Bab 16 Ingat Mbak, Jangan Main-main Denganku!
"Enak saja kau ingin pergi berfoya-foya, lihat dapur masih berantakan, cepat sana beresin!" Perintah Megan bak seorang majikan yang sedang memberi perintah pada asistennya.
"Enak saja, kamu pikir aku babu apa? Kalau mau ke rumah kalian rapi, ya bersihin aja sendiri! Aku ada urusan!" Kiara berucap tanpa takut.
"Astaga, Kiara! Terbuat dari apakah hatimu ini? Dikasih tau baik-baik malah ngeyel! Tugasmu belum selesai, beresin dulu rumah, baru kamu boleh pergi!"
ucap Megan kembali."Mbak kira semua pekerjaan rumah ini semuanya tugasku? Begitu? Sorry mbak, masih banyak pekerjaan lain yang lebih baik daripada tugas gratisan seperti itu!" tanggap Megan.
"Apa katamu? Tugas gratisan? Astaga Kiara! Punya otak dibuat untuk mikir! Bukan untuk ngeyel sembarangan. Kau k
Bab 17 Kalian Hanya Bisa Mengendalikan Galih, Tapi Tidak Denganku! "Bu! Sini ..! sini ...!" Megan mengisyaratkan pada Bu Farah agar mendekat. Wajah Megan mengekspresikan seolah melihat sesuatu hal yang besar. "Ada apa, Megan? Kok nampaknya serius sekali? Santai ajah kali," Bu Farah agak menyipitkan mata. "Aduh, Ibu. Coba lihat ini, Kiara ngapload foto makan siang di resto mahal. Waduuh... Sepertinya dia semakin berani bersikap keterlaluan sama kita," ujar Megan. Mendadak Bu Farah terkaget mendengarnya. "Resto mahal?" Gumamnya seraya mendekat. "Nih, coba ibu perhatikan!" Megan menyodorkan handphonenya pada Bu Farah. "What ...?" Bu Farah melongo, melihat tempat dimana Kiara duduk dan menikmati santapan lezat kelas atas yang tidak sembarangan orang bisa datang
Bab 18 Ketika Saatnya Tiba, Galih akan Di Pecat Dari Kedudukannya "Kiara ...! Kiara ...! Dimana kamu?" Bu Farah berteriak. "Kemana tuh orang?" gerutu Bu Farah ketika tidak mendapati keberadaan Kiara di kamarnya. "Ada apa, Bu? Kok teriak-teriak segala," Tanya Megan yang baru saja pulang kerja. "Ini, ibu nyari Kiara! Tapi dia tidak ada dimana pun," jawab Bu Farah. "Buat apa nyari-nyari Kiara, Bu? Peduli amat sama dia. Biarin ajah dia mau kemana. Mau kesana kek, kesini kek, mau pulang, ataupun tidak, itu terserah sama dia. Tidak usah kitanya yang repot-repot. Liat mukanya saja aku udah muak," imbuh Megan mencibir. "Masalahnya, ibu sedang butuh dia sekarang!" tandas Bu Farah. "Butuh da buat apalagi, Bu? Kalau bisa nggak usahlah minta-minta bantuan dari dia! Buang-buang waktu saja," gerutu Megan
Bab 19 Kaya Kok Pinjam Uang? "Kiara! Sore begini baru pulang ke rumah. Dari mana saja kamu? Dimana otakmu sebagai istri? Suami tidak di urus, kamunya kelayapan kesana-kemari. Istri tidak becus ya seperti kamu ini!" Seperti biasa omelan khas dari mertua julid menyambut kepulanganku. "Punya suami itu di urus! Kalau begini terus, kamu harus rela jika nanti aku benar-benar menjodohkan Galih pada wanita lain. Jangan sampai kau menyesal jika suamimu di embat orang," sambung mertuaku lagi. "Sepertinya aku tak akan pernah menyesal, Bu. Selama ini saja aku sudah seperti tak bersuami. Masa bodohlah jika dia di embat orang lain. Ambil saja," Kulihat Mbak Megan yang tengah menyantap makanan dalam piringnya melihatku dengan kebencian. Matanya yang julid menatapku tak senang. Bodo amat. Iseng aku membuka tud
Bab 20 Calon Menantu Kesayangan Aku tengah duduk-duduk di sofa ketika deru kendaraan roda empat memasuki area rumah. Aku menyingkap tirai. Kulihat Mas Galih turun dari mobil, kemudian ia mekangkah membukakan pintu. Siapa yang ada di dalam mobil, hingga membuat Mas Galih harus membukakan pintu itu. Sejenak setelah pintu itu terbuka, Kulihat mertuaku turun dari mobil bersama seorang seorang wanita cantik. Celine. Wanita itu lagi ternyata. Mas Galih menggandeng mesra lengan Celine. Mereka berjalan ke arahku. Astaga, laki-laki itu! Mungkin otaknya sudah berpindah posisi ke dengkul. Dimana perasaannya coba, menggandeng wanita lain di hadapan istrinya yang sedang hamil besar. Tapi ya sudah, tidak apa-apa. Biarlah saat ini aku pura-pura men
