Beranda / Rumah Tangga / Biar Aku yang Pergi, Mas / Bab 06, Kembali Bertemu

Share

Bab 06, Kembali Bertemu

Penulis: Indah Idris
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-22 10:58:48

Dasya baru sampai di rumahnya saat setelah pukul lima sore, karena keasyikan bersama Dini tasi, dia sampai lupa ke toko kuenya saking serunya bertemu dengan Doni—teman kuliahnya dulu. Mereka menghabiskan waktu hampir beberapa jam hanya membicarakan hal konyol di masa kuliah mereka, dan juga hal yang menyenangkan tentunya bagi Doni.

Setelah menyadari waktu berjalan begitu cepat, dan ada yang harus dilakukan Dasya dengan bahan-bahan dapur dibelinya tadi. Dasya pun berpamitan dengan Doni untuk pulang setelah menghabiskan nasi goreng yang tadi Dasya pesan di tukang abang-abang pinggir jalan.

Ya, Doni mengajak Dasya makan siang. Niat Doni ingin berterima kasih kepada Dasya karena telah memberi banyak kenangan manis. Sebab sering menjadi tameng untuk dirinya dari orang-orang sering menjahati Doni. Awalnya, Dasya menolak, tetapi terus dipaksa oleh Doni sehingga mau tidak mau pun, Dasya ikut saja, tidak enak karena Doni begitu antusias dan serius mengajaknya.

Jadi, Dasya pun meminta Doni untuk dirinya sendiri yang memilih tempat di mana mereka akan makan. Dan penjual kaki limalah yang menjadi opsi terbaik Dasya. Sebenarnya, Doni ingin mentraktir Dasya di restoran di Supermarket itu, tetapi karena Dasya sudah memilih Doni pun ikut saja.

Doni sebenarnya tidak masalah dan dia pun sering makan di tempat seperti itu. Menurut Doni di mana pun tempatnya asal bersih juga halal dan yang terpenting rasanya enak. Ya, ayo, ayo saja. Tidak akan jadi masalah.

Senyum Dasya yang sejak tadi bertengger di bibir mungilnya itu, tiba-tiba surut hilang entah ke mana kala melihat mobil Aren yang memasuki pekarangan rumah mereka. Dasya berdiri di dekat pintu memperhatikan Aren dari jauh. Pria tampan itu turun dari mobil, berjalan ke arah Dasya.

Dasya masih menatap ke arahnya. Namun, Aren seolah menganggap Dasya tidak ada dan tidak akan pernah ada. Sehingga dia berjalan dengan santai tanpa ada niat untuk menyapa istrinya sekedar basa-basi. Namun, ketika sudah di dekat Dasya. Aren terlihat melirik sebentar ke arah Dasya memperhatikan tas belanjaan di tangan gadis itu, lalu berjalan melewati Dasya tanpa sepatah-kata pun.

Mau bagaimana lagi, Dasya memang tidak pernah diinginkan. Helaan napas Dasya terdengar berat. Aren yang masih tidak terlalu jauh dari gadis itu dapat mendengar jelas hal tersebut. Yang menandakan kekecewaaan Dasya begitu besar yang Aren ciptakan.

Meskipun, Aren pun kadang merasa bersalah, tetapi itu hanya perasaan yang singgah saja. Tidak menetap apalagi bisa mengubah keadaan yang ada.

‘Biarlah seperti ini, sampai dia menyerah dan pergi,' batin Aren.

Ya, selama lima tahun ini Aren selalu berusaha agar Dasya menyerah, pada hubungan yang seharusnya tidak pernah terjalin. Namun, kesabaran Dasya menghadapi Aren selama ini dengan segala sikap dan perilaku pria itu membuat Aren mengakui Dasya gadis yang hebat. Karena bisa bertahan selama lima tahun lamanya menghadapi dirinya. Padahal, kalau dipikir dan diingat-ingat Aren sudah banyak sekali melukai Dasya, bahkan mungkin tidak bisa dihitung lagi.

Walaupun begitu, hati Aren tidak bisa terketuk untuk mengubah tujuan awalnya. Dia benar-benar menginginkan perceraian, tetapi masih belum berani mengajukan duluan akibat kakeknya. Dia mau Dasyalah yang mengajukannya, tetapi melihat usaha Dasya merebut hati Aren dan terus bersabar dan mengalah membuat Aren kesal kepadanya. Sehingga Aren memperlakukannya dengan sangat tidak baik.

“Harusnya, kau mengalah saja, Sya. Tidak perlu memberi banyak tameng di hatimu untuk menghadapiku. Menyerahlah, dan tata kembali hatimu untuk yang lain saja,” gumam Aren menatap ke arah Dasya yang kesulitan membawa barang belanjaannya ke dapur dari atas tangga.

Aren menghela napas kasar. Rasa ingin membantu setiap Dasya kesulitan selalu ada, tetapi rasa gengsi juga selalu lebih mendahuluinya. Sehingga Aren hanya bisa menatap Dasya, lalu pergi begitu saja membiarkan istrinya itu kesulitan sendirian.

***

“Haah ... Akhrinya, selesai juga.” Dasya mendesah lega ketika semua barang belanjaannya sudah ditata dengan rapi di tempat masing-masing. Senyumnya mengembang melihat dapurnya kembali terisi banyak bahan dapur, membuat Dasya bersemangat dan ingin segera memasak.

Di saat Dasya sedang mengemasi kantung kresek ingin menyimpannya ke tempat seharusnya, tiba-tiba suara deru mobil di luar membagi fokusnya. Keningnya mengerut, dia bertanya-tanya siapa yang sedang berkenjung ke rumahnya saat malam seperti ini.

Kakek Aren sedang di luar negeri. Hanya pria sepuh itu saja yang selalu berkunjung malam-malam ke rumahnya, yang kadang membuat Aren kesal. Sebab, dia akan ber-akting mesra dengan Dasya di depan pria tua itu. Namun, Dasya pikir itu bukan kakeknya. Sebab, pria itu belum kembali dari luar negeri, lalu siapa? Tanya Dasya dalam hati.

Tidak ingin terus bertanya-tanya dan hanyut dalam ketidakpastian, Dasya pun berjalan ke luar untuk melihat siapa yang datang. Dan betapa terkejutnya kala melihat mobil yang terparkir dan orang yang ke luar dari mobil tersebut. Seseorang yang dia tidak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan tadi.

“Doni,” gumam Dasya pelan.

Kening Dasya semakin mengerut dalam saat melihat seseorang yang juga ikut turun dari mobil milik Doni, lalu pria 26 tahun itu kemudian membantu pria yang baru saja ke luar dengan berjalan ke arah Dasya yang terbengong melihat ke duanya.

“Kakek, kalian—“

“Ada apa, Dasya?! Kau terlihat terkejut seperti sedang melihat hantu saja,” sela kakek mertuanya itu membuat Dasya salah tingkah. Cepat-cepat gadis itu mengubah ekspresinya.

“Ah, agak sedikit terkejut, Kek.”

“Kenapa?” tanya pria tua itu. “Apa ada yang salah dengan kedatangan Kakek? Atau Kakek datang di waktu yang tidak tepat.”

Dasya menghela napas kasar, lalu membenarkan perkataan kakeknya dalam hati. Pria itu memang tidak datang di waktu yang tepat. Sebab, di saat mood Aren yang begitu hancur pasti akan membuat Dasya pun merasakan dampaknya nanti.

“Ya, sepertinya, Kek. Soalnya, Dasya belum masak,” bisik Dasya pada pria tua itu membuatnya sontak tertawa.

“Oh, hahah ... Kalau itu, sih. Kakek tidak akan masalah menunggu. Kakek kangen masakanmu.”

Dasya dan kakek mertuanya asyik bercanda sampai melupakan Doni yang menatapnya bingung. Melihat keakraban Dasya dengan kakeknya ini membuat Doni heran. Walaupun Doni hanya cucu angkat, tetapi dia memiliki tempat tersendiri di hati pria tua itu.

“He’em ....” Sontak ke duanya menoleh menghentikan candaan mereka dan tersadar ada yang tengah kesal karena sejak tadi diabaikan.

“Eh, Dasya. Kakek sampai lupa memperkenalkanmu dengan seseorang.” Kakek mertuanya melirik ke arah Doni yang memasang wajah jengkel. “Perkenalkan ini—“

“Kami sudah saling kenal, Kek.” Doni memotong ucapan kakeknya membuat pria tua itu mengerut sembari menatap mereka bergantian.

“Kapan? Di mana? Perasaan aku baru ingin memperkenalkanmu dengannya.”

“Kami satu kampus, bahkan satu fakultas dulu, Kek.” Bukan Doni yang menjawab, melainkan Dasya.

Kakeknya menganga mendengar penjelasan Dasya. Dia tidak menyangka Doni dan Dasya sudah mengenal sejak dulu. Hal itu baru dia ketahui sekarang ini. Doni dan Dasya tersenyum melihat raut keterkejutan kakek tua itu. Doni tidak menyangka pertemuannya tadi dengan Dasya di supermarket kembali terjadi.

