Hendra merasa penting untuk mengunjungi Dena dan kedua anaknya malam itu. Dia mendadak rindu. Bukan saja untuk memeluk dan menciumi Aurora dan Axio, tapi juga demi pergumulan hangat di ranjang bersama mantan istrinya tersebut. Begini mungkin rasanya jatuh cinta pada orang yang sama itu, bathin Hendra. Seperti memulai dari awal, dia merasakan sensasi yang tidak sekedar sayang. Ada rindu yang terus berpendar tiap waktu, menyisipkan gejolak asmara yang terkadang binal dan melupakan rasa malu.Dena mengusap pundak pria itu dengan lembut, merasakan kelembapan keringatnya yang mengucur deras sejak mulai pertarungan ganas dan liar tadi. Ini seperti hubungan intim yang mereka lakukan saat awal mula membina pernikahan. Semua serba membara. "Lima ronde..." bisik Dena, membuat Hendra tertawa. Mereka bercinta hingga larut, untunglah kedua anak mereka tertidur pulas. Hendra bangkit dengan hanya mengenakan sarung, dia mengaku merasa lapar. Kemudian Dena mengikat tubuhnya dengan kain tipis, lalu
Segelas air putih, akhirnya diminum Hendra dalam diam. Dia menutup tudung saji di atas meja makan, lalu bergerak untuk mencuci tangan di dekat sumur sebelah dapur. Sambal gandaria buatan Dena memang sedap betul, membuat Hendra lebih senang menggunakan tangan. Sebab itu dia harus bersih mencuci tangannya dengan sabun, agar aroma sambal hilang."Hoom pim paaaah..."Hendra menoleh, terdengar sebuah suara lirih di belakangnya. Tak ada seseorang di sana. Hendra menoleh bibir tangga yang menuju ruangan lantai dasar, kosong juga. Merasa penasaran, Hendra melongok ke dalam sumur. Gelap."Hoom pim paaaaaah...."Kali ini, suara itu terdengar begitu ramai. Semakin pelan menjauh. Hendra bergegas membawa lampu minyak untuk mengikuti arah suara tersebut, membuatnya tergesa menuju pintu yang menuju halaman belakang."Hoom pim paaaaaaaaah..."Tak ada rasa takut, Hendra langsung membuka pintu dan melangkah keluar. Sepi. Tak ada seorangpun di sana. Ada sekitar lima menit Hendra berdiri di tempat itu, s
Dena masih tertidur lelap. Aurora dan Axio duduk tenang di pinggir ranjang, memandangi ibunya. Sementara Hendra, tampak sedang sibuk bercakap-cakap dengan seseorang di ruang perpustakaan.Dia, Prana, sahabat Hendra yang penganut Hindu. Telepon Hendra di tengah malam, membuat pria itu mendadak datang ke rumah kontrakan Dena pagi buta itu. "Aku berharap kau bisa menolong Dena," kata Hendra, pada kakak tingkatnya waktu kuliah dulu. Mereka bersahabat dekat. Jelas Prana juga mengenal Dena, karena saat ingin mendekati wanita itu, terlebih dahulu Hendra berdiskusi dengannya."Jangan merusak hubungan orang. Dena punya pacar," nasehat Prana waktu itu.Tetapi Hendra sudah kadung cinta pada primadona kampus itu. Meski dari bisik-bisik yang dia dengar, gadis itu sudah tak lagi perawan, karena tinggal satu kamar kost dengan kekasihnya itu. Bodo amat! Demikianlah prinsip Hendra saat itu, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hati Dena.Sulit awalnya, mengingat Hendra tidak terlalu ta