Bab 21 Persiapan Itu Dimulai Pagi ini aku sengaja molor. Aku tak ambil pusing dengan kesibukan orang-orang di rumah ini. Toh mereka sibuk untuk diri mereka sendiri. Menyiapkan santapan pun buat sarapan mereka sendiri. Kulirik jam di layar ponsel, sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi. Oh ya aku lupa kalau hari ini ada jadwal untuk pergi ke salon dan menemui seseorang. Pikiranku sekarang sudah tidak lagi seperti dulu. Walaupun sedang hamil, tapi kesehatan dan kecantikan tetap harus diutamakan. Aku bergegas bangun. Menuju ke kamar mandi dan membersihkan tubuh. "Kiara ...! Kiara ...!" Terdengar sebuah seruan khas. Seperti biasa sang mertua selalu saja mengganggu ketenangan. Tidak kupedulikan ia berteriak-teriak di luar sana. "Kiara
Bab 22 Kiat Pertama Calon Istri Muda "Mas, asyik ya, kalau begini. Bisa berduaan, santai tanpa ada yang nengganggu. Coba kalau di rumah kamu, si Kiara itu selalu saja merusak suasana," Celine menyandarkan kepalanya pada pundak Galih. Galih tersenyum senang sekaligus bangga. 'Beruntung sekali aku bisa mendapatkan Celine. Wanita yang jauh lebih cantik dari pada Kiara. Huuh ... mengapa pula si Kiara bisa sejelek itu sekarang. Bikin mood ku hilang ajah,' Galih berpikir dalam hati. Sementara bibirnya mengumbar kebahagiaan, tangannya membelai rambut panjang kecoklatan milik Celine. Harum semerbak rambut Celine yang terawat, membangkitkan moodnya. "Mending dekat-dekat sama Celine, baunya wangi, kulitnya halus dan lembut. Senyumnya, haduuuh... Kalah jauh Kiara mah,' Galih tersenyum sendiri memikirkan nasib baik yang sedang berpihak padanya.&nbs
Bab 23 Iri Bilang Bos "Terimakasih ya, Mas. Mas dan Bu Farah baik sekali sama saya," Celine menerima sebuah benda tipis dari tangan Galih. Dalam hati, wanita itu membatin, 'akan kubelikan tas dengan merk di atas tas yang di pakai Kiara pagi tadi,' Kiara tersenyum tipis. "Iya sama-sama, Sayang. Aku dan Ibu sayang sama kamu," balas Galih. "Maaf, saya jadi merepotkan," ujar Celine kembali dengan ekspresi sedikit sayu. "Nggak, kamu sama sekali tidak merepotkan kami," jawab Galih. "Apa Kiara tahu jikalau Mas menyerahkan ATM Mas sama aku?" tanya Celine. "Kiara tidak perlu di kasih tahu, Sayang. Kalau dikasih tahu, malah bisa jadi repot. Kamu tahu sendiri bagaimana sifat wanita bar bar seperti dia. Dia tidak segan-segan untuk bermain kekerasan," sahut Galih. "Mema
Bab 24 Rencana Busuk "Terimakasih, Mbak! Semoga terus menjadi pelanggan setia butik kami," petugas kasir membungkukkan badannya setelah menyerahkan benda pipih kepadaku. Aku menganggukan kepala. Aku melangkah membawa barang-barang yang baru saja kubeli keluar dari toko. Eit, baru aku keluar dari butik, seseorang mencegah langkahku. "Kiara ...!" Suara seorang wanita dengan nada yang tak bersahabat. Aku mengernyitkan dahi. "Celine? Ada apa kamu menguntitku kemari?" tanyaku. "Siapa juga yang menguntitmu? Aku bukan orang kurang kerjaan yang mengikuti langkahmu kesana kemari," jawabnya ketus. "Kalau begitu kenapa kau menghampiriku disini?" "Hey, aku kesini ingin memberitahumu, mulai sekarang kau tidak bisa secara bebas membelanj
Bab 63 Disebuah teras hotel, dua orang tengah bertengkar mulut. Seorang perempuan dengan muka kusam dan pakaian yang sangat biasa-biasa saja, mengomel ngomel tidak karuan kepada seorang laki-laki berpakaian necis. Terlihat sekali jika omelan perempuan itu tak berguna dimata laki-laki kaya di depannya. "Praska kau tidak boleh melepaskan tanggung jawab begitu saja. Ingat ..! aku ini sedang mengandung anakmu. Sebentar lagi ia akan lahir ke dunia. Kau harus bertanggung jawab penuh, Praska!" Celine berucap tegas. "Enak saja ... Apa buktinya kalau janin yang sedang kau kandung itu adalah putraku? Kau tidak boleh asal bicara begitu saja. Minta saja pertanggungjawaban sama Galih. Dia kan mantan suamimu. tentu saja yang kau kandung di perutmu juga darah dagingnya, ngapain minta tanggung jawab sama saya. Kurang kerjaan aku ngurus anak orang," timp Praska jengkel. 
Bab 62 Celine mengelus perutnya. Bahunya bersandar pada seorang lelaki yang bebas mengekspos tubuhnya. "Sayang, kapan kau akan menikahiku?"tanya Celine. "Sabar dulu, Sayang. Oh ya bagaimana uang dari mertuamu kemarin? Apakah sudah ada? Usahaku sedang membutuhkan banyak uang ini. Supaya lebih lancar ya dana juga harus banyak masuk," Praska memulai bahasan. "Soal itu sih aku belum sempat menanyakannya sama Galih dan ibunya. Lagian hubungan di antara kami juga sedang tidak baik." Jawab Kiara. "Haduuh, Sayang. Rugi dong kalau kamu tak ambil uang itu. Lumayan buat nambah isi kantong," ucap Praska lagi. Celine diam benerapa saat. "Oh ya, baiklah. Nanti akan ku coba untuk kembali berbicara kepada mereka," jawab Kiara. "Tapi janji, Ya, Sayang. Jamu harus cepet-
Bab 61 Kiara berjalan menyusuri lorong kantor. Memasuki ruang kerjanya. Ia merasakan ada hal yang berbeda hari ini. Ya, ia tersadar biasanya ada seseorang yang akan menyapanya setiap pagi, dan kali ini tidak. Ingatannya langsung tertuju pada seseorang. "Huuuh, mengapa harus aku mengingatnya? Kiara, lupakan dia," batin Kiara bersikeras meyakinkan hati. Jam kerja tiba, Kiara mulai sibuk menyelesaikan satu persatu apa yang menjadi tugasnya. Tiba-tiba saja ia merasa kesulitan. "Ah laki-laki itu lagi ...!" Gerutu Kiara. Kembali ia tersadar jikalau kapanpun ia mengalami kesulitan pasti akan bertanya pada sosok yang bernama Mahendra. Suasana memang benar-benar tak lagi sama. Mau tidak mau Kiara mengaku jika merasakan sepi tanpa kehadiran Mahendra. &nbs
Bab 60 "Ada perlu apa kau pada orang tuaku ...?" desak Kiara. "Apa kau ingin mengumbar kata-kata yang sama sekali tidak perlu?" "Kiara, kau sungguh marah padaku hanya karena kata-kata di kertas itu kemarin?" Mahendra bertanya dengan mata sendu dan memerah. "Tanya saja dirimu. Aku kasih tahu kamu sekarang, bahwa aku sama sekali tidak menyukai kata-kata seperti itu," lanjut Kiara lagi. "Kiara, maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja meletakkan kertas itu pada dokumenmu. Karena kau sudah terlanjur melihat, maka aku akan berkata jujur. Tulisan itu kutulis tepat pada hari di mana Galih mengucapkan ikrar ijab Kabul kalian di depan penghulu. Sekarang aku katakan, Kiara. Aku mencintaimu sejak dulu. Tapi ternyata kau lebih memilih Galih. Terus terang aku kecewa. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak. Dan sama sekali tidak bisa menyala
Bab 59 "Lho kok ini mapnya ada dua ...? Lhoo ... Yang ini beda, punya siapa ya?" Kiara menggumam. Tangannya memegang isi map. Ingin membukanya. Hupp ... Selembar kertas terjatuh. Tiara melirik ke kertas tersebut, dan memperhatikannya baik-baik. Seketika dahinya mengernyit. "Kenapa ada fotoku di sini?" Dan bukan hanya foto itu yang mengusik perhatian Kiara, namun goresan-goresan kata di sana juga cukup membuatnya bertanya-tanya. Karena rasa penasaran ia mencoba untuk membaca goresan tinta yang tertoreh di kertas putih tersebut. [Ya, Tuhan ... ternyata selama ini aku mempunyai perasaan yang salah. Aku mencintai wanita yang tida
Bab 58 Sementara itu, di sebuah apartemen. Seorang pria duduk menghadap ke layar laptop. Mengerjakan kinerja yang belum selesai tadi siang. Sebentar-sebentar matanya melirik ke sebuah potret yang sengaja ia pajang pada dinding ruang kerjanya. Sebuah potret wanita yang ia kagumi sejak dahulu. Perlahan ia menarik sebuah lembaran yang ia tulis beberapa tahun yang lalu. Dimana disana ia mencurahkan rasa kecewa yang dalam ketika mendengar wanita yang ia puja-puja akan menikah dengan pria lain. Sebuah foto kecil menyertai lembaran tersebut dengan lukisan wajah yang cukup ayu dengan sorot mata jernih dan bulu mata yang lentik. "Ya Tuhan, seandainya saja ia bisa benar-benar menjadi milikku," gumamnya dalam hati. Sebenarnya siapakah wanita yang ia maksud? Wanita itu adala
Bab 57 Galih menyibak tirai, seberkas sinar cahaya matahari pagi menerobos masuk. Yang melirik jam tangannya, "Sudah hampir pukul 08.00 pagi. Astaga ...!" Lelaki itu tereranjat. Dengan bergegas, Galih menuju ke kamar mandi. Sepeninggal Galih, Celine membuka mata. Matanya tertuju pada tirai yang sudah tersingkap. "Sudah siang rupanya ..." Celine menggeliat. Namun sejenak kemudian ia kembali menarik selimut. "Ah biarin ajah ... Toh ada Bu Farah yang mengerjakan semua kerjaan rumah," imbuhnya seraya kembali meringkuk. Baru saja ia ingin kembali terlelap, tiba-tiba Celine merasa perutnya bergolak. "Aduh ... Kenapa ini perut? Kok jadi mules sih ..." Gerutunya. "Hueekh ...!" Celine tidak tahan menahan
Bab 56 "Celine, memangnya apa saja sih yang kamu laporin sama anakku? Sampai-sampai dia sekarang membenciku sedemikian rupa. Apakah kamu memang berniat untuk memisahkan kami?" Bu Farah terlihat geram. Celine yang baru saja pulang, terlihat melengos dengan pertanyaan Bu Farah. "Huuh ... Siapa juga yang ingin memisahkan kalian, mau ibu ambil Galih seutuhnya pun aku tak mengapa," tanggap Celine cuek. "Apa maksudmu?" Bentak Bu Farah. "Dasar aneh ...," celetuk Celine sambil berlalu. "Kamu dengar apa tidak aku tanya apa?" hlang Bu Farah. "Halah ... Tidak usah terlalu banyak tanya, Bu. Apa Ibu benar-benar ingin aku memisahkan ibu sama Mas Galih? Kalau ibu menginginkannya tidak apa-apa, akan kulakukan dengan senang hati," ujar Celine sinis.  
Bab 55 "Wah, lumayan juga ini duitnya, Mas...!" Sinar mata Celine berbinar-binar melihat lembaran-lembaran uang di tangan Galih. "Ya, cukuplah buat bayar sewa rumah dan untuk biaya makan kita," sahut Galih. "Hmmm ... Cuma buat bayar sewa rumah dan makan doang?" Tanya Celine dengan sungut manjanya. Galih sudah bisa membaca apa yang diinginkan istri cantiknya tersebut. "Iya, Sayang ... Jangan cemberut dulu dong," Galih membelai dagu Celine lembut. "Kamu jangan khawatir, Mas pasti akan memberimu sebagian dari uang-uang ini," lanjut Galih kemudian. Mendengarnya, wajah Celine berubah lebih sumringah. "Mas ...!" rengeknya. "Ya, Sayang" "Mmm ... Mas mau kasih berapa buat aku?" ucapnya dengan manja yang di buat-buat.