Home / Romansa / Bilik Lain di Hati Suamiku / 8. Pembalasan Kecil

Share

8. Pembalasan Kecil

Author: Wahyuni SST
last update Last Updated: 2022-04-25 11:17:11

Harusnya aku tak di sini, entahlah hati jadi kepikiran Ze. Ingin rasanya memberi kabar, tapi bukankah kami sudah bercerai. Padahal serapapun cueknya aku selama ini. Jika terlambat pulang selalu memberi tahu. Itu sesuai permintaan Ze. Alasan simple banget, supaya makanan bisa hangat saat dihidangkan dan yang paling penting supaya dia Ze terus melek menanti kepulangan suami tercinta.

 

Benak Ardi terus meracau.

 

Jujur, selama ini wanita itu cukup memberi perhatian. Hanya saja Ardi sendiri yang berusaha menolak segala perhatian itu. Dengan satu tujuan untuk menjaga cinta kepada Seruni. Ah, mungkin lebih tepatnya untuk menghindari jatuh cinta pada Ze.

 

Dan jika biasa Ze lah yang selalu khawatir, maka malam ini sempurna kekhawatiran itu dirasakan Ardi. Tapi kenapa?

 

"Ponselku diambil mantan suamiku, Mas. Dia kejam banget, maksa aku nerima dia balik supaya dikembalikan hape."

 

Pikiran Ardi akan Ze seketika buyar.

 

"Ancaman yang aneh. Jangan dituruti, ntar dia malah besar hati," ucap lelaki itu sembari meneguk kopi di dalam gelas.

 

"Iya, Mas. Sampai kapanpun aku nggak akan mau balikan sama dia."

 

Wanita itu menggenggam jemari Ardi, membuat sang lelaki terhenyak.

 

"Karena aku mau sama kamu, Mas."

 

Pandangan mereka saling tertuju, Ardi sejenak menarik napas. Entah kenapa ada yang terasa sesak di dada yang sudah ia rasakan semenjak tadi siang tepatnya setelah mendapati Ze pergi tanpa pamit. 

 

Tapi dia coba untuk tersenyum.

 

"Kamu serius 'kan Mas dengan ucapan kemarin bahwa kamu mau menikahiku?"

 

Ardi terdiam sejenak, entah apa yang dipikirkan otaknya. Ze?

 

"Mas?"

 

"Hah?"

 

"Kamu serius 'kan mau nikahi aku?" ulang Seruni.

 

"Iya."

 

"Kira-kira kapan? Aku udah lelah hidup dalam ancaman begini terus. Jika kita udah menikah, tentu mantan suamiku tidak berani lagi menyakiti."

 

Ardi menarik napas dalam.

 

"Sabar, saat ini kondisi Mamaku sedang tidak baik. Beliau sangat menyayangi Ze, jika kuberi kabar padanya telah menikahimu, Mama pasti akan kena serangan jantung."

 

Seruni terdiam sejenak.

 

"Jika kita menikah bawah tangan aja dulu gimana, Mas?"

 

Ucapan itu membuat sang lelaki tercekat.

 

"Bawah tangan?"

 

"Itupun jika kamu tidak keberatan, Mas. Aku hanya memberi sebuah opsi. Tapi aku bakalan sabar kok jika memang kamu tidak setuju. Aku hanya merasa aman jika sudah ada pendamping, Mas."

 

Lagi-lagi Ardi menarik napas.

 

"Menikah untuk memuliakan seorang wanita. Ada walimah, ada mahar, diketahui oleh keluarga, dan yang penting dicatat secara sah pada hukum negara. Karena itu adalah bentuk perlindungan untuk wanita tersebut. Jika menikah bawah tangan, semua itu takkan kau dapati. Aku tidak akan melakukannya."

 

Seruni menundukkan wajah, merasa telah salah memberi opsi.

 

"Begini aja, kamu pindah ke Jakarta. Biar aku yang carikan apartemen."

 

"Ke Jakarta? Beneran, Mas?"

 

"Iya. Sementara jangan beritahu siapapun bahwa kamu sudah pindah ke Jakarta. Jadi mantan suamimu pasti tidak bisa melacaknya."

