"Mau kamu apa, Mas? Aku diam salah! Menjawab juga salah, kan?"
Jawaban sarkas dari Nadine membuat Damar diam dan tak jadi menamparnya.
Jujur, Damar tak menampik bahwa yang dikatakan oleh Nadine ada benarnya.Sebenarnya, saat sang Ibu dan juga saudaranya menjelekkan Nadine, Damar ragu untuk percaya. Apalagi, dia sendiri menyadari bahwa dirinya dulu hanya memberikan 600 ribu per bulan.
Uang bensin dan makan siangnya saja kurang segitu.
Tapi, Damar harus memberikan 3 juta untuk ibunya, 1 juta untuk Sarah, dan 1 satu juta untuk Sinta.
3 juta disisakan untuk uang bensin dan uang makan siangnya.
Nadine selalu dituntut untuk bisa hemat dan mencukupkan 600. ribu dalam sebulan. Padahal, dirinya sendiri saja tidak bisa jika sehari cuma 50 ribu.
Hanya saja, Damar sedikit terpancing dengan hasutan dari keluarganya yang mengingatkan Nadine sanggup merawat bayinya hanya dengan nafkah 300 ribu per bulan.Dugaan nafkahnya disalahgunakan oleh Nadine menguat!
Egonya juga tak terima.
Jika diakumulasikan selama 3 tahun, maka sisa belanja Nadine berarti cukup lumayan!
"Mau kamu apa Mas?"tanya Nadine sekali lagi, menyadarkan Damar dari lamunan.
"Kamu pasti menyimpan uang sisa dari uang belanja yang telah lalu! Tidak main-main loh dek itu jumlahnya! 300.000 per bulan jika di akumulasi menjadi 3 tahun jumlahnya lebih dari 10 juta. Coba sini berikan ke Mas untuk membayar biaya rumah sakitmu kemaren!" Tanpa tahu malu ,Damar menadahkan tangan meminta sesuatu yang sama sekali tidak ada."Bentar dulu...! Kamu salah minum obat, Mas? Atau kepalamu habis kepentok di mana begitu? Kenapa perkataanmu melantur seperti ini? Uang mana yang kamu tanyakan?""Ya uang nafkah yang setiap bulan aku berikan kepadamu, buktinya selama 2 bulan ini Aku memberikanmu 300.000 cukup kan? itu pasti yang lalu saat aku berikan 600.000 sisanya Ada separuh bahkan lebih! bukan begitu dek?" jawab Damar dengan pedenya.
"Sini dulu deh Mas! Coba merunduk. Aku mau melihat sesuatu di kepalamu!"Postur tubuh Nadine yang lebih pendek dari Damar itu tentu tidak akan bisa menggapai kepala damar makanya dia menyuruh suaminya untuk menunduk.
"Perasaan tidak anget deh, tapi kenapa jadi konslet otaknya?" tanya Nadine saat menyentuh kening Damar dan pura-pura bingung.Damar pun menjadi naik pitam mendengar perkataan dari istrinya tersebut."Kauuuu...!"
Pria itu meneriaki Nadine dan melotot ke arahnya.Dia tak suka saat Nadine mengatakan demikian.
Sama saja Nadine menganggapnya gila, kan?
"Sudah tidak usah berbelit-belit dan banyak mengelak! Di mana uang itu kamu simpan? Lumayan untuk membayar separuh dari biaya operasi Caesar kamu di rumah sakit!" bentak Damar masih tak menyerah dengan keyakinannya.
Dengan ini, dia juga bisa hemat pengeluaran, kan?
Nadine akhirnya mengangguk."Kalau gitu, ikut aku supaya aku kasih tahu ke mana larinya uang yang kamu maksudkan tadi..!"Ucapan sang istri langsung membuat Damar tersenyum bahagia.
Tapi beda pikiran Damar, beda pula yang direncanakan oleh Nadine.
Ibu muda beranak satu itu merencanakan mengajak Damar menuju sepiteng rumah kontrakan mereka.
Damar yang tidak curiga pun terus mengikuti langkah sang istri walau keningnya mengernyit saat disadarinya sang istri membawanya menuju sepiteng belakang rumahnya.
"Ke mana kamu akan membawaku Dek?"tanya Damar pada akhirnya."Kamu menanyakan uang nafkah tak layak yang kamu berikan kepadaku setiap bulannya bukan? Di sanalah aku menyimpannya!" jawab Nadine dengan menunjuk septic tank.Menyadari maksud wanita itu, Damar sontak murka!Rahangnya bahkan mengeras. "Kurang ajar! Kamu sengaja mempermainkanku? Awas aja kalau sampai aku menemukan di mana kamu meletakkan uang simpananmu itu! Sedikitpun, kamu tidak akan pernah bisa mengambilnya kembali jika sudah berada di tanganku!" ancam Damar penuh dengan kemarahan saat sang istri malah mempermainkan dirinya.
Namun, Nadine hanya mengendikan bahu santai. "Silakan cari kemanapun kamu mau! Kalau perlu, obrak-abrik saja seluruh isi rumah kontrakan ini!""Untuk apa aku menyimpan nafkah tak layak darimu itu kalau pada kenyataannya aku sendiri merasa kekurangan?"
Perkataan sarkas dari Nadine sedikit membuat Damar sadar. Tapi lagi-lagi egonya memaksanya untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Nadine.
Oekkkk!Di tengah perdebatan mereka, putra kecil mereka yaitu Gibran, menangis kencang dari kamar mereka.
Tangis itu menghentikan perdebatan antara Nadine dan juga Damar.Tanpa memperdulikan pria itu, Nadine langsung lari tergopoh menyusul putranya yang tengah menangis.
"Dasar istri sialan, berani-beraninya mempermainkan ku! aku yakin kamu pasti menyimpan uang itu!" rutuk Damar dalam hati.Disusulnya Nadine yang menggendong Gibran, putra yang belum pernah sekalipun disentuh Damar.
Namun, entah mengapa kali ini dia ingin sekali menyentuh anaknya tersebut.
Ia ingin membuktikan bahwa perkataan ibunya yang mengatakan Gibran bukanlah anak kandungnya itu tidak benar.
Tangan itu spontan terulur ingin menggendong sang anak.Dengan seksama, dia memperhatikan garis wajah sang anak.
Wajah itu memperingat kannya dengan wajah kecil seseorang, tapi dia lupa seseorang itu siapa.
Garis alisnya yang tebal sangat mirip dengan miliknya.Rambutnya yang hitam dan sedikit ikal pun menurun darinya.
"Tapi wajahnya mirip siapa, ya?" batin Damar dalam hatinya.
Ada perasaan menghangat di hati Nadine saat Damar menyentuh putranya yang berusia 3 bulan untuk pertama kali.Seolah tahu jika yang menggendongnya adalah Ayah kandungnya, Gibran tertawa riang dan berceloteh ria.
Tangannya yang kecil menggapai-gapai wajah sang ayah.
Tapi, perasaan hangat keluarga kecil itu tiba-tiba sirna saat mendengar Damar mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan."Kata ibu, anak ini sama sekali tidak mirip denganku. Apakah benar jika dia bukan darah dagingku, Nadine?"Deg!
Jantung Nadine terasa tertikam.
Dia ingin berteriak di wajah suaminya dan mengatakan bahwa dirinya bukanlah wanita murahan.
Tapi, urung dilakukannya karena di antara mereka masih ada Gibran.
Nadine sangat takut jika akan menimbulkan trauma di diri bayi malang tersebut.
"Aku pastikan kamu akan menyesal suatu saat nanti dengan apa yang kamu pertanyakan saat ini, Mas!" ucap Nadine menahan emosi."Asal kamu tahu, benih yang tertanam di rahimku 100% darimu! Jika kamu memang meragukan Gibran adalah putramu, maka jatuhkanlah talakmu! Dengan senang hati, aku akan membawa jauh putramu dan aku tidak akan pernah meminta pertanggungjawabanmu satu rupiah pun!"Wajah Nadine memerah. Mungkinkah ini rencana Sang Pencipta memberikannya anak laki-laki? Gibran tidak membutuhkan wali saat dia dewasa nanti dan ingin menikah.
Di sisi lain, Damar terkesiap. Tapi, dia tak mau disalahkan!
"Kenapa kamu minta talak? Apakah benar apa yang dituduhkan oleh ibu kepadamu? Dasar wanita murahan! Lelaki mana yang sudah berhasil membuahimu sehingga melahirkan anak haram itu!" ucap pria itu lebih menyayat hati.
