"Apa?""Iya, Mona meminta untuk mencegah anak anak menerima nafkah pemberian darimu, apakah aku harus diam saja?" Tanyaku sambil mengangkat dagu, pura pura berani padahal takut sekali."Kenapa dia sampai bicara seperti itu?""Karena ingin menguasai semua yang kau miliki untuk dia dan anaknya. Apa kau tidak peka?!""Tapi itu mustahil....""Mustahil apanya, dia memang datang dan mengatakan itu, kalau tidak percaya tanya saja langsung, jangan hanya mendengar satu pihak saja," jawabku sambil memegangi tanganku yang sakit akibat cengkramannya. Kesal sekali rasanya, ketika aku yang tidak menyulut masalah malah dipermasalahkan."Kalau begitu aku akan bicara kepada Mona?""Lalu bagaimana dengan tanggung jawabmu yang sudah mendorong dan menyakitiku aku tersungkur dan barang-barangku terjatuh ke lantai. Apakah kau tidak akan bertanggung jawab dengan itu?!""Maafkan aku," ucapnya lirih. Dia segera berinisiatif untuk membereskan kardus-kardus yang terjatuh lalu merapikannya kemudian mendekat pada
Beberapa saat aku terdiam sembari memperhatikan Mas ALvin yang perlahan-lahan menjauhi tempat pesta ini."Kenapa kau terdiam?" tanya Mas Eko saat memperhatikan perhatianku teralihkan."Aku kembali mengingat beberapa kejadian dalam hidupku, rentetan kesakitan dan kesulitan, tapi malam ini semuanya terbayarkan dengan kebahagiaan yang luar biasa.""Oh ya?""Ya, dan aku ingin sekali mengatakan padamu dari hatiku yang terdalam, bahwa aku berterima kasih pada Tuhan telah mendatangkan dirimu dalam hidupku," balasku sambil membisikinya di telinga kirinya."Terima kasih sayang," ujarnya sambil sekali lagi mencium pipi.Usai sesi dansa dan bersulang, aku minta izin untuk menepi sebentar, beralasan ingin membaur dengan tamu padahal aku hanya ingin keluar mencari angin segar. Kuseret gaun mewah panjang yang kini membungkus tubuhku, bukan cuma corak dan bahan yang mewah, di gaun itu ada gengsi, martabat dan kehormatan keluarga Mas Eko, jadi, aku harus memperlakukannya dengan Istimewa."Mau keman
Pagi begitu berbeda rasanya setelah malam panjang yang bertabur kebahagiaan, meriahnya acara pertunangan semalam dan berbagai keromantisan yang terjadi antara aku dan Mas Eko membuat diri ini tak bisa berhenti tersenyum."Bunda, boleh minta susu?""Boleh," jawabku pada Gema."Bunda terlihat senang dan terus tersenyum," goda Rina sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya."Ya Alhamdulillah.""Bunda cantik dan bahagia semalam ya, tapi sayang Papa enggak."Hah, aku terkejut mendengar kalimat anakku. Jadi, semalam ia sempat melihat ayahnya? Sungguh itu mengejutkan sekali. "Apa, kalian bertemu ayah?""Ya, kami ketemu dengannya, cuman ayah enggak nyapa, hanya ngeliat dari jauh saja.""Lalu, kenapa kalian tidak menyapa duluan?""Malu, juga banyak orang nyapa kami, jadi gak enak sama suasana juga."Aku langsung tergelak mendengar jawaban anakku, lucu dan terdengar dewasa sekali, tidak enak dengan suasana."Tidak ada suasana yang akan berubah Anda kalian menyapa ayah kalian.""Tapi, Om Eko
Beberapa saat kemudian, uang yang kupinta dari Mas ALvin akhirnya masuk ke rekeningku. Aku yang masih duduk di meja kasir sambil menunggu pemberitahuan ponsel masih memperhatikan gerak-gerik Mona yang terlihat resah gelisah menunggu di kursi tamu.Kuhitung beberapa lembar uang hingga mencapai 5 juta lalu aku ke depan untuk membawanya ke hadapan Mona."Ini uangnya," ucapku sambil melempar uang itu ke pangkuannya "Ya Allah, mbak baik sekali...." Wanita itu tersungkur bahagia dan memberi sujud syukur, tapi sebelum ia benar benar bahagia aku harus mengutarakan syaratku."Ya, aku pasti akan membantumu, tapi kau juga harus memberi janji bahwa kau tidak akan mengusik dan menggangguku lagi, juga anak anak," jawabku."Pasti Mbak, saya pastikan itu tidak akan terjadi.""Juga, biarkan anak anak tetap ke rumah ayahnya dan bertemu neneknya dengan leluasa!" ujarku sambil melipat tangan di dada."Ya.""Juga jangan cemburui aku, karena aku tidak tertarik lagi dengan Alvin.""Iya.""Bagus," jawabku s
Beberapa saat kemudian, uang yang kupinta dari Mas ALvin akhirnya masuk ke rekeningku. Aku yang masih duduk di meja kasir sambil menunggu pemberitahuan ponsel masih memperhatikan gerak-gerik Mona yang terlihat resah gelisah menunggu di kursi tamu.Kuhitung beberapa lembar uang hingga mencapai 5 juta lalu aku ke depan untuk membawanya ke hadapan Mona."Ini uangnya," ucapku sambil melempar uang itu ke pangkuannya "Ya Allah, mbak baik sekali...." Wanita itu tersungkur bahagia dan memberi sujud syukur, tapi sebelum ia benar benar bahagia aku harus mengutarakan syaratku."Ya, aku pasti akan membantumu, tapi kau juga harus memberi janji bahwa kau tidak akan mengusik dan menggangguku lagi, juga anak anak," jawabku."Pasti Mbak, saya pastikan itu tidak akan terjadi.""Juga, biarkan anak anak tetap ke rumah ayahnya dan bertemu neneknya dengan leluasa!" ujarku sambil melipat tangan di dada."Ya.""Juga jangan cemburui aku, karena aku tidak tertarik lagi dengan Alvin.""Iya.""Bagus," jawabku s
Malam bergulir larut, kurebahkan diriku di peraduan dengan tubuh berbalut gaun satin berwarna peach. Kucoba untuk membuat diri senyaman mungkin dan berpikiran santai. Sembari membayangkan ledakan kemarahan di sudut lain kota ini.Aku yakin terjadi pertengkaran hebat malam ini antara Mona dan Mas Alvin, akan ada kehebohan dan berbagai perdebatan yang menyakitkan antara dia dan suaminya. Sementara di sisi lain mantan ibu mertua akan kebingungan melihat anak dan menantunya yang ribut-ribut saja. Sudah banyak beban dengan cucunya yang disabilitas dia pun harus mendengarkan pertengkaran demi pertengkaran.Oh ya, aku juga lupa, meski Mas ALvin merebut rumah dariku, herannya dia tidak menempatinya dengan Mona, ia malah tetap bertahan tinggal dengan ibu mertua. Entah dia menyewakannya atau malah telah menjualnya, aku tidak mengerti. Tapi yang pasti itu aneh. Mungkinkah bahwa mantan suamiku tidak nyaman membawa wanita lain ke dalam rumah yang sudah kami bangun bahu membahu dengan keringat d
Terbungkam oleh ucapanku, pria itu hanya terdiam sambil menggigit bibirnya dan menundukkan wajah, dia menatap cangkir kopi yang masih mengebulkan uap panas tanpa menyentuhnya sedikitpun, entah, mungkin dia malu atau apa, tapi aku tidak paham sama sekali.Aku yang tidak mau banyak berkomentar kemudian beralih ke bench dapur untuk menyiapkan roti lapis baginya. Kubawakan roti dan meletakkannya di atas meja, lantas kududukkan diriku di depannya."Kamu tidak akan bersiap mandi dan berdandan untuk duduk di balik meja kasir tokomu.""Aku bukan seorang pimpinan perusahaan atau owner sebuah butik sehingga harus tampil cantik dan elegan, aku hanya Nyonya sebuah toko dan bisa berpenampilan seperti apa saja," jawabku sambil tertawa.Melihatku yang mengenakan celana pendek selutut dan baju kaus dengan rambut dikuncir bundar ke atas, pria itu hanya memandang lekat, lalu menelan ludah. Entah rindu atau menyesal meninggalkanku, aku akan menikmati perasaan derita yang kini ia rasakan."Kenapa?""Han
"Kau di sini?" tanya Mas Eko yang juga tidak kalah terkejut dengan kehadiran Mas ALvin yang tiba-tiba datang ke toko kami."Kupikir aku akan makan siang dengan anak-anak dan ibunyaz tapi ternyata kedatanganku salah," ucapnya sambil segera berjongkok dan memunguti makanan-makanan yang berserakan di lantai.Mas Eko yang merasa tidak enak juga akhirnya memberi isyarat padaku untuk bicara dengan Mas ALvin. Sebenarnya aku sendiri dilema sekali antara harus tetap berdiri dengan mas Eko atau pergi menunjukkan empati ke hadapan Mas ALvin tapi Mas Eko akan tersinggung. Namun dia adalah lelaki dewasa yang sangat pengertian jadi Mas eko tetap memintaku untuk bicara dengan Alvin."Mas ..." Kuhampiri dia yang sedang memungut ayam goreng dan sausnya, sepertinya makanan itu sudah tidak layak dimakan karena sudah jatuh ke tanah."Gak apa apa, kamu sama dia aja," ucapnya sambil tetap memungut, aku membantunya tapi dia mencegahku dengan mencekal pergelangan tanganku."Cukup, gak usah," bisiknya sambil
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank