"Bagaimana Mbak Sari? sudah siap nikah kapan ini? biar kami sekampung nanti yang membantu acara masak-masaknya, masaknya yang banyak ya Mbak, supaya nanti waktu kami pulang bisa membawa makanannya...!"kata salah satu ibu-ibu yang lain yang ada di sana."Mau nikah sama siapa...?"Sewot sari pada akhirnya."Loh, bukannya tadi bilang juga sudah punya Calon ya mbak Sari?"Tanya Ine yang di angguki oleh Nadine.Sari hanya menyengir kuda menanggapi perkataan dari Ine sang sahabat, sementara Ine dan Nadine masih kebingungan dengan sikapnya Sari."Mbak Sari...!"Sentak Nadine."Sebenarnya aku belum punya calon...!" kata Sari yang langsung di sambut dengan sorakan kecewa dari semuanya."Yaaaahhhh...!"ucap semuanya bersamaan. "Gagal dong makan enak?"Kata salah satu ibu-ibu "Padahal tadi sudah semangat buat masak besar, lah kok taunya nggak jadi? sekarang Mbak ine saja deh yang menikah duluan...!"ibu-ibu yang lainnya menimpali. "Maaf ya ibu-ibu sekalian, kalau memang seumpamanya saya menikah, sa
"Selamat tinggal Mas, tidak usah mencariku lagi...! kita hidup masing-masing saja. dan jika memang kamu ingin menceraikan aku, maka lakukanlah. aku akan menjalani kehidupanku sendiri tanpamu...!"belum sempat Darmawan membalas perkataan Santi, Santi sudah memutus sambungan teleponnya. Darmawan berteriak frustasi, dia tak menyangka jika hidupnya akan sekacau ini. Saat hendak menghubungi Santi kembali, ternyata sudah lampu merah, mau tak mau dia pun harus melajukan mobilnya kalau tidak ingin dimaki-maki pengendara di belakangnya. "Mungkin kamu membutuhkan waktu untuk sendiri, tapi perkataanmu benar juga, memang seharusnya kita berpisah...!"gumam Darmawan dalam hatinya. Sementara Santi luntang-lantung tak tahu arah, dia hanya memegang dompet miliknya yang hanya berisi uang lembaran tak seberapa dan juga handphone yang kini berada di genggaman tangannya. Ia sengaja tidak membuang nomor ponselnya, ia tidak ingin lari dari kenyataan, ia cuma ingin terbebas dari Darmawan saja juga pernika
Kemudian melati pun menerangkan tentang hal lainnya, yaitu setiap hari akan mendapatkan jatah makan siang saja, dan setiap Minggu akan mendapatkan uang tranport sebanyak 100ribu, dan juga akan mendapatkan bonus jika dalam sebulan full tidak absen sejumlah 10% dari nominal gaji yang di terima.Santi sungguh sangat bersyukur karena tidak luntang-lantung di jalanan selepas kepergiannya dari Darmawan. "Terima kasih atas kemudahan yang kau berikan Ya Allah, Aku berjanji akan menjadi wanita yang jauh lebih baik lagi...! Aku menyesal dengan dosa yang telah aku lakukan. Aku tobat ya Allah...!"ucapnya penuh syukur dalam hati. Sekarang yang menjadi pr-nya adalah, ke mana dia harus mendapatkan tempat tinggal, sementara uang yang ada di dompetnya tak akan cukup untuk menyewa sebuah kos-kosan ataupun tempat kontrakan. Tak lama kemudian Santi teringat dengan kartu ATM miliknya yang selama ini selalu diisi oleh Darmawan selama menjadi istrinya. Ia masih sangat ingat jika uang yang diberikan suami
"Nadine adalah adikku yang selama ini aku cari-cari Mah Pah...! adikku benar-benar kembali...!"kata Arkan siang itu.Arkan mengeluarkan sebuah amplop di mana Di sana tertera nama sebuah rumah sakit, dengan tak sabar hati ibu Liliana mengambil amplop tersebut. Dengan menghubungkan perkataan Sang putra barusan, Liliana dapat menyimpulkan bahwa surat tersebut adalah surat DNA. Yang membuat Pak agung serta Bu Liliana heran adalah kapan akan melakukan tes DNA tersebut juga menggunakan apa. Dengan tergesa-gesa ibu Liliana membuka amplop tersebut dengan tangan yang gemetar, amplop yang sedianya mudah untuk dibuka kini di tangan Ibu Liana sangat sulit untuk dibukanya. Melihat itu Pak agung pun langsung mengambil alih, beliau pun sama penasarannya dengan sang istri. Setelah amplop itu berhasil dibuka, sesegera mungkin Pak agung langsung membacanya, sementara Liliana masih terlihat harap-harap cemas. Semua ini terlalu mengejutkan baginya, tapi dia tidak bisa memungkiri bahwa di sudut hati
"Aku diam-diam melakukan tes DNA atas dirimu dan juga Mama dek...! dan hasilnya memang cocok...!"kata Arkan yang terlihat bulir-bulir kaca di matanya. "Abang bahagia, karena akhirnya kamu kembali...!"ungkap Arkhan pada akhirnya."Dan andai kamu masih meragukan hasil tes DNA ini, maka kamu bisa melakukannya sekali lagi supaya kamu yakin...!"kata Arkan menjelaskan. "Tapi bagiku ini sangat mustahil, setelah sekian lama aku merasa bahwa orang tuaku sudah tiada, kini tiba-tiba kalian datang dan mengaku sebagai keluargaku...! menurut sampeyan, bagaimana sikap yang harus aku tunjukan?"tanya Nadine dengan menatap tajam Arkan.Arkan pun menyadari dan membenarkan apa yang diucapkan oleh adiknya tersebut, dia pun mencoba berpikir logis seperti apa yang diucapkan oleh sang adik. "Tapi aku sangat yakin kalau kamu adalah adikku...!"ucapan akan terpotong dengan sanggahan Nadine. "Itu kamu, bagaimana dengan aku? Apakah aku harus melakukan hal yang sama sepertimu? Tentu tidak bukan?"Tanya Nadine.
