Aku masih sakit hati sama Bude Piah karena mendoakan aku mandul walau pada kenyataannya aku tak mandul. Mulutnya yang lemes ingin aku sumpal pakai kain lap bekas kotoran ayam."Maafkan Kinan, Bu," ucapku ketika sadar Bu Minah memperhatikan aku."Gak apa-apa. Ibu faham kamu marah karena dia memang keterlaluan," kata Bu Minah.Beruntung aku punya mertua yang sangat pengertian. Ilham mengajak kami masuk kembali menonton televisi.Setelah merasa lelah, kami tidur.**Entah jam berapa, ku lihat matahari belum nampak tapi ku dengar orang menggedor pintu rumah mertuaku."Minah...Minah...bangun Minah...tolong aku!" teriak Bude Piah.Aku terlonjak kaget begitu juga dengan Ilham."Kamu di kamar saja temani Kiara," kata Ilham.Ilham keluar, aku memilih mendengarkan dari dalam kamar."Ham, tolong, Ham!" Pinta Bude Piah."Ada apa lagi, Bude? Ini masih pagi tapi udah gedor pintu rumah orang," kata Ilham."Ham, itu loh Mbakmu sakit butuh uang," kata Bude Piah."Mbak Neni sakit apa, Bude?" tanya Ilha
Mbak Sindi tak yakin jika diriku pemilik toko baju anak-anak ini. Dia mengira aku hanya janda yang tak punya apa-apa. Walaupun sebenarnya toko itu milik Putra tapi sudah diberikan padaku dan Ilham itu juga sudah disetujui oleh Pak Willi dan istrinya."Wah kamu sukses juga ternyata," kata Mbak Sindi."Ya beginilah," kataku."Lain kali aku balik ke sini ya," kata Mbak Sindi sebelum pergi.Aku kembali ke ruanganku mengecek penjualan online kami. Hasilnya naik drastis, sehingga banyak barang yang kosong. Aku segera mengorder barang baru lagi.Ponselku berdering, ada panggilan dari nomor tak di kenal."Halo, ini siapa ya?" tanyaku."Mbak Kinan, kami dari kepolisian ingin mengabarkan kalau papanya Mas Arfan meninggal di dalam sel," jawab polisi yang menelfon ku."Baik, Pak. Saya ke sana," ucapku.Setelah mendapat panggilan dari kepolisian aku menelfon Ilham. Sayangnya, dia tak bisa menemani aku ke kantor poli
Tertera nama Salsabila dan Arfan dalam undangan. Ternyata cinta lama mereka bersemi kembali. Harapanku, setelah mereka menikah mereka hidup bahagia."Sayang, undangan dari siapa?" tanya Ilham."Dari Bila, Mas. Dia mau nikah lagi kita diundang," jawabku. "kamu tahu gak siapa yang menikah dengan Bila?" tanyaku."Ya gak tahulah, emang siapa?" tanya Ilham."Mas Arfan," jawabku."Hah mereka akan menikah." Ilham sangat terkejut mendengar jawabanku. Dia tahu jika dulu Mas Arfan kekasihnya Bila sebelum kamu menikah. "Apa gak ada wanita lain," kata Ilham."Entahlah, mungkin mereka memang berjodoh," ucapku.Aku dan Ilham memutuskan datang ke pernikahan Mas Arfan dan Bila. Kiara pasti takut jika melihat Mas Arfan. Jadi sebelum berangkat aku sudah kasih dia wejangan.Kami sangaja membawa kado yang cukup bagus untuk mereka. Harapan kami mereka akan terus bahagia.Tibalah acara pernikahan Mas Arfan dan Bila. Kami bersiap, ternyata pernikahannya diadakan di gedung besar."Selamat ya, akhirnya kalian
"Dina belum pulang," jawab Mas Ilham.Mas Ilham segera ke rumah ibu, sementara aku gak bisa ikut karena harus menunggu Marvel di rumah.Aku sedikit was-was takut jika terjadi sesuatu dengan Dina.Sepulang Kiara dari sekolah, aku langsung mengajak mereka ke rumah ibu. Perasaan aku tak enak karena Mas Ilham tak bisa dihubungi.Sampai di sana ku lihat rumah ibu sepi. Aku mengetuk pintu sambil menggendong Marvel."Duh, pasti ibu ikut cari Dina," kataku khawatir.Tidak berapa lama mobil Mas Ilham datang. Aku segera menghampiri ibu dan Mas Ilham."Kinan, ngapain kamu ke sini?' tanya Mas Ilham."Aku khawatir, Mas. Makanya aku ke sini. Bagaimana apa Dina sudah ketemu?" tanyaku."Belum, tetapi orang-orang Pak Willi sudah mencari Dina," jawab Mas Ilham."Mas, bagaimana kalau sekarang ibu dan adikmu tinggal sama kita saja?" tanyaku."Gak usah Nak Kinan. Ibu gak mau merepotkan kalian terus," tolak ibu."Jangan begitu, Bu. Kami anak ibu jadi pantas kalau ibu minta bantuan kami. Kami tidak merasa d
