Pagi hari, Langit sudah tiba di Yogjakarta menggunakan mobil. Setelah istirahat sebentar di hotel, ia dan Zack pergi mencari Senja. Mengelilingi sepanjang jalan Malioboro, kemudian ke Sleman, Gunung kidul, Kulon Progo, sampai ke Bantul. Namun, belum berhasil menemukan Senja, meski belum semua di kelilingi. Namun, setidaknya setengah dari kota itu telah di lewati hingga larut malam.
"Sial! Ke mana perempuan itu? Saya sudah berkeliling mencarinya tapi tidak ketemu. Apa informasi yang diberikan Roni salah? Ahh, tapi tidak mungkin. Dia selalu berhasil menyelesaikan kasus seperti ini. Senja! Kau buat saya geram!" Langit meremas rambutnya dengan kasar. Ia kesal karena tidak juga menemukan Senja."Tenanglah, Bos. Nyonya Senja pasti ketemu." Zack yang mulai mencemaskan keadaan Langit pun berusaha menenangkan pria itu."Bagaimana saya bisa tenang? Kau tahu Zack, Senja tidak punya cukup uang untuk bertahan. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Dia pergi membawa calon anakku. Saya tidak ingin terjadi hal buruk pada anak saya." Langit berkata dengan kesal.Pria itu mulai mengkhawatirkan keadaan calon bayinya. Ia takut terjadi hal buruk pada Senja. Apalagi, wanita itu tidak membawa apa-apa. Hanya tas kecil berisi kartu ATM dan beberapa uang tunai. Mungkin hanya cukup untuk satu minggu saja."Kenapa tidak mengecek ke bank terdekat, Bos? Siapa tahu Nyonya Senja telah mencairkan uang dari bank atau ATM." Zack mencoba mencari solusi."Kau benar, Zack. Besok pagi kita ke bank terdekat. Kita tanyakan hal itu pada pihak bank." Langit langsung setuju dengan saran Zack.***Keesokan harinya, mereka langsung menuju bank terdekat dan menanyakan tentang Senja. Pihak bank langsung memberikan informasi karena mereka tahu siapa Langit. Tidak ada alasan membantah atau mencoba berbohong. Sudah di pastikan Langit akan sangat murka."Akhirnya, Saya tahu di mana kau, Senja. Kali ini, kau tidak akan lolos dari saya lagi." Langit berkata senang.Senyum licik terpancar dari sudut bibir seksi milik Langit. Zack langsung meluncur ke tempat yang sudah diberitahu pihak bank sebelumnya bersama pemuda tampan bermata elang itu.Kali ini mereka berhasil menemukan Senja. Wanita itu tengah berjalan keluar dari minimarket. Langit tidak langsung menemuinya, melainkan mengikuti ke mana Senja melangkah. Perempuan tersebut tampak lelah. Apalagi dengan perutnya yang semakin membuncit. Sesekali menyeka dahi dengan lengan baju. Senja memasuki sebuah gang sempit. Langit turun dari mobil dan terus mengikuti Senja dari kejauhan.Senja tiba di sebuah rumah kontrakan yang sederhana, tempat dirinya tinggal. Langit terkejut melihat keadaan tempat tinggal wanita itu. Terlihat kecil dan kurang nyaman."Jadi kau tinggal di tempat ini, Senja. Kenapa melarikan diri dariku dan memilih tinggal di tempat seperti ini? Bagaimana dengan kesehatan dirimu dan calon bayi kita? Saya tidak akan membiarkan kau tinggal di tempat seperti ini." Pria itu berkata kesal.Langit berjalan mendekati rumah Senja dan mengetuk pintu perlahan. Rasanya, sudah tidak sabar ingin berbicara dengan perempuan itu.Senja berjalan cukup tergesa ke arah pintu. Tanpa melihat siapa yang datang, ia langsung membukanya. Kedua bola mata wanita itu membulat sempurna kala melihat Langit berdiri tegak dan menatap tajam ke arah perempuan tersebut."Tu--Tuan." Senja berkata lirih sambil berusaha menutup pintu. Namun, dengan cepat Langit menahan dan memaksa masuk ke dalam."Akhirnya saya menemukanmu, Senja. Kenapa melarikan diri dariku?" Langit mendekat dan mencekal sebelah tangan Senja. Ia berkata dengan tatapan tajam."Ahh. Sakit, Tuan." Wanita itu meringis menahan sakit dipergelangan tangannya yang dicekal kuat oleh Langit."Sudah saya bilang, bukan? Kalau kau melarikan diri dariku, maka akan kupatahkan tangan dan kakimu!" Langit menggertak Senja tanpa melepaskan cekalan dan tatapan