Damar bahkan meragukan kesetiaan Nadine sekarang dan darah dagingnya sendiri!
"Meskipun aku anak yatim piatu, aku pastikan aku bukan wanita tak bisa menjaga diri. Aku bersumpah tidak akan menelantarkan anakku sendiri dan akan menjamin hidupnya sampai dia sukses di kemudian hari!" kata Nadine tegas.
Air mata luruh di pipinya. "Damar Agung Prasetyo! Mohon dengan sangat, jatuhkan talakmu sekarang juga!"
"Kenapa kamu malah meminta talak? Apakah kamu takut kebohonganmu akan terbongkar sekarang?" jawab Damar tak kalah berapi-api.Pria itumerasa tak terima karena Nadine justru meminta talak. Jika pada akhirnya pernikahan mereka harus berakhir, bukan Nadine yang akan meminta talak, Tapi harus dirinya!"Apalagi yang kamu harapkan Damar? Bukankah aku ini hanya wanita yang selalu menjadi beban untukmu? Bahkan kamu tidak memperdulikan anak yang sudah susah payah aku lahirkan ini!" Nadine sejenak menghentikan kata-katanya."Tapi, tidak apa-apa. Jika memang aku harus bertanggungjawab sendiri, aku terima! Demi nyawaku sendiri, aku akan merawat Gibran tanpa uang sepeserpun darimu!"Kesabaran Nadine benar-benar di ambang batas, dia memilih jalan surga yang lain dengan melepaskan jalan surga satu-satunya yang dimilikinya selama ini."Lepaskanlah Aku suka rela Mas! Aku pun tidak akan meminta apapun darimu selain hak asuh anakku saja!"Dalam hati, Nadine meminta maaf pada sang putra karena tak bisa
Drrt!Ponselnya terus berbunyi membuat Damar pun mengangkat panggilan telepon tersebut."......""I-iya Bu! Saya segera ke kantor!" jawab Damar terbata."Bawa anak dan istrimu sekalian!" kata seseorang di seberang telepon lagi.Suaranya terdengar tidak ramah sama sekali.Tanpa membantah, Damar pun mengiyakan apa yang diperintahkan oleh atasannya tersebut.Sepertinya, atasannya sudah tahu live streaming yang dibuat tetangganya itu?"Aku harus baik-baikin Nadine, supaya dia tidak berkata yang tidak-tidak tentang yang ku lakukan selama ini!" Pikiran waras Damar kembali bekerja setelah sekian lama.Saat tahu Nadine keluar dengan membawa tas pakaian yang tak terlalu besar, didekatinya wanita itu."Dek!" panggil pria itu."Ada apa? Kalau mau menghalangi langkahku, maaf! Aku lebih takut dengan dosa berdekatan dengan lawan jenis yang bukan muhrimku!" sarkas Nadine.Damar sontak menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Pihak kantor menyuruh kita untuk menghadap. Aku mohon kali ini kamu ikut, ya?
