Bab 31
"Sayang, bersiap-siaplah! Besok pagi kita berlibur ...!" ucap Galih.
"Loh emangnya mau ke mana, Mas?" tanya Celine heran.
"Ke Bali," jawab Galih pendek.
"Haaa ...? Ke Bali? Apa aku nggak salah dengar? Kok mendadak sih?" Celine terkejut mendengar ucapan Galih yang tiba-tiba saja mengajak berlibur ke Bali. Tanpa pemberitahuan sebelumnya.
"Iya? emangnya kenapa? Emang aku nggak boleh ngajak calon istriku jalan-jalan merefreshkan pikiran? Mas mau nyenengin hati kamu loh," ujar Galih mengedipkan sebelah matanya.
"Ih kok so sweet banget sih. Emang kapan Mas beli tiketnya?"
"Kenapa harus tanya kapan beli tiket? Mas yang ngajak, tentu saja mas yang ngurus semuanya, mulai dari beli tiket, kendaraan, segala macam biaya, termasuk buat shopping kamu. Oh ya, karena Mas ingin kasih kejutan ke kamu,
Bab 32 Wanita dengan perutnya yang tengah hamil, sama sekali tidak mengurangi keanggunan. Justru hal itu menjadi daya tarik tersendiri di mata Galih. Semua karena kepiawaian wanita itu dalam memilih busana yang tepat. Mata Galih membesar dan melotot beberapa detik memperhatikan potret itu. 'Oh astaga ...! Apa mungkin Kiara mengunjungi negeri singa tersebut?' 'Kalau memang benar, darimana perempuan itu mendapatkan uang? Darimana? Apa karena ia sedang di boking pria hidung belang? Tapi lelaki mana yang mau memboking perempuan dengan perut gede seperti dia?' Dalam hati Galih tak habis pikir. Tentu saja dengan anggapan-anggapan negatifnya terhadap Kiara. 'Aduuuh ...! Perempuan itu sungguh membuat bingung,' "Tapi, ... Atau ... atau ... Ah pasti foto itu cuma editan saja," kotak Galih
Bab 33 Aku duduk di kursi menghadap sebuah meja dengan komputer di atasnya. Saat ini, sesuai dengan amanah Papa, aku lebih mempelajari kembali bagaimana mendalami tugas dan tanggung jawab seorang Manager di perusahaan. "Kembalilah seperti dulu, Kiara. jangan lagi terlalu mudah dipengaruhi dengan kata-kata yang disebut "cinta". tetaplah menjadi anak mama yang pandai dalam menghadapi segala situasi. Kembalikan dirimu yang dulu. Berlatihlah dengan giat," ujar Mama memberikan semangat. "Nanti setelah kau melahirkan, kau akan menduduki posisi jabatan yang tidak bisa diremehkan di perusahaan Papamu," "Sepantasnya sedari dulu kau menempati posisi itu. Tapi sayangnya kau lebih memilih untuk hidup bersama Galih, dan mengabaikan nasehat Mama dan Papamu," ujar Mama Lagi. Aku menelan saliva. Seketika rasa bersalah menyiksa batinku. Memang menyesal se
Bab 34 Drrrt ... drrt ... Getar handphone mengganggu konsentrasiku dari monitor. Sejenak aku memalingkan pandangan dari monitor laptop. Sebuah panggilan dari kontak wanita yang kukenal terpampang di sana. Ada apa perempuan itu menelpon? Malas membuang-buang waktu ku biarkan saja panggilan itu. Di angkat juga tidak akan ada maknanya. Ku lirik jam, sudah menunjukkan angka 21.00. Masih ada waktu setengah jam lagi buatku untuk mempelajari secara mendalam seluk beluk manajemen perusahaan. Ku seruput teh manis yang tadi disajikan Mama untuk menemani belajarku. Untuk sementara waktu, aku mempelajari secara teori. Rencananya besok aku akan berkunjung dan melihat-lihat perusahaan secara langsung ke lapangan. &nbs
Bab 35 Pernikahan antara Galih dan Celine telah diatur dengan sedemikian rupa. Sejumlah undangan telah disebar. Keduanya begitu antusias dalam menyambut rencana pernikahan tersebut. Raut muka kegembiraan. "Galih, Ibu berencana ingin membeli rumah baru. Ibu tidak ingin berlama-lama tinggal di rumah sewaan seperti ini. Atau bagaimana jika kita mengambil rumah dengan sistem kredit. Sebagai upaya agar uang tidak terbuang sia-sia," Bu Farah mencoba untuk berdiskusi soal tempat tinggal mereka. Iya mereka sekarang menyewa sebuah rumah yang lumayan besar. Namun lebih kecil dari pada rumah mereka sebelumnya. "Bu, maaf sebelumnya kalau saya memotong ucapan ibu. Begini, pernikahan saya dan Mas Galih belum dilaksanakan. Saya rasa lebih baik jika kita menyelesaikan masalah ini satu persatu. Bagaimana jika nanti saj