 

Seruni mengangguk riang. Dia bangkit lalu memeluk sang lelaki. Tapi Ardi menolak. Seruni kembali duduk.

 

"Makasih ya, Mas."

 

Ardipun menganggukkan kepalanya, entah kenapa sedikit merasa risih dengan niat Seruni untuk memeluknya.

 

"Maaf ya, Mas. Aku hanya bahagia banget."

 

"Iya tapi ini di tempat umum. Kita harus bisa menjaga sikap."

 

"Iya, Mas. Maaf."

 

Ingatan Ardi justru melambung jauh ke Jakarta. Kali ini ia sungguh membayangkan rengekan Ze di atas ranjang. Wanita itu memang banyak maunya, tapi selama ini Ardi selalu mengabaikan. Pernah beberapa kali, dia merasa tempat tidur berjingkat-jingkat, ternyata Ze tidak bisa tidur hingga bolak balik terus-menerus.

 

Ketika ditanyai kenapa, dengan malu-malu Ze memberi kode jika dia rindu dibelai. Tapi apa yang dilakukan Ardi? Dia justru meminta Ze untuk berwudhu dan shalat Sunnah dua rakaat supaya pikirannya tenang. 

 

Jemari Ardi mengusap dagu.

 

Ze, Ze, kenapa pikiranku sekarang di dominasi olehmu?

 

"Mas kita berangkat sekarang aja, ya?"

 

Ardi terhenyak tapi detik berikutnya ia mengangguk, lalu menemani Seruni mengambil pakaian di rumah sewa yang ditempati wanita itu beberapa hari ini. Setelah selesai, mereka langsung berangkat ke Jakarta. 

 

Dalam perjalanan, Seruni terus berbicara, menceritakan pedih hidupnya bersama mantan suami.

 

Hal itu menarik simpati cukup baik dari seorang Ardi. Dia sangat membenci apa yang dilakukan Roni dan menyayangkan kenapa selama ini Seruni diam. Seharusnya setiap tindakan yang sudah masuk KDRT wajib dilaporkan agar pelakunya mendapat hukuman setimpal.

 

Mereka sampai di Jakarta.

 

"Sementara untuk malam ini kamu menginap di hotel ini saja. Sampai aku menemukan sebuah rumah yang baik untuk kemu tempati."

 

Seruni mengangguk. Jam kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

 

"Aku langsung pamit, ya."

 

Wanita di hadapan mengangguk pasrah. Entah kenapa rasa cinta semakin besar ia rasa untuk lelaki itu. 

 

"Hati-hati ya, Mas."

 

"Oya, mulai saat ini kamu jangan menghubungiku terlebih dahulu, sebelum aku sendiri yang menghubungimu."

 

"Kenapa, Mas?"

 

"Aku hanya ingin menjaga perasaan Ze."

 

Seruni merasa sakit dengan kalimat itu, tapi dia menerima dengan sedikit pemaksaan.

 

"Kalau terjadi sesuatu denganku."

 

"Cukup kirim pesan. Akan kuusahakan untuk segera datang."

 

"Iya, Mas."

 

Ardi membalikkan tubuh lalu berlalu dari hadapan Seruni. Ia memang tidak berniat jujur pada wanita itu jika sudah bercerai dari Ze. Untuk berjaga-jaga saja. Takutnya jika Seruni tahu, keadaan justru tidak baik. 

 

Ardi melajukan mobil kembali menuju rumah. Di tengah perjalanan, menemukan sebuah gerobak bakso. Ia jadi teringat Ze yang sangat doyan makan jajanan pinggiran jalan begini.

Akhirnya Ardi memutuskan untuk menepikan mobil dan membeli jajanan tersebut. Ia tersenyum dan kembali ke mobil. 

 

Sampai di rumah, suasana terlihat senyap. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Pasti Ze sudah tidur.

 

Ardi memasukkan mobil dalam garasi, lalu turun dan masuk ke rumahnya. Ia mendapati televisi masih menyala meski lampu sudah padam. Langkah sang lelaki terulur lebih jauh ke tempat itu. Begitu terhenyak melihat Ze sudah terbaring di atas sofa dengan dua netra terpejam.

 

Ada rasa bersalah yang menjalari dadanya melihat pemandangan tersebut. Tapi ia coba abaikan. Ardi kini berjalan hingga berada tepat di hadapan sofa, pelan menggoyang-goyangkan baju Ze hingga wanita itu terbangun.

 

"Kamu kenapa tidur di sini?"

 

Dua netra Ze dipaksa menatap lelaki di hadapannya. Rasa kesal masih membersamai. Tanpa menjawab Ze bangkit lalu masuk ke kamar. Ardi yang menyaksikan hanya bisa menghela napas.  

 

Sepeninggal Ze, sang lelaki memilih ke dapur. Hendak meletakkan bakso di bawah tutup saji. Begitu jemarinya membuka benda tersebut, ia terhenyak mendapati meja makan masih penuh dengan makanan dengan menu kesukaannya. Ayam geprek.

 

Ada satu piring yang belum tersentuh. 

 

"Apakah Ze memasak ini semua untukku?"

 

Sedikit merasa besar hati, Ardi ingin memastikan apakah benar semua ini untuknya. Sang lelaki berjalan hingga sampai di depan kamar milik Ze. Berpikir sejenak sambil mengurut pelipis. 

 

Yakin mau bertanya?

 

"Tanya, nggak. Tanya, nggak."

 

Ardi mengusap tengkuk.

 

"Tanya."

 

"Ze, kamu udah tidur?"

 

Tak ada jawaban, tapi beberapa detik berikutnya pintu kamar terbuka. Mereka berpandangan sejenak.

 

"Ada apa?" tanya Ze pelan.

 

Ardi menelan ludah.

 

"Em, makanan di atas meja kamu yang masak?"

 

"Iya. Tadi ada temanku satu kajian yang mampir. Makanya aku masak banyak."

 

Ardi membuang napas, padahal tadi sempat merasa besar hati dengan perhatian Ze. Hah, bukankah setiap hari selama pernikahan Ze memang selalu begini? Hanya dia saja yang tidak pernah melihatnya sebagai sebuah bentuk cinta.

 

"Mas udah makan?" tanya Ze membuat Ardi sedikit merasa bahagia 

 

"Udah, tapi lapar lagi."

 

"Em, temanku udah makan, jadi semua itu sisa. Boleh kok jika Mas mau makan."

 

Tanpa aba-aba, Ze langsung menutup pintu. Membuat Ardi tercekat hingga aliran darahnya seakan berhenti mengalir.

 

"Makanan sisa? Ogah ah makan!"

 

Lelaki itu kembali ke dapur. Yang ada di atas meja hanya bakso yang ia beli untuk Ze. 

 

"Makan ini aja kali, ya."

 

Dia menuang bakso ke dalam mangkok lalu mencicipi rasanya.

 

"Ah, kepedasan."

 

Ia lupa tadi memesan bakso sesuai selera Ze yang super pedas. 

 

"Kalau makan beginian bisa kumat lambungku."

 

Ardi meninggalkan mangkok bakso itu dan kembali ke kamar. Setelah membersihkan diri, ia berbaring di atas ranjang.

 

"Krookkk!"

 

Perutnya berbunyi. Tak ada cara lain, dia harus mengisi lambungnya yang tengah bermasalah dengan makanan. Ardi yang tadi sudah bersiap tidur bangkit kembali dan berjalan ke dapur. Ia membuka tutup saji.

 

"Udahlah, makanan sisa ini mengiurkan sekali. Tak apa makan sedikit, biar sisa yang penting enak."

 

***

 

Bersambung..

 

Utamakan baca Al-Quran.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
thor kenapa novel mu slalu mancing emosi sih pasti bikin mewek
goodnovel comment avatar
Aisattamimi
next thor.jangan lama2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   9. Rindu Yang Salah

    Ardi tersentak dari tidur, dia melirik jam."Astaghfirullah, jam tujuh?"Dengan bersegera lelaki itu beranjak dari atas ranjang, lalu berlari cepat menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Padahal hari ini adalah hari penting dimana dia akan menjadi pemimpin upacara dalam rangka memperingat Hari Kelahiran Pancasila. Tapi kenapa bisa terlambat?Ardi mendesah sebal.Usai membersihkan diri, dia menggelar sajadah. Semenjak menikah, bertemu sang khalik selalu rutin dilakukan. Meski terlambat, rasanya aneh jika dahi belum menyentuh sajadah saat bangun tidur."Assalamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah."Walau sebentar harus menyempatkan diri menengadahkan tangan."Ya Allah-"Ucapan Ardi terhenti. Jika biasa dia kerap meminta agar Allah membuka kesempatan agar suatu saat

    Last Updated : 2022-04-26
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   10. Keinginan Untuk Rujuk

    "Hallo.""Hallo Mas, kamu dimana?""Aku di sekolah, lagi banyak kerjaan. Kenapa?""Mas bisa ke hotel nggak?"Suara Seruni terdengar terengah-engah."Kamu kenapa?"Kini wanita itu justru terisak."Mantan suamiku mau ketemu sama kamu, Mas. Kamu bisa kemari 'kan?"Perasaan Ardi langsung tak enak."Dia sudah tahu keberadaanmu?""Sudah, Mas. Dia menunggumu di hotel ini."Ardi menarik napas dalam. Seruni akan dalam bahaya, jika ia abaikan dan mengikuti kata hati untuk menemui Ze. Mungkin mengabaikan mantan istri saat ini adalah jalan keluar terbaik."Iya, katakan aku akan datang sesaat lagi."Segera Ardi membanting setir menuju hotel. Lima belas menit perjalanan, dia sampai di parkiran. Pelan menarik napas dan bers

    Last Updated : 2022-04-27
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   11. Cemburu Tapi Gengsi

    Ze berjalan memasuki rumah, sejenak melirik mobil Ardi yang sudah terparkir di garasi.Ucapan Ustadzah di kajian kemarin kembali terngiang."Perempuan yang beriddah dari talak raj‘i (bisa dirujuk), wajib diberi tempat tinggal dan nafkah. Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in, wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali sedang hamil. Namun, selain mendapatkan hak, perempuan yang dalam menjalani masa iddah juga punya kewajiban.Salah satunya adalah yang berlaku untuk perempuan yang ditinggal wafat suami maupun perempuan yang telah putus dari pernikahan, yaitu keharusan untuk selalu berada di rumah. Hal ini berlaku bagi perempuan yang dicerai baik karena talak bain sughra, talak bain kubra, atau karena fasakh selama masa iddahnya. Tidak ada hak bagi suaminya ataupun yang lain untuk mengeluarkannya dari rumah tersebut.Selain itu, dia juga tidak boleh keluar dari rumah itu w

    Last Updated : 2022-04-28
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   12. Kejujuran Ardi Pada Seruni

    Karena rasa penasaran, akhirnya Ze memutuskan untuk meninggalkan meja kasir dan membuntuti kedua wanita itu. Berdiri agak jauh hingga bisa mendengar percakapan mereka lebih jelas."Iya, Mas Ardi yang minta aku ke Jakarta. Dia memang lelaki terbaik yang pernah aku kenal, Za. Ternyata dari dulu dia memang nggak pernah lupakan aku.""Maksudmu?""Kamu tahu nggak, tiap bulan dia rutin ngirim inbox hanya untuk menanyakan kabar, bahkan tak jarang mengungkapkan perasaannya. Tapi selama ini ya memang aku nggak pernah nanggapi. Karena dari awal menikah aku sudah meyakinkan diri untuk setia sama Mas Chandra. Tapi setelah kami bercerai, entah kenapa hati ini terketuk untuk membalas pesan dari Mas Ardi.""Tapi aku dengar Mas Ardi 'kan udah nikah?""Iya, dia memang udah nikah. Tapi sekarang udah bercerai.""Cerai? Kok bisa? Jangan bilang gara-gara kamu dia ceraikan istrinya?"Hati Ze berdenyut. Sakit mendengar penuturan itu. Memang kenyataan perceraiannya dan Ardi terjadi karena Seruni kembali di k

    Last Updated : 2022-04-29
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   13. Ardi Ngajak Rujuk

    "Aku telah salah melangkah, Seruni," ucap Ardi kembali seraya menghempaskan diri ke sandaran kursi.Seruni yang merasa bagai terpental jatuh dari atas gedung ikut menyandarkan diri pada kursi. Sudah sekian angan tercipta, ribuan harapan terukir. Kini lelaki yang katanya siap melayarkan bahtera bersamanya ternyata memilih memutar haluan."Mas bilang cinta padaku?" ucapnya lirih seraya memandang keluar mobil. Terasa ada yang menghangat pada kedua kelopak mata.Ardi memilih bergeming atas pertanyaan itu. Sementara di luar, rintik hujan mulai turun perlahan. Seolah menggambarkan hati Seruni yang tengah berderai karena sikap dingin Ardi."Lantas sekian banyak inbox yang isinya kalimat rindu dan ungkapan cinta itu, maksudnya apa, Mas? Hanya bercanda?"Wajahnya kini menatap sang lelaki."Seruni, aku minta maaf padamu. Aku telah salah menempatkan rindu. Selama ini aku terus menghindar dari Ze tapi apa yang kudapat. Aku kalah. Aku telah jatuh cinta padanya. Bahkan semenjak-"Ardi menghentikan

    Last Updated : 2022-05-01
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   14. Keputusan Ze

    Ze membelalak mendengar ajakan Ardi. Dia tersenyum kecut tapi detik berikutnya membuang wajah. Jujur ia benci mendengar tawaran itu keluar dari bibir mantan suaminya.Bagaimana tidak, bukankah tadi pagi dia baru saja tahu jika Ardi mengajak Seruni bertemu? Tapi sekarang, kenapa ngajak rujuk? Pasti ada sesuatu yang ditutupi Ardi sehingga dia meminta rujuk.Berbagai pikiran menghampiri begitu saja di benak sang wanita.Ze membuang napas berat.Dia pernah bodoh karena mengira Ardi telah mencintainya setelah dua tahun bersama. Sekarang dia tidak mau dibodohi untuk kedua kali oleh lelaki itu dengan ajakan untuk rujuk. "Mas minta maaf sudah menceraikan kamu waktu itu, Mas akui Mas salah. Beri kesempatan untuk memperbaikinya."Ze menatap lelaki yang kini terlihat begitu serius."Kenapa Mas tiba-tiba pengen rujuk? Apa karena ditolak Seruni?"Masih dengan saling memandang, Ardi menjawab."Bukan.""Lalu kenapa?"Ardi membuang napas berat."Manusia tempatnya salah. Dan sekarang Mas sudah sadar

    Last Updated : 2022-05-04
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   15. Perlawanan

    "Kamu kenapa Ze?" tanya Yeni melihat sahabatnya tersebut diam sembari menatap satu titik."Oh, nggak ada, Yen. Yaudah yuk langsung masuk."Oke, kita nunggu teman-temanku yang lain di lobi aja ya.""Oke."Mereka kembali melanjutkan perjalanan, sampai di lobi keduanya duduk menanti sahabat yang lain. Tiba-tiba Ze melihat Ardi keluar dari ruangan yang sepertinya adalah ruangan administrasi.Wanita itu mengucek mata.Benarkah yang kulihat ini? Mas Ardi?"Yen, aku mau ke kamar mandi bentar ya," pamitnya hendak mengejar Ardi."Oh iya oke. Aku tunggu di sini.""Sip."Ze mengejar langkah Ardi yang terus berjalan menuju sebuah kamar. Lelaki itu menutup pintu, membuat Ze tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Ia akhirnya memilih menyembunyikan diri di balik tembok.Tak berapa lama, pintu ruangan itu kembali terbuka. Ternyata Ardi yang keluar dan pergi menjauh. Apakah Mas Ardi benar-benar pergi? Atau hanya pergi sebentar?Ze membuntuti dari belakang hingga sampai di koridor menuju lobi. Ter

    Last Updated : 2022-05-06
  • Bilik Lain di Hati Suamiku   16. Selamat Tinggal, Mas

    Usai acara makan malam bersama, Ze pamit ke kamar. Sementara Ardi masih asyik bersama ibunda tercinta di ruang televisi. Ze masuk ke kamar Ardi, sesuai janji malam ini mereka tidur sekamar. Dia naik ke atas ranjang dengan perasaan tak enak. Tujuh hari yang lalu, ia masih tidur leluasa di ranjang ini. Ternyata dua tahun berlalu begitu cepat dan bahkan malam ini ia sudah bergelar janda meski masih dalam masa iddah.Ze mengambil bantal tidur, ini miliknya dan Ardi tidur di bantal guling. Ya, begitu lebih baik. Wanita itu membaringkan kepalanya. Jujur tidak ada keinginan untuk terpejam, tapi dua netranya benar-benar curang. Hanya berselang lima menit, ia sudah tak sadarkan diri lagi.Sementara itu di ruang televisi,"Ze mana?" tanya sang ibu setelah cukup lama dia dan Ardi duduk bercengkerama seraya menonton televisi. Ardi menoleh ke belakang. Tampak sepi."Sepertinya udah tidur, Ma.""Ya Allah, kasihan. Udah Mama juga mau tidur. Kamu pergi nengokin Ze, gih.""Iya, Ma."Ardi berjalan h

    Last Updated : 2022-05-09

Latest chapter

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   55. Kesempurnaan Hidup

    Tidak ada ketaatan seorang istri kepada suami, melainkan telah Allah janjikan surga untuknya.***Tiga tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa kini di hidupku sudah ada buah cintaku dan Mas Han yang hari ini genap berusia dua tahun. Tak banyak yang berubah, selain kualitas bahagia yang semakin jauh biduk rumah tangga mengarungi semakin bertambah pula kadar rasanya.Aku membelalak menatap test pack bergaris dua yang subuh tadi telah kupakai ini. Antara terkejut dan bahagia, entahlah. Mungkin ini terlalu cepat, tapi dengan penuh kesadaran kuiyakan saat Mas Han membujuk untuk bersedia kembali menambah jumlah keluarga ini.Oya berbicara tentang usaha, kini suamiku dan Abi sukses merintis usaha jual beli mobil klasik. Usaha ini membuat Mas Han tidak lagi mencoba melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya di luaran sana. Mengingat hasil yang didapat melebihi target yang diperkirakan. Menurutku ini adalah sebuah anugerah untuk keluarga kecil kami ini yang sangat kusyukuri.Sambil menunggu M

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   53. Pertemuan Istimewa

    Kedua kaki Seruni tiba-tiba kehilangan kekuatan, ia seketika terjatuh ke lantai. Bersyukur, Han dengan segera menangkap dan berhasil mendudukkan ibundanya di atas sofa."Ambilkan segelas teh hangat," pinta Ze pada ART nya."Baik, Bu."Mereka semua mendekati Seruni yang sudah ditidurkan Han di atas sofa."Maaf ya Abi, Umi. Padahal tadi di rumah, Ibu terlihat cukup sehat. Tapi kenapa tiba-tiba jadi pingsan begini, ya?" tanya Han khawatir. Ze dan Ardi terkejut bukan main mendengar ucapan Han tersebut."Dia ibu kandung kamu, Han?" tanya Ze yang masih tak percaya dengan kenyataan tersebut.Sementara Han, tanpa ada perasaan apapun seketika mengangguk yakin. Membuat Ardi dan Ze saling bertatapan."Kapan kamu menemukannya? Dan bagaimana kamu sangat yakin jika dia ibumu?"Ze kembali melempar pertanyaan."Menurut pengakuan Ibu sendiri, Mi. Tapi Han sudah mengirim sampel rambut untuk diuji DNA lagi. Supaya lebih pasti.""Hasilnya udah keluar?"Han menggeleng."Tapi kenapa kamu seyakin itu?"Ze

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   53. Pertemuan Antar Besan