Setelah cukup puas berbincang, akhirnya rumah kontrakan itu ditempati bertiga.Tak lupa, Nadine meminta izin kepada sang pemilik kontrakan untuk menyewa sebuah kamar lagi untuk ditempati oleh Sari dan Ine."Untuk kontrakannya kita bayar bertiga saja, dan untuk makan setiap hari nanti kita juga akumulasikan berapa pengeluarannya kemudian di bagi bertiga, setiap struk pembelanjaan harus kita simpan menghindari percekcokan diantara kita!" kata Sari yang disetujui oleh Nadine Dan juga Ine."Mulai hari ini kita harus saling bergandeng tangan saling melindungi dan saling berbagi, kita adalah saudara tanpa KK dan Semoga persaudaraan kita ini sampai ke surganya, amin!" Nadine menimpali perkataan dari Sari."Untuk sementara biarkan kami yang menanggung hidupmu dulu Nadine, meskipun kamu di sini statusnya adalah seorang ibu sendiri, tapi usiamu jauh di bawah kami. Jadi anggap saja semua ini merupakan tugas kami sebagai kakakmu!" kata ine yang menyadari kalau Nadine tidak memiliki pekerjaan."Ti
"Nggak, nggak bisa!" tolak Ibunya Damar seketika. Padahal dia belum mendengar alasan dari Damar untuk meminjam sertifikat tersebut."Asal kamu tahu sertifikat sudah Ibu gadaikan ke bank 3 hari yang lalu dan itu untuk membayar hutang ibu dan juga Sarah!"Mendengar jawaban sang Ibu, seketika Damar menjadi lemas. Yang Damar tak habis pikir adalah tentang kakaknya yang ikut meminjam uang hasil Pegadaian sertifikat tersebut."Mbak Sarah? Berapa banyak sih Bu hutang Mbak Sarah sebenarnya? Kemarin uang tabunganku juga ludes dikuras sama Mbak Sarah katanya juga untuk bayar hutang! terus Ibu bilang Ibu juga menggadaikan sertifikat untuk bayar hutangnya Mbak Sarah dan ibu!"tanya Damar tak habis pikir."Apaaa? Sarah juga pinjam uang tabunganmu? Berapa? Kok Sarah tidak ada bilang sama Ibu?"Tanya Bu Pratiwi kepada anak lelakinya."Semua tabungan damar Bu ada 75 juta!"jawab Damar yang membuat Ibu Pratiwi syok kaget."Seharusnya kalau dia sudah meminjam uang kepadamu, dia tak perlu meminta ibu untu
"Kenapa jadi Damar yang harus membayar? uang ini bahkan hanya setengahnya saja dari yang Ibu sebutkan tadi?" Kata Damar kembali memprotes dengan apa yang dikatakan oleh ibunya."Mau bagaimana lagi? Takkan Ibu yang membayar semuanya? Ibu bahkan hanya mendapat uang darimu saja!" kata Bu Pratiwi."Bu aku ini terancam akan dipecat dari pekerjaanku kalau aku tidak bisa mengembalikan uang jatah dari perusahaan untuk Nadine! tidak main-main lho Bu jumlahnya 3 juta dikali 3 tahun." Damar mencoba menjelaskan yang menjadi kegundahannya.Bu Pratiwi tak mau tahu dengan apa yang menjadi kesusahan anaknya tersebut, dia tetap pada pendiriannya yang mengatakan bahwa Damar harus membayar semua uang pinjaman yang ada."Jangan begini dong mbak, tolong kasihani aku sedikit saja! selama ini kan aku selalu membantu mbak sarah dan juga Ibu, tak kan kali ini kalian tidak bisa membantuku?" Fikiran Damar semakin gusar.Damar teringat dengan rumah yang ditempati oleh kakaknya, rumah tersebut adalah rumah berser
Damar semakin menunduk dengan apa yang diucapkan oleh atasannya tersebut, ia merasa telah dikuliti habis-habisan oleh sang atasan atas kesalahan yang seharusnya tak ada sangkut pautnya dengan perusahaan, itu menurut Damar.Karena merasa sudah terpojok Damar pun memberanikan diri untuk membela dirinya sendiri."Tapi maaf Bu bukankah seharusnya apa yang saya lakukan di luar jam kantor tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan? Apalagi kinerja saya pun Tidak diragukan lagi di perusahaan ini! tolong toleransinya Bu!" kata Damar meskipun dengan takut-takut, tapi dia memaksa memberanikan dirinya untuk menatap langsung kepada atasannya tersebut."Anda lupa dengan peraturan perusahaan milik saya? anda tahu sejarah perusahaan ini berdiri? Kalau Anda lupa mari saya peringatkan!" kata Bu Indra yang merasa geram dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Hal pertama yang perlu kamu ketahui, perusahaan yang saya dirikan ini bukanlah merupakan perusahaan company, semua murni dari us
Tatapan nanar Sarah tertuju kepada Damar, Sarah jengkel kepada adiknya itu karena berani-beraninya membongkar rahasianya di depan sang suami."Tidak usah melihat ke arah Damar, kewajibanmu hanya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu!" hardik Budi."Emmm itu, anuu..!"bingung Sarah mau menjawab apa, bahkan kata-katanya hanya terhenti kepada itu dan anu saja.Mulutnya bergerak ke sana kemari tapi tak jual mengeluarkan kata-kata yang bisa didengar."Jawab Sarah...!"kata Budi lebih tegas dari tadi."Kamu itu apaan sih Budi? Kalau menanyai istrinya itu yang baik-baik, jangan dengan nada yang tinggi seperti itu!" protes Pratiwi tak terima anaknya diintimidasi seperti itu."Budi mohon Bu, kali ini saja jangan ikut campur urusan rumah tangga kami! cukup selama ini Ibu terlalu memanjakan anak Ibu ini!" kata Budi yang tak mengalihkan pandangannya ke arah Sarah menuntut jawaban.Sarah pun menunduk sedangkan Bu Pratiwi tak bisa berkata apa-apa lagi, selama ini menantunya tersebut selalu diam mes
Keesokan harinya saat sudah sampai di kantor, dengan polanya Damar menuju ke ruangan atasannya."Selamat pagi Bu!"sapa Damar saat dia memasuki ruangan bosnya tersebut setelah sebelumnya mengetuk pintu."Selamat pagi, silakan duduk pak Damar, ada perlu apa-apa pagi-pagi ke sini?"tanya Bu Indra.Damar pun mengeluarkan uang yang sudah disiapkannya dari tadi, uang sejumlah 75 juta tanpa kurang tanpa lebih ia letakkan di depan Bu Indra atasannya."Ini uang club 75 juta yang Ibu minta! Saya tidak jadi diturunkan jabatan kan Bu? tanggungan saya sudah lunas!" tanya Damar dengan sedikit takut-takut."Saya tidak akan ingkar dengan apa yang sudah saya janjikan, mengingat kinerja anda yang cukup baik di perusahaan ini saya berniat untuk membiarkan anda tetap di jabatan anda yang sekarang, tapi satu minggu terakhir kinerja anda benar-benar buruk, semua laporan yang anda buat benar-benar kacau!"kata Bu Indra panjang lebar, dan sukses membuat Damar panas dingin."Jadi mohon maaf, anda akan dipindah
Ibu Liliana dan Pak Yudistira saling tatap, namun kemudian secara bersamaan menatap ke arah Putri mereka. Dalam hati ibu Liliana Sebenarnya masih belum rela untuk melepas putrinya tersebut, namun Ia pun tidak bisa memaksakan kehendaknya itu jika memang Sang Putri sudah mau move on dan melanjutkan hidupnya. "Sebagai orang tua, saya akan merestui jika Itu memang menjadi keinginan putri kami, untuk itu keputusan saya serahkan kepada Nadine sendiri...!"kata Pak Yudistira. "Kamu sudah tahu kan status Nadine seperti apa? dia bukan seorang gadis, dia pun memiliki Putra yang bernama Gibran...!" Sejenak pak Yudistira menghentikan kalimatnya kemudian menatap Anan dan mencari tahu reaksi dari laki-laki calon menantunya itu.Saat tak di dapati wajah keterkejutan ataupun keberatan di sana, Pak Yudistira pun melanjutkan kembali kata-katanya."Jika kamu berniat menggambil Nadine menjadi istrimu, maka kamu harus bisa menerima Gibran sebagai putramu...!" Lanjut pak Yudistira."Saya sudah faham akan
"Gercep juga lu bro, sat set sat set eh taunya mau jadi adik gua loh...!"kata Arkan langsung memeluk sahabatnya itu. "Gua takut ditikung oleh mantan suaminya, soalnya ada Gibran di antara mereka...! rugi bandar dong, wanita spek bidadari seperti adikmu itu bisa kembali kepada mantan suaminya yang seperti katak berpeci...!"jawab Anan berbisik di telinga sahabatnya itu. "Masuk masuk masuk...! kita masuk ke dalam saja, kebetulan Mbak sumi sudah menyiapkan makanan untuk kita...!" kata ibu Liliana menggandeng Sang Putri. "Makan Mah? tapi ini kan belum waktunya makan malam? ini aja baru jam 05.00 sore...! astaghfirullahaladzim Nadine belum salat ashar mah, Nadine salat dulu ya...!"Nadin teringat bahwa dirinya belum salat ashar dia pun langsung pergi meninggalkan mereka semuanya menuju kamarnya. Sementara Gibran yang seharian memang tidak bertemu dengan Nadine merasa diacuhkan kemudian menangis sekencang-kencangnya. Nadine mengetahui hal itu tapi dia tetap melanjutkan langkahnya karena w
Bagi Nadine apa yang diucapkan oleh Anan merupakan kejutan yang luar biasa, ia tak percaya jika Anan akan menyatakan cintanya secepat itu."Aku serius dengan ucapanku Nadine. Maukah kau menjadi pendamping hidupku? Menemani perjalananku sampai ujung usia?" Tanya Anan sekali lagi.Saat mendapati wanita yang ada di hadapannya semakin diam mematung, Anan kembali bersuara."Aku memang bukan seorang pujangga yang pandai dalam merangkai kata-kata, Namun aku ingin kamu mengetahui satu hal, bahwa aku tak main-main dengan ucapanku. Aku akan melamarmu kepada orang tuamu....!" Kata Anan lagi."Kak...!" hanya kata-kata itu yang mampu di ucapkannya."Ya" Jawab Anan."Cukup mengangguk jika kamu setuju, dan menggeleng andai kamu tak bersedia, aku tahu kamu sulit untuk menentukan pilihan sehingga membuatmu sulit untuk berbicara...!" Mendengar yang di ucapkan Anan, Nadine pun menarik nafasnya dalam-dalam. Ia ingin menjawab yang di pertanyakan oleh Anan dengan gamblang agar tak terjadi kesalahpahaman s
"Yang jadi masalahnya itu Mas Damar sudah menjatuhkan talak yang tak terampuni, yaitu talak 3...!" protes Shanti."Tinggal bilang saja kalau Damar tak serius dalam mengucapkan kata talak itu, kan bisa di ma'fu...!" kata Pratiwi dengan entengnya."Di ma'fu itu kalau kesalahan lain Bu, tapi kalau tentang talak itu tidak bisa Bu...! talak itu akan tetap berlaku meskipun dalam keadaan marah sekalipun...!" Kata Santi menjelaskan."Kamu Itu anak kecil tahu apa? Diam saja sudah...! milih suami saja nggak bisa, ini malah bicara soal Agama, Mama tentu lebih tahu dari kamu...!" Kata Ibu Pratiwi yang menolak perkataan putri bungsunya."Ibu bilang aku masih kecil? jangan lupakan kalau aku sudah pernah melahirkan seorang bayi...!" Kata Santi yang merasa sedih karena lukanya kembali terkoyak."Iya sudah melahirkan anak, tapi langsung sedeng...!" jawab Ibu Pratiwi tanpa perasaan.Hati Santi serasa ditusuk sembilu saat mendengar lanjutan jawaban dari sang ibu, ibunya itu seolah mati rasa dengan peras
"Saraaahhhh...! keterlaluan kamu...! kamu benar-benar menipuku habis-habisan...!"geram Budi menatap ke arah Sarah yang tengah asik menikmati makanannya. Sementara Sarah tak menyadari jika masalah besar Tengah menunggunya, iya tak sadar jika sang suami Tengah dikuasai kemarahan yang sangat besar terhadapnya atas apa yang dilakukannya terhadap Nadine selama ini.Dengan mata menyorot tajam, Budi berjalan ke arah istrinya. Sarah masih belum menyadari jika suaminya kini berjalan menuju ke arahnya, ia masih saja santai menikmati makanan kegemarannya.Budi langsung memegang lengan Sarah, Sarah yang tiba-tiba ditarik lengannya pun menjadi terkejut, ia menatap ke arah orang yang menarik lengannya tersebut. "Mas Budi? apa-apaan sih Mas? kenapa tarik tangan aku seperti ini? lepasin nggak...!"protes Sarah sementara mulutnya masih penuh dengan makanan. "Ikut, atau aku benar-benar akan melepaskanmu dalam artian yang sebenarnya...!"kata Budi berhenti lalu menatap manik mata istrinya."Maksud kamu
