"Kamu makan dulu, ya. Setelah itu minum obat lalu istirahat," ucap Haikal lalu mulai menyuapkan bubur itu ke mulut Riri.
"Aku nggak mau makan ituuuu," Riri berkata dengan nada manja dan menutup mulutnya.
"Tapi kamu harus makan, Ri. Kalau kamu nggak makan, kasihan baby-nya. Dia juga butuh nutrisi dan asupan makanan. Kalau nanti dia kekurangan nutrisi, kamu nggak kasihan?" tanya Haikal mencoba membujuk Riri agar mau makan. Dan Riri menggeleng kuat mendengar pertanyaan Haikal.
"Makanya, kamu harus makan," ucap Haikal lembut.
"Tapi aku nggak mau makan itu~," Riri berkata semakin manja dan mengayun.
Nisa' dan Mawarni yang semenjak kepergian Rani, Dewi, dan Fikri telah duduk di sofa, memandang Riri dengan wajah tercengang. Mereka antara percaya dan tidak dengan apa yang mereka lihat saat ini.
"Terus, kamu maunya makan apa?" tanya Haikal masih berusaha bersabar dan berka
RIRI POV"Gimana rasanya orang yang saling mencintai? Apa menyenangkan? Apa ada ciri-ciri kalau seseorang itu lagi jatuh cinta? Kalau ada, apa ciri-cirinya?" tanyaku padanya.Kulihat dia tercengang mendengar pertanyaanku. Dan aku dengan tidak sabar menunggu jawabannya.5 detik.10 detik.15 detik.Ck! Nih orang ternyata Lola juga, ya? Pertanyaan kayak gitu aja mikirnya lama, gerutuku dalam hati.Kulihat Haikal menunjukkan raut wajah yang seperti ingin tertawa. Tentu saja aku menatapnya dengan kening yang berkerut tidak mengerti.Apa jangan-jangan dia mau ngetawain pertanyaanku tadi? Emangnya ada yang lucu dari pertanyaanku? Aku semakin tidak mengerti."Ppfffttt, buahahaha ...," tawanya pecah seketika.Tuh, 'kan? Apa yang aku bilang?
RIRI POVAku terbangun dengan mendapati Mama dan Bunda yang sedang duduk di sisi ranjang. Aku yakin, tadi pasti aku pingsan saat menahankan rasa sakit di kepalaku. Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan. Tetapi sepertinya cukup lama."Kamu udah bangun, Sayang? Kok tumben banget kamu udah bangun tapi tidur lagi?" tanya Bunda saat tahu aku bangun."Iya, Bun. Riri juga nggak tau, Bun. Tadi sih niatnya mau baring-baringan aja karena nggak ada kegiatan. Haikal juga tadi belum bangun. Tapi kok malah ketiduran. Hehe," jawabku asal lalu tertawa canggung sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali untuk menghilangkan rasa gugupku. Bunda hanya menanggapi dengan kata 'oh' saja."Haikal ke mana, Bun?" tanyaku karena tidak melihat Haikal di ruangan ini."Haikal lagi nebus obat kamu. Sebentar lagi juga balik," jawab Bunda."Sambil nunggu Haikal, kamu sarapan
RIRI POVDua hari setelah kepulanganku dari rumah sakit. Sekarang aku sedang berada di ruang keluarga rumah Mama Mawarni. Ya, aku dan Haikal memutuskan menginap di rumah Mama Mawarni terlebih dulu.Bicara tentang Haikal, saat ini dia sedang mencarikan aku sate lilit. Aku tidak tahu, dia mencarinya ke mana. Karena ini sudah hampir satu jam, dan dia belum kembali. Aku jadi khawatir, apakah aku menyulitkan Haikal? Apa aku menyusahkannya dengan semua keinginanku karena ngidam ini?Tetapi tidak lama kemudian akhirnya aku mendengar suara mobil Haikal memasuki halaman rumah. Bergegas aku menghampirinya. Kulihat dia menenteng sebuah kantong. Senyumku mengembang seketika. Itu artinya Haikal berhasil mendapatkan apa yang aku minta."Ini permintaan kamu tadi. Sorry, lama. Soalnya aku keliling nyarinya. Di sekitaran sini nggak ada yang jual," katanya memberikan kantong itu padaku.
HAIKAL POVAku benar-benar tidak mengerti, apa yang terjadi pada Riri dan apa yang ada di dalam pikirannya. Baru saja kemarin dia mengalami mimisan dan pingsan. Tetapi sekarang dia sedang duduk manis di sofa di ruangan kantorku sambil membaca buku.Ya! Dia sedang berada di kantorku sekarang karena tadi pagi saat aku akan berangkat kerja, dia minta untuk ikut denganku. Tentu saja aku menolaknya. Karena aku tidak ingin dia kembali drop dan pingsan lagi seperti kemarin.Tetapi tanpa kuduga, Riri merengek seperti anak kecil yang sedang meminta dibelikan mainan. Bahkan dia mengancamku kalau dia tidak akan mau makan jika aku tidak mengizinkannya ikut. Dan dengan terpaksa aku membawanya ke kantorku dengan catatan dia harus istirahat saat dirinya sudah merasa lelah. Dan dia menyetujui persyaratan dariku itu.Sekian jam kami saling berkutat dengan kesibukan kami masing-masing. Aku sibuk dengan berk
RIRI POVAku tetap diam dan mendengarkan percakapan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin tersebut. Dan dari percakapan mereka, aku jadi tahu kalau wanita di hadapan Haikal itu bernama Clara, kekasihnya yang beberapa bulan lalu pergi menghilang entah ke mana.Aku terus diam dan memperhatikan. Hingga kejadian selanjutnya sungguh membuatku sakit hati dan mengucurkan air mata. Bagaimana aku tidak sakit hati dan menangis? Mereka berciuman dengan panas dan bergairah.Aku hanya bisa menggigit bibirku dengan kuat agar tidak mengeluarkan suara isakan dan meremas rok dress yang kukenakan sekuat-kuatnya hingga buku-buku tanganku serasa mati rasa akibat terlalu kuatnya aku meremas dressku untuk menyalurkan rasa sakit dan sesak di dadaku.Cukup lama aku menunggu agar mereka menyadari kehadiranku dan menghentikan ciuman panas mereka. Tetapi ternyata mereka terlalu mabuk dengan cumbuan dan ciuma
AUTHOR POV"Iya, iya! Jadi, ada apa kamu nelepon aku? Orang lagi bocan juga. Ganggu, tau nggak?" gerutu Rani yang merasa tidurnya terganggu dengan panggilan telepon dari Riri."Bocan? Apaan, tuh?" tanya Riri yang tidak mengerti dengan singkatan kata dari Rani."Bobo cuantiiikk! Masa gitu aja nggak tau sih, Ri? Kamu ini kuper banget, ya?" kesal Rani setengah berteriak. Sampai-sampai Riri harus menjauhkan ponselnya dari telinga."Oi, oi! Nggak usah pake toa juga kali ngomongnya! Sakit nih telinga aku," sungut Riri setelah menempelkan ponselnya ke telinga kembali."Ya habisnya kamu. Jadi orang kok kuper banget! Kenapa ya aku bisa punya sahabat kayak kamu ini? Dan jangan bilang, kamu nggak tau arti kuper juga!" sindir Rani."Jadi nyesel nih ceritanya sahabatan sama aku?" Riri bertanya ketus."Dikit!" jawab R
AUTHOR POV"Masalah Haikal lagi?" tebak Dewi berhati-hati namun tepat sasaran.Riri menundukkan kepalanya dalam-dalam lalu mengangguk lemah."Kali ini apa lagi yang udah dilakuin sama dia?" tanya Fikri dengan geram dan mengeratkan giginya. Tetapi dirinya tetap mencoba setenang mungkin. Ia tidak ingin terlihat emosi di depan Riri. Padahal jantungnya sudah bergejolak menahan amarah.Sebenarnya Fikri sudah lama menyukai Riri. Sejak pertama kali mereka berkenalan, Fikri sudah jatuh hati pada Riri. Namun Fikri tidak berani mengatakannya kepada Riri dikarenakan Fikri pernah berbasa-basi dengan bertanya kepada Riri, kenapa Riri tidak pernah mau pacaran sekali pun sampai kuliah seperti yang diceritakan oleh Rani dan Dewi.Dan jawaban Riri adalah, Riri ingin fokus menyelesaikan kuliahnya dulu. Lalu, jika Riri mencintai seorang pria, maka Riri hanya ingin cinta pertamanya itulah yang akan menja
AUTHOR POVRiri terus menangis. Hingga satu tekad membuatnya menghentikan tangisnya. Dihapusnya air mata yang sedari tadi mengalir. Meraih tasnya yang terletak di atas nakas. Dicarinya benda pipih persegi yang dapat menghubungkannya dengan seseorang. Setelah menemukannya, segera dicarinya nomor kontak seseorang.Beberapa kali nada sambungan terdengar, namun belum ada jawaban dari seberang sana. Dihubunginya kembali nomor tersebut. Pada panggilan ketiga, akhirnya panggilannya diangkat."Halo?" sapa orang di seberang."Halo. Aku butuh bantuan kamu. Bisa kamu jemput aku?" tanya Riri to the point."Ada apa? Kenapa tiba-tiba minta jemput? Apa pria itu nyakitin kamu lagi?" tebak orang itu."Nggak usah banyak tanya. Aku cuma butuh bantuan. Kamu bisa bantu aku atau nggak? Kalau nggak bisa, aku telepon yang lain," sergah Riri cepat.