah itu dengan menikahi Gayatri, sebab itu dia membunuh Pak Moksa dengan meracunnya. Bu Gayatri tidak tahu. Wanita itu juga tidak tahu, jika kecelakaan mobil yang dialami Kalungga dan Turangga juga karena sabotase Muntarso. Tapi mobil yang pernah dibawa Muntarso untuk meneror kedua orang itu sebelumnya, juga kelak malah kemudian terbalik dan terbakar...""Dia pernah membakar orang, bukan?"Samiran memandang sedih ke arah Prana,"Saya juga. Mungkinkah akan terjadi hal yang sama?"Prana menggeleng, lalu kembali menepuk halus pundak pria itu."Bapak orang yang sudah berusaha menjadi baik...""Saya tidak tahu apakah Tuhan akan memaafkan saya. Sebab saya terlalu bodoh dan patuh kepada sesama manusia. Sebelum mati, Bu Gayatri berpesan agar saya menjaga dan jiwanya dari gangguan jiwa lain yang juga terjebak di rumah itu. Sebab itu setiap 20
Samiran masih tampak lemah, tapi dia tahu, kehadiran kedua pria di depannya memang telah ditunggunya. Prana, yang membawa Syahreza temannya, diyakini Samiran dapat segera menuntaskan segala masalah."Kami ingin bertanya tentang Austin, Pak. Sebentar saja," kata Prana.Perlahan, Samiran mulai memejamkan matanya. Dia bersyukur, kini nafasnya tidak lagi sesak sehingga bisa bicara."Ada yang sedikit rancu tentang Austin anak Lovina. Dia sebenarnya sudah ada sebelum saya dibawa Muntarso ke sana.""Austin sudah lahir?""Sudah besar malah. Saat saya masuk ke sana, Austin jelas lebih tua dari saya.""Kalau Lovina?""Usia Lovina saat hamil, juga jauh berbeda dengan Kalungga dan Turangga, 13 tahun. Kalau dua anak itu, sekitar usia 3 dan 1 tahun waktu Lovina mati. Dia itu diasuh Bu Gayatri dari bayi, sebagai anak pancingan biar cepat hamil. Saya tahu cerita itu juga dari Muntarso. Kasus kematian Lovina terjadi, itu jauh dari kasus Tumini mati. Sebelum itu, Lovina adalah korban Moksa pertama seb