"Kalau begitu, Damar bisa kecipratan kekayaan milik Nadine itu...!" batin Ibu Pratiwi. "Ibu ihhh..!" Teriak Sarah tertahan oleh ucapan Mamanya.Ibu Pratiwi tak menghiraukan perkataan putrinya tersebut, fokusnya gini kepada Nadine kemudian menyenggol lengan putranya."Maju mar, perkenalkan dirimu sebagai ayahnya Gibran...! mumpung Gibran sedang digendong sama Nadine...!"kata ibu Pratiwi tak tahu diri. Obrolan keduanya teralihkan dengan perkataan dari Pak Yudistira selanjutnya yang memperkenalkan Gibran sebagai cucunya."Dan ini adalah cucu kami bernama Gibran Pramudya Yudistira...!" Keluarga Yudistira sengaja mengganti nama Gibran dan menyematkan nama Yudistira di belakang nama anak tersebut.Seolah terhipnotis oleh kata-kata sang Ibu, Damar manut begitu saja dan langsung maju hendak menghampiri Nadine. Namun langkahnya terhenti hanya sebatas tangga podium saja, karena di sana dia dihadang oleh para pengawal dan asisten yang dipekerjakan oleh keluarga Yudistira. Saat Damar ingin me
Keesokan harinya, Pak Yudistira dan Ibu Liliana pun mengajak Nadine ke perusahaan. Beliau sengaja membuat acara di hari Minggu saat hari libur kerja.Pesta yang cukup meriah yang di hadiri para Investor dan seluruh staf kantor di semua divisi.Acara tersebut juga mengundang para pengusaha yang dimana ada kerjasama dengan perusahaan milik mereka, tak terkecuali perusahaan tempat Damar bekerja.Nadine yang pada dasarnya memang cantik di buat semakin cantik dengan perias yang sengaja di sewa untuk membuat penampilan Nadine semakin memukau.Di acara tersebut Tak lupa Nadine mengajak dua sahabatnya yaitu Ine dan juga Sari, awalnya keduanya menolak karena merasa tidak layak dan merasa minder. Namun Atas bujukan dari Nadine dan juga Ibu Liliana membuat keduanya akhirnya pasrah dan ikut serta ke acara tersebut.Di acara itu membebaskan membawa semua anggota keluarganya, dan di sana Damar membawa Ibu kakak serta adiknya turut serta.Acara yang memang sengaja di adakan sangat meriah itu menjadi
"Aku bekerja di perusahaan milik seorang wanita yang Aku sakiti...?"lirih Santi dalam hatinya."Apa yang harus aku lakukan? lebih baik aku menebalkan mukaku saja, aku akan pura-pura tak tahu bahwa ibu Erika adalah istri pertama Mas Darmawan dulu...!"pikir Santi dalam hatinya. "Apakah kamu masih mau melanjutkan kerja di sana kan? kamu dulu menghancurkan rumah tangga Ibu Erika, sekarang kamu malah mengemis mau minta makan darinya...!"kata Damar mencoba untuk membuat Santi mau keluar dari pekerjaan sebagai cleaning service tersebut. "Aku tidak mengemis Mas, Aku bekerja dan aku menukar uang yang diberikan oleh perusahaannya dengan keringatku...!"Santi membantah yang di katakan oleh Damar karena tak suka dibilang pengemis."Lanjutkan pendidikanmu dek, Mas mohon...! rajut lagi cita-citamu yang pernah kandas... lanjutkan kejar paket kemudian kuliah...!"kata Damar. "Kemudian menjadi adikmu yang manja lagi? begitu maksud dari perkataanmu Mas? Aku ingin mandiri, Aku tidak ingin bergantung ke
Sementara kini, Damar sudah berada di depan perusahaan tersebut, dia tidak langsung turun dari mobilnya, dia masih menimbang-nimbang apa yang akan dikatakannya nanti.Nasib baik sedang membersamai Damar, Kini dia melihat Santi keluar dari perusahaan tersebut dengan menenteng sebuah tas di pundaknya, camat dapat membuka jika Santi izin setengah hari saja bekerja, semua itu terlihat dari Santi yang tak lagi menggunakan seragam cleaning service seperti biasanya. Damar mengurungkan niatnya untuk menghampiri santri, dia lebih tertarik untuk mengikutinya untuk tahu di mana adiknya itu tinggal selama ini. Santi memasuki sebelah kos-kosan yang letaknya tak jauh dari perusahaan tersebut, Damar pun segera turun dan bermaksud untuk menghampiri sang adik. Namun langkahnya dihentikan oleh security yang menjaga kos-kosan tersebut."Maaf Pak, laki-laki memang tidak diizinkan untuk masuk ke sini, Apapun alasannya meskipun itu adalah bapaknya ataupun saudara laki-laki dari perempuan yang ngekos di