Home / Romansa / Bilik Lain di Hati Suamiku / 9. Rindu Yang Salah

Share

9. Rindu Yang Salah

Author: Wahyuni SST
last update Last Updated: 2022-04-26 18:40:27

Ardi tersentak dari tidur, dia melirik jam. 

"Astaghfirullah, jam tujuh?"

Dengan bersegera lelaki itu beranjak dari atas ranjang, lalu berlari cepat menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Padahal hari ini adalah hari penting dimana dia akan menjadi pemimpin upacara dalam rangka memperingat Hari Kelahiran Pancasila. Tapi kenapa bisa terlambat?

Ardi mendesah sebal.

Usai membersihkan diri, dia menggelar sajadah. Semenjak menikah, bertemu sang khalik selalu rutin dilakukan. Meski terlambat, rasanya aneh jika dahi belum menyentuh sajadah saat bangun tidur.

"Assalamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah."

Walau sebentar harus menyempatkan diri menengadahkan tangan.

"Ya Allah-"

Ucapan Ardi terhenti. Jika biasa dia kerap meminta agar Allah membuka kesempatan agar suatu saat bisa dipersatukan dalam mahligai rumah tangga bersama Seruni. Tapi pagi ini kenapa rasa-rasanya doa itu tidak ia lagi ia butuhkan. Keinginan untuk menikahi Seruni tidak semenggebu dahulu. Justru di ingatannya kini tertera satu pertanyaan, benarkah ia bahagia setelah berpisah dengan Ze? Semalam tentang makanan, pagi ini jam bangun. 

Ternyata, Ze benar-benar telah membuat perubahan besar dalam hidupnya. 

Setelah terjeda beberapa waktu, barulah Ardi kembali memanjatkan doa.

"Maafkan hamba ya Allah."

Lelaki itu merahup wajah. Hanya secuil doa namun menggambarkan hatinya yang sedang tidak baik. Dia merasa sudah mendapatkan apa yang dimau selama ini, tapi kenapa perasaannya tak bahagia?

Ardi bangkit dan menatap ke atas ranjang. Kosong. Ia membuang napas berat, biasa setiap pagi Ze sudah meletakkan pakaian yang akan dia gunakan hari itu di atas ranjang.

Ternyata bercerai nggak enak!

Sebuah kata yang kemudian keluar dari bibir Ardi. Dia terhenyak. Benarkah yang dia rasa ini? 

Tapi cintanya untuk Seruni? Bukankah selama ini dia terus membangun mimpi sekalipun sudah bersama Ze?

Benarkah menikahi Seruni adalah impianku? Atau hanya ambisi?

Ardi menghempaskan diri ke atas ranjang. Cukup pelik pikiran yang merajai jiwanya kini. Dua netra melirik jam.

Mati aku!

Dengan cepat Ardi bangkit kembali menuju lemari, membuka dan mencari-cari letak baju kerjanya.

Dimana Ze meletakkan baju kerjaku?

Karena lelah mencari akhirnya lelaki itu berjalan keluar kamar dan menuju kamar milik Ze. Dengan perasaan tidak enak dia mengetuk pintu.

"Ze, buka pintunya bentar. Ada yang mau Mas tanyakan."

Tak lama pintu kamar pun terbuka memperlihatkan wajah Ze yang sudah cantik. Wajahnya putih berseri dengan blush on di pipi membuat aura wanita itu semakin memancar. Dan yang berhasil membuat degup tak biasa di hati Ardi adalah warna bibir sang mantan. Sangat serasi dengan pipi yang kepink-pink-an.

Ardi menarik napas.

"Kamu mau kemana?"

"Ada teman yang berbaik hati ngasih tokonya untuk aku masukin semua barang-barang jualan. Jadi pagi ini mau langsung bergerak. Ada apa?"

Ardi sedikit terhenyak. 

Mau survei tempat aja secantik ini? Patut dicurigai siapa yang telah berbaik hati memberi secara gratis. 

"Ada apa Mas ke kamar ini?"

Ze mengulang pertanyaan membuat pikiran Ardi buyar seketika.

"Dimana kamu letakkan baju kerja warna coklat?"

"Di dalam lemari."

"Udah Mas cari nggak ada."

"Ada kok, cari lagi yang benar."

Ardi membuang napas, jam sudah sangat terlambat.

"Bisa kamu bantu cariin nggak?"

Ze berpikir sejenak.

"Yaudah deh."

Dia berjalan lebih dulu hingga sampai di kamar Ardi. Lalu membuka lemari dan dua netranya langsung tertuju pada deretan baju kerja. Ze mengeluarkan seragam yang akan digunakan Ardi hari itu.

"Ini Mas baju kerjanya."

"Lo di bagian mananya kamu letakkan."

"Di situ."

Ze menunjuk ke dalam lemari.

"Perasaan tadi nggak ada."

"Makanya lihatnya hati-hati, Mas."

Tak lagi menunggu Ze memilih keluar dari kamar itu. Ardi hanya memandang dengan perasaan yang tak tergambarkan. Antara rasa malu dan keinginan untuk menahan Ze agar lebih lama di kamar itu.

Ardi lagi-lagi membuang napas. Dia melirik kembali jam, dua netranya membelalak. Dengan segera ia memakai pakaian dan keluar dari kamar. 

Tapi tiba-tiba, perutnya berulah. Ardi berjalan ke dapur, satu atau dua suap saja makan nasi semalam. Setelah ini barulah nanti sampai di sekolah dikenyangin, pikirnya.

Tapi ternyata,

"Mas udah makan?" sapa Ze yang ternyata sudah ada di dapur.

"Belum."

"Tadi aku ada masak nasi goreng, ada kok aku sisain untuk Mas jika mau."

Nasi sisa lagi? Ardi membuang napas. Tapi lebih bagus nasi sisa pagi ini daripada nasi semalam?

*

Ardi membuang napas, diluar dugaan hari ini terlambat datang ke sekolah. Upacara pun sudah selesai diberlangsungkan dan anak-anak sudah memasuki kelas masing-masing. Tapi lelaki itu baru memarkirkan mobil di parkiran.

"Kenapa bisa terlambat? Padahal hari ini kamu ditugaskan menjadi pemimpin upacara," tegur Joan, sahabat sekaligus rekan kerja Ardi setelah lelaki berjambang tipis itu memasuki ruangan.

"Semalam begadang, jadi tadi pagi nggak kebangun."

"Iyalah yang lepas kangen setelah berpisah dua hari kemarin. Kalau aku jadi kepala sekolah, begitu mendengar masalah ini aku akan memaklumi kenapa kau terlambat datang."

"Jangan ngaco. Aku bergadang karena ada tugas yang kukerjakan."

Joan hanya tersenyum, sangat paham dengan sifat sahabatnya itu. Paling anti jika disinggung soal rumah tangga.

"Pak Ardi bisa ke ruangan saya sebentar," ucap Bapak kepala sekolah yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. Ardi dan Joan saling berpandangan. Detik berikutnya,

"Baik, Pak."

Pak kepala sekolah berlalu.

"Nah lo, pasti kena tegur gegara nggak hadir tepat waktu."

Ardi hanya mencibir ke arah temannya itu dan langkah sang lelaki kini tertuju ke ruangan kepala sekolah.

"Silahkan duduk Pak Ardi," persilah sang kepala.

"Maaf Pak, tadi saya terlambat."

"Iya tidak masalah sekali atau dua. Tapi jika keterusan saya akan memberi surat peringatan."

"Baik, Pak."

Pak Seno sang kepala memang sangat tegas dalam menjaga peraturan. Sebab itu semua guru dan staf sangat hati-hati dalam menerapkan disiplin dan peraturan sekolah.

"Sebenarnya saya memanggil Pak Ardi karena mau membicarakan tentang persiapan Fatih Fair yang akan diadakan dua bulan lagi, Pak."

"Oh iya, Pak."

"Saya memang belum membuat rapat khusus bersama seluruh dewan guru. Justru terlintas niat untuk memanggil Bapak. Jadi begini Pak, untuk Hari H nanti kita 'kan akan pakai baju seragam. Sudah saya pikirkan beberapa tempat untuk memesan seragamnya. Tapi semalam istri saya memberitahu jika istri Pak Ardi juga 'kan jualan dan sering menangani pesanan seragam. Kenapa kita tidak memesan di istri Bapak saja, hitung-hitung mensejahterakan karyawan sendiri. Bagaimana menurut Bapak?"

