Share

Mencari Menantu

last update Last Updated: 2023-07-04 11:20:06

El menaiki motor besarnya dan langsung pulang ke rumah setelah sekolah usai. Cowok itu memasukkan motor ke garasi begitu sampai di rumah mewahnya.

Turun dari motor sambil mencangklong tas di satu pundak, El berjalan masuk karena ingin segera ke kamar untuk mandi setelah seharian berkeringat karena kegiatan di sekolah.

“El, kamu sudah pulang.” Wanita yang tak lain adalah ibu, memanggil dan menyapa cowok itu.

Namun, El tak mendengar panggilan wanita itu, hingga masih terus mengayunkan langkah menuju ke tangga.

“El! El! Langit!” teriak wanita itu karena merasa tak diacuhkan sang putra.

El atau yang kerap disapa Langit, menghentikan langkah saat ibunya memanggil dengan nama panggilan aslinya. Dia berhenti melangkah di anak tangga pertama, lantas menoleh dan melihat ibunya di ruang keluarga sudah berdiri sambil memandang ke arahnya.

“Mimi panggil juga, kenapa tidak menyahut?” Wanita berumur lima puluh tahun itu terlihat kesal karena sang putra mengabaikannya.

El adalah nama yang diberikan oleh kedua orangtua kandungnya, sedangkan Langit adalah nama yang diberikan pengasuh panti sejak dirinya masih bayi.

“Apa sih, Mimi. Jangan teriak-teriak, nanti tambah keriputan,” seloroh Langit sambil mendekat ke arah sang mimi.

Joya Abinaya—ibu Langit, adalah seorang desainer ternama di sebuah perusahaan besar, sedangkan ayah langit bernama Kenzo Abimand, pemilik anak cabang perusahaan fashion di Paris-Prancis.

Tentu saja ucapan putranya membuat sang mimi memayunkan bibir. Putranya itu sangat mirip sang suami yang senang sekali bercanda, meski sedang diajak bicara serius.

Langit duduk di samping sang mimi, lantas meletakkan tas di lantai.

“Bagaimana sekolahnya tadi? Kamu betah dan tidak akan pindah lagi, ‘kan?” tanya Joya penuh harap memandang putranya.

Bagaimana tidak Joya berharap demikian? Langit sudah berpindah sekolah hampir sepuluh kali selama dua tahun terakhir, saat ditanya alasan pindah hanya berkata jika bosan dan tak suka dengan sekolahnya, membuat Joya dan Kenzo geleng-geleng kepala.

“Lumayan,” jawab Langit sambil menyandarkan punggung.

“Lumayan gimana? Sayang, ini sekolah ke sebelas mu selama dua tahun ini. Kamu sudah kelas tiga sekarang, bisa ‘kan bertahan sampai lulus?” tanya Joya penuh harap, jangan lagi ada drama pindah sekolah karena membuat Joya dan sang suami pusing dibuatnya.

Langit menoleh sang mimi yang terlihat gusar, hingga kemudian tertawa dan menyandarkan kepala dengan manja di pundak Joya.

“Doakan saja aku tidak pindah lagi ya, Mi. Sepertinya apa yang aku cari ada di sana,” lirih Langit dengan senyum begitu manis di wajah.

“Cari? Memangnya kamu cari apa?” tanya Joya dengan dahi yang berkerut halus.

Langit mengangkat kepala, tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya, lantas menjawab, “Mencari menantu buat Mimi.”

Setelah menjawab pertanyaan sang mimi, Langit mencium pipi Joya lantas kabur dan berlari dengan cepat menaiki anak tangga.

“Menantu? Langit! Jangan mengada-ada!” teriak Joya kemudian menggeleng-gelengkan kepala heran.

**

Di sisi lain. Bintang pulang tepat waktu dijemput Pak Ujang. Dia berjalan dengan lemas masuk rumah, lantas mendudukkan tubuh saat sampai di ruang keluarga.

Annetha dan Orion yang sedang duduk menonton televisi, memandang Bintang yang terlihat tak bersemangat.

“Datang-datang wajahmu kusut begitu, perlu disetrika?” Annetha melontarkan candaan yang membuat Orion tertawa terpingkal.

Bintang menoleh memandang sang mami dan adiknya, hingga bibirnya mengerucut karena diledek.

“Au ah, aku bosan nggak boleh main.” Bintang kembali berdiri, kemudian berjalan menuju tangga dan naik ke lantai dua menuju kamar.

“Eh … eh … kenapa itu langsung ngambek?” Annetha keheranan karena baru kali ini Bintang langsung kesal seperti itu.

“Aku mau menggoda Kakak.” Orion melompat dari sofa, kemudian berlari menyusul sang kakak.

Annetha menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Orion. Dia berpikir putranya itu akan bersikap tenang dan mudah diatur, kenyataannya sama saja dengan Bintang yang banyak tingkah.

Bintang langsung merebahkan tubuh di kasur begitu sampai kamar. Seharian dirinya tak bisa belajar dengan tenang, karena merasa ada yang terus menatap dirinya.

Orion mengetuk pintu sebelum masuk, hingga menghampiri sang kakak yang berbaring di ranjang.

“Napa Kak?” tanya Orion sambil melompat naik ke ranjang Bintang, membuat kakaknya itu sedikit terpental ke atas karena ulahnya.

“Ah … kamu tidak tahu kalau di kelas aku merasa tak nyaman sekarang,” jawab Bintang.

“Tak nyaman kenapa?” tanya Orion penasaran.

Bintang memilih bangun dan duduk, Orion pun ikut duduk dan kini berhadapan dengan sang kakak.

“Kamu ingat cowok tadi?” tanya Bintang.

“Cowok? Cowok mana?” tanya Orion yang lupa.

“Tadi, yang kena timpuk kotak susu,” jawab Bintang.

“Oh … ingat.” Orion mengangguk-angguk.

Bintang mendesau, kemudian berkata, “Ternyata dia itu anak baru di sekolah, nahasnya sekarang satu kelas denganku, bahkan dia duduk di belakangku.”

Orion langsung meledakkan tawa mendengar perkataan sang kakak, bahkan sampai terpingkal-pingkal dan jatuh ke belakang karena merasa sang kakak bernasib sial.

“Ya ampun, Kak. Sial sekali nasibmu, makanya jangan buang sampah sembarangan.” Orion bicara masih sambil tertawa.

Bintang kesal karena Orion malah menertawakan dirinya, hingga kemudian mengambil bantal dan menggunakannya untuk memukul sang adik.

“Ish … kamu ini tidak tahu penderitaanku,” gerutu Bintang.

Orion mencoba menghentikan tawa, Bintang pun tak memukul lagi. Gadis itu memeluk bahkan menggigit ujung bantal itu.

“Bukankah dia tidak melihat Kakak, lantas kenapa takut dan cemas?” tanya Orion merasa penasaran.

Bintang terlihat berpikir, hingga kemudian menjawab pertanyaan sang adik.

“Entahlah, padahal aku tidak melihatnya menatapku, tapi kenapa aku merasa dia terus mengawasiku. Jika memang dia tahu aku yang membuang sampah sembarangan, kenapa tak langsung menegurku?” Bintang bicara sambil menatap lurus ke depan pada dinding kamar yang berwarna nude.

“Mungkin perasaanmu saja,” kata Orion yang merasa sang kakak terlalu overthinking.

“Bukan Rion, beneran aku merasa dia memperhatikanku.”

Related chapters

  • Bintang untuk Langit    Jangan Mengada-ada, Bocil!

    "Di mana El? Jangan bilang dia bangun kesiangan lagi.” Kenzo—ayah Langit, melipat koran untuk bersiap sarapan.“Jangan panggil dia El, anakmu itu lebih suka dipanggil Langit,” tegur Joya karena sudah beberapa kali memanggil dengan nama El, tapi putranya tidak mau mendengar.“Sepertinya nama itu memang memiliki arti lain untuk dia, Mi,” timpal Cheryl—kakak angkat Langit.Joya menghela napas kasar, berjalan ke arah tangga untuk memanggil putranya yang selalu kesiangan.“Langit! Turun dan sarapan atau kamu akan terlambat ke sekolah!” teriak Joya dari bawah anak tangga, memandang ke lantai dua di mana kamar Langit berada.“Aku datang!” Terdengar suara teriakan Langit dari lantai dua.Pemuda itu tampak berlari saat menuruni anak tangga, membuat Joya menggelengkan kepala melihat kelakuan putranya.“Pagi, Mi.” Langit langsung mencium pipi Joya.Joya langsung mengusap kasar rambut putranya setelah Langit mencium pipinya. Remaja itu kini sudah sangat tinggi, sama dengan sang ayah yang memang m

