Prana menghela nafas, dan lebih menghela nafas lagi saat bertemu Dokter Ginaryo Sp.KJ. Dokter itu dengan ramah mempersilahkannya untuk berbincang di ruang kerjanya. Mereka bercakap cukup panjang, hingga terbongkar banyak hal."Saya menangani pasien Austin itu, justru setelah sekitar 5 tahunan dia telah menghuni rumah sakit ini. Dokter pertama yang menanganinya adalah Dokter Emilia, yang meninggal waktu itu, jadi saya yang lanjut menangani Austin. Anak muda itu memang sulit dilupakan. Terutama karena fisiknya yang berbeda dari yang lain. Dia sangat tampan, bule. Bahkan sering jadi rebutan pasien-pasien wanita di RSJ ini. Jangankan dia, ada saja petugas wanita yang juga sempat naksir...""Seperti apa kondisi Austin waktu dokter tangani?""Saya menangani Austin sekitar tahun 2005, ya... saya melihat kondisinya saat itu masih tidak begitu baik. Sering kabur dari rumah sakit, dan ditemukan petugas selalu senang berjalan-jalan sendirian tengah malam, tanpa alas kaki. Pokoknya kalau ditemuka
"Pinter, sih iya." Prana terkenang ucapan Triman. "Ayu sih ndak ya... udah perawan tua juga... tapi kok ya bisa nyangkut ke pasiennya yang kurang waras?"Prana mengangguk bingung,"Agak ganjil juga."Triman tertawa serak,"Itu mungkin karena nafsu toh? Wong Mas Ostin memang ganteng tenan iku! Saya juga kalo dadi wong wedhok, yo mesti ikut naksir. Anaknya memang masih kelihatan bocah, tapi tinggi tubuhnya. Sifatnya juga ramah, memang bikin jatuh hati kaum wanita. Cuma memang saya sering dapati, dia itu suka memamerkan kelaminnya ke pasien wanita ..."Prana mengendarai mobilnya menuju Kawasan Hitam. Dia telah berjanji kepada Syahreza dan Zulfan, untuk tiba di sana sebelum jam makan siang. Sementara Ustadz Hanif tidak bisa datang segera karena harus menjaga Samiran di rumah sakit, dia berjanjian datang saat Ashar setelah berganti tugas jaga dengan Pak Salam, salah satu pengurus masjid.Sebentar lagi, ritual permainan Hoom Pim Pah akan digelar Sukemi. Julianna memastikan datang, meski belu
Karel sesaat memandangi Kiki dan kedua staf Humas itu dengan tajam. Dia butuh waktu untuk menjelaskan. "Secara kebetulan," lanjutnya. "Satu hari sebelum menghilangnya Mbak Centini, ada petugas polisi di Kapolsek yang dipimpin Pak Sangiran, masih mengingat wajah wanita dalam video ini, yang mereka katakan sebagai 'keluarga Kapolsek yang terganggu jiwa dan ngamuk di Polsek'. Lalu dibawa Si Kapolsek pergi dengan mobil dinasnya dalam kondisi tangan terborgol dan mulut dilakban...""Oh, Tuhan!" Kiki dan kedua stafnya kompak berteriak sambil menutup mulut mereka. Karel menghela nafas dan langsung bangkit dari duduknya. "Saya akan melaporkan kasus ini ke Polda, dan saya berharap pihak Rajawali Air dapat turut membantu saya untuk itu. Kapolsek Sangiran saya perkirakan juga sudah berusaha membunuh Ibu Inoy, klien saya, karena beliau memiliki video-video ini sebagai barang bukti..."***Julianna tertegun di hadapan wanita tua itu. Sejak pagi dia datang ke rumah besar tersebut, malah Maria di
Hendra menikmati fasilitas VIP di rumah sakit, karena si pedangdut kontroversial itu. Rasanya dia ingin tinggal lebih lama, namun Doza Fahmi memintanya segera keluar dari tempat itu. Lagi pula dia telah mulai sembuh dan juga sudah lepas dari jeratan tersangka. "Nanti disewakan Alya Dildo sebuah apartemen," kata Doza Fahmi."Bagus nggak tempatnya? Kok sewa sih, kenapa nggak dibelikan saja?""Waduh, bacot... awas aja mati lu!" Keluh Doza Fahmi dalam hati, saat mendorong kursi roda Hendra di sepanjang koridor rumah sakit. Pria itu mengaku burungnya masih sakit, jadi dia juga minta perawat khusus yang bisa mengurus dan menjaganya kelak di apartemen.Tingkah Hendra memang semakin menyebalkan dan menjijikkan. Seperti lupa dengan segala masalah hidup sebelumnya, dia malah semakin kacau dan berulah saja. Merasa dirinya dibutuhkan Alya Dildo untuk membunuh karakter Sesco, Hendra semakin pongah. Dari hari ke hari, dia terus menekan banyak permintaan kepada Alya Dildo melalui Doza Fahmi."Tingg
Zulfan langsung bangkit. Dia bergegas mendekati foto itu satu persatu. Mendadak darahnya mendidih. Masih terkenang rasanya, peristiwa 15 tahun lalu. Saat kakak sulung yang paling dibanggakan keluarga, malah menghabisi dirinya dengan tergantung di kamarnya. Usia Zulfan juga baru 15 tahun saat itu, masih SMA. Bersama kedua orangtuanya, dan dua kakaknya yang lain, mereka histeris saat menurunkan tubuh Emilia yang sudah dingin kaku dengan lidah terjulur.Emilia adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarga. Menjadi seorang Dokter adalah pilihannya, termasuk untuk memutuskan melanjutkan ke bidang spesialis kejiwaan. Dia berusia sekitar 36 saat itu, dan belum juga menikah. Wajahnya memang tidak cantik, mungkin itu pula yang membuatnya sulit menemukan jodoh, meski dia sudah bergelar dokter sekalipun.Siapa yang menyangka, jika hidupnya harus usai dengan cara sesedih itu. Tertangkap basah saat sedang ganas bercinta dengan seorang pasiennya. Betapa memalukannya kasus itu. Meski pihak RSJ
Terakhir kali yang Zulfan dengar, Centini melaporkan pacarnya itu ke kantor polisi karena sering ringan tangan. Zulfan sempat mengunjungi Centini di rumah sakit, pasca babak belur dihajar pacarnya. Tapi wanita terlihat tidak suka diperhatikan Zulfan lagi."Jangan dekati aku, Mas Zulfan. Jika pun yang tersisa di muka bumi ini cuma satu pria yaitu kamu, aku juga tak akan memilih pria yang banyak tanggungan sepertimu!" Kata Centini tajam, membuat Zulfan putus harapan.Bertahun-tahun tak mendengar kabar Centini, kini sosial media malah heboh dengan kasus menghilangnya wanita itu. Zulfan berpikir, mungkin bekas pacarnya yang brutal itu masih dendam, jadi saat keluar dari penjara... bisa saja dia menculiknya? Meski lama tak bertemu, mendapat kabar mantan terindah menghilang begini, siapa yang tidak jadi sedih?"Kamu mengenalnya, Zulfan?"Zulfan menoleh, Julianna berdiri di sebelahnya, ikut memandangi foto-foto Austin."Jika benar dia Austin, kakak saya juga hamil dan bunuh diri gara-gara di
X kita nih, beri pengarahan..." kata Aris Setyo, sambil menandatangani beberapa berkas."Siap, Dan!" Sahut Himawan."Himawan, saya ingin bertanya soal kasus yang lagi ramai sekarang. Soal Pramugari Rajawali Air yang menghilang""Centini, Dan?"Aris Setyo mengangguk, sambil menyerahkan kembali berkas-berkas yang telah ditandatanganinya."Saya tahu kalau soal Centini itu, Dan. Dulu, sekitar dua tahun lalu dia pernah melaporkan pacarnya yang brutal di Polsek ini. Dipenjara itu dulu pacarnya, mungkin sudah bebas sekarang. Sudah lama itu. Tapi saya curiga, itu mungkin dia diculik pacarnya yang ingin balas dendam. Cuma dugaan sih, Dan!""Bisa nanti saya lihat arsip kasusnya?""Siap, Dan!""Himawan, pada saat kasus saudara perempuan Kapolsek ngamuk di Polsek ini, apakah kamu ada di lokasi kejadian?""Oh...cerita soal saudara Kapolsek yang terganggu jiwa itu, Dan? Saya cuma denger ceritanya saja. Waktu itu saya sedang ke SMK, Dan. Pengarahan kasus bahaya narkoba di lingkup pelajar..."Aris Se
Prana tak bisa lagi bicara, hatinya betul-betul lelah. Baru saja keluar dari rumah itu, dia sudah disambut pertengkaran antara Hendra dan seorang wanita, yang kata Astari kemudian ternyata mertuanya. Syahreza, Julianna dan Zulfan juga tak bersuara. Terpana memandangi tontonan gratis tersebut. "Dasar nenek tua peyot, masih saja mengejarku sampai ke sini. Kau pikir aku mau padamu? Kalau kau tidak menggodaku, mana sudi aku!" Teriak Hendra yang kini telah duduk di kursi roda."Hei, kamu Hendra! Hati-hati bicaramu, ya. Aku cuma minta kunci rumah untuk mengambil barang-barangku yang ada di rumahmu. Kalau Lolita tidak memberi alamat ini, aku juga tidak tahu harus mencarimu dimana lagi," sahut Atikah."Alasan, pergi kau! Najis!""Kurang ajar, kau yang najis!"Keduanya terus saling melemparkan makian, sampai para penonton di sekitarnya merasa bosan. Tetapi ketika Prana sudah meminta Astari untuk masuk ke mobil, Hendra malah kencang berteriak."Heh, Mas! Mana itu Si Dena keparat?"Prana menole
Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h
Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya
Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y
Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,
Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen
Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S
Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si
Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O
Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya