Zulfan langsung bangkit. Dia bergegas mendekati foto itu satu persatu. Mendadak darahnya mendidih. Masih terkenang rasanya, peristiwa 15 tahun lalu. Saat kakak sulung yang paling dibanggakan keluarga, malah menghabisi dirinya dengan tergantung di kamarnya. Usia Zulfan juga baru 15 tahun saat itu, masih SMA. Bersama kedua orangtuanya, dan dua kakaknya yang lain, mereka histeris saat menurunkan tubuh Emilia yang sudah dingin kaku dengan lidah terjulur.Emilia adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarga. Menjadi seorang Dokter adalah pilihannya, termasuk untuk memutuskan melanjutkan ke bidang spesialis kejiwaan. Dia berusia sekitar 36 saat itu, dan belum juga menikah. Wajahnya memang tidak cantik, mungkin itu pula yang membuatnya sulit menemukan jodoh, meski dia sudah bergelar dokter sekalipun.Siapa yang menyangka, jika hidupnya harus usai dengan cara sesedih itu. Tertangkap basah saat sedang ganas bercinta dengan seorang pasiennya. Betapa memalukannya kasus itu. Meski pihak RSJ
Terakhir kali yang Zulfan dengar, Centini melaporkan pacarnya itu ke kantor polisi karena sering ringan tangan. Zulfan sempat mengunjungi Centini di rumah sakit, pasca babak belur dihajar pacarnya. Tapi wanita terlihat tidak suka diperhatikan Zulfan lagi."Jangan dekati aku, Mas Zulfan. Jika pun yang tersisa di muka bumi ini cuma satu pria yaitu kamu, aku juga tak akan memilih pria yang banyak tanggungan sepertimu!" Kata Centini tajam, membuat Zulfan putus harapan.Bertahun-tahun tak mendengar kabar Centini, kini sosial media malah heboh dengan kasus menghilangnya wanita itu. Zulfan berpikir, mungkin bekas pacarnya yang brutal itu masih dendam, jadi saat keluar dari penjara... bisa saja dia menculiknya? Meski lama tak bertemu, mendapat kabar mantan terindah menghilang begini, siapa yang tidak jadi sedih?"Kamu mengenalnya, Zulfan?"Zulfan menoleh, Julianna berdiri di sebelahnya, ikut memandangi foto-foto Austin."Jika benar dia Austin, kakak saya juga hamil dan bunuh diri gara-gara di
X kita nih, beri pengarahan..." kata Aris Setyo, sambil menandatangani beberapa berkas."Siap, Dan!" Sahut Himawan."Himawan, saya ingin bertanya soal kasus yang lagi ramai sekarang. Soal Pramugari Rajawali Air yang menghilang""Centini, Dan?"Aris Setyo mengangguk, sambil menyerahkan kembali berkas-berkas yang telah ditandatanganinya."Saya tahu kalau soal Centini itu, Dan. Dulu, sekitar dua tahun lalu dia pernah melaporkan pacarnya yang brutal di Polsek ini. Dipenjara itu dulu pacarnya, mungkin sudah bebas sekarang. Sudah lama itu. Tapi saya curiga, itu mungkin dia diculik pacarnya yang ingin balas dendam. Cuma dugaan sih, Dan!""Bisa nanti saya lihat arsip kasusnya?""Siap, Dan!""Himawan, pada saat kasus saudara perempuan Kapolsek ngamuk di Polsek ini, apakah kamu ada di lokasi kejadian?""Oh...cerita soal saudara Kapolsek yang terganggu jiwa itu, Dan? Saya cuma denger ceritanya saja. Waktu itu saya sedang ke SMK, Dan. Pengarahan kasus bahaya narkoba di lingkup pelajar..."Aris Se
Prana tak bisa lagi bicara, hatinya betul-betul lelah. Baru saja keluar dari rumah itu, dia sudah disambut pertengkaran antara Hendra dan seorang wanita, yang kata Astari kemudian ternyata mertuanya. Syahreza, Julianna dan Zulfan juga tak bersuara. Terpana memandangi tontonan gratis tersebut. "Dasar nenek tua peyot, masih saja mengejarku sampai ke sini. Kau pikir aku mau padamu? Kalau kau tidak menggodaku, mana sudi aku!" Teriak Hendra yang kini telah duduk di kursi roda."Hei, kamu Hendra! Hati-hati bicaramu, ya. Aku cuma minta kunci rumah untuk mengambil barang-barangku yang ada di rumahmu. Kalau Lolita tidak memberi alamat ini, aku juga tidak tahu harus mencarimu dimana lagi," sahut Atikah."Alasan, pergi kau! Najis!""Kurang ajar, kau yang najis!"Keduanya terus saling melemparkan makian, sampai para penonton di sekitarnya merasa bosan. Tetapi ketika Prana sudah meminta Astari untuk masuk ke mobil, Hendra malah kencang berteriak."Heh, Mas! Mana itu Si Dena keparat?"Prana menole
Prana mengernyitkan dahinya, dia sebetulnya masih penasaran dengan kalimat Julianna saat mereka masih berada di ruangan bawah tanah. Siapa sesungguhnya orang yang diduga Julianna, sebagai dalang dari segala masalah di rumah ini? "Sudah pukul 2 siang, sebentar lagi kita akan menggelar ritual Hoom Pim Pah, yang kata Pak Samiran wajib dilakukan. Dan ruangan ini, setidaknya satu dari kita telah saling mengenal, atau ada urusannya dengan rumah ini..." terdengar suara Prana, membuat mereka saling memandang satu sama lain."Kecuali dia!" Gerutu Hendra, sambil menunjuk Atikah dan meludah."Emang ibu ini siapa?" Tanya Dena."Mertuanya," sahut Astari."Bekas mertua!" Tegas Hendra.Dena mendadak tertawa,"Jadi ini Ibunya Lolita yang membuatmu kelojotan, sampai nyaris di penjara?"Hendra melengos,"Bersyukurlah aku bebas. Karena aku tak bersalah. Wanita tua liar itu yang menggodaku. Dia sama seperti Lolita, binal! Perusak rumah tangga orang!""Dan kau?" Dena mencibir ke arah Hendra. "Kau tak perna
Hujan masih deras, seorang wanita yang membawa payung besar, tampak terhuyung-huyung keluar dari rumah sebelah."Bu Maria?" Prana menyapa bingung."Darren belum kembali, Pak. Hilang dalam rumah itu..." kata Maria dengan lemas."Sudah kami cari, Bu. Tapi Darren tidak ada," kata Prana, sambil membantu wanita tua itu untuk meletakkan payung, dan memasuki rumah. Prana sempat melirik mobil hitam yang tepat berada di depan rumah, tampak sopir dan perawat Hendra masih terlihat sibuk ngobrol di dalamnya.Kehadiran Maria, membuat formasi "reuni" di rumah itu seakan lengkap sudah. Astari dan Julianna bergegas membantu Maria untuk duduk, wanita itu tampak begitu lahap makan, ketika disodori minuman dan roti."Dari semalam saya gelisah mencari Darren. Dia hilang di rumah ini..." kata Maria, dengan mulut penuh roti. "Kenapa dia masuk ke sini?"Maria nyaris tersedak mendengar pertanyaan itu, dia memandangi Dena yang kini memilih duduk tepat di sebelah Aurora yang tidak lagi dipangku Astari."Oh...
Samiran, memejamkan matanya. Dia teringat akan peristiwa puluhan tahun silam. Saat Moksa sedang sibuk di pabrik jamu dibantu Muntarso, dan kedua anaknya Kalungga dan Turangga sedang tidak ada di rumah. Hujan begitu deras, namun Samiran melihat sosok itu menyelinap dari pintu lain. Berharap akan dibagi sekantung permen seperti biasa, namun "Kakak yang Baik Hati" itu malah berkelebat ke ruangan lantai dasar. Langkah kakinya yang panjang itu tampak begitu cepat, membuat Samiran lamban mengejarnya. Namun apa yang harus dikejar? Suara nafas yang begitu ganas memburu, terdengar dari tangga. Menakutkan. Jeritan dan lenguhan nakal begitu memekakkan telinga. Samiran mundur, duduk diam di dapur, dengan tubuh berkeringat takut.Hampir satu jam menanti, baru kemudian dirasakannya ada tangan seseorang yang tiba-tiba menyentuh pundaknya dengan lembut."Ini permenmu," kata Austin, sambil mengeluarkan beberapa butir permen dari saku celananya yang resletingnya masih tampak terbuka. Memperlihatkan d
Cerita Samiran, membuat semua orang yang berada di rumah itu jadi membisu. Sulit bersuara."Austin itu terganggu jiwa, dan ada masalah dengan hal seksual..." terdengar suara Samiran, seperti menyimpulkan semua cerita panjang lebarnya."Lalu, apa penyebabnya dia sampai tidak bisa tua?" Tanya Julianna."Mungkin... ini mungkin ya... efek dia jatuh itu, merusak sel syaraf, termasuk sel pertumbuhannya. Tubuhnya tidak mengalami perkembangan, dan terhenti cuma sampai usia terakhir dia mengalami peristiwa musibah jatuh tersebut. Usianya pas jatuh itu 15 tahun kan? Ini yang dinamakan "kepencet" tombol awet muda. Sesuatu yang dijabarkan dan masih terus coba dikuak oleh ilmuwan, " sahut Prana."Bisa begitu?" Julianna mengernyitkan dahi, dia merasa ragu."Ini cuma dugaan. Saya pernah baca kasus seorang balita yang tubuhnya tidak sengaja ditimpa Kakaknya, tubuhnya anak itu jadinya tidak pernah besar. Meski usia bertambah, tapi tubuhnya tetap saja seperti balita. Meski kemudian dia jadi selalu saki
Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si
Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O
Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya
Dua jasad yang diangkat dari dalam sumur itu sudah menimbulkan bau. Tak sedikit petugas polisi yang dibantu petugas SAR, terlihat terhuyung mual. Meski masker tebal telah menutup separuh wajah, tetapi tetap saja tak mampu menyingkirkan bau daging busuk. "Ini mirip pengangkatan para jenderal korban PKI di Lubang Buaya!" Kata Lembu Suraji, tak sanggup menahan amarah, saat keluar dari rumah itu.Syahreza yang muncul belakangan, hanya bisa berjalan mundur sambil menutup hidung. Dia coba untuk bertahan, tetapi yang terjadi, justru betul-betul muntah. "Jangan masuk, Pak! Petugas saja tidak tahan," kata Lembu Suraji.Syahreza hanya bisa tersungkur dengan isi perut hampir keluar semua. Lemas sudah. Bau sisa darah busuk dari tetesan jejak mayat-mayat sebelumnya saja sudah membuat mual, apalagi dengan bau mayat yang lama terendam di dalam air?Ketika kantong-kantong mayat tersebut dibawa para petugas keluar rumah, Syahreza sudah nyaris berlari, khawatir muntah lagi. Namun Lembu memintanya unt
Tak disangka Zeta, dia akhirnya bisa kembali ke Indonesia bersama Leonard. Si Bos, tiba-tiba juga harus kembali ke indo karena dipaksa Sesco. Zeta melangkah mengikuti Leonard, memasuki Butik Sesco, Jakarta. Mereka disambut Wawan dan Eriska saja, sementara yang lain sedang pergi ke pemakaman anak bekas pegawai Sesco."Anak bekas pegawai meninggal, satu butik nyaris kosong. Sungguh mulia sekali," kata Zeta, sambil duduk di sofa dan meneguk teh melati."Begitulah Sesco, dia sangat peduli. Hal itu dia tularkan kepada seluruh karyawannya," sahut Leonard."Luar biasa!"Leon menatap Zeta,"Kapan mau mengunjungi bekas rumahmu itu?"Zeta menggigit bibirnya,"Saya akan mengunjungi hotel tempat Julianna menginap, lalu lanjut ke rumah itu.""Kau tahu di mana dia menginap?Zeta menggeleng,"Dia cuma bilang, hotel dekat Kawasan Hitam!"Leonard tiba-tiba memanggil Wawan,"Ada berapa hotel di dekat Kawasan Hitam, Wan?""Ada beberapa mister," jawab Wawan cepat. "Cuma kebanyakan kelas melati. Hotel berbin
Sebenarnya, Karel cuma menemani Abdul untuk menengok kondisi Dena. Usai mencium Inoy yang masih terbaring koma di rumah sakit, Abdul segera minta bantuan Karel untuk menemui Dena. "Saya sangat bangga dengan perjuangan Inoy menyelamatkan keluarga, Pak Karel. Saya selama ini mungkin menganggap istri saya rendah, tidak tahu apa-apa, cuma ibu rumah tangga biasa. Saya lupa dia pernah kuliah, pernah bekerja....cuma demi mengurus anak, dia ikhlas melepas segalanya. Tapi saya baru tahu, jika dia punya keahlian seperti detektif," ungkap Abdul, panjang lebar.Karel mengangguk,"Ya, luar biasa hal yang dilakukannya, meski membahayakan jiwa. Setidaknya kasus-kasus Sangiran terbongkar semua. Dari soal Centini, pembebasan Alya Dildo, sampai upaya tukar guling kasus anda dan Hendra. Bukan itu saja, dia mengirimkan juga video percakapannya dengan pengacara Petrus, yang membuat kita bisa melaporkan pengacara mata duitan itu!""Sekali tepuk, banyak nyamuk mati. Itu yang dilakukan Inoy. Tapi dia jadi ko
Lembu Suraji memandangi tumpukan kertas di meja kerjanya. Hari ini, sudah 3 saksi dipanggil ke Polsek. Soni dan Nena, sopir dan perawat yang dipekerjakan Alya Dildo untuk mengurus Hendra. Juga seorang driver ojek online yang sempat mengantar order makanan ke Kawasan Hitam."Tak ada yang aneh saat itu, kami malah mengira mereka sedang reuni," kata Soni, si sopir."Hendra yang minta diantar ke tempat itu?" Tanya Lembu."Betul, pak. Kami cuma diperintah.""Tujuannya?""Katanya sih, mau bertemu mantan istri dan anak-anaknya.""Lalu mengapa kalian kabur meninggalkan Hendra?""Disuruh pulang oleh Bu Alya Dildo, karena kami melapor kalau kami dimarahi bekas istri Pak Hendra.""Dena? Tapi Bu Dena saat itu di rumah sakit.""Kami tahunya Pak, wanita yang memarahi kami itu adalah mantan istrinya Pak Hendra. Pak Hendra waktu itu lagi berantem dengan mertua perempuannya. Pokoknya rame saat itu. Takut juga kita.""Apa yang mereka ributkan?""Entah, Pak. Saya kurang paham. Mereka seperti kurang wara
Dena telah sadar, meski tubuhnya masih terbaring di ranjang. Dia bersyukur saat Nunung membawa Axio, meski wanita itu bingung saat ditanya tentang Aurora."Memang Aurora masih dirawat?"Nunung mengangguk kaku, berusaha untuk tidak menangis. Beberapa jam sebelumnya, dia sudah mengunjungi kamar mayat rumah sakit. Jeritannya saat itu tidak tertahankan lagi. Mayat itu, jelas Aurora. Tapi, mana mungkin dia mengungkapkan hal tragis itu pada Dena yang kondisinya masih selemah itu?"Jaga anak-anak dari Kakak saya, Nung...""Kakak ibu yang mana?""Garneta!""Di mana dia?"Dena memejamkan matanya beberapa detik, sebelum membukanya perlahan. Sedih mengenang saudaranya yang satu itu. Andai ibunya tidak kepincut Deko keparat, mungkin mereka bisa hidup bahagia bersama Papi kandung mereka. Meski beliau bukan pengacara hebat dan sukses, tapi setidaknya mereka bisa hidup bersama.Tapi Mami mereka malah memilih Deko, anak bekas gubernur yang manja dan cuma gemar hidup berfoya-foya. Mami terlalu bermimp
Doza Fahmi tersenyum, sambil memegang satu tas kecil berisi senjata penghancur Sesco. Setidaknya dia bakal bisa hidup tenang, setelah Alya Dildo mendekam di penjara, jika isi tas itu bisa ditukar dengan uang 10 miliar saja.Apa yang dia harapkan dari penyanyi dangdut kontroversial itu? Dia bukan saja dijebloskan ke penjara karena mengancam dan memanfaatkan ketakutan Sangiran, juga bukan karena tertangkap kasus kepemilikan Sabu Sabu awalnya, tetapi juga diseret bersama Iwan Gondek karena ketahuan telah mendirikan pabrik ekstasi di Tangerang. Komplit sudah catatan dosa Alya Dildo, dan tak bakal lagi dia kebal hukum, sebab gadunnya yang menteri itu, juga baru saja ditangkap KPK.Dan Doza Fahmi, tak mau terkubur bersama kroninya itu. Dia sudah cukup ngeri melihat foto tewasnya Hendra di atas kursi roda, yang membuatnya viral lagi. Tak henti-hentinya pria itu menjadi perbincangan publik, bahkan saat setelah mati sekalipun. Cerita Soni dan Nena, sopir dan perawat yang dipekerjakan Alya Dild