    Last Updated : 2023-07-10
  • Bintang untuk Langit    Kepangan

    Bintang tertidur di kelas setelah jam pelajaran usai. Bahkan Anta tidak berani membangunkan karena adik sepupunya suka menjelma menjadi serigala lapar jika sedang marah. “Bintang!” Suara melengking dan begitu keras mengagetkan Bintang yang berada di kelas itu sendirian. Bintang langsung menegakkan badan dengan pandangan lurus ke depan. “Negara Korea selatan disebut ….” Tiba-tiba bicara tentang pelajaran karena begitu terkejut, bahkan telunjuk berada di udara tepat di depan wajah. Larasati—teman Bintang, tertawa terpingkal melihat temannya yang terkejut sampai bangun dan bicara seolah sedang mendapatkan pertanyaan. Bintang mengerjapkan kelopak mata berulang kali, melihat dan baru sadar jika kelas ternyata kosong. Dia menurunkan telunjuk yang berada di udara, hingga kemudian menoleh dan melihat Laras yang sedang tertawa terpingkal. “Laras sialan!” umpat Bintang kesal. Dia melempar buku yang ada di meja ke arah temannya itu. Laras benar-benar tertawa keras karena merasa lucu dengan

    Last Updated : 2023-07-10
  • Bintang untuk Langit    Panggil Saja Langit

    Bintang mengeluarkan sesuatu dari laci, hingga kini memandang origami berbentuk bintang di tangan. Origami yang sama persis dengan miliknya di rumah.“Ini?” Bintang terus memandang origami itu, hingga jantungnya tiba-tiba berdegup dengan cepat.Dia hendak menoleh ke belakang, tapi merasa ragu dan takut.“Tidak mungkin itu dia?” Bintang bertanya-tanya dalam hati.Meskipun Bintang sangat terkejut akan kejadian hari ini dari rambut yang tiba-tiba dikepang, kemudian ada origami di lacinya, tidak lantas membuatnya mengambil keputusan jika semua itu perbuatan Langit—teman masa kecilnya. Lagi pula, mereka sudah berpisah lama, bisa saja Langit juga melupakan dirinya, mengingat dulu Langit pergi tanpa kata. Bisa saja apa yang terjadi adalah keisengan anak-anak lain.**Saat pulang sekolah, Bintang terlihat berjalan bersama Anta keluar dari gedung sekolah.“Mau bareng?” tanya Anta.“Tidak, Pak Ujang nanti jemput,” tolak Bintang atas tawaran Anta.Dari belakang Altair datang dan langsung merangk

    Last Updated : 2023-08-04
  • Bintang untuk Langit    Benarkah Langit?

    Bintang sedang berada di kamar. Tangan kanan memegang origami yang tadi ditemukannya di laci. Bintang terus memperhatikannya, mengangkat tinggi di udara, lantas mengalihkan pandangan ke arah jendela, melihat origami miliknya yang sudah tergantung di sana hampir dua belas tahun.“Apa itu dia? Tapi siapa?” Bintang berpikir keras, di kelasnya tidak ada yang bernama Langit. Kemudian berpikir mungkinkan di kelas lain.Bintang bangun dari berbaring, duduk bersila dengan masih menatap origami. Dia mendesau, lantas memilih bangun dan memasukkan origami tadi ke laci, tidak ingin menggabungkan dengan pemberian Langit karena belum tahu itu dari siapa.Meski Bintang tidak memungkiri jika masih mengingat dan merindukan teman masa kecilnya itu, tapi kepergian Langit yang tiba-tiba membuat Bintang sempat marah dan kesal. Bahkan Bintang sempat membuang origami pemberian Langit ke tong sampah, sampai akhirnya dia membuat keributan di rumah, meminta pembantu membantunya mencari origami itu di tempat sa

    Last Updated : 2023-08-04
  • Bintang untuk Langit    Memprovokasi

    Altair nongkrong bersama teman-temannya karena Bintang menolak untuk pergi dengannya. Mereka duduk di atas motor yang terparkir di dekat mall.“Tumben ga ngajak Bintang?” tanya Aldo—teman Altair.“Dia lagi dihukum maminya, entah saja kenapa dia nurut banget ke maminya,” jawab Altair yang sedikit kesal karena Bintang menolak ajakannya.“Ya, mungkin karena dia anak berbakti, bro! Seharusnya lu bangga punya pacar kek gitu.” Aldo menepuk-nepuk pundak Altair saat bicara.Altair mencebik kesal, merasa jika hal itu tidak ada sangkutpautnya dengan hubungan mereka. Baginya itu pacaran ya bisa pergi bersama, jalan bersama, tanpa alasan ini dan itu.Saat Altair dengan berbincang dengan teman-temannya, Clarisa muncul di sana bersama dua teman lainnya.“Al! Wah ga nyangka ketemu lu di sini,” ucap Clarisa dengan nada centil.Clarisa memang menyukai Altair dari kelas satu, tapi sayangnya Altair tidak pernah meliriknya, bahkan saat kelas dua malah jadian dengan Bintang, membuat Clarisa sedikit kesal.

    Last Updated : 2023-08-04
  • Bintang untuk Langit    Salah Tingkah

    Bintang duduk di atas ranjang sambil memeluk guling dan meletakkan dagu di ujung guling. Ditatapnya origami bintang yang tergantung di jendelanya. Hingga kelopak matanya terpejam, lantas dia mengingat kenangan saat dirinya masih duduk di bangku taman kanak-kanak, kepingan ingatan yang sebenarnya kini tinggal potongan kecil dan hampir terlupakan.“Apa kamu suka sekali origami ini? Sampai-sampai kamu mau menukar makanan dengan ini?” tanya seorang anak laki-laki ke Bintang kala mereka berada di TK.“Bintang suta, bahkan menggantungnya di kamar biar bisa dilihat terus,” jawab Bintang yang saat itu masih cedal dan tidak bisa menyebut huruf ‘K’.“Padahal kamu bisa buat sendiri, aku sudah mengajarimu,” kata anak laki-laki itu lagi.Bintang mengerucutkan bibir, kemudian bersedekap dada seolah sedang merajuk.“Tida’ mau, buatan Langit lebih bagus!”Bintang membuka kelopak mata setelah selesai mengingat potongan kecil kenangan masa di mana dia memiliki teman yang sangat sabar kepadanya. Jika di

    Last Updated : 2023-08-04
  • Bintang untuk Langit    Virus Covid

    Mulut Bintang menganga mendengar apa yang diucapkan pemuda di hadapannya itu. Dia merasa kesal karena menganggap pemuda itu banyak bicara sedangkan tidak tahu apa-apa. “Apa maksudmu?” tanya Bintang kesal. Langit maju satu langkah, membuat Bintang sedikit mundur. “Terkadang apa yang kamu lihat, tidak seperti yang kamu sangka. Lebih baik menjauh daripada nantinya sakit hati,” jawab Langit sambil menatap dua bola mata Bintang secara bergantian. Bintang menelan ludah karena tatapan Langit, entah kenapa jantungnya pun kini ikut berdegup dengan cepat. “Lu jangan sok tahu!” Bintang bicara dengan nada ketus karena kesal, padahal awalnya ingin bersikap sopan. “Kalau tidak percaya ya sudah, yang terpenting aku memperingatkanmu,” balas Langit seolah mengabaikan rasa kesal yang bercokol di dada Bintang. “Dasar aneh!” Bintang benar-benar kesal, kemudian menghentakkan kaki dan pergi meninggalkan Langit. Langit menatap punggung Bintang yang berlalu dari pandangan matanya, tersenyum tipis saat

    Last Updated : 2023-08-04
  • Bintang untuk Langit    Benar-benar Langit

    Bintang memalingkan wajah, meski kedua tangan memegang bahu pemuda yang kini duduk di depannya. Dia terpaksa menerima tawaran Langit, karena Pak Ujang terus memaksa dirinya agar ikut bersama Langit saja. “Rumahmu yang sebelah mana?” tanya Langit saat motor yang dikendarainya mulai memasuki area perumahan tempat Bintang tinggal. “Masih maju nanti rumah gerbang hitam yang depannya ada pohon mangga,” jawab Bintang tapi masih tidak menolehkan wajah. Langit tersenyum tipis, kemudian memacu motor menuju rumah dengan ciri yang disebutkan Bintang. Akhirnya mereka pun sampai, Bintang buru-buru turun karena tidak mau berlama-lama dengan pemuda yang sempat membuatnya kesal. Langit menatap Bintang yang berjalan ke gerbang tanpa mengucapkan terima kasih, hingga gadis itu tiba-tiba berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya. “Terima kasih,” ucao Bintang meski dengan sedikit nada ketus. Dia hanya merasa tidak sopan kalau pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata itu. Langit tersenyum mendengar u

    Last Updated : 2023-08-05

Latest chapter

  • Bintang untuk Langit    Bukan Sebuah Akhir-Tamat

    Joya melotot mendengar ucapan Langit, kenapa putranya tiba-tiba ingin kembali pindah sekolah. Sungguh hal ini membuat Joya begitu pusing. “El, jangan bercanda!” “Aku tidak bercanda, Mi. Aku mau pindah sekolah, aku mau keluar negeri,” ujar Langit meyakinkan. Joya memegangi kening sambil mendesis, kemudian menatap putranya dan kembali berkata, “Kamu sebentar lagi ujian, El. Jangan mengada-ada.” “Aku tidak mengada-ada. Aku mau pindah, segera, secepatnya! Jika Mimi tidak mengabulkannya, maka aku tidak akan pernah melanjutkan studiku, biar saja aku tidak memiliki pendidikan!” ancam Langit. Joya semakin syok, bahkan dadanya mendadak sesak karena tidak ada oksigen yang bisa masuk ke paru-parunya. Asisten Joya sampai menopang tubuh atasannya itu, karena Joya hampir limbung. “El, mimi mohon. Jangan bercanda,” ucap Joya sambil mengatur emosi dan juga napas yang terasa berat. “Aku tidak bercanda, Mi. Mimi pilih memindahkanku, atau aku tidak akan pernah mau sekolah.” Joya menatap Langit de

  • Bintang untuk Langit    Sama-sama Hancur

    Bintang terduduk lemas di tanah begitu Langit pergi. Dia menekuk kedua kaki dan memeluknya, menyembunyikan wajah dan menangis sejadinya. Bintang tahu bahwa keputusannya tidak hanya menyakiti Langit, tapi juga menyakiti diri sendiri. Namun, semua keputusan itu dilakukan karena dia takut dan tidak bisa melihat Langit sedih jika mengetahui dirinya sakit. Dia lebih rela dibenci, daripada melihat orang yang dicintainya menangis. “Bin.” Anta ternyata menyusul Bintang setelah melihat Langit pergi. Dia kini melihat adik sepupunya itu duduk di tanah sambil menangis. Bintang mengangkat wajah, kemudian menatap Anta yang memandangnya iba. Bintang tiba-tiba semakin menangis, membuat Anta terkejut dan langsung memeluk Bintang. Bintang pun akhirnya meluapkan rasa sesak di dada, perpisahan dengan Langit sebenarnya menghancurkan dirinya sendiri. “Lihat dirimu, Bin. Apa kamu yakin ingin putus dengan Langit? Kamu tahu jika tidak bisa, kenapa memaksa? Langit harus tahu alasanmu, Bin. Jangan menyakiti

  • Bintang untuk Langit    Membuangku?

    Perubahan Bintang jelas membuat Langit merasa heran. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja Bintang menjaga jarak darinya, bahkan Bintang tidak mau diantar pulang dan berkata jika sopir sudah menjemputnya.“El, gue mau ngomong sama loe sepulang sekolah,” ucap Bintang sebelum duduk di kursinya. Dia berdiri dan memandang Langit yang sudah duduk di kursinya.Anta menatap Bintang dan Langit secara bergantian, dia jelas tahu apa yang akan dibicarakan Bintang ke Langit. Namun, dia sudah janji untuk tidak memberitahu Langit, hingga dia pun diam dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.Langit sendiri terkejut mendengar ucapan Bintang, sudah beberapa hari Bintang menghindarinya, tapi kini dia hendak membicarakan sesuatu dengannya, dan Bintang terlihat begitu serius.“Oke.” Langit pun setuju untuk bicara dengan Bintang sepulang sekolah, meski sedikit merasa aneh dengan sikap Bintang.Bintang tidak tersenyum seperti dulu saat berhadapan dengan Langit. Dia benar-benar bersikap seolah tidak menyukai

  • Bintang untuk Langit    Anta Curiga

    Setelah dua hari tidak berangkat sekolah, Bintang akhirnya kembali untuk belajar. Wajahnya pucat dan lesu tidak seperti biasanya. Dia berjalan dan melihat Laras yang sedang menuju gedung sekolah, Bintang pun berjalan dengan cepat untuk menyusul.“Laras!” Bintang memanggil temannya itu.Bintang tahu kalau Laras marah, tapi sebagai teman yang sudah bersama lama, tentunya Bintang ingin memperbaiki itu semua. Dia berusaha mengalah, karena tidak ingin hubungannya dengan Laras rusak.Laras menghentikan langkah mendengar Bintang memanggil, wajahnya terlihat malas seolah benar-benar membenci Bintang hanya masalah laki-laki.“Mau apa lagi loe?” Laras langsung bicara ketus ke Bintang.“Loe masih marah?” tanya Bintang sambil menatap Laras dengan wajah sendu.“Menurut loe?” Laras melipat kedua tangan di depan dada, menatap sinis ke Bintang yang berdiri di depannya.“Apa hanya karena Langit, loe jadi bersikap kek gini? Gue memang suka sama Langit, dia juga gitu. Ya apa salah kalau gue jadian sama

  • Bintang untuk Langit    Vonis Penyakit

    Bintang terdiam di kamarnya setelah makan malam. Dia melihat gelagat aneh dari ayahnya yang hanya diam sejak pulang kerja hingga makan malam. Sesekali Arlan tampak tersenyum ketika bicara, tapi Bintang sadar jika sang papi sedang merasa tertekan.Hingga Bintang mengingat ucapan yang didengarnya saat berada di rumah sakit, saat dia baru sadar setelah mendapatkan penanganan dari dokter.“Jadi, apa yang terjadi dengannya?”“Untuk saat ini, dilihat dari gejala-gejala yang dialami, saya mengindikasi kalau putri Anda mengidap penyakit lupus karena sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Tapi ini hanya indikasi saja, sebab itu kami akan melakukan tes darah dan yang lainnya lebih lanjut untuk memastikan.”Bintang terdiam sambil memeluk kedua kaki dengan tatapan kosong lurus ke depan. Dia mendengar samar-samar pembicaraan dokter dengan kedua orangtuanya saat di rumah sakit, sampai mendengar sang mami yang menangis karena terkejut dengan informasi yang diberikan dokter.Saa

  • Bintang untuk Langit    Sakit Apa?

    “Bin.” Annetha masuk ke kamar Bintang. Melihat putrinya duduk di atas ranjang sambil menyembunyikan wajah.Bintang buru-buru menyeka buliran kristal bening yang luruh di wajah saat mendengar suara sang mami. Hingga mengangkat wajah dan mencoba tersenyum ke Annetha yang sedang berjalan menghampirinya.“Kamu nangis?” tanya Annetha saat melihat wajah Bintang yang sedikit basah. Belum lagi mata dan hidung Bintang juga merah.“Ga, kok Mi.” Bintang mencoba mengelak.Annetha tidak langsung percaya begitu saja. Namun, dia pun tidak ingin menekan putrinya untuk jujur, jika memang Bintang tidak mau bicara.“Kamu sudah meminum obatmu?” tanya Annetha sambil duduk di tepian ranjang.“Sudah, Mi.”Annetha meraih tangan Bintang, mengamati apakah ruam yang muncul sudah hilang dari kulit putrinya.Bintang memperhatikan sang mami yang tampak cemas, hingga kemudian memberanikan diri bertanya, “Mi, sebenarnya aku sakit apa?” tanya Bintang saat Annetha masih memperhatikan kulit tangannya.“Ya?” Annetha ter

