Kondisi Senja sudah mulai membaik setelah mendapatkan perawatan selama satu minggu, begitupun dengan perkembangan sang buah hati. Ia sudah diperbolehkan pulang. Namun, tetap belum diizinkan melakukan banyak aktifitas sampai wanita itu benar-benar pulih.Langit semakin posesif sekali. Ia tidak ingin hal buruk terjadi pada Senja. Kejadian minggu lalu membuatnya trauma dan harus ekstra hati-hati menjaga Senja. Semua itu agar tidak terulang lagi.Senja hanya bisa pasrah dan menuruti perkataan Langit. Ia masih belum cukup kuat melawan pria itu. Meski hatinya masih belum menerima perbuatan Langit yang menyakiti hatinya dengan terus mengingat Violeta. Wanita seksi itu telah menjadi duri yang menusuk daging.Senja jenuh di dalam apartemen terus. Ia memutuskan untuk berjalan-jalan santai ke taman tidak jauh dari tempat tinggalnya. Menghirup udara segar pagi hari dan sedikit berjemur di bawah sinar matahari pagi. Langit memang mengizinkan Senja pergi. Namun, tetap saja di awasi oleh para penjag
Langit mendongak. Ia menatap tajam ke arah Violeta. "Kau jangan asal bicara, Vio. Senja wanita baik-baik. Tidak ada pria lain yang dekat dengannya, kecuali saya." Pria itu tidak terima dengan perkataan Violeta. Ia tampak sedikit geram dengan wanita seksi yang duduk di hadapannya tersebut."Jangan marah. Kendalikan dirimu. Aku hanya berkata fakta. Kamu tidak tahu bagaimana kehidupannya sebelum menikah denganmu, bukan? Kamu juga baru mengenal dirinya saat memutuskan untuk menikahi wanita itu. Apa kamu yakin, kehidupan dia baik sebelum menikah denganmu? Apalagi perempuan itu dari kalangan bawah. Dia dapat uang dari mana untuk biaya hidup keluarga dan sekolah kalau tidak dari mendekati pria kaya hanya untuk mendapatkan uang?" ucap Vio terus memanasi Langit agar membenci Senja."Hayolah Langit. Buka matamu. Kamu telah digelapkan oleh wanita itu. Aku sudah tahu latar belakang Senja seperti apa. Jangan terpancing oleh parasnya yang polos. Dia tidak selugu yang kamu kira. Dia itu ular berbisa
"Siapa pria ini? Apa dia kekasihmu? Kau sengaja menjebakku dengan mengatakan mengandung anakku. Padahal ini anak kalian, bukan?" Langit semakin marah. Ia langsung menuduh Senja tanpa basa-basi lagi."Ini tidak benar, Mas. Kau ....""Jangan mengelak! Kau sudah tertangkap basah. Mau alasan apa lagi? Mau cari cara lain untuk menipuku lagi?" Kau ....""Cukup! Berhenti menghina Senja. Dia perempuan baik-baik. Semua yang kamu katakan tentang dia itu tidak benar!" Pemuda yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkan saja pun ikut bicara. Ia tidak tahan dengan sikap Langit yang menuduh Senja tanpa bukti yang pasti."Oh, kau membelanya? Kalian sekongkol untuk menipuku, bukan?" Langit semakin emosi. Ia begitu kesal dengan ucapan pemuda berparas manis itu."Kamu tidak perlu marah-marah. Simpan emosimu. Kalau kamu meragukan istrimu, lakukan tes DNA saat anak ini lahir. Kita lihat siapa yang berbohong." Lelaki itu menantang Langit untuk menghentikan pria tersebut menghina Senja. Ia khawatir dengan k
"Kenapa kamu kembali dalam kehidupan Langit? Seharusnya, kamu menjauh dan tidak usah kembali. Kehadiranmu hanya akan menjadi perusak hubunganku dengan Langit." Violeta berkata dengan penuh amarah saat datang ke apartemen Langit. Ia sengaja datang menemui Senja untuk menyakiti wanita itu. Senja tersenyum kecut. "Aku tidak pernah ingin kembali ke tempat ini. Mas Langit yang menjemput dan ingin aku kembali. Seharusnya kamu sadar diri dan pergi dari kehidupannya. Kamu hanya menjadi parasit di rumah tangga kami. Jika kamu masih punya rasa malu, sebaiknya menjauh dan jangan ganggu kami." Wanita berparas cantik itu berkata dengan ketus. Ia sebenarnya memang sudah geram dengan Violeta yang berlagak seperti ratu dan paling dicintai Langit."Tutup mulutmu! Kamu bilang apa? Aku parasit? Eh, perempuan kampung tidak tahu diri. Kamu yang harusnya sadar diri. Kamu yang sudah merusak hubunganku dengan Langit. Sekarang, pura-pura hamil anak Langit, padahal itu anak dari selingkuhanmu, bukan? Dasar ja