"Sumpaaah... eike tidak halu! Lemarinya diketok-ketok, sereeem...." Sesco berteriak-teriak ketakutan di butiknya. Para karyawan mulai kebingungan dengan tingkahnya. Pria itu, dikabarkan lari ke hotel dekat rumahnya tengah malam hanya dengan masih memakai piyama bermotif pisang kuning. Sibuk menelpon Leonard agar segera kembali ke Indonesia, khususnya ke apartemen mewah mereka demi ngecek hantu. Pagi buta Sesco sudah menyatroni butik dan membuat kerusuhan besar."Hendra kemanaaaa??? Kok tak bisa dihubungi???""Tadi pagi masih nelpon saya, Madam. Katanya Si Dena kesurupan," sahut Wawan, salah satu staf marketing."Kesurupan? Kok bisaaa... Aduuuh, kenapa pada banyak syaiton dimenong-menong seh? Apa mereka lagi migrasi ke alam dunia apa gimana dimana ceritanya? Bukannya bersyukur yes, udah tinggal di dunia ghoib. Ini masiiiih... aja iseng liburan di sindang. Reportase tuh mahluk halus!""Apa itu reportase, Madam?" Tanya Wawan bingung."Repot!"Wawan tertunduk diam, sementara karyawan la
"Semua pasti berakhir," bisik Hendra di telinga Dena, meski wanita itu masih tampak tertidur. Tak ada yang dipikirkan Hendra, kecuali berusaha keras untuk memaksa Dena pindah dari rumah tua itu. Apalagi saat Prana tadi kembali meneleponnya dengan gusar."Pergilah dari situ, sebelum terlambat! Aku takut tak bisa memperingatkanmu lagi..." "Tapi Mas, sebelum aku kembali... mereka hidup damai di rumah ini. Dena dan anak-anak tampak tidak begitu khawatir. Saya cuma ingin mengusir mahluk halus apapun yang menunggu rumah itu jauh sebelum kami datang," elak Hendra."Hendra, dengar aku! Dena dan anakmu pastinya akan baik-baik saja. Tetapi kau... kau mungkin tidak..."Hendra awalnya tak ingin terpengaruh dengan ucapan itu. Tapi dia tahu, Prana tidak sedang menakutinya. Pikirannya menjadi semakin rancu, ketika dapat telpon dari butik, katanya Madam Sesco diganggu hantu gaun yang dibawa dari rumah sewaan Dena. Malah bosnya itu sibuk stres dan memilih tidak pulang ke rumahnya dimana hantu itu te
Awalnya, Samiran senang saat mengetahui jika Dena menggoda Darren. Dia yakin keduanya telah berhubungan badan. Tindak-tanduk Darren tidak seperti anak remaja yang sedang ketakutan. Justru beberapa kali Samiran memergokinya sering melirik nakal ke arah Dena. Begitupun Dena, tampak menunjukkan bahwa mereka sebenarnya memiliki ketertarikan yang sama.Sebab itu Samiran mengundang mantan suami Denna, Hendra, untuk menjebaknya agar kembali memperbaiki hubungan mereka. Jika mereka sudah baik, sementara Dena ada hubungan dengan Darren, dapat dipastikan cinta segitiga ini bisa berakhir dengan pertumpahan darah. Tanpa perlu repot menunggu wanita itu melahirkan, asalkan sedang mengandung, itu sudah menjadi sebuah syarat yang ideal sebagai korban. Tetapi skenario Samiran, tak semudah saat dulu menjebak anak gadis Van Der Mosch, si Minna dengan Austin. Darren seperti maju mundur, bergairah tapi malas bersaing.Darren ternyata tak lagi berani mendekati Dena, malah Dena kini seakan tak terpisah lag
Dena terbangun jelang malam dengan kondisi lemas, Hendra tergesa memberinya minum. Aurora datang membawa roti, lalu Axio membujuk ibunya untuk makan."Kamu tertidur begitu lama, kita makan ya! Aku masak," bujuk Hendra."Memang ada makanan?" Tanya Dena lesu."Tadi sore ada tukang sayur memanggilmu, dia menawarkan dagangannya. Jadi aku bisa memasakm""Oh, Pak Sanusi.""Iya, dia heran kamu tidak belanja sayur lagi. Oh ya, dia bilang ingin mengatakan sesuatu tentang rumah ini. Sebab katanya dulu kamu pernah bertanya tentang... tentang Tumini apa Jumini, gitu!"Dena merenung sebentar, lalu mengangguk "Ya, dulu di rumah ini katanya ada pembantu yang pernah kerja dengan Pak Moksa. Tumini namanya. Kata Bu Maria, itu ibunya Pak Samiran. Tapi kata Pak Samiran bukan.""Ada apa dengan Tumini itu?""Dia ada hubungannya dengan Pak Moksa. Mereka berselingkuh, konon dia mati dibunuh Bu Gayatri.""Alangkah banyak kematian di rumah ini. Ayolah sayang, tinggalkan saja rumah ini. Kita tinggal di rumah pe
Moksa hanya tahu, Darso membalsem mayat istrinya dalam diam, lalu menyimpannya pada sebuah peti panjang di salah satu kamar yang terkunci. Kamar yang pintunya selalu diketuk dan ditangisi Moksa kecil dengan sedih. Selanjutnya, adalah awalan yang buruk bagi pengalaman seksual Moksa kecil. Karena Darso kemudian selalu membawa banyak pelacur ke rumah, berhubungan seks secara bebas demi melupakan Mintje. Perilaku binal dan goyangan erotis nan sensual kemudian menjadi tontonan menggairahkan bagi Moksa. Membuatnya mendadak cepat melakukan onani sebelum waktunya. Sampai suatu kali, Darso menemukan anaknya yang belum genap 10 tahun itu, melakukan hubungan seks dengan pelacur-pelacur yang dibawanya. Sudah terlambat untuk berhenti, sebab kemudian, Moksa kecil sudah terlanjur ketagihan. Demi mengobati Moksa, Darso pindah ke pinggiran Batavia yang kemudian beralih nama menjadi Jakarta, membawa anaknya itu dan peti mayat Mintje. Membangun rumah besar, di area tanah kosong nan luas dengan hanya
Karel sesaat memandangi Kiki dan kedua staf Humas itu dengan tajam. Dia butuh waktu untuk menjelaskan. "Secara kebetulan," lanjutnya. "Satu hari sebelum menghilangnya Mbak Centini, ada petugas polisi di Kapolsek yang dipimpin Pak Sangiran, masih mengingat wajah wanita dalam video ini, yang mereka katakan sebagai 'keluarga Kapolsek yang terganggu jiwa dan ngamuk di Polsek'. Lalu dibawa Si Kapolsek pergi dengan mobil dinasnya dalam kondisi tangan terborgol dan mulut dilakban...""Oh, Tuhan!" Kiki dan kedua stafnya kompak berteriak sambil menutup mulut mereka. Karel menghela nafas dan langsung bangkit dari duduknya. "Saya akan melaporkan kasus ini ke Polda, dan saya berharap pihak Rajawali Air dapat turut membantu saya untuk itu. Kapolsek Sangiran saya perkirakan juga sudah berusaha membunuh Ibu Inoy, klien saya, karena beliau memiliki video-video ini sebagai barang bukti..."***Julianna tertegun di hadapan wanita tua itu. Sejak pagi dia datang ke rumah besar tersebut, malah Maria di
"Pinter, sih iya." Prana terkenang ucapan Triman. "Ayu sih ndak ya... udah perawan tua juga... tapi kok ya bisa nyangkut ke pasiennya yang kurang waras?"Prana mengangguk bingung,"Agak ganjil juga."Triman tertawa serak,"Itu mungkin karena nafsu toh? Wong Mas Ostin memang ganteng tenan iku! Saya juga kalo dadi wong wedhok, yo mesti ikut naksir. Anaknya memang masih kelihatan bocah, tapi tinggi tubuhnya. Sifatnya juga ramah, memang bikin jatuh hati kaum wanita. Cuma memang saya sering dapati, dia itu suka memamerkan kelaminnya ke pasien wanita ..."Prana mengendarai mobilnya menuju Kawasan Hitam. Dia telah berjanji kepada Syahreza dan Zulfan, untuk tiba di sana sebelum jam makan siang. Sementara Ustadz Hanif tidak bisa datang segera karena harus menjaga Samiran di rumah sakit, dia berjanjian datang saat Ashar setelah berganti tugas jaga dengan Pak Salam, salah satu pengurus masjid.Sebentar lagi, ritual permainan Hoom Pim Pah akan digelar Sukemi. Julianna memastikan datang, meski belu