    Seruni menatap Han yang sudah tampak rapi dan ingin memimpin shalat subuh pagi itu, sungguh rasa syukur tak henti ia langitkan kepada Rabb semesta alam. Betapa hal ini tidak terbayangkan dalam pikirannya, tapi Allah telah menjadikan semua itu nyata.Sementara di hadapan, Han menyunggingkan selarik senyum ke arah ibu dan istrinya lalu mengambil posisi di depan. Dia memang bukan lelaki dengan tingkat keimanan yang tinggi, tapi setidaknya Han pernah beberapa kali memimpin shalat saat masih duduk di bangku kuliah dahulu.Usai shalat, mereka membaca doa bersama, dilanjutkan duduk berzikir. Selesai semuanya pukul enam. Han mengajak sang ibu ke taman belakang, sementara Syarifa memilih ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Duduk di taman, Han mengajak ibundanya berbicara."Bu, pagi ini aku akan berangkat kerja. Nanti di rumah, Ibu akan ditemani Syarifa. Boleh 'kan, Bu?" tanya Han seraya memegang jemari sang ibu.Seruni menatap snag anak, entah kenapa perasaannya tidak enak."Pergilah, lakukan a

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   52. Indahnya Malam Pertama

    Han berlari memeluk ibundanya. Ada rasa sedih dan haru yang melebur menjadi satu, jika mengingat semenjak lahir tak pernah tahu siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.Tapi Allah Maha Baik, menampakkan semuanya meski waktu telah bergulir sedemikian lama.Kini, ia tak mau lagi kehilangan ibundanya. Setiap waktu, akan ia pergunakan untuk menggantikan semua detik yang telah berlalu. Ia benjanji untuk itu.*Setelah beberapa waktu terlalui, Seruni melerai pelukan lalu ia memerhatikan wajah sang anak dengan seksama. Wanita itu menggerakkan tangannya untuk mengusap wajah Han mulai dari rambut, alis, mata, hidung, pipi lalu membingkai wajah Han dengan kedua tangan yang tampak kotor tak terurus.Dua netra yang sedari tadi berkaca kini menumpahkan cairannya. Isak tangis menghiasi hari paling bersejarah tersebut."Sudah habis cara kuberdoa pada Allah. Tidak lain aku meminta Allah panjangkan umur agar bisa bertemu denganmu, Anakku."Hana kembali memeluk sang Ibu. Seperti halnya Serun

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   51. Mencari Kebenaran

    "Seruni?"Degup di dada Han menyentak kuat. Telah lama bahkan setelah kepindahan ke Qatar pun, ia terus mencari keberadlaan ibunya melalui seseorang yang ia percayai untuk hal itu. Tapi sampai detik ini, tak ada kabar apapun yang ia fapatkan.Dan, apa ini? Apa benar dialah wanita yang ia cari selama bertahun-tahun?"Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki?"Han kembali melempar pertanyaan untuk mematahkan tanya dalam hatinya. Sementara itu, wajah Seruni seketika tertuju Han."Kenapa kamu bertanya sangat detail tentang hidup saya? Apakah penting untukmu?""Penting Bu. Sangat penting, tolong jawab dengan jujur. Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki ke dunia ini?"Seruni yang merasa pertanyaan itu menganggu ketenangan batinnya, mencoba memaksakan diri untuk menjawab."Iya, pernah.""Apa Ibu melahirkan anak itu di penjara?"Dua netra Seruni melotot, lalu menunduk. Ia terdiam beberapa waktu."Bu."Sentuhan tangan Han di pundaknya membuat Seruni tercekat."Iya."Seruni tampak

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   50. Mencoba Setia

    Udah siap mandi ya, Bi?" tanya Ze pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Udah Sayang, kenapa?""Tolongin Umi bentar. Pasang kancing bagian belakang ini."Ze menunjuk punggungnya. Dia kini memakai gamis dengan model kancing di belakang."Iya, Sayang. Bentar, ya."Abi meletakkan handuk pada gantungan dan berjalan mendekati sang istri. Ia mengepaskan dua sisi baju Ze yang terbuka untuk memudahkan mengancingnya. Tapi pemandangan di depan mata, membuatnya berhenti bergerak."Kok nggak dikancing, Bi?" tanya Ze melihat suaminya tak melakukan apa yang dia pinta."Nggak, Abi cuma sedang mengagumi kemulusan kulit istri Abi ini."Ze tersenyum melihat suaminya suka sekali memuji padahal usia sudah tak lagi muda."Pandainya Abi merayu, ayo katakan Abi pengen apa?""Abi nggak sedang merayu, Sayang. Kenyataannya memang begitu."Sang suami sudah selesai memasang kancing. Dia kini memeluk sang istri dari belakang."Coba Umi lihat wajah di cermin."Pandangan mereka saling bertemu pada cermin

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   49. Suami Adopsi

    "Dia bukan anak kami, Bu. Han adalah anak yang kami adopsi."Inilah nasibku menikah dengan lelaki yang tidak jelas siapa ibu dan ayah kandungnya. Tapi beginilah takdir, tidak boleh menyerah apalagi membatalkan karena ijab Qabul sudah terlanjur diucapkan.Dari awal, aku memang sempat menolak menikah dengan suamiku sekarang karena pertama aku tahu di masa mudanya dia bukan pemuda baik-baik. Dia bahkan pernah kedapatan sedang bercumbu dengan pacarnya di dalam mobil. Kedua, karena aku punya kriteria calon suami yang sangat kuidamkan semenjak dahulu. Seminimal Gus Ahmad, dosen Bahasa Arab atau Ustadz Rafiq yang memegang mata kuliah hadist.Tapi kenyataannya, yang menjadi suamiku hanya seorang Han. Yang pernah bersekolah di Al Azhar, tapi kemudian berhenti dan pindah ke jurusan lain di fakultas lain pula.Tapi Umi bilang Han yang sekarang sudah lebih baik, ia bahkan lulusan fakultas terbaik yang ada di Malaysia. Mau menolak gimanapun juga nggak mungkin, perjodohan ini bahkan sudah terjadi s

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   48. Rahasia Takdir

    Bu Margareth mengemasi semua pakaian, esok adalah hari keberangkatan mereka sekeluarga ke negeri Arab. Wanita itu membuka lemari pakaian suaminya. Tak semua pakaian di bawa ke Qatar sewaktu keberangkatan pertama Albert, dan rencananya kali ini lelaki itu meminta sang istri untuk memasukkan semua pakaiannya tanpa menyisakan satu pun.Wanita paruh baya tersebut sudah selesai melakukan pekerjaannya, hanya bersisa berkas di dalam laci lemari. Sebenarnya Pak Albert tak meminta istrinya untuk membereskan laci tersebut, tapi entah kenapa Bu Margareth justru tak enak hati menyisakan satu tempat di dalam lemari.Hingga tangaannya ia gerakkan untuk membuka tempat itu.Tidak banyak berkas, hanya beberapa kartu ucapan dari Bu Margareth dulu setiap kali mereka merayakan anniversary dan ulang tahun. Selebihnya cuma kertas tak jelas dan sebuah amplop kecil yang membuat wanita itu sedikit penasaran.Ia mengulurkan tangan untuk membuka amplop tersebut. Dua netra Bu Margareth mendelik. Isinya adalah se

  • Bilik Lain di Hati Suamiku   47. Perjodohan

    "Anak Ibu diculik?" tanya Bu Margareth penasaran.Seruni terdiam sejenak, rasanya enggan jujur. Sebab ini adalah masalah yang begitu privasi untuk ia bagi pada siapapun. Tapi melihat ketulusan Ibu Margareth, rasanya tak adil Seruni menipunya."Saya ini mantan narapidana, Bu."Bu Margareth terhenyak, sedikit ketakutan karena pikiran buruk seketika menerpa. Apa yang menyebabkan wanita di hadapannya ini masuk penjara? Benar-benar Bu Margareth ingin segera keluar dari rumah itu.Seruni yang mendapati wajah Ibu Margareth tiba-tiba berubah, segera menjelaskan perkara yang menimpanya dahulu. Tentang kenapa ia sampai mendekam di balik jeruji besi.Panjang lebar Seruni bercerita membuat Ibunda Han menarik napas berat."Sangat berat beban yang menimpa Ibu, tapi saya salut karena Ibu bisa bertahan sejauh ini."Seruni menyunggingkan selarik senyum dengan terpaksa. Nyatanya ia memang kelihatan tegar, tapi sebenarnya dirinya cukup rapuh. Siang malam yang ada di pikiran selama sepuluh tahun di penja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status