Langit meraih sebelah tangan Senja yang terbalut infus. Menatap wajahnya yang tampak pucat dengan selang oksigen di kedua hidungnya. "Bangunlah, Senja. Lihat saya. Anak itu telah terlahir. Apa kau tidak ingin melihatnya?" Langit bermonolog. Ia berusaha berkomunikasi dengan Senja. Namun, belum ada tanda-tanda wanita itu untuk siuman."Saya memang belum mempercayaimu tentang anak itu. Akan tetapi, saya ingin kau bangun dan selesaikan masalah kita. Maafkan saya, jika masih meragukanmu. Bangunlah. Jangan membuatku khawatir." Langit kembali berkata. Berharap wanita itu akan segera tersadar dari komanya pasca pendarahan kemarin.Sebuah ketukan pintu membuat Langit terkejut dan menoleh ke arah sumber suara. Zack datang membawa berita penting."Permisi, Bos. Maaf mengganggu. Ini hasilnya, silakan Bos periksa. Semoga hasilnya menyenangkan." Zack menyerahkan amplop berwarna putih kepada Langit. Pria tampan itu menerima dan langsung membukanya.Senyum mengembang di kedua sudut bibirnya. Saat me
Senja masih tertunduk tanpa kata. Tubuhnya terguncang menahan isak. Bukan tidak senang dengan hasil tes DNA itu. Akan tetapi, hati wanita itu sudah sangat dalam terluka karena ulah Langit. Pria yang seharusnya menjaga dan melindunginya malah justru terus menorehkan luka di relung hati terdalam Senja."Saya lelah ingin istirahat." Senja melepaskan genggaman tangan Langit dan beralasan. Ia mencoba menggeser tubuhnya untuk bisa berbaring dengan baik. Langit membantu. Meski ditolak. Namun, pria itu tetap kukuh membantu."Saya panggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu. Sejak kau siuman, belum ada pemeriksaan untuk mengetahui kondisimu." Langit berkata sambil hendak beranjak dari hadapan Senja."Tidak perlu. Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya hanya butuh istirahat sebentar. Nanti juga membaik. Maaf, telah merepotkan Anda." Senja menolak dengan lembut. Meski tanpa senyum."Tolong jangan perlakukan saya seperti ini. Senja. Saya ingin kau memanggil saya seperti yang biasa kau ucapka
Langit melepaskan ciumannya. Menangkupkan wajah Senja dan menatapnya lekat. Senja berusaha memalingkan wajahnya. Namun, tertahan oleh tangan Langit yang mencekalnya."Berhenti memanggil saya Tuan. Saya suamimu. Kau menyukainya atau tidak. Saya bertanggung jawab atas dirimu dan bayi itu. Meski awalnya saya meragukan hal tersebut. Namun, tes DNA sudah membuktikannya."Langit mencoba bicara kembali dengan Senja. Ia berkata dengan penuh penekanan agar wanita itu mengerti. Meskipun nada bicaranya pelan. Namun, cukup membuat Senja kembali emosi."Jika hasil tes DNA itu menunjukkan dia bukan anakmu. Apa kau akan melepaskan saya? Atau terus menyiksa saya bersama tunanganmu itu?" Senja menatap tajam kedua mata Langit.Wanita itu berkata sambil menahan emosinya agar tidak memuncak. Rasanya sakit sekali jika harus mengingat apa yang telah Langit dan Violeta lakukan padanya. Langit menghela napas. "Jika itu terjadi, saya akan cari ayah dari anak itu dan membuat perhitungan dengannya. Dia harus b
Kondisi Senja semakin membaik, setelah mendapatkan perawatan hampir dua Minggu pasca melahirkan. Ia sudah diizinkan pulang. Langit mengabari orang tua Senja dan ikut menjemput di rumah sakit. Akhirnya, wanita berparas cantik itu bisa kembali menghirup udara segar, setelah cukup lama mencium aroma obat dan alkohol di rumah sakit.Meski demikian, Senja belum boleh melakukan banyak aktifitas. Luka bekas operasi cecar masih belum kering. Ia juga harus banyak belajar berjalan agar tidak kaku dan kondisinya cepat pulih. Ibunda Senja menginap dua hari di apartemen. Menemani Senja, serta memastikan kondisi putri dan cucunya baik-baik saja."Ibu benar akan pulang sekarang? Tidak nanti saja?" tanya Senja sambil berjalan dan memegang perut mengantar ibunya ke ruang tamu. Langit membawakan tas Ibu mertuanya."Iya, Nak. Kasihan bapak sendirian menjaga kedai. Ibu harus bantu. Alhamdulillah, sekarang banyak pembeli. Bapak akan keteteran jika harus berjualan sendiri." Ibu Ningsih menjelaskan alasanny
Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan