Beranda / Horor / Bisikan Tengah Malam / 153: Astari Bingung

Share

153: Astari Bingung

Penulis: Cerita Diamond
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 08:07:39

Hujan semakin deras, sementara tak ada yang bisa mendengar suara jeritan dan tangisan Astari. Dia berusaha kembali ke rumah tua itu, dengan harapan ada yang bisa menolongnya. Wanita itu terus berlari sekuat tenaga, dengan Yusuf yang terus ganas pula mengejarnya. Petir dan kilat terus menyambar, membuat Astari terkejut dan tergelincir jatuh. Tubuhnya lalu berguling-guling di tanah yang penuh air berwarna coklat dan berlumpur, tepat di depan rumah tua itu.

Yusuf cepat mendekatinya, dan bersiap untuk menghajarnya dengan balok kayu. Namun tiba-tiba pintu rumah itu terbuka. Aurora, tiba-tiba tampak berdiri sambil merentangkan kedua tangannya sambil berteriak.

"Hoom Pim Pah Alaiom..."

Astari yang sudah lemas, berusaha keras merayap untuk mendekati Aurora. Anak itu tetap berdiri sambil berteriak sekuatnya.

"Hoom Pim Pah Alaiom...."

Tiba-tiba, hujan yang deras itu berhenti. Seketika. Lalu dari segala arah, tampak bermunculan bocah-bocah perempuan kecil bertelanjang kaki dan memakai selendang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bisikan Tengah Malam   154: Cerita Fakta dari Triman

    Syahreza melangkah bergegas mendekati pria tua yang sedang menyapu itu. Dia telah bertanya kepada beberapa orang, tentang petugas kebersihan yang bernama Triman. "Pak Triman?" Syahreza mengangguk kepada pria itu."Iya, ada apa Pak?"Akhirnya, Syahreza tersenyum lega. Dari rumah sakit, Prana sudah memintanya untuk mencari pria tersebut di RSJ Karsa Menuri. Sejumlah catatan pertanyaan dari Prana, telah dicatatnya, sebelum sahabatnya itu kembali terkulai tak sadarkan diri. Mukanya babak belur dihajar balok kayu oleh Yusuf, karyawannya sendiri. Entah ada dendam pribadi apa diantara keduanya, namun Syahreza bersyukur, ketika polisi telah lebih dahulu mengamankan Yusuf, usai mendapat keterangan dari Astari."Saya Syahreza, tadi diminta Pak Prana untuk datang kemari mencari Pak Triman. Bapak ingat? Seorang pria yang menanyakan tentang Austin?"Triman terdiam sesaat, lalu kemudian tersenyum."Oh, Bapak ganteng yang ngasih saya banyak duit itu ya? Pasti saya ingat. Saya sudah bagikan duit tit

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Bisikan Tengah Malam   155: Misteri Lusiah

    "Lanjut Pak?" Triman melirik khawatir.Syahreza tersenyum, sambil meletakkan gelas kopinya, juga menutup buku catatan titipan pertanyaan dari Prana. Mendadak dia merasa ingat semua tentang apa yang telah diucapkan Prana."Bapak bisa ceritakan lagi pada saya, tentang wanita-wanita yang pernah dihamili oleh Austin? Selain Dokter Emilia, sebab dokter itu ternyata kakaknya Zulfan, karyawan Pak Prana juga..."Triman terpana, tiba-tiba dia langsung meletakkan rokoknya di atas asbak."Zulfan itu Si Ufan? Adiknya Dokter Emil, ya?""Saya cuma tahu namanya Zulfan.""Anak itu pernah berantem sama Mas Ostin dulu di rumah sakit ini. Ngamuk karena kakaknya mati bunuh diri gara-gara Si Mas Ostin. Itu saya yang misahin Ufan dan Mas Ostin awalnya, kalau nggak... bisa mati itu Si Ufan. Lha, badannya cilik gitu, kok. Kalah karo Mas Ostin yang Wong Londo!""Sekarang dia sudah dewasa!""Waduh, waktu cepet mabur yo. Salam untuk Ufan yo, Pak. Bilangin, dari Pakde Triman!""Sip, Pak. Dia lagi di Polda sekara

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Bisikan Tengah Malam   156: Lusiah, Arabella dan Austin

    Syahreza merapatkan duduknya di sebelah Triman, demi menatap layar ponsel pabrikan Cina itu. Rasanya, dia seperti tiba-tiba ditonjok orang tepat pada bagian jantung. Foto pada ponsel Triman, membuatnya teringat kalimat Prana di rumah sakit. "Julianna curiga, ada dua Dena sebenarnya. Kita bertemu keduanya, di rumah itu..." Triman tersenyum menatap Syahreza, matanya berkedip. "Bagaimana? Ayu-ayu, toh? Mirip sekali mereka. Cuma kalau diperhatikan, ini adiknya memang sedikit jauh lebih cantik. Kata Lusiah, nama adiknya Si Arabella itu artinya memang wanita cantik. Sesuai dengan namanya toh?" Syah menelan ludah yang seakan bercampur beling. Tubuhnya gemetar memandang wajah kedua wanita rupawan itu. Namun Triman tak memperhatikan, malah dengan santai melanjutkan penjelasan. "Kalau Lusiah bilang sih, arti nama dia, Garneta Lucia itu... batu permata yang terang. Makanya, cucu kembar saya itu diberi nama Lucia dan Arabella. Sudah izin saya ke kakak dan adik itu. Biar pada tertular jadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Bisikan Tengah Malam   157: Garneta

    Yusuf mengaku masih pusing, tetapi dia sudah harus melewati proses pemeriksaan polisi. Perban di kepalanya belum dilepas, namun tangannya sudah diborgol, meski dia memohon untuk minta diberi kesempatan beberapa menit agar sedikit bisa menenangkan diri. Polisi memberinya minum, lalu meninggalkannya sendiri di dalam ruangan yang hanya memiliki meja dan dua kursi tersebut. Pintu nampak tertutup, namun dia tahu, jika beberapa anggota polisi berjaga ketat di luarnya."Kenapa aku menjadi seperti ini?" Keluh Yusuf, tapi dia tak sanggup untuk menangis.Ini, jelas bukan seperti keinginannya. Tetapi mencintai Garneta, baginya adalah kenangan terindah. Wanita itu jauh lebih tua darinya. Ditemuinya suatu malam, saat sedang bertugas sendirian menjaga sebuah rumah kosong milik bosnya.Wanita itu berdiri di pintu pagar, rambutnya yang sebahu berkibar ditiup angin, sementara kulitnya nampak nyaris seputih gaunnya. Semula Yusuf mengira dia hantu, tetapi ternyata, kakinya yang telanjang itu nampak lem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Bisikan Tengah Malam   158: Garneta dan Gardena

    "Ya," Garneta menghela nafas. "Dena memang terlihat normal. Tapi sebenarnya dia jauh lebih gila dariku."Yusuf terpana,"Lebih gila?""Dia suka berhalusinasi. Tapi aku sayang padanya. Sebab itu aku rela masuk RSJ, agar dia tidak terus diperkosa Papi tiri kita. Hmm..., tak banyak yang tahu jika itu bukan bapak kandung kami. Ini yang selalu kusesali, andai Papi kandung tidak meninggalkan kami pergi...""Jadi, beliau... papi kalian masih hidup?""Entahlah. Kami terakhir bertemu dengannya itu, waktu masih balita. Tidak ingat lagi. Sebelum Mami minta cerai, karena gatel kepincut dengan pria lain yang malah merusak masa depan anak gadisnya...""Kalian tidak berusaha mencarinya?"Garneta terdiam, dia memejamkan matanya beberapa saat. Sebelum menatap Yusuf."Saat kasus aku membunuh pria bajingan itu, sebenarnya aku sudah minta Mami untuk mencari Papi. Karena Papi itu pengacara. Tapi Mami tidak bersedia. Mami sangat marah ketika aku menghabisi suaminya..."Yusuf membelai wajah Garneta. Betapa c

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Bisikan Tengah Malam   159: Hati Yang Remuk

    Terbayang dalam ingatannya, lelaki itu dulu begitu ganas menjamah tubuhnya di toilet RSJ. Pada malam-malam gulita, dia juga merasakan hubungan yang luar biasa dengan Austin, dan hanya mereka yang tahu. Ungkapan cinta sepanjang waktu, termasuk menuliskan hurup G & A dalam lingkaran lengkung hati pada tiap sudut dinding RSJ.Betapa indahnya masa remaja itu, ketika harus dilaluinya dengan seorang pemuda tampan yang mengajarinya hasrat gairah bercinta. Dia lupa dengan kasusnya, dia tak peduli dengan kesedihannya, karena kehadiran Austin seakan begitu gencar menghapus lara.Lalu, betapa kecewanya dia, ketika Dokter Emilia ternyata juga coba menggoda kekasihnya tercinta, dalam salah satu ruangan pemeriksaan.Dialah yang berteriak marah, dengan memanggil petugas rumah sakit dan dokter saat itu, sehingga kasus itu jadi terbongkar. Tak ada yang bisa mengatakan itu fitnah, karena tubuh mereka ditemukan basah telanjang, lengket padat di ranjang pasien.Dan Garneta pula yang mencekik bayi-bayi Ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Bisikan Tengah Malam   160: Yusuf Dimanfaatkan Garneta

    Saat itu, Dena sudah pindah. Dan dia datang ke rumah itu cuma demi menemui kakaknya. Garneta selalu merasa nyaman di rumah itu, dia bisa datang setiap waktu tanpa ada yang tahu. Tapi kelakuannya yang menyimpan buku harian Moksa di peti matinya, jelas tidak beralasan."Apa penting untuk menuliskan inisial cinta kayak ABG begini? Bagaimana jika ada yang tahu? Apa kau tidak sadar jika begitu banyak orang datang ke sini? Ada Mas Prana dan istrinya, serta orang-orangnya yang tertarik dengan hal aneh di ruang bawah tanah sana? Termasuk Julianna yang bule itu?" Kata Dena, ketika tak sengaja membuka lembaran terakhir.Garneta tertawa, saat melihat Dena mengacungkan buku Moksa itu,"Oh, jadi kau baru sadar alasan aku ingin menyimpannya di makam?" "Kau bisa mencoretnya!""Terserah kaulah, tapi mereka tak bakal paham siapa itu Si G!""Jangan meremehkan sesuatu, Garneta. Semua orang tertarik dengan misteri di rumah ini. Sementara aku jungkir balik harus menutupi keberadaanmu.""Aku senang berpura

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Bisikan Tengah Malam   161: Kamuflase

    Sebelumnya, Yusuf sudah lebih dulu menjebak Austin, dengan berpura-pura sebagai Moksa. Saat lelaki itu berlari mengejarnya ke ruang bawah tanah, dia langsung menghantam tengkuknya. Menyembunyikannya di balik drum tua agar tidak dilihat Marce, baru kemudian menyeretnya ke tangga lorong bawah tanah, melalui salah satu lobang yang ternyata selama ini cuma ditutupi drum."Dena terlalu bodoh saat bercerita tentang banyak lorong dan pintu rahasia di rumah ini..." kata Garneta, saat melihat Yusuf menyeret tubuh Austin."Semoga dia tidak mati," sahut Yusuf. "Kita butuh Austin sebagai kambing hitam. Kematiannya harus lebih lambat dari yang lain...""Tidak bakal mati sekarang, tapi nanti... setelah belati yang menusuk semua orang berada di tangannya!" "Apa semua akan berjalan lancar?""Ah," Garneta menepiskan tangannya, "Aku malas bersitegang dengan keraguanmu, Yusuf. Situasi sudah terlanjur begini, mengapa kau masih membuat keraguan?"Yusuf menghela nafas. "Aku cuma khawatir, sayang. Bagaiman

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • Bisikan Tengah Malam   177: Shumb dan Nishumb

    Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y

  • Bisikan Tengah Malam   176: Dewi Kali

    Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,

  • Bisikan Tengah Malam   175: Cerita Zeta

    Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen

  • Bisikan Tengah Malam   174: Nunung Kembali

    Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S

  • Bisikan Tengah Malam   173: Gaun Tua

    Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si

  • Bisikan Tengah Malam   172: Terjebak

    Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O

  • Bisikan Tengah Malam   171: Julianna Selalu Bersama Minna?

    Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya

  • Bisikan Tengah Malam   170: Sumur Maut

    Dua jasad yang diangkat dari dalam sumur itu sudah menimbulkan bau. Tak sedikit petugas polisi yang dibantu petugas SAR, terlihat terhuyung mual. Meski masker tebal telah menutup separuh wajah, tetapi tetap saja tak mampu menyingkirkan bau daging busuk. "Ini mirip pengangkatan para jenderal korban PKI di Lubang Buaya!" Kata Lembu Suraji, tak sanggup menahan amarah, saat keluar dari rumah itu.Syahreza yang muncul belakangan, hanya bisa berjalan mundur sambil menutup hidung. Dia coba untuk bertahan, tetapi yang terjadi, justru betul-betul muntah. "Jangan masuk, Pak! Petugas saja tidak tahan," kata Lembu Suraji.Syahreza hanya bisa tersungkur dengan isi perut hampir keluar semua. Lemas sudah. Bau sisa darah busuk dari tetesan jejak mayat-mayat sebelumnya saja sudah membuat mual, apalagi dengan bau mayat yang lama terendam di dalam air?Ketika kantong-kantong mayat tersebut dibawa para petugas keluar rumah, Syahreza sudah nyaris berlari, khawatir muntah lagi. Namun Lembu memintanya unt

  • Bisikan Tengah Malam   169: Para Korban Dimakamkan

    Tak disangka Zeta, dia akhirnya bisa kembali ke Indonesia bersama Leonard. Si Bos, tiba-tiba juga harus kembali ke indo karena dipaksa Sesco. Zeta melangkah mengikuti Leonard, memasuki Butik Sesco, Jakarta. Mereka disambut Wawan dan Eriska saja, sementara yang lain sedang pergi ke pemakaman anak bekas pegawai Sesco."Anak bekas pegawai meninggal, satu butik nyaris kosong. Sungguh mulia sekali," kata Zeta, sambil duduk di sofa dan meneguk teh melati."Begitulah Sesco, dia sangat peduli. Hal itu dia tularkan kepada seluruh karyawannya," sahut Leonard."Luar biasa!"Leon menatap Zeta,"Kapan mau mengunjungi bekas rumahmu itu?"Zeta menggigit bibirnya,"Saya akan mengunjungi hotel tempat Julianna menginap, lalu lanjut ke rumah itu.""Kau tahu di mana dia menginap?Zeta menggeleng,"Dia cuma bilang, hotel dekat Kawasan Hitam!"Leonard tiba-tiba memanggil Wawan,"Ada berapa hotel di dekat Kawasan Hitam, Wan?""Ada beberapa mister," jawab Wawan cepat. "Cuma kebanyakan kelas melati. Hotel berbin

DMCA.com Protection Status