Bab 36 Bu Farah nampak sibuk di kamarnya. Jari jemarinya begitu lihai mengutak-atik layar pipih di tangan. "Tahu rasa kau Kiara!" Perempuan paruh baya itu senyum-senyum sendiri sambil mengirimkan sebuah undangan pernikahan antara Celine dan Galih dalam bentuk undangan digital. Bu Farah cukup bangga dengan video dalam undangan tersebut yang di desain sedemikian rupa cantiknya. "Huuh ... Kiara biar kau jantungan ketika tahu bahwa kau akan dimadu tanpa bisa kau elak. Supaya kau sadar bahwa tidak sulit bagi Galih untuk membuangmu ke tong sampah. Sedangkan Kiara, mana ada laki-laki yang ingin menikahi wanita polos dan kampungan kayak dia. Palingan juga dapat orang-orang dari kalangan pinggiran. salahmu sendiri mengapa tidak mau patuh pada keluargaku,' batin Bu Farah. &
Bab 37 Siang hari menjelang, aku menghampiri ruang kantor Papa. ada suatu hal yang mendorongku untuk meminta pendapat beliau. "Non Kiara, Pak Alfath sedang kedatangan tamu penting dari perusaaan lain. Tapi baiklah aku akan mencoba mengatakan pada beliau, bahwa Non Kiara ingin menemuinya," ucap Aldi, asisten pribadi Papa. "Ah tidak usah, tidak usah. Nanti saja. Biarkan mereka bicara, mungkin saja mereka sedang berdiskusi soal masalah penting," sahutku cepat. Aku tak ingin mengganggu kinerja Papa. Kulirik jam tangan Hermes yang melingkari pergelangan tanganku, ternyata hari sudah menunjukkan waktunya untuk makan siang. Kuputuskan untuk bersantap siang di sebuah kafe khusus area kantor. Entahlah menu lobster sangat menarik seleraku hari ini. Sembari berjalan, aku m
Bab 38 Di sebuah klinik swasta dengan dokter kandungan yang sudah tidak diragukan lagi kualitasnya, Kiara merasakan perutnya semakin mulas. Sudah beberapa jam yang berada dalam ruangan klinik bersalin tersebut. Bu Aliyah, ibunda Kiara tidak puas-puasnya memberikan dorongan semangat kepada sang putri. Menguatkan hati Kiara supaya tidak lemah, meski melahirkan dalam kondisi tanpa kehadiran suami. Sebagai sesama wanita, Bu Aliyah bisa merasakan apa yang ada dalam benak anak perempuan semata wayangnya. Dimana seharusnya dalam kondisi seperti Kiara saat ini, seorang wanita membutuhkan dampingan, dan perhatian penuh dari seorang suami. "Yang kuat ya, Nak. Mama yakin kamu bisa menghadapi semuanya. Berprinsiplah bahwa kau akan lebih kuat apabila kekuatan itu berasal dari dalam dirimu sendiri, bukan dari orang lain. Di sini Mama akan selalu ada untukmu," uca
Bab 39 "Apa ..? Kau memberiku kado? Kado apa?" Tanya Galih seperti orang linglung. Sedang mulutnya berbicara, pandangan matanya masih harus memperhatikan sosok Kiara yang sama sekali tidak seperti yang ia kenal selama ini. "Tak perlu aku menjelaskan padamu apa isinya! Nanti kau bisa cek sendiri!" Jawab Kiara terkesan biasa namun menyiratkan arti yang dalam. "Kiara, kau ... Kau sudah melahirkan? Mana bayinya? Mana anakku?" Galih berujar ketika tersadar jikalau perut Kiara tak lagi membuncit. Spontan ucapan itu membuat Kiara jijik. "Kau tidak pantas di sebut ayah untuk bayiku!" jawab Kiara. "Jangan bilang begitu Kiara. Walau bagaimanapun, anak yang kau lahirkan merupakan darah dagingku juga," ucap Galih. Sesungguhnya, penampilan dan kecantikan Kiaralah yang menaklukk
Bab 63 Disebuah teras hotel, dua orang tengah bertengkar mulut. Seorang perempuan dengan muka kusam dan pakaian yang sangat biasa-biasa saja, mengomel ngomel tidak karuan kepada seorang laki-laki berpakaian necis. Terlihat sekali jika omelan perempuan itu tak berguna dimata laki-laki kaya di depannya. "Praska kau tidak boleh melepaskan tanggung jawab begitu saja. Ingat ..! aku ini sedang mengandung anakmu. Sebentar lagi ia akan lahir ke dunia. Kau harus bertanggung jawab penuh, Praska!" Celine berucap tegas. "Enak saja ... Apa buktinya kalau janin yang sedang kau kandung itu adalah putraku? Kau tidak boleh asal bicara begitu saja. Minta saja pertanggungjawaban sama Galih. Dia kan mantan suamimu. tentu saja yang kau kandung di perutmu juga darah dagingnya, ngapain minta tanggung jawab sama saya. Kurang kerjaan aku ngurus anak orang," timp Praska jengkel. 
Bab 62 Celine mengelus perutnya. Bahunya bersandar pada seorang lelaki yang bebas mengekspos tubuhnya. "Sayang, kapan kau akan menikahiku?"tanya Celine. "Sabar dulu, Sayang. Oh ya bagaimana uang dari mertuamu kemarin? Apakah sudah ada? Usahaku sedang membutuhkan banyak uang ini. Supaya lebih lancar ya dana juga harus banyak masuk," Praska memulai bahasan. "Soal itu sih aku belum sempat menanyakannya sama Galih dan ibunya. Lagian hubungan di antara kami juga sedang tidak baik." Jawab Kiara. "Haduuh, Sayang. Rugi dong kalau kamu tak ambil uang itu. Lumayan buat nambah isi kantong," ucap Praska lagi. Celine diam benerapa saat. "Oh ya, baiklah. Nanti akan ku coba untuk kembali berbicara kepada mereka," jawab Kiara. "Tapi janji, Ya, Sayang. Jamu harus cepet-
Bab 61 Kiara berjalan menyusuri lorong kantor. Memasuki ruang kerjanya. Ia merasakan ada hal yang berbeda hari ini. Ya, ia tersadar biasanya ada seseorang yang akan menyapanya setiap pagi, dan kali ini tidak. Ingatannya langsung tertuju pada seseorang. "Huuuh, mengapa harus aku mengingatnya? Kiara, lupakan dia," batin Kiara bersikeras meyakinkan hati. Jam kerja tiba, Kiara mulai sibuk menyelesaikan satu persatu apa yang menjadi tugasnya. Tiba-tiba saja ia merasa kesulitan. "Ah laki-laki itu lagi ...!" Gerutu Kiara. Kembali ia tersadar jikalau kapanpun ia mengalami kesulitan pasti akan bertanya pada sosok yang bernama Mahendra. Suasana memang benar-benar tak lagi sama. Mau tidak mau Kiara mengaku jika merasakan sepi tanpa kehadiran Mahendra. &nbs
Bab 60 "Ada perlu apa kau pada orang tuaku ...?" desak Kiara. "Apa kau ingin mengumbar kata-kata yang sama sekali tidak perlu?" "Kiara, kau sungguh marah padaku hanya karena kata-kata di kertas itu kemarin?" Mahendra bertanya dengan mata sendu dan memerah. "Tanya saja dirimu. Aku kasih tahu kamu sekarang, bahwa aku sama sekali tidak menyukai kata-kata seperti itu," lanjut Kiara lagi. "Kiara, maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja meletakkan kertas itu pada dokumenmu. Karena kau sudah terlanjur melihat, maka aku akan berkata jujur. Tulisan itu kutulis tepat pada hari di mana Galih mengucapkan ikrar ijab Kabul kalian di depan penghulu. Sekarang aku katakan, Kiara. Aku mencintaimu sejak dulu. Tapi ternyata kau lebih memilih Galih. Terus terang aku kecewa. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak. Dan sama sekali tidak bisa menyala
Bab 59 "Lho kok ini mapnya ada dua ...? Lhoo ... Yang ini beda, punya siapa ya?" Kiara menggumam. Tangannya memegang isi map. Ingin membukanya. Hupp ... Selembar kertas terjatuh. Tiara melirik ke kertas tersebut, dan memperhatikannya baik-baik. Seketika dahinya mengernyit. "Kenapa ada fotoku di sini?" Dan bukan hanya foto itu yang mengusik perhatian Kiara, namun goresan-goresan kata di sana juga cukup membuatnya bertanya-tanya. Karena rasa penasaran ia mencoba untuk membaca goresan tinta yang tertoreh di kertas putih tersebut. [Ya, Tuhan ... ternyata selama ini aku mempunyai perasaan yang salah. Aku mencintai wanita yang tida