Aku merasakan panas di wajahku. Rasanya tak karuan sekali. Tidak berapa lama seseorang menyiram ku lagi dengan air panas lagi dan air jeruk sehingga sangat perih."Cukup," ucapku.Tenagaku sudah benar-benar habis. Aku kembali tak sadarkan diri. Dan entah apa yang mereka lakukan saat aku tak sadarkan diri.**Aku terbangun, ku lihat ruangan serba putih. Ku dengar suara orang berbicara. "Kita belum menemukan keluarganya. Tunggu sampai mereka sadar," kata sekarang polisi yang berdiri tidak jauh dari tempatku."Dokter, pasien sadar," kata seorang perawat.Tubuhku sangat lemas sekali, aku tak punya tenaga untuk melakukan apapun.Ku lihat Dokter mendekat dan memeriksaku."Alhamdulillah dia sadar," kata Dokter."Apa sudah bisa di tanya alamatnya atau mungkin keluarganya?" tanya Polisi."Ibu bisa mendengar saya," kata Dokter.Aku mengangguk pelan, karena mulutku susah sekali untuk be
Rumah bekas Hendra ternyata di tempati Bila dan Mas Arfan. Aku jadi khawatir dengan keadaan anakku Kiara. Aku takut Mas Arfan akan mengganggu kami."Sayang, kamu ngapain?" tanya Mas Ilham."Mas, yang tinggal di sana adalah Bila dan Arfan kan?" tanyaku.Aku tak lagi memanggil nama Arfan dengan embel-embel Mas. Aku sudah terlalu benci dengan dirinya."Iya, mereka juga ikut membantu saat kamu hilang," jawab Mas Ilham."Apa Mas Ilham tak menaruh curiga pada mereka?" tanyaku."Tidak, aku lihat mereka biasa saja," jawab Mas Ilham.Aku istirahat bersama Mas Ilham dan Marvel siang itu. Rasa capek membuat kamu tak ingin beranjak dari tempat tidur.Ternyata selama aku hilang, rumah Mas Ilham di kontrakan. Ibu dan adik Mas Ilham tinggal di sini sambil membantu menjaga Kiara dan Marvel.Malam itu kami makan malam bersama. Aku senang dengan adanya mereka rumah tampak ramai dan aku gak akan kesepian."Mbak Kinan, maafkan aku ya!" ucap Dina."Maaf untuk apa, Din?" tanyaku heran."Karena aku Mbak Kin
Bila dan Mas Arfan tak pernah berhenti menggangguku. Seperti sore itu, ku lihat Bila dan Mas Arfan berbicara dengan Kiara di teras rumah. Entah sejak kapan mereka mengobrol."Kiara, masuk sayang!" perintahku.Kiara menatapku aneh, dia tampak membenciku."Kiara malu punya mama yang jelek," ucap Kiara.Kiara masuk ke dalam rumah dengan tersungut-sungut."Kalian apakan anakku? Pasti kalian udah menghasut dia," ucapku."Ya ampun! Kiara itu kan anaknya Mas Arfan juga. Jadi kamu jangan halangi Mas Arfan buat dekat dengan Kiara," kata Bila."Papa macam apa yang tega mencelakai anaknya sendiri. Apa itu yang namanya papa?" tanyaku."Itu karena kamu ngotot gak mau balikan sama aku," jawab Mas Arfan.Ku tinggalkan mereka di teras. Aku malas meladeni mereka yang tak tahu diri.Sejak obrolan Kiara dan Bila di teras waktu itu. Kiara menunjukkan sikap tak sukanya padaku. Dia sering membentak ku dan mulai tak suka dengan keberadaan aku."Kiara, sudah ya main ponselnya. Ini udah malam," kataku saat me
Kiara sudah pindah ke rumah Mas Arfan dan Bila. Aku meminta penjelasan pada Mas Ilham mengapa dia mengizinkan Kiara ikut dengan mereka."Mas, maksudmu apa?" tanyaku heran."Biarkan saja Kiara ikut mereka. Seberapa tahan mereka menghadapi Kiara. Biar Kiara bisa membedakan enak mana tinggal sama kamu atau sama Bila," jawab Mas Ilham."Kalau Kiara betah di sana gimana, Mas?" tanyaku."Tugas kita hanya membuat Kiara tak betah di sana," jawab Mas Ilham.Mas Ilham lalu menceritakan rencananya agar membuat Kiara tak betah bersama Mas Arfan. Aku berharap rencana Mas Ilham berhasil.**Hari pertama di rumah Mas Arfan, ku lihat Mas Arfan mengantar Kiara ke sekolah seperti biasa tapi sendirian tidak dengan Bila.Aku masih memantau melalui kamera yang aku pasang di tas Kiara.Mas Arfan masih bersikap biasa saja pada Kiara. Dia memperlakukan Kiara dengan baik.Sesuai rencana malamnya Mas Ilham meminta untuk