garangnya."Maafkan saya, Tuan. Saya memang harus pergi dari Anda. Tolong, Tuan. Pergilah, biarkan saya menjalani hidup dengan tenang." Senja berkata sambil berusaha melepaskan cekalan Langit."Kau pikir bisa hidup tenang setelah lari dariku?" Langit semakin kesal dengan ucapan Senja. Ia semakin kuat mencekal wanita itu."Ahh, sakit, Tuan. Saya mohon pergilah. Tuan bisa hidup bahagia dengan wanita lain. Bukan dengan saya." Senja kembali menahan sakit bukan hanya pergelangan tangan. Akan tetapi, hatinya ikut terluka."Saya tidak akan kembali tanpa membawamu. Ikut dengan saya!" Langit menarik paksa tangan Senja dan membawanya keluar rumah. Kemudian berjalan sambil sedikit menyeret Senja."Tuan, saya mohon. Lepaskan saya. Biarkan saya tetap di sini." Senja berusaha menahan langkah kakinya agar Langit berhenti. Namun, lelaki yang sudah sangat marah itu terus membawanya paksa."Berhenti memohon apalagi berteriak. Atau saya akan menciummu di depan banyak orang. Tetap bersikap biasa dan turuti perkataan saya." Langit berkata pelan agar tidak terdengar orang-orang.Pagi hari memang terlihat sepi karena mereka rata-rata pergi bekerja dan anak-anak bersekolah sehingga, Langit dengan leluasa membawa Senja. Orang berlalu-lalang pun sedikit, bahkan jarang bertemu."Masuk!" titah Langit saat tiba di depan mobil."Saya tidak mau. Lepaskan saya, Tuan." Senja memberontak sambil bersuara agak keras. Berharap ada orang yang menolongnya."Masuk! Atau saya akan benar-benar mematahkan kedua kakimu!" ancam Langit sambil memaksa wanita itu masuk ke dalam mobil.Senja menelan ludah. Ia takut Langit akan benar-benar melakukannya. Wanita itu pun masuk ke dalam diikuti Langit tanpa melepaskan cekalannya sedikitpun."Jalan Zack. Kita kembali ke Jakarta sekarang." Langit berkata dengan tegas sambil menatap ke arah Senja yang masih meronta."Jangan menangis Senja. Kamu pasti kuat. Percuma kamu melawan lelaki di sampingmu itu. Tenaganya terlalu kuat untuk menjadi tandinganmu."Senja bermonolog dalam hati sambil menatap Langit tajam. Ia berhenti meronta karena lelah. Langit tersenyum licik karena berhasil menaklukan Senja.Langit meraih paksa kepala Senja dan menyandarkan ke dada bidangnya. Mengusap lembut kepala wanita itu. Senja hanya pasrah. Ia sudah terlalu lelah meladeni lelaki itu dan memilih memejamkan mata untuk membuatnya tenang.Malam hari mereka tiba di Jakarta. Ketika hendak turun dari mobil, Senja merasakan sakit di bagian perutnya. Semula, ia anggap biasa saja. Namun, lama-kelamaan bertambah parah hingga tidak sanggup lagi menahannya."Ahh!" rintih Senja sambil memegang perutnya.Langit mengernyitkan alisnya. "Ada apa? Mau berpura-pura supaya bisa lolos dariku?" ucap pria itu dengan kesal."Sa--saya tidak ber--pura-pura. Pe--perut sa--saya benar-benar sakit, Tuan. Ahh, sa--sakit sekali." Senja berkata dengan terbata sambil terus memegangi perutnya yang semakin sakit. Wajah cantiknya tampak pucat. Keringat sebesar biji jagung tampak membasahi kening Senja."Tuan, sepertinya Nyonya Senja tidak berbohong. Ia benar-benar kesakitan. Lihatlah, wajahnya pucat sekali." Zack meyakinkan Langit akan keadaan Senja sambil menatap wajah wanita itu yang tampak sayu sekali."Apa? Cepat kita bawa ke rumah sakit!" Langit langsung merengkuh tubuh Senja dan menyandarkan pada dadanya."Bertahanlah, Saya akan membawamu ke rumah sakit." Langit membelai lembut wajah Senja dan mengecup keningnya mesra. Ia mulai panik dengan kondisi wanita itu.Setibanya di rumah sakit, Langit langsung membopong tubuh Senja dan membawanya ke IGD. Dengan tidak sabar ia mendobrak pintu ruangan itu dan berteriak memanggil petugas yang ada."Siapa pun, tolong istri saya!" teriak pemuda itu sambil mendekati perawat yang tengah terkejut dengan kedatangan Langit yang tergesa dan mendobrak pintu dengan cukup keras."Kenapa diam saja? Cepat tolong dia!" Langit yang panik sedikit membentak para perawat itu. Membuat mereka tersentak dan kembali ke alam sadar.Seorang perawat langsung mengambil brankar yang berada di dekat pintu masuk ruangan itu dan petugas lain membantu Langit merebahkan tubuh Senja. Wanita itu langsung di dorong menuju pintu masuk ruang pemeriksaan."Maaf, Tuan tidak bisa ikut masuk. Silakan tunggu di sini." Seorang perawat mencegah Langit yang ingin ikut masuk ke dalam."Tolong selamatkan istri dan calon anak saya." Pria itu meminta dengan penuh harap."Kami akan melakukan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri dan calon anak T
Hari ke dua Senja di rawat di rumah sakit pasca kejadian malam itu. Kondisinya sudah mulai membaik. Suasana ruang sakit tampak sepi. Langit harus ke kantor pagi-pagi hingga tidak bisa menemani wanita itu.Senja bangkit dari ranjang dan duduk. Kemudian menghela napas sedikit kasar. Ia kembali berpikir untuk melarikan diri dari Langit."Langit tidak ada di sini. Sepertinya Zack pun tidak mengawasi. Situasi rumah sakit juga sepi. Sebaiknya, aku pergi dari sini sekarang. Aku tidak ingin kembali pada laki-laki itu." Senja mencabut paksa selang infus di tangannya. Ia sedikit meringis menahan sakit. Darah menetes dari punggung tangan, tetapi ia tidak peduli. Dengan cepat Senja turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Mengintip dari sela jendela. Memastikan situasi aman hingga ia bisa lari. Wanita itu berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit sambil sesekali memegang perutnya yang masih sedikit nyeri.Namun, langkahnya terhenti saat di rasa ada yang memeluknya dari belakang. Ia berus
Satu Minggu berlalu, Senja sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Langit memapah Senja dengan hati-hati dan membantu wanita itu merebahkan diri di kamar. Namun, bukan di tempat Senja biasa tidur. Melainkan di kamar Langit."Kenapa membawa saya ke kamarmu, Mas?" tanya Senja yang terkejut karena tidak di bawa ke kamarnya oleh Langit.Langit menghela napas kasar. "Mulai sekarang, kamu tidur di kamar ini bersama saya karena tidak baik suami istri tapi tidur terpisah." Pemuda itu berkata sambil mengusap kepala Senja yang terbaring."Saya ingin tidur di kamar saya saja. Saya ....""Tidak! Kau harus tidur di sini! Jangan membantah!" Langit berkata dengan penuh penegasan sambil menatap tajam ke arah Senja seolah mengintimidasi. Senja mendengkus kesal sambil menelan ludah. Lagi-lagi tidak bisa membantah perintah Langit."Istirahatlah, saya mau mandi. Jangan macam-macam. Atau saya akan menghukummu!" Lagi-lagi kalimat ancaman yang keluar dari mulut tajam Langit. Membuat Senja tidak bisa berkutik da
Langit tersentak. Ia meraih wajah Senja dan menangkupkannya. Menatap dua buah bola mata indah milik Senja yang tampak berkaca dan sedikit memerah."Maaf, maafkan saya Senja. Saya belum bisa melupakannya." Langit berkata dengan lembut sambil terus menatap Senja.Jleb. Hati Senja semakin sakit. Bagai tertusuk belati tajam. Dengan gamblangnya Langit mengatakan itu tanpa memikirkan sedikitpun perasaan Senja.Senja menghela napas kasar. Menelan pahit ludahnya. "Kalau kau masih mencintainya, kenapa tidak melepaskanku? Saya ikhlas kau bersamanya karena memang seharusnya dia yang mendampingimu, bukan saya." Senja berusaha kuat menahan sakit. Wanita itu berusaha berkata meski mulut terasa berat bersuara. "Saya memang masih mencintainya. Namun, Saya juga mencintaimu, Senja. Saya tidak bisa melepaskanmu." Langit kembali berkata meski pelan. Namun, kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu begitu tajam terasa menembus jantung."Kau egois, Mas. Bagaimana bisa kau mencintai saya, semen
Pagi-pagi sekali Langit sudah bersiap ke kantor. Ia sengaja pergi karena semalam tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pria itu tidak terbiasa dengan kehidupan yang Senja rasakan. Meski tempatnya bersih. Akan tetapi, terlalu kecil untuk seorang Langit.Pria itu pun beralasan ada pekerjaan pagi supaya bisa cepat pergi dari sana dan tidak menyinggung perasaan sang mertua. Setibanya di kantor, Langit langsung merebahkan tubuh pada sofa di ruangan tempat ia bekerja. Begitu nyenyak Langit tertidur sampai tidak mengetahui kedatangan Zack.Pria manis bertubuh tinggi itu menggelengkan kepala melihat Langit yang tertidur pulas seperti itu. Ia pun mendekat dan berusaha membangunkan dengan menggoyang-goyangkan pelan tubuh lelaki itu."Bos, Bos. Bangunlah. Ini sudah pagi. Apa kau tidak ingin bekerja?" Zack berkata dengan pelan takut membuat Langit terkejut.Pria itu membuka mata perlahan dan sedikit terkejut melihat Zack yang sudah duduk di sampingnya. "Zack! Sejak kapan kau datang?" Langit berkata cu
Langit terpaksa menjemput dan membawa Senja pulang. Sudah satu minggu wanita itu berada di rumah orang tuanya. Namun, tidak sekalipun mengabari Langit untuk dijemput. Senja kesal, tetapi dia tidak bisa menolak. Perempuan tersebut paham sekali sifat sang suami yang suka semaunya dan sulit dibantah."Mau menguji kesabaran saya?" Langit berkata kesal karena Senja sempat menolak diajak pulang. Bahkan kini ia merajuk.Senja bergeming. Bahkan enggan menatap Langit meski wajah pria itu sangatlah tampan. Langit bertambah kesal. Ia meraih wajah Senja dan memaksa untuk menatapnya."Kenapa selalu memalingkan wajah saat saya berbicara denganmu?" geram Langit sambil sedikit mencengkeram wajah Senja. Namun, wanita itu tetap diam. Hanya embusan napas bergemuruh terdengar."Senja! Bisakah kau hargai saya sebagai suamimu?" Langit semakin emosi. Ia menaikan nada bicaranya. Membuat Senja sedikit tersentak.Senja menelan ludahnya. Wanita itu menatap Langit tajam. "Kenapa memaksaku untuk pulang? Saya masi
Langit baru saja pulang bekerja. Ia langsung ke kamar dan melihat Senja yang sedang mengamati wajahnya yang masih memar akibat cengkraman Violeta tadi pagi. Pria itu mendekat dan langsung memeluk sang istri dari belakang."Kau sedang apa? Saya baru sampai tapi kau tidak menyambutku?" tanya pria tampan bermata elang itu sambil menyandarkan dagu pada sebelah pundak Senja."Ma--Mas Langit. Su--sudah pulang? Maaf, saya tidak mendengar kau pulang." Senja berkata dengan tersendat. Ia terkejut dengan kedatangan Langit yang tiba-tiba dan memeluknya."Tidak apa. Wajahmu kenapa memar seperti itu?" Langit memandang wajah Senja dari cermin. Ia terkejut mendapatinya memar."Ahh, ini. Anu. Emm, tadi saya tidak melihat jalan dan terbentur dinding saat mau masuk kamar. Jadi memar," bohong wanita itu dengan gugup."Biar saya lihat. Sepertinya ini bukan terbentur dinding. Tapi, seperti bekas cengkraman." Langit membalikkan tubuh Senja dan meraih wajahnya. Ia memeriksa bekas memar itu meski Senja berusah
Langit semakin panik. Ia bingung harus bagaimana. Jantungnya berdegup sangat kencang. Belum pernah lelaki tersebut seperti itu.Selepas dokter pergi. Langit duduk di kursi tunggu sambil menunduk. Ia menautkan jari-jemarinya dan menyangga kepala. Pikirannya sangat kacau sekali."Ya Tuhan, selamatkan Senja dan calon anakku." Langit berkata lirih. Ada sepenggal penyesalan atas sikapnya kepada Senja selama ini."Kau harus kuat Senja. Saya mohon, bertahanlah. Saya janji akan memperlakukanmu dengan baik dan lebih mencintaimu. Maafkan saya, Senja." Kembali Langit bermonolog. Tidak terasa air matanya menetes membasahi punggung tangan lelaki itu.Zack datang membawa paper bag berisi pakaian ganti untuk Langit dan Senja. Ia juga membawakan beberapa makanan dan minuman. Sejak pulang kerja, Langit belum makan dan minum apa pun. Ia sibuk mengurus Senja."Bos, ini pakaian ganti dan beberapa makanan juga minuman. Bos harus makan supaya tidak sakit." Zack menaruh bungkusan itu di samping Langit dan d
Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan