Sampai saat ini belum juga ada perkembangan perihal hilangnya orang tuaku. Aku semakin pusing, jika polisi saja tidak bisa menemukan papa apalagi aku dan Ilham.Saat aku tengah melamun sore itu, Mas Arfan datang. Dia menawarkan bantuan untuk mencari orang tuaku."Kinan, bagaimana kalau aku bantu kamu?" tanya Mas Arfan."Bantu aja kalau kamu mau. Siapa tahu kamu bisa temukan orang tuaku," jawabku.Mas Arfan lalu pulang, entah apa yang dia lakukan untuk membantuku."Tadi Mas Arfan ke sini, dia bilang akan membantu," kataku.Seketika raut wajah Ilham berubah, dia diam saja."Kamu kenapa?" tanyaku."Oh tidak, Mbak," jawab Ilham.Aku merasa Ilham tak suka Mas Arfan menemuiku. Apa dia cemburu? Entah hanya dia yang tahu.***Dua hari berlalu, tiba-tiba saja Mas Arfan datang. Yang membuat aku terkejut, dia membawa mama dan papa. Hanya saja keadaan mereka babak belur."Mama...papa...," teriakku.Ilham langsung membantu Mas Arfan membawa Mama dan papa ke kamar. Aku segera memanggil Dokter ke
Hubungan antara Aku dan Mas Arfan memang membaik. Tapi tetap saja tak ada niatan untukku rujuk dengannya.Aku sudah pindah ke rumahku bersama dengan Kiara dan Ilham."Ma, Om Ilham mana?" tanya Kiara."Gak tahu, gak ada di kamar?" tanyaku.Kiara menggeleng, kemana Ilham biasanya kalau keluar selalu izin.Hingga malam Ilham tak memberi kabar. Aku telfon ponselnya malah tak aktif."Ma, temani Kiara tidur ya," kata Kiara.Aku menemani Kiara tidur, setelah Kiara tidur aku baru bangun dan melihat keluar lagi. Ilham belum pulang, kamarnya juga masih kosong."Cari Mas Ilham ya, Bu?" tanya Bi Sri."Iya, Bi. Dia sejak siang gak ada. Ditelfon juga gak bisa," jawabku."Bu Kinan suka sama Mas Ilham?" tanya Bi Sri.Pertanyaan itu terdengar lancang tapi aku tak marah pada Bi Sri."Apaan sih, Bi. Gak waktunya bercanda," kataku lalu masuk ke kamarku.Aku gak mau kalau Bi Sri sampai tahu aku khawatir pada Ilham.Akupun akhirnya tertidur, bangun tengah malam. Mencari Ilham kembali tapi tetap nihil."Kem
Pagi itu aku dan Kiara sarapan bersama. Ilham sudah sarapan lebih dulu. Dia sedang di depan membersihkan mobil."Ma, kita di rumah aja?" tanya Kiara."Iyalah, mau kemana lagi?" tanyaku."Ke kolam renang yuk, Ma!" ajak Kiara.Kiara merengek, akhirnya aku mengalah. Aku sedang halangan jadi tak bisa menemani Kiara. Ku minta Ilham menemani Kiara."Ham, Kiara ngajak pergi berenang. Aku lagi halangan, nanti kamu temani dia ya," kataku."Iya, Mbak," ucap Ilham.Kami bertiga pergi berenang. Di rumah ada kolam renang tapi Kiara tak suka. Dia lebih suka renang di tempat umum karena banyak temannya."Kiara, boleh minta tolong gak?" tanya Ilham."Minta tolong apa, Om?" tanya Kiara."Jadikanlah aku ayahmu," jawab Ilham.Kiara tertawa, sementara Aku menabok pelan Ilham dengan tasku."Om Ilham mau jadi ayahnya Kiara?" tanya Kiara."Iya, kamu mau gak?" tanya balik Ilham."Mau, tapi ada syaratnya," jawab Kiara."Apa syaratnya?" tanya Ilham."Nanti aku kasih tahu," jawab Kiara.Kami sampai di kolam ren
Aku tak habis pikir mama dan papa tega memecat Ilham. Padahal semalam ini Ilham tak pernah melakukan kesalahan.Pagi itu, Papa membawakan sopir baru untukku. Orangnya sudah berumur dan mungkin sudah punya cucu."Kinan, ini Pak Juki. Dia yang akan menjadi supir kamu," kata papa. "Soal pekerjaan jangan diragukan lagi, dia sudah berpengalaman," sambung Papa.Aku hanya diam saja, lalu aku meminta Pak Juki mengantar aku dan Kiara berangkat.Sebenarnya ada apa dengan orang tuaku? Mereka berubah drastis sama seperti Mas Arfan dan kedua orang tuanya.Aku seperti tak mengenali orang tuaku lagi sejak mereka pulang di culik.***Saat jam makan siang, mama datang ke kantor. Dia membawakan aku makan siang, hal yang tidak pernah mama lakukan sebelumnya."Kinan, mama mau kamu baikan sama Arfan. Ingat, Kinan! Dia sudah menolong mama dan papa," kata Mama."Maksud mama apa menyuruh aku baikan sama Mas Arfan? Bukannya selama ini aku udah baik sama Mas Arfan? Tapi dia aja yang sombong," bantahku."Maksud
Setelah makan, kami kembali mengobrol. Bu Minah sangat baik padaku dan Kiara."Nak Kinan, maafkan kelakuan adik-adiknya Ilham ya. Beginilah keadaan keluarga kami," kata Bu Minah."Tidak apa-apa, Bu," jawabku."Kalau memang kalian serius mau menikah, Ibu restui kamu," ucap Bu Minah. "Tapi ya kamu harus terima kekurangan Ilham," sambung Bu Minah."Iya, Bu. Saya juga punya kekurangan. Ibu lihat sendiri saya hanya janda beranak satu. Aku kira ibu malah tak merestui kami," kataku.Bu Minah tersenyum, "Asal Ilham bahagia, Ibu setuju saja, Nak," kata Bu Minah.Sudah malam kami pamit pulang. Ilham mengantarku meskipun kami memakai kendaraan sendiri-sendiri.Sampai di rumah Mama dan papa ternyata ada di rumah. Dia marah melihat aku pulang diantar Ilham."Dari mana kamu?" tanya Mama.Papa ekspresinya sangat marah aku bisa melihat dari wajahnya."Kamu baru pergi sama Ilham? Kenapa kamu tidak dengarkan kami?" tanya Papa."Maaf, Pa. Jika keinginan kalian saya kembali pada Mas Arfan saya tidak bisa
Aku segera ke kamar menyusul Kiara yang sudah tidur lebih dulu. Sebelum aku tidur, aku mengirimkan foto tadi ke Ilham."Tolong selidiki!" pintaku.Setelah itu aku tidur. Ilham belum memberi kabar saat aku terbangun. Jadi aku harus sabar.Aku berniat untuk mengunjungi Ana di rumah sakit. Aku berangkat kerja dulu.Di kantor aku bertemu Pak Willi, dia tengah berbicara dengan seseorang. Aku seperti mengenal bentuk tubuhnya."Ilham," panggilku.Ilham dan Pak Willi menoleh ke arahku."Ngapain kamu di sini?" tanyaku."Dia kerja di sini, dia yang akan bantu aku mengelola perusahaan ini," jawab Pak Willi. "Kamu kan tahu Putra tak ada, jadi aku percayakan sama Ilham," kata Pak Willi."Oh gitu," ucapku.Aku akan satu kantor dengan Ilham. Orang yang dulu jadi supirku.Sore itu aku pulang dari kantor langsung ke rumah sakit. Aku mencari kamar Ana yang telah di kasih tahu perawat.Aku melihat orang tua Mas Arfan bersama seorang bayi. Mas Arfan meneteng tas bayi."Kinan, ngapain kamu kemari?" tanya M
"Eh Kinan, kamu di sini?" tanya Mas Arfan."Iya, Mas," jawabku."Ilham, kamu sekarang kerja kantoran?" tanya Mas Arfan."Iya," jawab Ilham singkat."Sayang meskipun kerja kantoran kamu tetap tidak cocok sama Kinan," kata Mas Arfan membuatku muak."Kinan, kita belanja yuk! Nanti malam aku jemput!" ajak Mas Arfan."Maaf, Mas. Aku gak bisa," tolakku.Pesanan kami sudah datang, kami segera makan sementara Mas Arfan baru dapat minuman saja."Kinan, makan siang kamu aku yang traktir ya," kata Mas Arfan.Tiba-tiba aku punya ide licik untuk mengerjai Mas Arfan."Boleh, Mas. Kalau gitu aku pesan lagi ya, Mas," kataku."Oh boleh," kata Mas Arfan.Aku memanggil pelayan lalu memesan beberapa makanan lagi. Namun, aku pesan agar makanan tadi di bungkus saja. Jumlah yang aku pesan dalam jumlah besar."Udah yang banyak pesannya," kata Mas Arfan."Udah banyak kok, Mas," kata pelayan."Punyaku gak sekalian dibayar, Mas?" tanya Ilham."Gak mau aku bayar punya kamu, aku hanya bayar pesanan aku sama pesan
Aku tak kunjung menikah dengan Mas Arfan lagi akhirnya keluarga Mas Arfan marah. Tapi aku tak peduli, justru aku malah semakin dekat dengan keluarga Ilham.Mas Arfan tak terima dia menemui Bu Minah. Dia mengatakan kalau Kinan akan menikah dengan dia lagi. Bahkan dia membuat keluarga Ilham membenciku. Aku tahu semua karena Ilham menceritakan semua padaku. Dan kini aku berjuang bersama Ilham mengembalikan kepercayaan keluarga Ilham.Aku datang ke rumah Ilham bersama Kiara."Bu Minah, aku mohon jangan dengarkan ucapan mantan suamiku. Aku tak mungkin kembali padanya. Kiara saja tak mau kami kembali. Dia sudah trauma karena pernah di sekap papanya sendiri," tuturku."Bu, tolong percaya sama kamu! Keluarga Kinan terpaksa meminta Kinan menikah dengan Arfan lagi karena urusan masa lalu," kata Ilham."Kalau gitu ceritakan semua," kata Dina.Ilham lalu menceritakan soal hubungan papa dan Anindya hingga rencana keluarga Mas Arfan membalas d
Ternyata Allah menjawab doa anak-anak selang dua bulan kemudian aku hamil lagi. Mereka bergembira saat tahu aku tengah mengandung adiknya."Hore... hore punya adik," seru Kiara diikuti dengan Marvel sambil lompat-lompat.Kehamilan aku dan Dina beriringan, tentu aku tak akan bisa menemani dia lahiran. Namun, keluarga Brian sudah siap menemani Sofia lahiran.Papa senang melihat aku bahagia bersama Mas Ilham. Rasa sakit hati yang dulu diciptakan Mas Arfan seketika hilang sudah. Digantikan dengan kebahagiaan yang diberikan Mas Ilham.Tak hanya diriku, Ana juga merasakan hal yang sama. Dia mencurahkan semuanya padaku. Bahkan dia sempat menangis saat kami bercerita dan ingat saat-saat masih bersama Mas Arfan."Semua hanya masa lalu," kataku. "Sekarang kebahagiaan kita sudah di depan mata, meskipun bukan dengan Mas Arfan," kataku."Iya, Mbak. Hanya saja aku masih merasa bersalah pernah masuk dalam rumah tangga Mbak Kinan," katanya."Semua sudah berlalu, dulu memang aku sempat membencimu. Nam
Ku lihat banyak orang berkerumun, bahkan orang yang berada di dalam gedung pernikahan Sofia ada yang ikut melihat.Ku dengar dari beberapa orang bahwa yang kecelakaan adalah orang yang tadi diusir di pesta pernikahan Sofia."Aduh dia pasti kena karma," kata seseorang.Aku kembali ke gedung, ku lihat Mas Ilham sedang bersama Brian."Ada apa, Mbak?" tanya Sofia."Wanita itu kecelakaan sepertinya," jawabku. "Ku lihat tadi mereka bertengkar," ucapku."Ya ampun!" ucap Sofia.Acara pernikahan Sofia telah selesai. Kini Sofia akan tinggal di rumah ibu. Rumahku kembali sepi, karena hanya kami sekeluarga yang tinggal di sana.Rumah kembali seperti semula, hanya ada aku, Mas Ilham dan anak-anak."Mas, sepi ya?" tanyaku."Ya memang begitu, kan mereka udah punya keluarga sendiri-sendiri," jawab Mas Ilham. "Bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham."Liburan kemana, Mas?" tanyaku."Ke tempat yang sederhana saja," jawab Mas Ilham. "Nanti aku akan siapkan semua," ucapnya.Kamu akhirnya pasrah de
Kamu semua terkejut saat pria itu menyatakan niatnya untuk menikahi Sofia di atas panggung.Sofia mengangguk pelan," Ya aku menerima kamu," ucap Sofia.Ku lihat kedua mempelai merasa malu melihat Sofia mendapatkan jodohnya di depan mata mereka. Padahal baru satu menit yang lalu dia diejek."Nah, lihat kan kalau aku bisa dapat yang lebih baik," kata Sofia.Sofia lalu mengajak aku dan pria itu keluar dari acara tersebut. Aku terheran-heran, aku kira pasti Sofia tengah membuat drama."Akting kalian bagus," ucapku setelah sampai di tempat parkir."Akting, siapa yang akting Mbak?" tanya pria itu. "oh ya aku Brian, teman SMA nya Sofia," jawab Brian memperkenalkan diri."Jadi kamu beneran melamar Sofia?" tanyaku."Iya benar," jawab Brian."Sofia, Mbak gak mau kejadian kemarin ke ulang lagi. Lebih baik kamu pikirkan matang-matang, setidaknya sebelum menikah kalian memantapkan hati kalian dulu," kataku.
Sofia dan suaminya langsung pamit pulang. Kami tak bisa mencegahnya. Kamu hanya mendoakan kehadiran teman Sofia tidak membuat rumah tangga Sofia yang baru seumur jagung menjadi hancur."Aku jadi Sofia gak mau gantiin," kata Dina. "Sekarang dia kembali, bagaimana kalau sampai dia tidak terima dan merebut suami Sofia lagi?" tanya Dina."Kita berdoa saja semoga tidak seperti itu," jawab Mas Ilham.Aku merasa kasihan pada Sofia, dia harus menjalani asmara yang begitu rumit.Seharian Dina main di rumah, dia sedang libur. Dia bermain dengan anak-anak. Sorenya dia pulang di jemput Seno."Loh katanya Sofia ada di sini kok udah sepi," kata Seno."Udah pulang waktu aku datang," kata Dina."Mereka baik-baik saja, kan?" tanya Seno."Kamu tidak tahu, Sen," ucapku.Dina hendak pulang tapi dia melihat Sofia datang naik taksi."Loh katanya mau tinggal sama mertua kamu," kataku."Suamiku diminta sama t
Siang itu ku lihat Sofia pulang dengan wajah kusut. Dia terlihat memikirkan sesuatu."Ada apa, Dek? Temanmu sudah pulang?" tanyaku.Dia menggeleng, sepertinya masalahnya semakin rumit."Kak, aku mau nikah," kata Sofia."Hah," aku terkejut mendengar apa yang barusan dia katakan."Menikah dengan siapa?" tanyaku."Aku disuruh menggantikan pengantin perempuan besok, Mbak," jawabnya."Bukankah itu keinginan kamu, menikah dengan orang yang kamu cintai?" tanyaku heran melihat sikap dia yang justru lemas."Justru itu, aku merasa hanya sebagai tempat pelarian saja karena pengantin wanitanya kabur,' jawab Sofia. "Kak Ilham pasti kaget kalau aku akan menikah besok," kata Sofia."Itu sih tentu, nanti aku bantu bicara sama Mas Ilham," ucapku.Aku segera menelfon Mas Ilham, agar dia pulang lebih awal. Biar bagaimanapun, kami harus menemui keluarga calon mempelai putra."Mas, pulang sekarang! Ada hal