Ardi terhenyak, jadi sekolah mau memesan seragam pada Ze?

"Tentu boleh, Pak."

"Alhamdulillah, kalau begitu saya minta tolong Pak Ardi langsung menanyakan pada istri Bapak, sekaligus menampakkan seragam yang seperti ini pada beliau. Ini pilihan istri saya dan saya tidak bisa menolak jika sudah dia yang meminta."

Ardi tertegun sejenak. Sebagai seorang lelaki yang sangat sukses, Pak Seno adalah tipe suami setia. Banyak kabar miring yang menimpa beberapa kepala sekolah lain atas skandalnya dengan guru-guru honorer. Namun, beliau termasuk yang bebas dari gosip. Padahal untuk wajah dan tubuh, lelaki yang kini tepatnya berusia kepala lima itu masih terlihat seperti baru berusia empat puluhan tahun.

Ardi merasa iri pada rumah tangga Pak Seno. Dan ingatannya langsung tertuju pada Ze. Tiba-tiba wajah Ze terkenang dalam khayalan.

"Ini Pak Ardi, model seragamnya."

Kepala sekolah menyerahkan selembar kertas pada Ardi. Sang lelaki meraih pemberian itu.

"In Syaa Allah jika sudah pasti ada harganya, rapat akan saya gelar esok hari."

"Baik, Pak. Akan saya tanyakan secepatnya."

Ardi keluar dari ruangan itu, entah kenapa perasaannya bahagia tersebab ada kesempatan untuk terlibat kerja sama bersama Ze. 

*

Waktunya istirahat telah tiba, dua jam ke depan Ardi akan bebas karena tidak ada jam mengajar. Ia masih menaruh rasa penasaran yang begitu besar pada Ze. Siapa yang sudah membantu memberi Ze sebuah toko secara gratis? Juga dimana posisi toko yang diceritakan wanita itu pagi tadi?

Akhirnya Ardi pamit keluar.

"Mau kemana Pak Ardi? Sekarang 'kan peraturannya kalau PNS ditemukan berkeliaran saat jam kerja, hukumannya berat."

"Hanya sebentar, saya langsung meluncur ke toko Ze untuk membantu memasukkan barang."

"Oh jadi mau bantu istri ceritanya."

Ardi mengangguk, jujur dalam hati ada yang mendadak menyentak. Masih pantaskah Ze disebut sebagai istrinya?

Dia mengabaikan kekacauan pikiran itu lalu bergegas menaiki mobil. Lekas menghubungi Ze dengan tujuan membicarakan persoalan yang disampaikan kepala sekolah tadi.

Ardi tersenyum kecil, karena hal ini dia jadi punya alasan untuk menghubungi Ze. Baru hendak menekan tombol panggilan, justru ponselnya kemasukan panggilan dari wanita lain.

Seruni?

Dua alis milik lelaki itu bertaut, saat ini dia sedang memendam rasa penasaran pada Ze. Rasanya enggan mengangkat telpon dari Seruni.

Satu panggilan, ia biarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Ternyata Seruni kembali menelpon untuk kedua kali.

Ardi membuang napas berat.

***

Bersambung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
menyesal memang setelah nya y he he
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   10. Keinginan Untuk Rujuk

    "Hallo.""Hallo Mas, kamu dimana?""Aku di sekolah, lagi banyak kerjaan. Kenapa?""Mas bisa ke hotel nggak?"Suara Seruni terdengar terengah-engah."Kamu kenapa?"Kini wanita itu justru terisak."Mantan suamiku mau ketemu sama kamu, Mas. Kamu bisa kemari 'kan?"Perasaan Ardi langsung tak enak."Dia sudah tahu keberadaanmu?""Sudah, Mas. Dia menunggumu di hotel ini."Ardi menarik napas dalam. Seruni akan dalam bahaya, jika ia abaikan dan mengikuti kata hati untuk menemui Ze. Mungkin mengabaikan mantan istri saat ini adalah jalan keluar terbaik."Iya, katakan aku akan datang sesaat lagi."Segera Ardi membanting setir menuju hotel. Lima belas menit perjalanan, dia sampai di parkiran. Pelan menarik napas dan bers