Ia berharap nanti saat dia turun kembali ke bawah, dia sudah tidak menemukan ketiga orang yang mengaku sebagai keluarganya tersebut.Setelah Nadine ke atas Sari dan Ine berinisiatif menghampiri Ibu Liana dan juga Pak Agung.Sari pun mengatakan yang menjadi maksudnya."Maaf Pak Bu, apakah Kalian ini benar orangtuanya Nadine?" Kalian tidak sedang menipu kan?" Tanya Sari dengan tatapan curiga."Untuk apa kami menipu Mbak?"Bantah Arkhan atas pertanyaan Sari.Arkhan sedikit tersinggung dengan apa yang di ucapkan oleh perempuan tersebut."Demi uang mungkin?" Jawab Sari sedikit ketus. Sari tak suka dengan sikap sombong yang di tunjukkan oleh Arkhan."Maaf dengan mbak siapa?" tanya Pak agung menyela pembicaraan keduanya yang terlihat memanas."Saya Sari Pak, saya ini sahabatnya Nadine dari sebelum dia memiliki usaha ini!" jawab Sari sopan karena menyadari yang berbicara adalah orang yang lebih tua."Perkenalkan nama saya agung Yudistira...! InsyaAllah saya adalah ayah kandung dari Nadine...!"j
"Bantu aku untuk mendapatkan beberapa helai rambut Nadine, atau kalau tidak potongan kukunya juga boleh...!"kata Sari meminta tolong."Gampang kalau masalah itu, besok kan hari Senin, biasanya Nadine selalu memotong kukunya di hari itu...! kesunahan katanya...!"jawab Ine yang langsung menerbitkan senyum di bibir Sari.Tak berselang lama, Nadine pun turun dari lantai atas, Ia menatap curiga ke arah Ine dan juga Sari."Ada apa Mbak? Apakah ada sesuatu yang tak aku ketahui? Atau kalian menyembunyikan sesuatu dari aku?"Tanya Nadine penuh curiga.Ine dan Sari saling menatap kemudian mengarahkan pandangan mereka secara bersamaan ke arah Nadine."Nggak ada...!"jawab keduanya bersamaan. Bahkan gerakan gelengan kepala pun mereka lakukan secara bersamaan juga."Apaan sih kalian itu? Jangan membuatku semakin curiga deh...! kalian benar-benar tidak menyembunyikan sesuatu dariku kan?"Tanya Nadine yang semakin curiga."Serius...! sumpah deh...!"lagi-lagi serempak mereka berkata menjawab pertanyaan
Ine berpikir keras tentang tugas yang diberikan Sari kepadanya, dia berdoa dalam hatinya supaya urusannya dipermudah, entah rambut ataupun kuku yang akan didapatkannya nanti, yang jelas dia akan berusaha untuk mendapatkan salah satu diantara keduanya tersebut supaya mudah untuk Sari melakukan tes DNA seperti yang dikatakan oleh orang yang mengaku sebagai orang tua Nadine tadi. "Semoga dewi Fortuna memang sedang membersamaimu Din, kamu berhak bahagia..!"batin Ine dalam hatinya."Din, nanti malam aku tidur sama kamu ya? Aku lagi kangen, pengen tidur bareng Gibran..!" Izin Ine dengan maksud terselubung.Nadine mengerutkan keningnya kemudian bertanya karena merasa aneh dengan sikapnya Ine."Tumben Mbak Ine mau tidur sama aku? Ada maksud apa ini?"tanya Nadine. "Bukan mau tidur sama kamu, tapi aku ingin tidur dengan Gibran. Entah terakhir kali kapan aku tidur sama dia...! memangnya tidak boleh apa Aku kangen sama anak ganteng itu?"jawab Ina menyanggah yang menjadi kecurigaan Nadine."Ya s