Setelah makan, kami kembali mengobrol. Bu Minah sangat baik padaku dan Kiara."Nak Kinan, maafkan kelakuan adik-adiknya Ilham ya. Beginilah keadaan keluarga kami," kata Bu Minah."Tidak apa-apa, Bu," jawabku."Kalau memang kalian serius mau menikah, Ibu restui kamu," ucap Bu Minah. "Tapi ya kamu harus terima kekurangan Ilham," sambung Bu Minah."Iya, Bu. Saya juga punya kekurangan. Ibu lihat sendiri saya hanya janda beranak satu. Aku kira ibu malah tak merestui kami," kataku.Bu Minah tersenyum, "Asal Ilham bahagia, Ibu setuju saja, Nak," kata Bu Minah.Sudah malam kami pamit pulang. Ilham mengantarku meskipun kami memakai kendaraan sendiri-sendiri.Sampai di rumah Mama dan papa ternyata ada di rumah. Dia marah melihat aku pulang diantar Ilham."Dari mana kamu?" tanya Mama.Papa ekspresinya sangat marah aku bisa melihat dari wajahnya."Kamu baru pergi sama Ilham? Kenapa kamu tidak dengarkan kami?" tanya Papa."Maaf, Pa. Jika keinginan kalian saya kembali pada Mas Arfan saya tidak bisa
Aku segera ke kamar menyusul Kiara yang sudah tidur lebih dulu. Sebelum aku tidur, aku mengirimkan foto tadi ke Ilham."Tolong selidiki!" pintaku.Setelah itu aku tidur. Ilham belum memberi kabar saat aku terbangun. Jadi aku harus sabar.Aku berniat untuk mengunjungi Ana di rumah sakit. Aku berangkat kerja dulu.Di kantor aku bertemu Pak Willi, dia tengah berbicara dengan seseorang. Aku seperti mengenal bentuk tubuhnya."Ilham," panggilku.Ilham dan Pak Willi menoleh ke arahku."Ngapain kamu di sini?" tanyaku."Dia kerja di sini, dia yang akan bantu aku mengelola perusahaan ini," jawab Pak Willi. "Kamu kan tahu Putra tak ada, jadi aku percayakan sama Ilham," kata Pak Willi."Oh gitu," ucapku.Aku akan satu kantor dengan Ilham. Orang yang dulu jadi supirku.Sore itu aku pulang dari kantor langsung ke rumah sakit. Aku mencari kamar Ana yang telah di kasih tahu perawat.Aku melihat orang tua Mas Arfan bersama seorang bayi. Mas Arfan meneteng tas bayi."Kinan, ngapain kamu kemari?" tanya M
"Eh Kinan, kamu di sini?" tanya Mas Arfan."Iya, Mas," jawabku."Ilham, kamu sekarang kerja kantoran?" tanya Mas Arfan."Iya," jawab Ilham singkat."Sayang meskipun kerja kantoran kamu tetap tidak cocok sama Kinan," kata Mas Arfan membuatku muak."Kinan, kita belanja yuk! Nanti malam aku jemput!" ajak Mas Arfan."Maaf, Mas. Aku gak bisa," tolakku.Pesanan kami sudah datang, kami segera makan sementara Mas Arfan baru dapat minuman saja."Kinan, makan siang kamu aku yang traktir ya," kata Mas Arfan.Tiba-tiba aku punya ide licik untuk mengerjai Mas Arfan."Boleh, Mas. Kalau gitu aku pesan lagi ya, Mas," kataku."Oh boleh," kata Mas Arfan.Aku memanggil pelayan lalu memesan beberapa makanan lagi. Namun, aku pesan agar makanan tadi di bungkus saja. Jumlah yang aku pesan dalam jumlah besar."Udah yang banyak pesannya," kata Mas Arfan."Udah banyak kok, Mas," kata pelayan."Punyaku gak sekalian dibayar, Mas?" tanya Ilham."Gak mau aku bayar punya kamu, aku hanya bayar pesanan aku sama pesan
Aku tak kunjung menikah dengan Mas Arfan lagi akhirnya keluarga Mas Arfan marah. Tapi aku tak peduli, justru aku malah semakin dekat dengan keluarga Ilham.Mas Arfan tak terima dia menemui Bu Minah. Dia mengatakan kalau Kinan akan menikah dengan dia lagi. Bahkan dia membuat keluarga Ilham membenciku. Aku tahu semua karena Ilham menceritakan semua padaku. Dan kini aku berjuang bersama Ilham mengembalikan kepercayaan keluarga Ilham.Aku datang ke rumah Ilham bersama Kiara."Bu Minah, aku mohon jangan dengarkan ucapan mantan suamiku. Aku tak mungkin kembali padanya. Kiara saja tak mau kami kembali. Dia sudah trauma karena pernah di sekap papanya sendiri," tuturku."Bu, tolong percaya sama kamu! Keluarga Kinan terpaksa meminta Kinan menikah dengan Arfan lagi karena urusan masa lalu," kata Ilham."Kalau gitu ceritakan semua," kata Dina.Ilham lalu menceritakan soal hubungan papa dan Anindya hingga rencana keluarga Mas Arfan membalas d