    Last Updated : 2022-04-27
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   11. Cemburu Tapi Gengsi

    Ze berjalan memasuki rumah, sejenak melirik mobil Ardi yang sudah terparkir di garasi.Ucapan Ustadzah di kajian kemarin kembali terngiang."Perempuan yang beriddah dari talak raj‘i (bisa dirujuk), wajib diberi tempat tinggal dan nafkah. Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in, wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali sedang hamil. Namun, selain mendapatkan hak, perempuan yang dalam menjalani masa iddah juga punya kewajiban.Salah satunya adalah yang berlaku untuk perempuan yang ditinggal wafat suami maupun perempuan yang telah putus dari pernikahan, yaitu keharusan untuk selalu berada di rumah. Hal ini berlaku bagi perempuan yang dicerai baik karena talak bain sughra, talak bain kubra, atau karena fasakh selama masa iddahnya. Tidak ada hak bagi suaminya ataupun yang lain untuk mengeluarkannya dari rumah tersebut.Selain itu, dia juga tidak boleh keluar dari rumah itu w

    Last Updated : 2022-04-28
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   12. Kejujuran Ardi Pada Seruni

    Karena rasa penasaran, akhirnya Ze memutuskan untuk meninggalkan meja kasir dan membuntuti kedua wanita itu. Berdiri agak jauh hingga bisa mendengar percakapan mereka lebih jelas."Iya, Mas Ardi yang minta aku ke Jakarta. Dia memang lelaki terbaik yang pernah aku kenal, Za. Ternyata dari dulu dia memang nggak pernah lupakan aku.""Maksudmu?""Kamu tahu nggak, tiap bulan dia rutin ngirim inbox hanya untuk menanyakan kabar, bahkan tak jarang mengungkapkan perasaannya. Tapi selama ini ya memang aku nggak pernah nanggapi. Karena dari awal menikah aku sudah meyakinkan diri untuk setia sama Mas Chandra. Tapi setelah kami bercerai, entah kenapa hati ini terketuk untuk membalas pesan dari Mas Ardi.""Tapi aku dengar Mas Ardi 'kan udah nikah?""Iya, dia memang udah nikah. Tapi sekarang udah bercerai.""Cerai? Kok bisa? Jangan bilang gara-gara kamu dia ceraikan istrinya?"Hati Ze berdenyut. Sakit mendengar penuturan itu. Memang kenyataan perceraiannya dan Ardi terjadi karena Seruni kembali di k

    Last Updated : 2022-04-29
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   13. Ardi Ngajak Rujuk

    "Aku telah salah melangkah, Seruni," ucap Ardi kembali seraya menghempaskan diri ke sandaran kursi.Seruni yang merasa bagai terpental jatuh dari atas gedung ikut menyandarkan diri pada kursi. Sudah sekian angan tercipta, ribuan harapan terukir. Kini lelaki yang katanya siap melayarkan bahtera bersamanya ternyata memilih memutar haluan."Mas bilang cinta padaku?" ucapnya lirih seraya memandang keluar mobil. Terasa ada yang menghangat pada kedua kelopak mata.Ardi memilih bergeming atas pertanyaan itu. Sementara di luar, rintik hujan mulai turun perlahan. Seolah menggambarkan hati Seruni yang tengah berderai karena sikap dingin Ardi."Lantas sekian banyak inbox yang isinya kalimat rindu dan ungkapan cinta itu, maksudnya apa, Mas? Hanya bercanda?"Wajahnya kini menatap sang lelaki."Seruni, aku minta maaf padamu. Aku telah salah menempatkan rindu. Selama ini aku terus menghindar dari Ze tapi apa yang kudapat. Aku kalah. Aku telah jatuh cinta padanya. Bahkan semenjak-"Ardi menghentikan

    Last Updated : 2022-05-01
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   14. Keputusan Ze