Bab 58 Sementara itu, di sebuah apartemen. Seorang pria duduk menghadap ke layar laptop. Mengerjakan kinerja yang belum selesai tadi siang. Sebentar-sebentar matanya melirik ke sebuah potret yang sengaja ia pajang pada dinding ruang kerjanya. Sebuah potret wanita yang ia kagumi sejak dahulu. Perlahan ia menarik sebuah lembaran yang ia tulis beberapa tahun yang lalu. Dimana disana ia mencurahkan rasa kecewa yang dalam ketika mendengar wanita yang ia puja-puja akan menikah dengan pria lain. Sebuah foto kecil menyertai lembaran tersebut dengan lukisan wajah yang cukup ayu dengan sorot mata jernih dan bulu mata yang lentik. "Ya Tuhan, seandainya saja ia bisa benar-benar menjadi milikku," gumamnya dalam hati. Sebenarnya siapakah wanita yang ia maksud? Wanita itu adala
Bab 57 Galih menyibak tirai, seberkas sinar cahaya matahari pagi menerobos masuk. Yang melirik jam tangannya, "Sudah hampir pukul 08.00 pagi. Astaga ...!" Lelaki itu tereranjat. Dengan bergegas, Galih menuju ke kamar mandi. Sepeninggal Galih, Celine membuka mata. Matanya tertuju pada tirai yang sudah tersingkap. "Sudah siang rupanya ..." Celine menggeliat. Namun sejenak kemudian ia kembali menarik selimut. "Ah biarin ajah ... Toh ada Bu Farah yang mengerjakan semua kerjaan rumah," imbuhnya seraya kembali meringkuk. Baru saja ia ingin kembali terlelap, tiba-tiba Celine merasa perutnya bergolak. "Aduh ... Kenapa ini perut? Kok jadi mules sih ..." Gerutunya. "Hueekh ...!" Celine tidak tahan menahan
Bab 56 "Celine, memangnya apa saja sih yang kamu laporin sama anakku? Sampai-sampai dia sekarang membenciku sedemikian rupa. Apakah kamu memang berniat untuk memisahkan kami?" Bu Farah terlihat geram. Celine yang baru saja pulang, terlihat melengos dengan pertanyaan Bu Farah. "Huuh ... Siapa juga yang ingin memisahkan kalian, mau ibu ambil Galih seutuhnya pun aku tak mengapa," tanggap Celine cuek. "Apa maksudmu?" Bentak Bu Farah. "Dasar aneh ...," celetuk Celine sambil berlalu. "Kamu dengar apa tidak aku tanya apa?" hlang Bu Farah. "Halah ... Tidak usah terlalu banyak tanya, Bu. Apa Ibu benar-benar ingin aku memisahkan ibu sama Mas Galih? Kalau ibu menginginkannya tidak apa-apa, akan kulakukan dengan senang hati," ujar Celine sinis.  
Bab 55 "Wah, lumayan juga ini duitnya, Mas...!" Sinar mata Celine berbinar-binar melihat lembaran-lembaran uang di tangan Galih. "Ya, cukuplah buat bayar sewa rumah dan untuk biaya makan kita," sahut Galih. "Hmmm ... Cuma buat bayar sewa rumah dan makan doang?" Tanya Celine dengan sungut manjanya. Galih sudah bisa membaca apa yang diinginkan istri cantiknya tersebut. "Iya, Sayang ... Jangan cemberut dulu dong," Galih membelai dagu Celine lembut. "Kamu jangan khawatir, Mas pasti akan memberimu sebagian dari uang-uang ini," lanjut Galih kemudian. Mendengarnya, wajah Celine berubah lebih sumringah. "Mas ...!" rengeknya. "Ya, Sayang" "Mmm ... Mas mau kasih berapa buat aku?" ucapnya dengan manja yang di buat-buat.