DorTembakan ketiga, itu ada suara jeritan tapi bukan milik mama. Melainkan Mas Arfan. Aku membuka mata, Mas Arfan tersungkur kakinya tertembak.Aku melihat banyak orang asing masuk dan mulai mengepung kami."Serahkan diri kalian! Kalian sudah dikepung!" teriak salah satu dari mereka.Mas Arfan tentu tak bisa melarikan diri. Papanya dan Bram panik. Mereka berusaha kabur, beberapa orang memilih mengejar mereka berdua. Sementara yang lain menangkap anak buah Bram dan Mas Arfan.Aku melihat Ilham datang bersama dengan Pak Willi. Jadi mereka yang telah menyelamatkan kami.Ilham membantuku membuka ikatan, sementara Pak Willi membantu papa dan Ana."Ilham," aku langsung memeluk Ilham tak peduli pada mereka semua yang melihat ke arahku.Aku teringat mama, aku mendekati mama yang sudah dievakuasi polisi."Beliau sudah tiada," kata Polisi."Mama...," teriakku. Aku menangis di samping tubuh mama yang sudah tak bernyawa.Apa yang mereka katakan benar nyawa dibayar nyawa dan mama sudah menerimany
Saat aku terbangun, aku sudah berada di dalam mobil. Ternyata Ilham berniat membawaku ke rumah sakit karena khawatir."Ham, kita pulang saja," ucapku."Kamu sudah sadar?" tanya Ilham."Iya kita pulang saja ya," jawabku."Aku geram melihat kelakuan Arfan, udah di penjara masih aja bikin ulah," kata Ilham marah."Biarkan saja," ucapku.Aku tak mau memperpanjang masalah tadi. Bagiku Mas Arfan sudah bukan siapa-siapa lagi."Lebih baik kita fokus ke pernikahan kita," kataku."Ah iya, aku kok jadi kaya supir gini sih. Yang lagi membawa tuan putri cantik," celetuk Ilham."Kan kamu emang dulu supir," ucapku sedikit meledek. Semua itu hanya candaan saja."Ya ampun aku lupa, aku ini kan supir udik yang jatuh cinta pada sang tuan putri," kata Ilham. "Tuan putri mau diantar ke mana?" tanya Ilham."Ke hatimu," jawabku."Siap tuan putri, separuh hatiku memang sudah dipenuhi dirimu tuan putri," ucap Ilham."Kok hanya separuh, yang separuh lagi buat siapa?" tanyaku."Buat ibu dan adik-adikku. Juga bu
Karena luka diperutku, aku harus dirawat di rumah sakit. Rencana pernikahanku yang sudah tersusun matang akhirnya mundur. Beruntung undangan belum disebar, jadi bisa pesan ulang nanti.Aku harus di rawat sampai benar-benar pulih. Ilham dan papa bergantian menjagaku. Mereka takut jika Bram akan kembali menyerang."Kinan, papa takut Bram kembali. Apalagi kalau dia tahu kamu selamat," ucap papa."Tenang, Pa. Bukannya polisi sudah berusaha untuk mencari Bram," kataku."Iya, tapi aku takut," ucap papa.Aku berusaha meyakinkan papa semua baik-baik saja. Meskipun aku tak yakin dengan apa yang aku katakan.**Ilham datang menggantikan papa menjagaku, dia membawa Kiara ikut serta. Aku memang merindukan Kiara karena aku di rawat jadi Kiara di rumah bersama Bi Sri."Mama cepat sembuh ya!" ucap Kiara. Dia memelukku pelan karena tahu perutku sakit."Mama kangen kamu, sayang," ucapku mencium kening Kiara. "Ilham, maafkan aku karena aku pernikahan kita ditunda," kataku."Gak apa-apa yang penting kam
Kini Bram, Mas Arfan dan papa Mas Arfan sudah mendekam di penjara. Pasti mereka semakin dendam denganku.Dan saat itu juga ada kabar duka dari keluarga Mas Arfan. Mamanya meninggal karena gantung diri di rumah sakit jiwa.Aku mengajak Ilham mendatangi rumah sakit. Ku lihat jenazah mantan mertuaku itu sudah terbujur kaku di kasur."Bu Kinan, pemakaman sebentar lagi di lakukan," kata salah satu perawat.Aku melihat Mas Arfan, Bram dan papa Mas Arfan mengikuti pemakaman mama Mas Arfan. Terlihat rasa sedih di mata mereka."Kinan, semua salah kamu. Karena kamu memanjarakan aku dan Papa, mama jadi stres dan bunuh diri. Aku janji akan membalas semua," kata Mas Arfan.Sementara Papa Mas Arfan menangis di atas tanah makam sang istri. Sepertinya dia sangat kehilangan berbeda dengan Mas Arfan yang malah menyalakan aku."Mas, jika kalian tidak membunuh mama. Maka semua tidak akan terjadi. Makanya kalau mau melakukan sesuatu dipikirkan dulu sebab akibatnya," ucapku."Cuih, munafik kamu," kata Mas