Home / Horor / Bisikan Tengah Malam / 119: Menara Eiffel

Share

119: Menara Eiffel

last update Last Updated: 2024-12-10 06:32:18

Apa yang harus disyukuri? Zeta menelan ludah. Dia punya anak gadis berusia 16 tahun yang kini lebih memilih sibuk berlibur dengan kekasihnya di Jerman, dari pada menghibur ibunya yang sedang kecewa karena perselingkuhan bapaknya. Dua anak lelakinya yang lain juga sibuk dengan sekolah dan hobi mereka masing-masing. Percakapan antar mereka hanya tentang urusan uang dan pemenuhan kebutuhan pendidikan saja.

Selama 17 tahun pernikahan, inilah yang dia peroleh. Terpaksa kembali menyibukkan diri dengan bekerja, agar tidak terpikir untuk mengakhiri hidup. Dulu, dia seakan membuang "papinya" demi memperjuangkan keluarganya. Kini, apa yang dia peroleh? Selain merasakan karma yang dia tebar sebelumnya. Dia melupakan bapaknya, maka anak-anaknya kini juga mulai melupakannya.

"Dulu aku sedih melihat hidupmu, July. Tapi sekarang, aku justru yang merasa hidupku tampak begitu menyedihkan..."

Julianna memeluk kakaknya dengan erat. Teringat bagaimana sejak kecil mereka begitu sangat dekat, melakukan ban
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Bisikan Tengah Malam   120: Kecemburuan Astari

    Sangiran pucat, saat melihat Centini di rumah sakit. Jantungnya nyaris copot."Apa yang kau lakukan, sangat berbahaya kalau begini..." bisik Sangiran di ruang tunggu rumah sakit itu, matanya mengarah kepada televisi layar besar, tapi hatinya mendadak kerdil ketika harus duduk berdampingan di pelayanan publik seperti ini."Mas, aku ada yang ingin disampaikan...""Kan bisa kirim pesan atau telpon?""Mas, aku kirim banyak pesan tapi tak kau baca. Aku telpon sebentar langsung kau matikan!""Ya, aku sedang sibuk! Dini itu pendarahan, Centini. Apa kau tidak bisa memahami itu? Kemana hatimu? Kalian kan sesama wanita!""Mas, aku juga butuh perlindungan!""Centini, istriku sedang gawat di rumah sakit. Apa kau tidak berpikir untuk sedikit mengalah? Jika kau bisa mengatasi sendiri, lakukan itu. Jangan hal-hal sepele saja harus selalu aku! Hidupku bukan hanya untukmu!""Mas, aku juga istrimu""Dari awal sudah kuberi tahu posisimu cuma istri kedua. Segalanya nomor dua! Kau sendiri yang mau. Maka m

    Last Updated : 2024-12-11
  • Bisikan Tengah Malam   121: Julianna Kembali

    Petrus tersenyum saat mendatangi Inoy di rumahnya. Duduk dengan angkuh, sambil menghembuskan cerutunya. "Sudah kubilang, jangan main-main dengan Petrus. Nanti celaka. Coba kemaren dia urus cepat kasus Lolita, mungkin suami anda tidak bakal masuk penjara. Sekarang, keduanya di penjara toh?"Inoy melirik ketiga anaknya yang sibuk bermain di lantai, sebelum menatap pengacara yang sombong itu. Sedikitpun Inoy tidak tertarik menanggapi kalimat kurang ajar pria yang tubuhnya penuh kemilau emas dan berlian itu."Ibu Inoy, suami anda telah salah langkah. Kasus Lolita, diserahkan pada Karel, pengacara sepuh yang karirnya tidak moncer. Paling jauh cuma ngurusi kasus maling jemuran. Berapa dia dibayar Pak Abdul? Dengan sekarung beras? Atau jangan-jangan ini gratis nih? Endorse dari Karel, biar dia bisa ngetop di usia tua banyak diuber media. Hahaaaa...."Kembali, Inoy tetap tenang memandangi pria yang enggan menginjak bumi itu. Membiarkannya dengan congkak bicara dengan pongah."Saya bertemu Pa

    Last Updated : 2024-12-11
  • Bisikan Tengah Malam   122: Ekshibisionisme

    Julianna bengong. Samiran koma? Tiba-tiba dia memiliki firasat yang buruk."Dirawat di rumah sakit mana beliau?" Ujarnya,"Semoga tidak parah, ya!""Rumah sakit Pertiwi," sahut Maria. "Itu yang dekat Rumah Makan Kedang Aur""Rumah makan itu masih ada?""Ada, tahu juga?""Dulu itu dekat SMA saya.""SMA Airlangga, ya?""Betul."Julianna mendadak bangkit, dia tertarik untuk berkeliling. Maria menyalakan satu lampu lagi, lalu diserahkan pada Julianna. Mereka bergerak menaiki tangga menuju lantai atas."Tak ada yang berbeda. Kamar-kamarnya tetap sama."Maria melirik Julianna yang tampak memandangi salah satu kamar. Dia berdiri sebentar, sebelum masuk. "Ini kamar Minna, adik saya. Dia tidur sendirian.""Yang meninggal itu?""Ya..."Julianna mendekati jendela. Membukanya, lalu memandangi matahari yang mulai terbenam. Pohon besar di luar tembok itu masih tumbuh. Dahannya bahkan menyentuh atap. Minna dulu bercerita, bahwa Austin biasa memanjat pohon itu untuk bisa mencapai atap dan bebas masuk

    Last Updated : 2024-12-12
  • Bisikan Tengah Malam   123: Austin vs Darren

    Bicara pamer aurat adalah termasuk kelainan jiwa, Julianna juga merasa itu tidak adil jika hanya diarahkan kepada pria. Wanita juga sama, bisa saja melakukan hal menyimpang. Buktinya, banyak wanita yang gemar memamerkan bentuk tubuh. Dari payudara sampai vagina bisa dipamerkan bebas dalam foto dan video model. Itu model, dibayar. Lalu bagaimana dengan orang biasa yang melakukan pamer aurat itu secara gratis untuk sekedar menangguk banyak follower lelaki goblok di Instagram atau aplikasi sosmed lainnya? Julianna menganggap itu juga perilaku wanita yang masuk kategori seorang ekshibisionis.Adanya faktor biologis yang disebabkan produksi hormon testosteron yang tinggi dan tingkat kebodohan maksimal, memang dapat membuat seorang pria melakukan penyimpangan seksual. Kalau wanita? Selain ingin narsis dan populer secara instan, jelas ingin juga mengejar uang. Termasuk tentu saja juga ingin mendapat pengakuan dari komentar pria-pria mabok, kaum pemuja foto dan video seksi, padahal cuma ha

    Last Updated : 2024-12-12
  • Bisikan Tengah Malam   124: Inoy Menantang Sangiran

    Syahreza datang ke restoran Prana, jelang malam itu. Cuma melihat garis polisi yang tampak "mengikat" tempat itu. Dia membaca plang pada bagian atas restoran tersebut: Selera Asli Indonesia. "Mungkin, aku harus beralih pindah ke tempat lain!"Syahreza menoleh pada Prana, yang berdiri sekitar 3 meter di belakangnya. Mengenakan kemeja putih yang digulung sampai siku dan celana jins biru dengan rambut model cepak begitu, dia lebih mirip terlihat seperti pria yang sedang menunggu kekasih."Wei, mau kencan dengan siapa Bos?"Prana tertawa, lalu memberi kode Syahreza untuk meninggalkan tempat itu. Dua orang satpam mengangguk hormat, saat mereka bergegas memasuki mobil Prana."Kuajak makan, kau tak mau. Mari kita ngobrol di sini.""Tak mengapa. Aku senang menghibur sahabat. Dengarlah, ujian hidup itu selalu ada. Dibawa santai saja, ini takdir!"Prana mengangguk,"Ya, kau benar.""Kemarin kau bercerita tentang hal ghoib dari sopir yang menabrak restomu?""Percaya nggak percaya, tapi ini seper

    Last Updated : 2024-12-12
  • Bisikan Tengah Malam   125: Nasib Centini

    Sangiran mengangkat ponselnya, menelpon 2 pemuda yang tertangkap membawa narkoba semalam. Dia berjanji melepas keduanya kemarin, jika mereka bisa sedikit membahayakan jiwa seseorang."Beres, Dan!" Sahut pria diujung sana.Dan Sangiran tersenyum manis. Namun senyuman itu tak lagi manis, ketika terdengar suara keributan di depan ruangannya. Terdengar suara-suara petugas dan jeritan seorang wanita. Lalu tiba-tiba pintu itu kembali terbuka, membuat seorang wanita jatuh tersungkur."Maaf, Komandan! Ibu ini tiba-tiba sudah masuk ke dalam," kata seorang petugas, sementara sisanya sibuk berusaha membantu Centini.Centini terlihat bangkit dan menepis tangan para petugas. Sangiran meminta semua petugas meninggalkan ruangan, lalu dia sendiri bergegas mengunci pintu."Aku cuma ingin menemuimu, Mas! Apa maksudmu dengan memberikan talak cuma lewat Whatsapp kepadaku? Ini perilaku jantan seorang perwira polisi? Salahku apa Mas? Apa..., karena mencarimu di rumah sakit itu?"Sangiran tak berbalik dari

    Last Updated : 2024-12-13
  • Bisikan Tengah Malam   126: Kembali ke Rumah Iblis

    Prana menghembuskan nafas. Dia mulai bingung menghadapi situasi saat ini. Kasus ini mulai terkuak, tapi Astari malah memintanya untuk mundur. Dia melirik istrinya yang tampak gelisah. Prana tahu, Astari masih cemburu pada Dena, karena video yang disodorkan Darren itu. Meski dia tahu, memaksa suaminya tidak terlibat lagi, juga adalah suatu kesalahan besar."Aku tak ingin kau kembali ke sana," rajuk Astari, saat Prana menggamit tangannya untuk sedikit menjauh dari banyak orang."Ya, tak masalah. Nanti yang urus itu Mas Syahreza, Pak Ustadz dan Yusuf. Aku sudah di luar koridor. Aku di rumah, bersamamu dan anak-anak. Paling mereka kasih laporan. Tak ada kesempatan aku untuk bertemu Dena, jangan khawatir!""Kau marah, Mas?"Prana menggeleng,"Aku cuma lelah, Astari.""Lelah apa?""Dengan sikap cemburumu yang tiba-tiba itu!""Aku cemburu itu salah?""Dena itu aku kenal jauh sebelum kita menikah. Bahkan sejak masih sama-sama kuliah kita. Kau tahu dia mantannya Hendra, sahabatku yang brengsek

    Last Updated : 2024-12-13
  • Bisikan Tengah Malam   127: Buku Misteri

    Dia ingat, satu dari buku-buku itu adalah hasil tulisan Papinya. Buku yang diselesaikan tergesa, sebelum mereka pindah. Semacam diary mengenang Minna. Julianna tidak pernah membaca buku itu, tidak pernah ingin mengenang kesedihan. Dua buku lain, Julianna tidak mengenalnya. Tetapi di sampulnya ada tulisan: Gayatri, sementara satu buku lagi di sampulnya bertuliskan: Moksa."Siapa kamu?!" Tiba-tiba wanita yang tertidur di atas meja itu terbangun. Dia memandangi Julianna yang kini duduk di hadapannya dengan terkejut, kemudian langsung memeluk anaknya dengan erat."Tenang, saya Julianna Van Der Mosch. Dulu saya tinggal di sini. Saya cuma datang untuk berziarah ke kuburan adik saya, Minna. Anda Ibunya Ciyo?""Ya, saya Dena!"Julianna tersenyum, dia lalu memperhatikan ruangan perpustakaan yang masih tampak rapi namun terlihat penuh debu itu. Dua lukisan dewa masih terlihat tergantung di dinding dengan nuansa mistis."Lukisan itu sudah ada sebelum kami pindah ke rumah ini," Julianna nampak be

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Bisikan Tengah Malam   179: Hoom Pim Pah Alaiom

    Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h

  • Bisikan Tengah Malam   178: Rekaman Suara Zeta

    Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya

  • Bisikan Tengah Malam   177: Shumb dan Nishumb

    Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y

  • Bisikan Tengah Malam   176: Dewi Kali

    Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,

  • Bisikan Tengah Malam   175: Cerita Zeta

    Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen

  • Bisikan Tengah Malam   174: Nunung Kembali

    Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S

  • Bisikan Tengah Malam   173: Gaun Tua

    Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si

  • Bisikan Tengah Malam   172: Terjebak

    Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O

  • Bisikan Tengah Malam   171: Julianna Selalu Bersama Minna?

    Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status