Share

38: Dukun

Penulis: Cerita Diamond
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 15:45:33

GAYATRI

Apa yang kutakutkan, ternyata benar. Saat Marni mendadak demam esok hari sehingga tak bisa menari, kembali Moksa memanggil seorang anak perempuan untuk memijat kakinya di kamar.

Kali ini, aku melepaskan selendangku, lalu mengikuti langkah gadis kecil itu. Dia bernama Nung Layu. Berumur 10 tahun, berambut pendek, dengan kulit kuning langsat. Matanya sipit, dengan hidung yang bangir. Orangtuanya sudah dua tahun bekerja di pabrik jamu kami. Nung tak punya saudara, dia anak semata wayang. Hobinya menari, meski tak seluwes Marni.

Hari itu, aku melihat Nung menjerit-jerit di kasur tempatku tidur bersama Moksa. Lalu suamiku itu dengan buas menyumpal mulut mungil itu dengan celana dalamnya. Tubuh bocah kecil itu terguncang-guncang di ranjang dengan menakutkan, membuat dengkulku serasa lemas saat melihatnya.

Aku berlari ke luar kamar, bahkan nyaris jatuh ke bawah tangga jika tidak diselamatkan Pak Mun. Pria berbaju hitam itu membimbingku untuk turun tangga, lalu duduk diam bersebela
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bisikan Tengah Malam   39: Sengketa Tanah

    Maria, masih mengenakan pakaian tidur saat Darren memintanya duduk di depan rumah. Mereka bercakap dengan halus, sambil memandangi Mercedes Benz G Class 6x6 yang parkir dengan manis di depan rumah tetangganya."Mobil yang mewah, pasti itu mobil bosnya Pak Hendra. Tapi apa urusannya dia berada di situ?" Tebak Maria."Mereka tidak sedang mengincar sesuatu kan, Mami? Apa mereka tahu sesuatu?" Darren melirik ibunya dengan sikap gelisah.Maria menggeleng,"Tak ada satupun yang bisa memiliki seluruh kawasan terkutuk ini. Termasuk Samiran yang cuma anak babu itu. Ini awalnya tanah Nenek moyang kita. Mereka merampasnya semua, dengan memanfaatkan kebodohan Si Marce dengan tipu daya Moksa untuk membeli tanah dengan harga sangat murah. Bertahun-tahun, Marce bertahan. Berharap bisa memperbaiki banyak kesalahan. Biar kita kini yang melanjutkan...""Asal tidak ada lagi korban, Mami. Aku tidak mau mati konyol seperti dulu."Maria memandang Darren, lalu membelai rambutnya dengan penuh kelembutan."Mam

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Bisikan Tengah Malam   40: Ketagihan

    Samiran tumbuh makin dewasa, lalu mengaku-ngaku menjadi pewaris rumah dan tanah tersebut. Dia pernah mencoba menempati rumah itu, tetapi anehnya, dia selalu terbangun dengan keadaan sedang tidur di halaman rumah. Membuatnya hanya bisa menggerogoti harta peninggalan di rumah itu, sebelum tinggal di rumah lain. Hal itu dia lakukan, usai Bapaknya Muntarso mati.Rumah itu pernah disewakan pada keluarga Mr Van der Mosch. Membuat masalah baru dalam hidup Marce, karena Austin terjerat hubungan terlarang dengan Minna. Ketika sisa anggota keluarga Van der Mosch kembali ke Belanda, pertikaian Marce berlanjut pada Samiran. Apalagi ketika memergoki Austin diam-diam tertangkap basah berusaha masuk ke rumah tua itu, karena berusaha mencari data surat-surat perjanjian lama antara Moksa dan Marce soal tanah.Konflik semakin meruncing, karena perbuatan Austin pada Minna, yang membuat keluarga Van der Mosch mendadak kembali ke Belanda usai kematian anaknya. Samiran dan Marce tak pernah akur. Itu juga y

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Bisikan Tengah Malam   41: Tiruan

    Aurora dan Axio sedang sibuk membuka kado-kado cantik dari Madam Sesco, begitu pula Dena, ketika Hendra dan pria gemulai itu sibuk membentangkan 7 gaun cantik itu di kursi dan meja tamu."Ini harta karun luar biasa. Bisa mengguncang dunia mode ini!" Teriak Sesco sambil menari lincah ke sana- kemari, bak ulat nangka baru jatuh ke tanah."Berkah binggo yes, Dena ngontrak di sindang. Eike bisa menemukan barang-barang antik yang mulus, tanpa rusak. Kok bisa ya? Ini kan udah berabad...""Madam yakin ini betul-betul gaun masa lalu?""Seratus persen, yes! So, jedong eike belalang kupu-kupu. Untuk tujuh biji sanggup lima ratus jetong, please call itu bapak yang punya rumah ini. Kita negosiasi as soon as possible!"Hendra meloncat girang, sementara Sesco liar berputar bak ballerina mabuk. "Itu tak mungkin...."Hendra dan Sesco menoleh, tampak Dena berdiri dengan tatapan tidak nyaman."Pak Samiran bilang, tak ada satupun barang di sini yang bisa dibawa keluar. Bakal ada malapetaka," tegas Dena

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Bisikan Tengah Malam   42: Siluman Mirip Lolita

    Tanpa suara, sosok mirip Lolita itu bergerak maju, sambil mempermainkan payudaranya dengan binal. Hendra bergerak mundur untuk membuka kunci pintu kamar mandi, tetapi dia merasa lututnya mendadak lemas lunglai. Hendra terjatuh dengan kondisi tertelungkup. Perlahan, mahluk yang mirip Lolita itu meraba pundak dan lehernya dengan sentuhan sensual. Hendra memejamkan matanya. Dia merasa jiwanya mulai bergetar. Sedikit membingungkan memang, ketika pikiran yang tadinya sangat takut mendadak berubah menjadi bergairah.Lolita siluman terus menjilati leher Hendra dengan liar, bak kobra yang sedang menanti proses menebar racun berbisa. Hendra mendadak sudah tidak tahan lagi, dia langsung berbalik dan siap menerima serangan hangat Lolita berikutnya. Tapi tiba-tiba, di depan pintu kamar mandi, Hendra mendengar suara Aurora dan Axio tampak menjerit menyanyikan sesuatu:"Hoom pim pah alaiom.... Hoom pim pah alaiom... Hom pim pah alaiom....."Mendadak sosok mahluk mirip Lolita itu tampak berguncang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Bisikan Tengah Malam   43: Samiran Kecil

    Ponsel itu, dimasukkan Samiran ke dalam saku celananya. Dia mulai mencoba mengatur nafas, sebelum memandang hamparan kebun luas miliknya dari lantai atas rumahnya. Telpon dari Maria, agak sedikit mengganggunya. Bahkan membuatnya sulit untuk berpikir jernih. "Pak Hendra bersama seorang pria tapi mirip wanita, meninggalkan rumah itu dengan sebuah kardus besar yang tidak dimasukkan dalam mobil mewah mereka. Tetapi ada satu mobil boks lagi yang tiba-tiba datang untuk membawa kardus tersebut..." lapor Maria. Maria, jelas berbeda dengan Marce. Dia malah mencoba berteman dengan Samiran, sehingga mereka bisa bertukar nomor telpon. "Saya tidak tahu masalah anda dengan Bibi saya. Itu juga bukan urusan saya. Pokoknya saya senang dapat warisan sebuah rumah tua yang nyaris ambruk. Biarlah, bisa saya bangun kembali. Apa anda tak bernian untuk tinggal di rumah warisan anda, Pak Samiran?" tanya Maria, saat mereka pertama kali berjumpa, di depan rumah. Samiran menggeleng, "Tidak, Bu. Saya punya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Bisikan Tengah Malam   44: Mayat Bocah Kecil

    "Urus mayat anak itu, Mun! Kurang ajar sekali dia sudah membuatku tergoda. Untung istriku berani menghabisi iblis kecil betina ini..." terdengar suara Moksa yang masih terlentang di ranjang dalam keadaan telanjang. Muntarso tergesa masuk kamar untuk membimbing Gayatri duduk di tepi ranjang. Dia lalu mengambil belati di tangan wanita itu, membungkusnya dengan kain si bocah kecil yang sudah mati. Perlahan pula, Muntarso sigap mengambil selimut yang terlempar di lantai, untuk membungkus mayat anak itu. "Entah bagaimana kelak dia dewasa, sekecil itu sudah berani menyeretku ke ranjang. Genit," kata Moksa, sembari mengenakan bajunya dengan santai. Muntarso memandangi pria itu dengan penuh kebencian. Dia merasa muak dengan kelakuan majikannya itu, apalagi terdengar tangisan Gayatri yang memilukan. "Jangan terulang lagi, Tuan. Ini sangat berbahaya," tegas Muntarso. Moksa membalikan tubuhnya dengan acuh tak acuh, lalu menertawakan Muntarso. "Kau itu cuma keset kaki. Jadi berhentilah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Bisikan Tengah Malam   45: Perjanjian

    Ketukan di pintu depan begitu gencar, Dena mencoba tenang mengatur nafasnya, meski kedua tangannya menutup lekat mulut kedua anaknya. Oh, Tuhan! Ini yang dia takutkan. Samiran bisa saja datang untuk mengecek kondisi rumah itu, seperti pagi ini. Dan bisa saja, dia tahu jika semua gaun tua di ruangan lantai dasar itu sudah tak ada. Ini jelas malapetaka, khususnya untuk Dena. Bisa saja dia mendadak ditangkap polisi. "Eike akan segera membuat tiruannya!" Kata Sesco saat pamit."Kapan?" Tanya Dena, agak khawatir."Segera, butuh dua atau tiga bulan.""Janganlah, yang punya rumah selalu ke sini. Dia bisa saja tahu, dan kita semua bisa di penjara!""Oowh!" Sesco menutup mulutnya "Begini, eike punya banyak gaun yang didesain ala zaman dulu. Bekas baju untuk desain khusus salah satu film kerajaan eropa beberapa tahun lalu. Nanti baju-baju itu saja yang dikirim ke sini, menggantikan gaun-gaun tua ini...""Apa Pak Samiran bisa mengenali gaun itu?""Justru eike tak yakin, dia mengenali gaun-gaun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Bisikan Tengah Malam   46: Malapetaka

    Selama ini, Samiran telahmengurus rumah itu dengan baik. Termasuk merawat isi di dalamnya. Semua demi rasa takutnya terhadap yang namanya malapetaka. Pernah dia mencoba berontak, melawan untuk tidak patuh. Tiba-tiba dia terkapar sakit parah berkepanjangan, baru bisa sembuh ketika dia berjanji untuk kembali mengurus rumah dan tanah tersebut.Saat rumah itu dulu disewakan kepada keluarga Van Der Mosch, sosok Minna kemudian menjadi korban di rumah itu. Lalu kini, Samiran terpaksa harus mengorbankan jiwa lagi. Seorang Dena yang kemudian menjadi pilihannya. Tapi ternyata, tidak semudah itu. Wanita yang terlihat tak berdaya itu, mendadak kini menjelma menjadi sosok yang seperti tak mengenal rasa takut. "Jangan coba-coba menguasai sesuatu yang bukan kau miliki. Atau kau ingin mati?" Terdengar suara Dena yang tiba-tiba seperti begitu serak dan parau.Perlahan, Samiran mencoba memandangi Dena dengan sedikit keberanian. Wanita itu, masih menyodorkan tatapan tajam mematikan. Sepasang matanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02

Bab terbaru

  • Bisikan Tengah Malam   179: Hoom Pim Pah Alaiom

    Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h

  • Bisikan Tengah Malam   178: Rekaman Suara Zeta

    Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya

  • Bisikan Tengah Malam   177: Shumb dan Nishumb

    Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y

  • Bisikan Tengah Malam   176: Dewi Kali

    Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,

  • Bisikan Tengah Malam   175: Cerita Zeta

    Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen

  • Bisikan Tengah Malam   174: Nunung Kembali

    Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S

  • Bisikan Tengah Malam   173: Gaun Tua

    Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si

  • Bisikan Tengah Malam   172: Terjebak

    Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O

  • Bisikan Tengah Malam   171: Julianna Selalu Bersama Minna?

    Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status