Bab 21 Persiapan Itu Dimulai
Pagi ini aku sengaja molor. Aku tak ambil pusing dengan kesibukan orang-orang di rumah ini. Toh mereka sibuk untuk diri mereka sendiri. Menyiapkan santapan pun buat sarapan mereka sendiri.Kulirik jam di layar ponsel, sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi.
Oh ya aku lupa kalau hari ini ada jadwal untuk pergi ke salon dan menemui seseorang.
Pikiranku sekarang sudah tidak lagi seperti dulu. Walaupun sedang hamil, tapi kesehatan dan kecantikan tetap harus diutamakan.
Aku bergegas bangun. Menuju ke kamar mandi dan membersihkan tubuh.
"Kiara ...! Kiara ...!" Terdengar sebuah seruan khas.
Seperti biasa sang mertua selalu saja mengganggu ketenangan.
Tidak kupedulikan ia berteriak-teriak di luar sana.
"Kiara
Bab 22 Kiat Pertama Calon Istri Muda "Mas, asyik ya, kalau begini. Bisa berduaan, santai tanpa ada yang nengganggu. Coba kalau di rumah kamu, si Kiara itu selalu saja merusak suasana," Celine menyandarkan kepalanya pada pundak Galih. Galih tersenyum senang sekaligus bangga. 'Beruntung sekali aku bisa mendapatkan Celine. Wanita yang jauh lebih cantik dari pada Kiara. Huuh ... mengapa pula si Kiara bisa sejelek itu sekarang. Bikin mood ku hilang ajah,' Galih berpikir dalam hati. Sementara bibirnya mengumbar kebahagiaan, tangannya membelai rambut panjang kecoklatan milik Celine. Harum semerbak rambut Celine yang terawat, membangkitkan moodnya. "Mending dekat-dekat sama Celine, baunya wangi, kulitnya halus dan lembut. Senyumnya, haduuuh... Kalah jauh Kiara mah,' Galih tersenyum sendiri memikirkan nasib baik yang sedang berpihak padanya.&nbs
Bab 23 Iri Bilang Bos "Terimakasih ya, Mas. Mas dan Bu Farah baik sekali sama saya," Celine menerima sebuah benda tipis dari tangan Galih. Dalam hati, wanita itu membatin, 'akan kubelikan tas dengan merk di atas tas yang di pakai Kiara pagi tadi,' Kiara tersenyum tipis. "Iya sama-sama, Sayang. Aku dan Ibu sayang sama kamu," balas Galih. "Maaf, saya jadi merepotkan," ujar Celine kembali dengan ekspresi sedikit sayu. "Nggak, kamu sama sekali tidak merepotkan kami," jawab Galih. "Apa Kiara tahu jikalau Mas menyerahkan ATM Mas sama aku?" tanya Celine. "Kiara tidak perlu di kasih tahu, Sayang. Kalau dikasih tahu, malah bisa jadi repot. Kamu tahu sendiri bagaimana sifat wanita bar bar seperti dia. Dia tidak segan-segan untuk bermain kekerasan," sahut Galih. "Mema
Bab 24 Rencana Busuk "Terimakasih, Mbak! Semoga terus menjadi pelanggan setia butik kami," petugas kasir membungkukkan badannya setelah menyerahkan benda pipih kepadaku. Aku menganggukan kepala. Aku melangkah membawa barang-barang yang baru saja kubeli keluar dari toko. Eit, baru aku keluar dari butik, seseorang mencegah langkahku. "Kiara ...!" Suara seorang wanita dengan nada yang tak bersahabat. Aku mengernyitkan dahi. "Celine? Ada apa kamu menguntitku kemari?" tanyaku. "Siapa juga yang menguntitmu? Aku bukan orang kurang kerjaan yang mengikuti langkahmu kesana kemari," jawabnya ketus. "Kalau begitu kenapa kau menghampiriku disini?" "Hey, aku kesini ingin memberitahumu, mulai sekarang kau tidak bisa secara bebas membelanj