    Ze membelalak mendengar ajakan Ardi. Dia tersenyum kecut tapi detik berikutnya membuang wajah. Jujur ia benci mendengar tawaran itu keluar dari bibir mantan suaminya.Bagaimana tidak, bukankah tadi pagi dia baru saja tahu jika Ardi mengajak Seruni bertemu? Tapi sekarang, kenapa ngajak rujuk? Pasti ada sesuatu yang ditutupi Ardi sehingga dia meminta rujuk.Berbagai pikiran menghampiri begitu saja di benak sang wanita.Ze membuang napas berat.Dia pernah bodoh karena mengira Ardi telah mencintainya setelah dua tahun bersama. Sekarang dia tidak mau dibodohi untuk kedua kali oleh lelaki itu dengan ajakan untuk rujuk. "Mas minta maaf sudah menceraikan kamu waktu itu, Mas akui Mas salah. Beri kesempatan untuk memperbaikinya."Ze menatap lelaki yang kini terlihat begitu serius."Kenapa Mas tiba-tiba pengen rujuk? Apa karena ditolak Seruni?"Masih dengan saling memandang, Ardi menjawab."Bukan.""Lalu kenapa?"Ardi membuang napas berat."Manusia tempatnya salah. Dan sekarang Mas sudah sadar

    Last Updated : 2022-05-04
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   15. Perlawanan

    "Kamu kenapa Ze?" tanya Yeni melihat sahabatnya tersebut diam sembari menatap satu titik."Oh, nggak ada, Yen. Yaudah yuk langsung masuk."Oke, kita nunggu teman-temanku yang lain di lobi aja ya.""Oke."Mereka kembali melanjutkan perjalanan, sampai di lobi keduanya duduk menanti sahabat yang lain. Tiba-tiba Ze melihat Ardi keluar dari ruangan yang sepertinya adalah ruangan administrasi.Wanita itu mengucek mata.Benarkah yang kulihat ini? Mas Ardi?"Yen, aku mau ke kamar mandi bentar ya," pamitnya hendak mengejar Ardi."Oh iya oke. Aku tunggu di sini.""Sip."Ze mengejar langkah Ardi yang terus berjalan menuju sebuah kamar. Lelaki itu menutup pintu, membuat Ze tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Ia akhirnya memilih menyembunyikan diri di balik tembok.Tak berapa lama, pintu ruangan itu kembali terbuka. Ternyata Ardi yang keluar dan pergi menjauh. Apakah Mas Ardi benar-benar pergi? Atau hanya pergi sebentar?Ze membuntuti dari belakang hingga sampai di koridor menuju lobi. Ter

    Last Updated : 2022-05-06
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   16. Selamat Tinggal, Mas

    Usai acara makan malam bersama, Ze pamit ke kamar. Sementara Ardi masih asyik bersama ibunda tercinta di ruang televisi. Ze masuk ke kamar Ardi, sesuai janji malam ini mereka tidur sekamar. Dia naik ke atas ranjang dengan perasaan tak enak. Tujuh hari yang lalu, ia masih tidur leluasa di ranjang ini. Ternyata dua tahun berlalu begitu cepat dan bahkan malam ini ia sudah bergelar janda meski masih dalam masa iddah.Ze mengambil bantal tidur, ini miliknya dan Ardi tidur di bantal guling. Ya, begitu lebih baik. Wanita itu membaringkan kepalanya. Jujur tidak ada keinginan untuk terpejam, tapi dua netranya benar-benar curang. Hanya berselang lima menit, ia sudah tak sadarkan diri lagi.Sementara itu di ruang televisi,"Ze mana?" tanya sang ibu setelah cukup lama dia dan Ardi duduk bercengkerama seraya menonton televisi. Ardi menoleh ke belakang. Tampak sepi."Sepertinya udah tidur, Ma.""Ya Allah, kasihan. Udah Mama juga mau tidur. Kamu pergi nengokin Ze, gih.""Iya, Ma."Ardi berjalan h

    Last Updated : 2022-05-09
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   17. Ketangkap Basah

    Beberapa kali ponsel Ardi berdering, tapi lelaki itu terlalu nyenyak hingga tak menyadarinya. Sementara di luar, bel rumah juga ikut berbunyi beberapa kali. Lelah terasa jemari tamu yang hendak menjenguk sang lelaki menekan bel. Hingga tamu tersebut memutuskan untuk mendorong pintu. Siapa tahu tidak dikunci.Ternyata memang benar, pintu rumah itu terbuka hanya dengan sebuah dorongan. Tamu wanita tersebut memberi salam."Assalamualaikum."Tidak ada jawaban. Dia kembali mencoba memanggil melalui ponsel, usahanya tetap sama seperti tadi. Ardi tak mengangkat panggilan itu. Dengan segenap keberanian dia putuskan untuk masuk tanpa permisi.Sejujurnya ada rasa sakit yang membersamai. Mengingat jangankan ke rumah tersebut menelpon saja Ardi melarang. Tapi keberaniannya saat itu tentu saja atas alasan rasa cemas, karena tadi baru saja mengetahui Ardi sedang tidak dalam keadaan baik.Ia masuk lebih jauh ke dalam rumah, sepi. Seperti tak berpenghuni."Permisi, ada orang di rumah?"Tak ada jaw

    Last Updated : 2022-05-10

Latest chapter

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   55. Kesempurnaan Hidup

    Tidak ada ketaatan seorang istri kepada suami, melainkan telah Allah janjikan surga untuknya.***Tiga tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa kini di hidupku sudah ada buah cintaku dan Mas Han yang hari ini genap berusia dua tahun. Tak banyak yang berubah, selain kualitas bahagia yang semakin jauh biduk rumah tangga mengarungi semakin bertambah pula kadar rasanya.Aku membelalak menatap test pack bergaris dua yang subuh tadi telah kupakai ini. Antara terkejut dan bahagia, entahlah. Mungkin ini terlalu cepat, tapi dengan penuh kesadaran kuiyakan saat Mas Han membujuk untuk bersedia kembali menambah jumlah keluarga ini.Oya berbicara tentang usaha, kini suamiku dan Abi sukses merintis usaha jual beli mobil klasik. Usaha ini membuat Mas Han tidak lagi mencoba melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya di luaran sana. Mengingat hasil yang didapat melebihi target yang diperkirakan. Menurutku ini adalah sebuah anugerah untuk keluarga kecil kami ini yang sangat kusyukuri.Sambil menunggu M

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   53. Pertemuan Istimewa

    Kedua kaki Seruni tiba-tiba kehilangan kekuatan, ia seketika terjatuh ke lantai. Bersyukur, Han dengan segera menangkap dan berhasil mendudukkan ibundanya di atas sofa."Ambilkan segelas teh hangat," pinta Ze pada ART nya."Baik, Bu."Mereka semua mendekati Seruni yang sudah ditidurkan Han di atas sofa."Maaf ya Abi, Umi. Padahal tadi di rumah, Ibu terlihat cukup sehat. Tapi kenapa tiba-tiba jadi pingsan begini, ya?" tanya Han khawatir. Ze dan Ardi terkejut bukan main mendengar ucapan Han tersebut."Dia ibu kandung kamu, Han?" tanya Ze yang masih tak percaya dengan kenyataan tersebut.Sementara Han, tanpa ada perasaan apapun seketika mengangguk yakin. Membuat Ardi dan Ze saling bertatapan."Kapan kamu menemukannya? Dan bagaimana kamu sangat yakin jika dia ibumu?"Ze kembali melempar pertanyaan."Menurut pengakuan Ibu sendiri, Mi. Tapi Han sudah mengirim sampel rambut untuk diuji DNA lagi. Supaya lebih pasti.""Hasilnya udah keluar?"Han menggeleng."Tapi kenapa kamu seyakin itu?"Ze

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   53. Pertemuan Antar Besan

    Seruni menatap Han yang sudah tampak rapi dan ingin memimpin shalat subuh pagi itu, sungguh rasa syukur tak henti ia langitkan kepada Rabb semesta alam. Betapa hal ini tidak terbayangkan dalam pikirannya, tapi Allah telah menjadikan semua itu nyata.Sementara di hadapan, Han menyunggingkan selarik senyum ke arah ibu dan istrinya lalu mengambil posisi di depan. Dia memang bukan lelaki dengan tingkat keimanan yang tinggi, tapi setidaknya Han pernah beberapa kali memimpin shalat saat masih duduk di bangku kuliah dahulu.Usai shalat, mereka membaca doa bersama, dilanjutkan duduk berzikir. Selesai semuanya pukul enam. Han mengajak sang ibu ke taman belakang, sementara Syarifa memilih ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Duduk di taman, Han mengajak ibundanya berbicara."Bu, pagi ini aku akan berangkat kerja. Nanti di rumah, Ibu akan ditemani Syarifa. Boleh 'kan, Bu?" tanya Han seraya memegang jemari sang ibu.Seruni menatap snag anak, entah kenapa perasaannya tidak enak."Pergilah, lakukan a

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   52. Indahnya Malam Pertama

    Han berlari memeluk ibundanya. Ada rasa sedih dan haru yang melebur menjadi satu, jika mengingat semenjak lahir tak pernah tahu siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.Tapi Allah Maha Baik, menampakkan semuanya meski waktu telah bergulir sedemikian lama.Kini, ia tak mau lagi kehilangan ibundanya. Setiap waktu, akan ia pergunakan untuk menggantikan semua detik yang telah berlalu. Ia benjanji untuk itu.*Setelah beberapa waktu terlalui, Seruni melerai pelukan lalu ia memerhatikan wajah sang anak dengan seksama. Wanita itu menggerakkan tangannya untuk mengusap wajah Han mulai dari rambut, alis, mata, hidung, pipi lalu membingkai wajah Han dengan kedua tangan yang tampak kotor tak terurus.Dua netra yang sedari tadi berkaca kini menumpahkan cairannya. Isak tangis menghiasi hari paling bersejarah tersebut."Sudah habis cara kuberdoa pada Allah. Tidak lain aku meminta Allah panjangkan umur agar bisa bertemu denganmu, Anakku."Hana kembali memeluk sang Ibu. Seperti halnya Serun

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   51. Mencari Kebenaran

    "Seruni?"Degup di dada Han menyentak kuat. Telah lama bahkan setelah kepindahan ke Qatar pun, ia terus mencari keberadlaan ibunya melalui seseorang yang ia percayai untuk hal itu. Tapi sampai detik ini, tak ada kabar apapun yang ia fapatkan.Dan, apa ini? Apa benar dialah wanita yang ia cari selama bertahun-tahun?"Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki?"Han kembali melempar pertanyaan untuk mematahkan tanya dalam hatinya. Sementara itu, wajah Seruni seketika tertuju Han."Kenapa kamu bertanya sangat detail tentang hidup saya? Apakah penting untukmu?""Penting Bu. Sangat penting, tolong jawab dengan jujur. Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki ke dunia ini?"Seruni yang merasa pertanyaan itu menganggu ketenangan batinnya, mencoba memaksakan diri untuk menjawab."Iya, pernah.""Apa Ibu melahirkan anak itu di penjara?"Dua netra Seruni melotot, lalu menunduk. Ia terdiam beberapa waktu."Bu."Sentuhan tangan Han di pundaknya membuat Seruni tercekat."Iya."Seruni tampak

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   50. Mencoba Setia

    Udah siap mandi ya, Bi?" tanya Ze pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Udah Sayang, kenapa?""Tolongin Umi bentar. Pasang kancing bagian belakang ini."Ze menunjuk punggungnya. Dia kini memakai gamis dengan model kancing di belakang."Iya, Sayang. Bentar, ya."Abi meletakkan handuk pada gantungan dan berjalan mendekati sang istri. Ia mengepaskan dua sisi baju Ze yang terbuka untuk memudahkan mengancingnya. Tapi pemandangan di depan mata, membuatnya berhenti bergerak."Kok nggak dikancing, Bi?" tanya Ze melihat suaminya tak melakukan apa yang dia pinta."Nggak, Abi cuma sedang mengagumi kemulusan kulit istri Abi ini."Ze tersenyum melihat suaminya suka sekali memuji padahal usia sudah tak lagi muda."Pandainya Abi merayu, ayo katakan Abi pengen apa?""Abi nggak sedang merayu, Sayang. Kenyataannya memang begitu."Sang suami sudah selesai memasang kancing. Dia kini memeluk sang istri dari belakang."Coba Umi lihat wajah di cermin."Pandangan mereka saling bertemu pada cermin