  • Bintang untuk Langit    Ada Apa Dengan Bintang

    Langit tampak termenung dengan sedotan yang menempel di bibir, sedang berpikir dan merenung kenapa Bintang seharian hanya banyak diam.“Ta, apa Bintang mengatakan sesuatu ke elu?” tanya Langit sambil menegakkan badan.Malam itu Langit sengaja keluar rumah dan pergi menemui Anta di kafe milik orangtua Anta.Anta terlihat berpikir sejenak, mengingat apakah tadi Bintang mengatakan sesuatu, tapi sepertinya tidak.“Ga, Bintang juga terus diam sepanjang sisa pelajaran tadi,” jawab Anta setelah sebelumnya menggelengkan kepala pelan.Langit dan Anta terdiam, mereka sama-sama berpikir kenapa Bintang yang biasanya cerewet, tapi tadi berubah menjadi pendiam setelah jam istirahat pertama.“Apa terjadi sesuatu? Bukankah dia tadi bilang mau ketemu Laras, lalu setelah itu dia hanya diam. Gue mau tanya lebih lanjut, tapi Bintang seperti ga mau cerita, ya gue akhirnya ga tanya,” ujar Langit saat mengingat keanehan Bintang.Anta mengangguk-angguk, hingga kemudian berkata, “Apa kita tanya Laras saja?”“

  • Bintang untuk Langit    Tidak Sadarkan Diri

    “Bin. Kamu kenapa? Sejak tadi aku perhatikan kamu lebih banyak diam?” tanya Langit saat mengantar Bintang pulang.Bintang sedang melamun saat Langit bertanya, hingga tersadar dan mencoba bersikap biasa.“Tidak ada, itu hanya perasaanmu saja,” jawab Bintang mengelak.“Kamu yakin?” tanya Langit lagi memastikan. Dia tidak bisa melihat wajah Bintang karena sedang melajukan motornya, sehingga hanya bisa mendengar suara Bintang.“Ya,” jawab Bintang untuk meyakinkan.Langit pun tidak banyak bertanya lagi, memilih fokus ke jalanan hingga akhirnya sampai di depan gerbang rumah Bintang.Bintang turun dari motor, melepas helm dan mengembalikan ke Langit.“Bin, kamu yakin ga kenapa-napa? Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita,” kata Langit yang tidak percaya kalau Bintang sedang tidak dalam masalah.“Aku ga kenapa-napa, kamu jangan cemas,” balas Bintang sambil mencoba mengulas senyum. Mencoba meyakinkan Langit jika semuanya baik-baik saja.Langit terus menatap wajah Bintang, entah kenapa merasa ada

  • Bintang untuk Langit    Nusuk Dari Belakang

    Bintang pergi ke sekolah seperti biasa, setelah semalam dia sempat merasa demam, tapi pagi hari tampak biasa dan sengaja tidak memberitahu kedua orangtuanya terutama Arlan karena takut membuat sang papi cemas.“Laras?” Bintang melihat Laras yang sedang berjalan memasuki gerbang. Dia pun baru saja turun dari mobil, lantas mengejar Laras karena lama tidak mengobrol dengan temannya itu.“Laras!” Bintang memanggil Laras dengan suara lantang.Laras menghentikan langkah sejenak mendengar suara Bintang, tapi kemudian memilih mengayunkan langkah seolah tidak mendengar.Bintang keheranan karena Laras tidak berhenti melangkah, mungkinkah temannya itu tidak mendengar panggilannya. Bintang pun akhirnya mengejar agar bisa berbincang dengan temannya itu.“Laras, hei! Jalannya cepet amat,” ucap Bintang saat sudah mensejajari langkah Laras.Laras tidak menjawab ucapan Bintang, seolah berniat mengabaikan dan terus melangkah tanpa menoleh temannya itu sama sekali.Bintang menghentikan langkah, merasa a

DMCA.com Protection Status