Bab 25 Kiat Celine Tengah menata meja, Celine memikirkan sesuatu, Clink... Sebuah ide muncul di kepalanya, 'Aku menemukan cara jitu!' batin Celine. 'Akan kubuat kau melahirkan sebelum pada waktunya,' akal licik Celine bereaksi. Mulut wanita itu tersenyum penuh dendam. "Bu, sepertinya Kiara sedang sakit. Kasihan sekali dia," ucap Celine. Bu Farah memandang Celine dengan ekspresi penuh keheranan. "Kalau menurut saran ibu, tidak usah pedulikan dia, Nak. Tidak usah lah memikirkan hal-hal yang tidak penting. Pikirkan saja masa depanmu bersama Galih. Jika kau memikirkan Kiara, maka itu adalah sesuatu yang sia-sia dan tidak berguna," tutur Bu Farah. wanita paruh baya tersebut terlihat tidak suka dan tida
Bab 26 Apa Ini Jebakan? Aku tertegun tatkala dalam mobil kulihat Celine ikut serta. Buat apa dia mengikuti kami. Kehadirannya merusak pemandanganku saja.Ia "Kasar dari mananya, Mas? Perasaan biasa-biasa saja," "Dibilangin masih aja nyolot. Seharusnya kau berterima kasih sama Celine," pukas Galih. "Berterima kasih buat apa?" imbuhku. "Hei asalkan kau tahu, bahwa Celinelah yang berinisiatif untuk membawamu memeriksakan kesehatan. Demi kau dan janin di perutmu," ujar Galih. Aku terkhenyak. "Jadi Celine yang ingin mengajakku ke klinik? bukan kamu? Baiklah kalau begitu berhentikan aku disini. Sudah kubilang tadi aku bisa pergi sendiri," "Tidak usah banyak belagu. Kalau kau bisa sendiri mengapa tidak sedari tadi," kembali Galih berujar kasar.
Bab 27 "Pa, tolong tidak usah kemari. Begini saja, oke aku akan lebih berhati-hati. Besok aku akan menemui Papa. Tapi Papa jangan ke sini dulu malam ini," Bagaimanapun aku tidak ingin rahasiaku terbongkar dulu. Biarkan keluarga ingin mengetahui siapa aku sebenarnya pada saat yang tepat. Besok aku akan menemui papa dan membicarakan hal penting padanya terkait dengan tawarannya padaku beberapa waktu yang lalu.*** "Mas, mulai hari ini aku akan bekerja!" Ucapku pada Mas Galih. Suaraku mengejutkan semua orang yang sedang menikmati santapan sarapan pagi di meja makan. "Uhuk ... uhuk ...!" Mas Galih terbatuk. Ia menghentikan makannya sejenak lalu menoleh ke arahku. "Apa? Kamu ingin bekerja? bekerja di mana?" Mas Galih tersen
Bab 28 Degup jantung ini tidak bisa lagi ku atur sempurna. Katakutan, gelisah dan ragu berbaur menjadi satu. Takutku apabila Papa berbuat sesuatu yang akan berakibat pada sesuatu hal yang tidak di inginkan. Keraguanku, bisakah Papa bertindak tanpa melibatkan emosi yang berujung pada adu otot? Aku benci masalah yang di hadapi dengan kekerasan. "Percaya saja sama Papa Kiara, Papa bukan orang bodoh!" Dalam hati aku menghibur diri sendiri. Akankah kedokku terbongkar di sini? Akankah Papa membuka semua rahasia yang sudah sejak lama kusimpan dengan rapi ini? Belum sempat aku berpikir lebih jauh,terlihat seorang laki-laki yang masih terlihat gagah, meski di usianya yang tak lagi muda, keluar dari mobil dan berjalan menuju ke arahku. Dialah Papa
Bab 29 "Nanti dulu ....!" Teriakku. "Kiara, sudah cukup kau hidup teraniaya di rumah mereka!" Semua yang hadir di sana dan melototkan mata tidak percaya atau pun bingung dengan ucapan Papa. "Sabar, sabar, Kiara mohon ...! Semua masalah ini tak akan selesai dengan emosi... Please dengarkan Kiara!" aku memohon dan memelas pada Papa. Aku tidak memanggil beliau dengan sebutan Papa agar orang-orang di rumah ini tidak mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Mendengar aku bicara, Papa nampaknya bisa meredam emosinya yang tadi nampaknya sudah di ubun-ubun. "Ada apa ini, Kiara ...? Apa kau sudah saling kenal sama Pak Alfath? Bagaimana Bisa?" Bu Farah berbicara kebingungan. Dalam hati, tentu saja aku sudah kenal bahkan sangat dekat dengan Pak Alfath. Toh beliau adalah Papa kandungku.
Bab 63 Disebuah teras hotel, dua orang tengah bertengkar mulut. Seorang perempuan dengan muka kusam dan pakaian yang sangat biasa-biasa saja, mengomel ngomel tidak karuan kepada seorang laki-laki berpakaian necis. Terlihat sekali jika omelan perempuan itu tak berguna dimata laki-laki kaya di depannya. "Praska kau tidak boleh melepaskan tanggung jawab begitu saja. Ingat ..! aku ini sedang mengandung anakmu. Sebentar lagi ia akan lahir ke dunia. Kau harus bertanggung jawab penuh, Praska!" Celine berucap tegas. "Enak saja ... Apa buktinya kalau janin yang sedang kau kandung itu adalah putraku? Kau tidak boleh asal bicara begitu saja. Minta saja pertanggungjawaban sama Galih. Dia kan mantan suamimu. tentu saja yang kau kandung di perutmu juga darah dagingnya, ngapain minta tanggung jawab sama saya. Kurang kerjaan aku ngurus anak orang," timp Praska jengkel. 
Bab 62 Celine mengelus perutnya. Bahunya bersandar pada seorang lelaki yang bebas mengekspos tubuhnya. "Sayang, kapan kau akan menikahiku?"tanya Celine. "Sabar dulu, Sayang. Oh ya bagaimana uang dari mertuamu kemarin? Apakah sudah ada? Usahaku sedang membutuhkan banyak uang ini. Supaya lebih lancar ya dana juga harus banyak masuk," Praska memulai bahasan. "Soal itu sih aku belum sempat menanyakannya sama Galih dan ibunya. Lagian hubungan di antara kami juga sedang tidak baik." Jawab Kiara. "Haduuh, Sayang. Rugi dong kalau kamu tak ambil uang itu. Lumayan buat nambah isi kantong," ucap Praska lagi. Celine diam benerapa saat. "Oh ya, baiklah. Nanti akan ku coba untuk kembali berbicara kepada mereka," jawab Kiara. "Tapi janji, Ya, Sayang. Jamu harus cepet-
Bab 61 Kiara berjalan menyusuri lorong kantor. Memasuki ruang kerjanya. Ia merasakan ada hal yang berbeda hari ini. Ya, ia tersadar biasanya ada seseorang yang akan menyapanya setiap pagi, dan kali ini tidak. Ingatannya langsung tertuju pada seseorang. "Huuuh, mengapa harus aku mengingatnya? Kiara, lupakan dia," batin Kiara bersikeras meyakinkan hati. Jam kerja tiba, Kiara mulai sibuk menyelesaikan satu persatu apa yang menjadi tugasnya. Tiba-tiba saja ia merasa kesulitan. "Ah laki-laki itu lagi ...!" Gerutu Kiara. Kembali ia tersadar jikalau kapanpun ia mengalami kesulitan pasti akan bertanya pada sosok yang bernama Mahendra. Suasana memang benar-benar tak lagi sama. Mau tidak mau Kiara mengaku jika merasakan sepi tanpa kehadiran Mahendra. &nbs
Bab 60 "Ada perlu apa kau pada orang tuaku ...?" desak Kiara. "Apa kau ingin mengumbar kata-kata yang sama sekali tidak perlu?" "Kiara, kau sungguh marah padaku hanya karena kata-kata di kertas itu kemarin?" Mahendra bertanya dengan mata sendu dan memerah. "Tanya saja dirimu. Aku kasih tahu kamu sekarang, bahwa aku sama sekali tidak menyukai kata-kata seperti itu," lanjut Kiara lagi. "Kiara, maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja meletakkan kertas itu pada dokumenmu. Karena kau sudah terlanjur melihat, maka aku akan berkata jujur. Tulisan itu kutulis tepat pada hari di mana Galih mengucapkan ikrar ijab Kabul kalian di depan penghulu. Sekarang aku katakan, Kiara. Aku mencintaimu sejak dulu. Tapi ternyata kau lebih memilih Galih. Terus terang aku kecewa. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak. Dan sama sekali tidak bisa menyala
Bab 59 "Lho kok ini mapnya ada dua ...? Lhoo ... Yang ini beda, punya siapa ya?" Kiara menggumam. Tangannya memegang isi map. Ingin membukanya. Hupp ... Selembar kertas terjatuh. Tiara melirik ke kertas tersebut, dan memperhatikannya baik-baik. Seketika dahinya mengernyit. "Kenapa ada fotoku di sini?" Dan bukan hanya foto itu yang mengusik perhatian Kiara, namun goresan-goresan kata di sana juga cukup membuatnya bertanya-tanya. Karena rasa penasaran ia mencoba untuk membaca goresan tinta yang tertoreh di kertas putih tersebut. [Ya, Tuhan ... ternyata selama ini aku mempunyai perasaan yang salah. Aku mencintai wanita yang tida
Bab 58 Sementara itu, di sebuah apartemen. Seorang pria duduk menghadap ke layar laptop. Mengerjakan kinerja yang belum selesai tadi siang. Sebentar-sebentar matanya melirik ke sebuah potret yang sengaja ia pajang pada dinding ruang kerjanya. Sebuah potret wanita yang ia kagumi sejak dahulu. Perlahan ia menarik sebuah lembaran yang ia tulis beberapa tahun yang lalu. Dimana disana ia mencurahkan rasa kecewa yang dalam ketika mendengar wanita yang ia puja-puja akan menikah dengan pria lain. Sebuah foto kecil menyertai lembaran tersebut dengan lukisan wajah yang cukup ayu dengan sorot mata jernih dan bulu mata yang lentik. "Ya Tuhan, seandainya saja ia bisa benar-benar menjadi milikku," gumamnya dalam hati. Sebenarnya siapakah wanita yang ia maksud? Wanita itu adala
Bab 57 Galih menyibak tirai, seberkas sinar cahaya matahari pagi menerobos masuk. Yang melirik jam tangannya, "Sudah hampir pukul 08.00 pagi. Astaga ...!" Lelaki itu tereranjat. Dengan bergegas, Galih menuju ke kamar mandi. Sepeninggal Galih, Celine membuka mata. Matanya tertuju pada tirai yang sudah tersingkap. "Sudah siang rupanya ..." Celine menggeliat. Namun sejenak kemudian ia kembali menarik selimut. "Ah biarin ajah ... Toh ada Bu Farah yang mengerjakan semua kerjaan rumah," imbuhnya seraya kembali meringkuk. Baru saja ia ingin kembali terlelap, tiba-tiba Celine merasa perutnya bergolak. "Aduh ... Kenapa ini perut? Kok jadi mules sih ..." Gerutunya. "Hueekh ...!" Celine tidak tahan menahan
Bab 56 "Celine, memangnya apa saja sih yang kamu laporin sama anakku? Sampai-sampai dia sekarang membenciku sedemikian rupa. Apakah kamu memang berniat untuk memisahkan kami?" Bu Farah terlihat geram. Celine yang baru saja pulang, terlihat melengos dengan pertanyaan Bu Farah. "Huuh ... Siapa juga yang ingin memisahkan kalian, mau ibu ambil Galih seutuhnya pun aku tak mengapa," tanggap Celine cuek. "Apa maksudmu?" Bentak Bu Farah. "Dasar aneh ...," celetuk Celine sambil berlalu. "Kamu dengar apa tidak aku tanya apa?" hlang Bu Farah. "Halah ... Tidak usah terlalu banyak tanya, Bu. Apa Ibu benar-benar ingin aku memisahkan ibu sama Mas Galih? Kalau ibu menginginkannya tidak apa-apa, akan kulakukan dengan senang hati," ujar Celine sinis.  
Bab 55 "Wah, lumayan juga ini duitnya, Mas...!" Sinar mata Celine berbinar-binar melihat lembaran-lembaran uang di tangan Galih. "Ya, cukuplah buat bayar sewa rumah dan untuk biaya makan kita," sahut Galih. "Hmmm ... Cuma buat bayar sewa rumah dan makan doang?" Tanya Celine dengan sungut manjanya. Galih sudah bisa membaca apa yang diinginkan istri cantiknya tersebut. "Iya, Sayang ... Jangan cemberut dulu dong," Galih membelai dagu Celine lembut. "Kamu jangan khawatir, Mas pasti akan memberimu sebagian dari uang-uang ini," lanjut Galih kemudian. Mendengarnya, wajah Celine berubah lebih sumringah. "Mas ...!" rengeknya. "Ya, Sayang" "Mmm ... Mas mau kasih berapa buat aku?" ucapnya dengan manja yang di buat-buat.