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   49. Suami Adopsi

    "Dia bukan anak kami, Bu. Han adalah anak yang kami adopsi."Inilah nasibku menikah dengan lelaki yang tidak jelas siapa ibu dan ayah kandungnya. Tapi beginilah takdir, tidak boleh menyerah apalagi membatalkan karena ijab Qabul sudah terlanjur diucapkan.Dari awal, aku memang sempat menolak menikah dengan suamiku sekarang karena pertama aku tahu di masa mudanya dia bukan pemuda baik-baik. Dia bahkan pernah kedapatan sedang bercumbu dengan pacarnya di dalam mobil. Kedua, karena aku punya kriteria calon suami yang sangat kuidamkan semenjak dahulu. Seminimal Gus Ahmad, dosen Bahasa Arab atau Ustadz Rafiq yang memegang mata kuliah hadist.Tapi kenyataannya, yang menjadi suamiku hanya seorang Han. Yang pernah bersekolah di Al Azhar, tapi kemudian berhenti dan pindah ke jurusan lain di fakultas lain pula.Tapi Umi bilang Han yang sekarang sudah lebih baik, ia bahkan lulusan fakultas terbaik yang ada di Malaysia. Mau menolak gimanapun juga nggak mungkin, perjodohan ini bahkan sudah terjadi s

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   48. Rahasia Takdir

    Bu Margareth mengemasi semua pakaian, esok adalah hari keberangkatan mereka sekeluarga ke negeri Arab. Wanita itu membuka lemari pakaian suaminya. Tak semua pakaian di bawa ke Qatar sewaktu keberangkatan pertama Albert, dan rencananya kali ini lelaki itu meminta sang istri untuk memasukkan semua pakaiannya tanpa menyisakan satu pun.Wanita paruh baya tersebut sudah selesai melakukan pekerjaannya, hanya bersisa berkas di dalam laci lemari. Sebenarnya Pak Albert tak meminta istrinya untuk membereskan laci tersebut, tapi entah kenapa Bu Margareth justru tak enak hati menyisakan satu tempat di dalam lemari.Hingga tangaannya ia gerakkan untuk membuka tempat itu.Tidak banyak berkas, hanya beberapa kartu ucapan dari Bu Margareth dulu setiap kali mereka merayakan anniversary dan ulang tahun. Selebihnya cuma kertas tak jelas dan sebuah amplop kecil yang membuat wanita itu sedikit penasaran.Ia mengulurkan tangan untuk membuka amplop tersebut. Dua netra Bu Margareth mendelik. Isinya adalah se

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   47. Perjodohan

    "Anak Ibu diculik?" tanya Bu Margareth penasaran.Seruni terdiam sejenak, rasanya enggan jujur. Sebab ini adalah masalah yang begitu privasi untuk ia bagi pada siapapun. Tapi melihat ketulusan Ibu Margareth, rasanya tak adil Seruni menipunya."Saya ini mantan narapidana, Bu."Bu Margareth terhenyak, sedikit ketakutan karena pikiran buruk seketika menerpa. Apa yang menyebabkan wanita di hadapannya ini masuk penjara? Benar-benar Bu Margareth ingin segera keluar dari rumah itu.Seruni yang mendapati wajah Ibu Margareth tiba-tiba berubah, segera menjelaskan perkara yang menimpanya dahulu. Tentang kenapa ia sampai mendekam di balik jeruji besi.Panjang lebar Seruni bercerita membuat Ibunda Han menarik napas berat."Sangat berat beban yang menimpa Ibu, tapi saya salut karena Ibu bisa bertahan sejauh ini."Seruni menyunggingkan selarik senyum dengan terpaksa. Nyatanya ia memang kelihatan tegar, tapi sebenarnya dirinya cukup rapuh. Siang malam yang ada di pikiran selama sepuluh tahun di penja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status