Prana menghela nafas, dan lebih menghela nafas lagi saat bertemu Dokter Ginaryo Sp.KJ. Dokter itu dengan ramah mempersilahkannya untuk berbincang di ruang kerjanya. Mereka bercakap cukup panjang, hingga terbongkar banyak hal."Saya menangani pasien Austin itu, justru setelah sekitar 5 tahunan dia telah menghuni rumah sakit ini. Dokter pertama yang menanganinya adalah Dokter Emilia, yang meninggal waktu itu, jadi saya yang lanjut menangani Austin. Anak muda itu memang sulit dilupakan. Terutama karena fisiknya yang berbeda dari yang lain. Dia sangat tampan, bule. Bahkan sering jadi rebutan pasien-pasien wanita di RSJ ini. Jangankan dia, ada saja petugas wanita yang juga sempat naksir...""Seperti apa kondisi Austin waktu dokter tangani?""Saya menangani Austin sekitar tahun 2005, ya... saya melihat kondisinya saat itu masih tidak begitu baik. Sering kabur dari rumah sakit, dan ditemukan petugas selalu senang berjalan-jalan sendirian tengah malam, tanpa alas kaki. Pokoknya kalau ditemuka
Aku menikahi Gayatri, tapi perjalanan "rumah tanggaku" yang sebenarnya, justru bersama Marce Si Tetangga Sebelah. Hal inilah yang membuat Austin memohon permintaan kepada Shumb Si Raja Iblis. Dia ingin agar kami bertiga bersatu menjadi keluarga utuh. "Bapak berhak hidup bahagia tanpa harus terus berpura-pura dalam pernikahan hampa. Austin ingin Bapak dan Mami bersatu selamanya, dalam pernikahan yang sah. Mami sangat menyayangi Austin, Pak. Dan pernahkah Mami juga mengecewakan hidup Bapak? Pernahkah Mami membunuh wanita-wanita yang membuat Bapak lupa untuk mengunjungi Mami di rumah? Jika Gayatri adalah Mami Marce, mungkin saat itu, Ibu Austin... Lovina... tidak akan tersiksa sampai mati...."Kalimat panjang anak itu, seakan menyadarkan aku betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan itu ternyata tidak hanya tentang harus selalu bersama, tetapi hanya butuh saling mengerti. Marce pernah mengatakan, dia tak sanggup marah saat aku selalu menyelingkuhinya."Karena aku tahu, aku bukan siap
Austin tumbuh dengan fisik sempurna. Ya, semakin mirip aku. Jauh berbeda dari Kalungga dan Turangga, yang wujudnya mirip Gayatri. Itulah sebabnya, aku sangat menyayangi Austin. Dia bebas bermain di rumahku kapan saja, tanpa Gayatri berani mengusirnya. Aku berikan apa saja yang dia mau, yang dia suka. Semua!Dia anak yang baik, juga berprestasi di sekolah. Marce ternyata sangat pandai mengurus anak rupawan itu, sebab semua orang menyukai kepribadiannya. Austin juga pandai melukis dan memahat sepertiku, sebab itu, dia kuizinkan untuk memasuki Ruangan Rahasia di Bawah Tanah.Ini adalah tempat yang tidak sengaja ditemukan Romo, saat sedang membuat ruangan lantai dasar, serta membuat makam. Ruangan aneh itu begitu besar, dengan dua patung raksasa. Romo sering melakukan semedi di tempat itu, jika sedang merasa gundah. "Ini sebenarnya pernah jadi tempat pemujaan iblis, mungkin sekian abad silam" kata Romo, saat membawaku ke sana, waktu kami baru saja menguburkan Kadita."Siapa itu, Romo?" T
Semula, aku mengira, berumahtangga itu sama seperti aku pernah melukis tubuh telanjang Kadita yang memesona. Asal kita suka melakukannya, meski itu sulit, pastinya bisa dapat diwujudkan juga. Tetapi nyatanya, pernikahan tidak seperti itu. Menikahi wanita bukan hanya untuk cuma bisa tersalurkan urusan kebutuhan biologis, punya anak, tidak cerai dan dianggap normal oleh masyarakat. Bukan itu!Aku menikahi Gayatri, yang tak pernah aku cintai. Aku bahkan tidak menerima segala kekurangannya. Bahkan aku tidak mengizinkan dia membuka topengnya, saat kami bersetubuh. Aku tak ingin gairahku memudar melihat wajahnya yang tak membangkitkan selera itu. Aku selalu membayangkan, jika dibalik topeng itu ada wanita berparas ayu rupawan, dan bukan pastinya itu bukan Gayatri!Dan ternyata, wanita itu juga tidak subur. Meski setiap malam kugagahi, dia tak kunjung bunting. Tapi sulit menuduhnya mandul, sebab dia pernah kawin dan punya anak sebelumnya. Aku juga, tidak ingin dituduh tidak subur! Inilah ya
Semua orang tahu, jika Mintje Molina hanyalah anak Jans Pietter dari seorang gundiknya, yang bernama Nyai Midah. Sebab itu, meski aku mendapat gelar bangsawan dari Bapak, beliau tidak merasa ada alasan bagiku untuk tidak mau jadi Belanda."Manson Jans Pietter, kamu itu Belanda. Darah Eropa menetes di tubuhmu. Persetan soal priyayi, itu juga pribumi. Derajat mereka itu, di bawah kita..." kata Mami suatu kali, saat aku menolak untuk dipanggil Manson Jans Pietter."Jika Mami merasa tidak sederajat, mengapa menikahi Romo?"Saat itu, aku hanya melihat Mientje Molina hanya membuang muka. Di kemudian hari aku tahu, ternyata memang tak ada satupun orang Belanda, ras Eropa lainnya, atau siapalah yang dianggap Mami derajatnya jauh lebih tinggi, bersedia menikahi seorang anak Nyai yang pernah sempat melacurkan diri demi sesuap nasi, setelah Bapak Belandanya mati. Romo mengangkat derajat wanita itu, tapi dia tidak pernah berterima kasih.Bahkan Mami mencoba meninggalkannya demi pria Cina kaya. Ya
Prana menepuk halus pundak Samiran, dia khawatir pria itu akan tambah sakit jika bicara. Tapi Samiran tidak mau berhenti."Muntarso ingin mengusai harta rumah itu dengan menikahi Gayatri, sebab itu dia membunuh Pak Moksa dengan meracunnya. Bu Gayatri tidak tahu. Wanita itu juga tidak tahu, jika kecelakaan mobil yang dialami Kalungga dan Turangga juga karena sabotase Muntarso. Tapi mobil yang pernah dibawa Muntarso untuk meneror kedua orang itu sebelumnya, juga kelak malah kemudian terbalik dan terbakar...""Dia pernah membakar orang, bukan?"Samiran memandang sedih ke arah Prana,"Saya juga. Mungkinkah akan terjadi hal yang sama?"Prana menggeleng, lalu kembali menepuk halus pundak pria itu."Bapak orang yang sudah berusaha menjadi baik...""Saya tidak tahu apakah Tuhan akan memaafkan saya. Sebab saya terlalu bodoh dan patuh kepada sesama manusia. Sebelum mati, Bu Gayatri berpesan agar saya menjaga dan jiwanya dari gangguan jiwa lain yang juga terjebak di rumah itu. Sebab itu setiap 20
Samiran masih tampak lemah, tapi dia tahu, kehadiran kedua pria di depannya memang telah ditunggunya. Prana, yang membawa Syahreza temannya, diyakini Samiran dapat segera menuntaskan segala masalah."Kami ingin bertanya tentang Austin, Pak. Sebentar saja," kata Prana.Perlahan, Samiran mulai memejamkan matanya. Dia bersyukur, kini nafasnya tidak lagi sesak sehingga bisa bicara."Ada yang sedikit rancu tentang Austin anak Lovina. Dia sebenarnya sudah ada sebelum saya dibawa Muntarso ke sana.""Austin sudah lahir?""Sudah besar malah. Saat saya masuk ke sana, Austin jelas lebih tua dari saya.""Kalau Lovina?""Usia Lovina saat hamil, juga jauh berbeda dengan Kalungga dan Turangga, 13 tahun. Kalau dua anak itu, sekitar usia 3 dan 1 tahun waktu Lovina mati. Dia itu diasuh Bu Gayatri dari bayi, sebagai anak pancingan biar cepat hamil. Saya tahu cerita itu juga dari Muntarso. Kasus kematian Lovina terjadi, itu jauh dari kasus Tumini mati. Sebelum itu, Lovina adalah korban Moksa pertama seb