Dua hari setelah pernikahan Dina dan Seno, mereka akan pindah ke rumah baru Seno. Kami mengantar Dina ke sana dengan membawa barang-barang Dina."Aku pasti akan sering kangen kak Kinan," kata Dina."Kalau kangen ya datang kemari lah," ucapku."Insyaallah ya, Kak," ucap Dina.Sampai di rumah Seno, di sana sudah ada keluarga Seno. Pembantu Seno membantu membawakan barang milik Dina ke kamar.Aku ikut melihat kamar Dina, kamarnya sangat luas hampir sama dengan kamarku di rumah. Rumahnya juga bagus dan sangat modern."Wah bakal betah nih kalau rumahnya sebagus ini," pujiku.Dina hanya tersenyum, setelah itu kami ke ruang tamu menyusul yang lain. "Dina, sekarang kamu udah sah istrinya Seno. Jadi mama harap kamu harus saling jaga sama Seno," kata Mama Seno."Iya, Ma," kata Dina.Anak-anak bermain, mereka suka karena rumah Seno ada kolam renangnya. Mereka bermain air di sana."Seno,kamu udah
Pagi itu Dina tampak pergi dengan terburu-buru. Aku melihat ada wajah kecemasan pada dirinya."Kamu kenapa?" tanyaku."Tadi keluarga Mas Seno menelfon, katanya Mas Seno kecelakaan, Mbak," jawab Dina."Ya sudah kalau gitu aku ikut," ucapku.Aku dan Dina ke rumah sakit di mana Seno di rawat. Pernikahan mereka tinggal satu Minggu lagi tetapi Seno malah kecelakaan.Sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan keluarga Seno."Dina, Seno belum sadar," kata Mama Seno.Dina langsung lemas, ku ajak dia duduk. Aku tahu Dina pasti terpukul."Din, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda kalau Seno tidak sadar juga," kata Papa Seno.Dina Kembali lemas, harapannya segera menikah pupus. Dia harus menunggu Seno sembuh dulu.**Dina menunggui Seno di rumah sakit, selang satu jam kemudian Seno sadar. Lukanya tidak terlalu parah hanya saja dia perlu waktu untuk dirawat beberapa saat."Sayang, a
Pagi itu Mas Ilham membangunkan diriku, setelah pertempuran semalam aku sampai bangun kesiangan."Sayang, bangun!" Perintahnya.Di tak lupa mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Aku yang baru setengah sadar dari tidurku hanya tersenyum melihat perlakuan Mas Ilham."Hari ini aku antar kamu ke salon ya," ucap Mas Ilham."Ngapain ke salon?" tanyaku heran. Mas Ilham tak pernah mengantarku ke salon sama sekali. Tapi pagi ini dia ingin mengantarku ke salon."Cepat mandi!" Suruhnya.Aku segera mandi, setelah itu sarapan berdua saja dengan Mas Ilham. Ternyata yang lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing."Mbak, nitip Marvel ya. Aku mau ajak mamanya ke salon," kata Mas Ilham saat melihat baby sitter Marvel."Baik, Pak," ucapnya lalu berlalu meninggalkan kami.Selesai makan kami berangkat ke salon, Mas Ilham memilihkan perawatan terlengkap untuk diriku."Mas, ini perlu waktu beberap
"Apa Pak Willi tersangka utamanya?" tanya Sofia saat mendengar jawabanku.Aku mengangguk, mereka sangat marah karena apa yang dilakukan Pak Willi sudah diluar batas."Dia harus dihukum," ucap Sofia."Mas Ilham tidak akan membiarkan dia hidup tenang," kataku.Pagi itu kami tengah sarapan, Mas Ilham belum pulang dari kantor polisi. Aku meminta Bi Sri pesan makanan untuk acara tahlilan nanti malam."Kinan...Kinan...keluar kamu!" Suara Vira terdengar.Setelah aku membuka pintu, Vira menyerang ku. Dia langsung saja menjambak rambutku."Aku sudah peringatkan kamu, kan. Kalau Mas Willi punya rencana kamu sih gak mau dengar. Sekarang aku mau kamu bujuk Ilham untuk mencabut laporannya," ucap Vira."Maaf gak bisa, yang salah harus tetap mendapat hukuman," balasku.Dina dan Sofia langsung menyusulku, melihat yang datang Vira, emosi mereka meluap."Masih gak punya malu kamu, udah jelas suami kamu salah mas