Dewa Angin mendekat padanya lalu berdiri di hadapan Bimantara yang tegak dengan tongkatnya.“Sang Hyang Agung menghendaki para dewa lain untuk mencari kandidat masing-masing,” ucap Dewa Angin padanya.Bimantara terkejut mendengarnya. Sekarang dia percaya apa yang dikatakan Tirta tadi padanya.Dewa Angin pun kembali melanjutkan kata-katanya.“Ini semua karena kesalahanku telah menerima perjanjian atas permintaanmu untuk melepas kutukan itu.”Bimantara terbelalak mendengarnya.“Apakah Maha Dewa tak akan mengabulkan permintaanku jika aku berhasil menjadi Candaka Uddhiharta?” tanya Bimantara dengan khawatir.“Aku tak pernah ingkar janji,” jawab Dewa Angin. “Sekarang semuanya kuserahkan padamu. Ikuti aturan para dewa dan menangkan ujian itu,” pinta Dewa Angin padanya.Bimantara tenang mendengarnya.“Ampuni hamba jika hamba telah lancang meminta pertolongan itu,” ucap Bimantara pada akhirnya. “Hamba tahu itu salah, tapi jika benar hamba terpilih menjadi Candaka Uddhiharta, hamba akan melaku
Pejabat istana datang bersama para prajuritnya ke hadapan kediaman Panglima Sada. Dua pohon besar tampak tumbuh rindang di halamannya. Prajurit yang berjaga di hadapan kediaman Panglima Sada tampak heran. Tombak di tangan mereka masing-masing.“Tolong panggilkan Panglima Sada,” pinta pejabat isatana pada prajurit penjaga.Prajurit penjaga itu langsung masuk ke dalam. Dia pun menemui Panglima Sada yang sedang berlatih ilmu bela diri di pekarangan belakang kediamannya. Parjurit itu menunggu hingga Panglima Sada berhenti sendiri melakukan gerakan-gerakan jurus ilmu bela diri. Akhirnya Panglima Sada berhenti dengan napas terengah-engah dan keringat yang hampir saja membanjiri dahinya. Dia menoleh heran pada prajuritnya.“Ada apa?” tanya Panglima Sada.“Ampun, Panglima,” ucap Prajuritnya. “Pejabat istana datang untuk menemui Panglima di luar sana.”Panglima Sada tampak heran mendengarnya. Dia pun berhenti berlatih ilmu bela dirinya.“Kenapa mereka tidak langsung masuk saja?” tanya Panglima
Bimantara memacukan kudanya dengan kencang. Dia sudah menaiki tebing menuju puncak bukit naga. Hutan tampak terlihat gelap meski hari masih siang. Tak lama kemudian dia melihat kabut putih berdatangan. Seketika suara-suara terdengar ke telinganya. Suara-suara yang terdengar menakutkan.“Kembalilah ke asalmu! Kau tak akan mengingat apapun lagi jika dipilih menjadi Candaka Uddhiharta! Dewa sengaja tidak memberitahukan hal ini padamu! Bukan hanya kandidat yang tidak terpilih saja yang bisa hilang ingatannya, melainkan yang terpilih juga!”Bimantara menghentikan kudanya mendengar itu. Dia mencari-cari sumber suara. Dia tidak menemukan siapapun selalin sekelebat makhluk hitam yang timbul tenggelam.“Siapa kamu?” teriak Bimantara.“Aku hanya ingin mengingatkanmu! Kau akan kehilangan semua ingatanmu jika menjadi Candaka Uddhiharta! Karena Dewa tak menginginkan manusia memberitahukan keberadaan mereka!”“Jangan dengarkan! Lanjutkan perjalananmu!” teriak suara lainnya.Bimantara kini melihat s
Bimantara, Tirta dan kedua pemuda lainnya yang menjadi kandidat Candaka Uddhiharta tampak tercengang melihatnya.“Dewa air mengatakan padaku bahwa di dalam naga hitam itu bersembunyi roh-roh jahat yang sengaja menghalangi manusia untuk mendapatkan kitab sakti itu,” ucap Tirta. “Kita harus menaklukkan roh-roh jahat yang merasuki naga itu untuk mendapatkan kitab sakti itu.”Bimantara terkejut mendengarnya. Dia heran kenapa Dewa angin tidak memberitahukan hal itu padanya.“Apa kita bersama-sama menaklukkannya?” tanya Bimantara.“Aku kira siapapun yang bergerak cepat mendapatkan kitab itu, dialah yang akan terpilih,” ucap pemuda satunya.Naga itu kembali bersuara. Seketika dia menyemburkan api ke sekitarnya. Bimantara langsung menggunakan jurus meringankan tubuhnya untuk menghindari semburan api dari mulut naga hitam itu. Satu pemuda terkena semburan api hingga pakaian yang dikenakannya terbakar. Bimantara dan yang lain tampak panik melihatnya.Pemuda yang pakaiannya terbakar itu mendadak
Gua itu terasa sagat panas. Bimantara tampak kewalahan menghindari semburan api dari mulut naga dan melawan serangan demi serangan dari roh-roh jahat yang keluar dari tubuh naga hitam itu. Bimantara terkena pukulan ekor naga dengan kuat saat menghindari semburan api dari mulutnya. Tubuhnya terdorong kuat hingga tersangkut di celah-celah batu dinding gua itu. Tubuhnya kian melemah. Roh-roh jahat itu berdatangan menyerangnya.Saat semburan api yang belih besar dari sebelumnya mengarah ke Bimantara, dia mencoba membacakan ajian dinding pembatas tak terlihat. Semburan api itu tak berhasil mengenainya saat Bimantara berhasil menggunakan ajian itu. Kini tubuhnya yang lemah dikerungi cahaya hingga mampu melindungi tubuhnya dari serangan roh-roh jahat itu dan dari semburan api dari mulut naga.“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tak punya tenaga lagi,” keluh Bimantara dengan bingung.Dia terbelalak saat melihat naga hitam itu menyemburkan api ke Tirta yang terbaring lemah kehabisan tena
Dahayu terus saja menggerakkan tangannya untuk mengumpulkan tenaga dalamnya. Seorang prajurit yang menjaga di depan pintu kediaman kurungan itu tampak heran melihat cahaya terang keluar dari sela-sela pintu. Dia pun mengintip ke dalam sana. Matanya terbelalak melihat Dahayu sedang memancarkan cahaya di kedua telapak tangannya. Prajurit itu langsung berlari.Prajurit itu pun tiba di hadapan pintu kediaman kurungan Pangeran Sakai. Dia berlutut di hadapan pintu kediaman kurungan itu.“Ampun, Pangeran!” ucap Prajurit itu.Pangeran Sakai di dalam kediaman kurungan itu tampak heran.“Ada apa?”“Hamba melihat Tuan Putri Dahayu sedang mengeluarkan tenaga dalamnya di dalam kediaman kurungan,” jawab prajurit itu.Pangeran Sakai di dalam sana terkejut mendengarnya. Dia teringat peristiwa ketika Dahayu menyalurkan tenaga dalamnya untuk menolong nyawa Bimantara. Sejak itu Dahayu kembali ke alam peri karena kehabisan tenaga dalamnya.“Tolong panggilkan Panglima Sada. Minta Panglima Sada mencegah Da
Bimantara berjalan mendekati kuda putih itu dengan bingung.“Kau kuda yang tersesat?” tanya Bimantara.Kuda itu mendekat ke Bimantara lalu menjilati bahunya. Bimantara heran sendiri.“Apakah kau mau mengantarku pergi dari sini?” tanya Bimantara.Kuda itu bersuara. Namun seketika Bimantara tampak berpikir dengan bingung.“Tapi aku tidak tahu hendak kemana? Kenapa aku lupa semuanya? Siapa aku dan kenapa aku berada di sini?” tanya Bimanatara dengan dirinya sendiri.Seketika dia menoleh saat mendengar suara teriakan perempuan yang meminta tolong. Tiba-tiba matanya melihat ada empat lelaki yang hendak memperkosa satu gadis tak berdaya di sebuah ruangan dalam sebuah rumah. Dia melihat ada dua manusia tua istri dan suami sedang diikat di tiang rumah itu.Bimantara menggegam tangannya dengan geram. Seketika di keningnya telihat cahaya yang mengeluarkan sebuah tanda berlambang naga. Nalurinya langsung menaiki kuda putih itu. Tak lama kemudian terbentang sayap panjang yang menyembul dari punggu
Penguasa kegelapan berteriak dengan geram di atas bukit di pulau itu. Teriakannya terdengar membahana dan memekakkan telinga Walat yang terduduk di dekatnya saking tidak kuat mendengar teriakannya.“Mereka telah berhasil melahirkan Candaka Uddhiharta! Aku tidak akan membiarkannya hidup panjang! Aku akan selalu menghalanginya di mana pun dia berada!” teriak Penguasa Kegelapan dengan geram.Penguasa Kegelapan mengarahkan tongkatnya ke atas langit. Seketika awan hitam berputar di atasnya. Walat terbelalak melihatnya. Penguasa Kegelapan menoleh pada Walat dengan geram.“Empat roh itu telah menyatu denganmu! Kau telah berhasil membangunkannya dalam dirimu! Sekarang juga, pergilah dari pulau ini dan carilah Candaka Uddiharta di mana pun dia berada! Rebut Pedang Perak Cahaya Merah yang menyatu dengan tongkatnya! Pecahkan lah dinding pembatas tak terlihat yang mengurungku ini! Setelah itu kau bebas untuk menjadi dirimu sendiri!” teriak Penguasa Kegelapan padanya.Walat gemetar mendengarnya.“