***

Bab terkait

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 07, Kemarahan Hans

    “Jadi, kalian sudah saling kenal sejak kuliah dulu?” tanya Hans—kakek Aren memastikan. Baik Dasya maupun Doni kompak mengangguk mengiyakan pertanyaan Hans yang sudah diulang berkali-kali. Seolah tidak percaya kalau mereka berdua memang teman lama di saat kuliah dulu. “Kenapa bisa?” tanyanya pelan persisi gumaman. Doni mengerutkan kening mendengar hal tersebut. “Kenapa bisa bagaimana, Kek?” “Kenapa Dasya yang cantik bisa punya teman sejelek kau?!” Doni mendengus sebal ke arah Hans. Sedangkan Hans menatap Dasya dan Doni bergantian. Dasya tersenyum merasa terhibur dengan kedatangan Hans dan Doni ke rumahnya. Hal yang sama sekali tidak pernah dia dapatkan ketika berdua saja dengan Aren. “Ohiya, Kek. Kakek kapan pulang dari Malaysia?” tanya Dasya mengalihkan pembicaraan. “Hari ini, itupun karna dipaksa sama si kutu kupret ini.” Hans melirik Doni dengan lirikan tajam. Sementara, yang dilirik sama sekali tidak merasa takut, malah hanya menghela napas kasar. “Dia sudah tidak sabar untu

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 08, Harapan Doni

    Mobil Hans yang dikemudikan Doni sudah menjauh dari rumah Aren dan Dasya. Pria tua itu marah kepada Aren yang terlihat dan terdengar membentak Dasya. Aren yang tidak mengetahui keberadaan Hans, membuatnya berpikir kalau Dasya mengikutinya ingin kembali mengganggunya. Meminta sesuatu hal yang tidak pernah Aren bisa berikan kepada gadis itu. Sehingga membuat Aren membentak Dasya, agar gadis itu berhenti mengikutinya. Aren membuang napas kasar, lalu berbalik menghadap Dasya. Dia menatap gadis itu dengan tajam. Sementara, yang ditatap hanya bisa menunduk. “Kenapa kamu nggak bilang kalau yang datang itu Kakek, Dasya?” bentak Aren pada Dasya. “Mas, aku udah mau bilang ke kamu, tapi kamu malah—““Ck, kamu memang nggak pernah bisa bikin hidup aku tenang. Selalu saja menimbulkan masalah baru di hidupku.” Aren memotong kalimat Dasya, membuat gadis itu hanya bisa menghela napas kasar. Setelahnya, Aren berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan Dasya yang terdiam sambil menatap ke arah langit.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 09, Kecurigaan Doni

    Aren duduk dengan gelisah di ruangan Hans di sebuah kantor pusat milik pria tua itu. Aren diminta oleh Hans untuk menemui pria itu di tempat tersebut. Pagi-pagi sekali, tanpa sarapan Aren sudah bergegas menuju ke tempat yang sudah disuruhkan Hans kepadanya, dan di sinilah dia berada.Jantung Aren berdebar tak menentu menunggu kedatangan Hans. Pria itu terlalu bersemangat untuk bertemu, sehingga Hans belum tiba di tempat, tetapi dia sudah lebih dulu berada di sana. Tidak apa pikir Aren, setidaknya mengurangi kemarahan dari pria tua itu setelah semalam sudah membuatnya jengkel dan kesal kepadanya. Datang lebih awal semoga saja bisa mengurangi kekesalan Hans kepadanya. Aren menghela napas untuk ke sekian kalinya. Entah sudah berapa kali dia melakukannya. Rasa gelisah membuatnya tak henti-henti dirinya demikian. “Mau sampai kapan kau melakukan itu? Sampai kehabisan napas?” Suara yang khas di telinga Aren sontak membuat pemuda yang tengah duduk di kursi dekat jendela itu menoleh ke sumbe

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 10, Terlalu PD

    Aren memijit pelipisnya merasakan kepalanya berdenyut sakit. Persyaratan yang diberikan oleh Hans untuknya begitu sangat mengganggu pikiran Aren. Bagaimana bisa dia memiliki seorang anak bersama Dasya. Sementara, dia tidak pernah menyentuh gadis itu. Kalaupun dia menyentuh Dasya, dia tidak pernah sudi memiliki anak bersama gadis itu. Tidak memiliki anak saja dia sudah kesulitan lepas dari Dasya. Apalagi kalau sudah memiliki keturunan bersamanya. Aren akan lebih tidak memiliki alasan untuk beranjak pergi. Namun, dia juga membutuhkan perusahaan itu. Ini salah Aren yang tidak mau jujur kepada sang kakek perihal hubungannya dengan Dasya. Agar dia bisa mengakhiri dengan segera drama yang dua ciptakan selama ini. “Akh, sial,” umpatnya seraya memukul setir mobilnya sedikit kuat. Selama perjalanan kembali ke perusahaannya, Aren tidak begitu fokus menyetir. Pikirannya terus tertuju kepada syarat yang Hans ajukan. Aren bingung bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan perusahaan itu, menjadik

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-31
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 11, Cinta Tak Pernah Salah

    Kini Doni, Dasya, dan Mila sudah berada di sebuah resto yang tidak jauh dari toko kue milik Dasya. Mereka seperti sedang reuni bertiga. Mila tidak henti-hentinya menatap Doni, memastikan pria itu memang benar Doni—teman kuliahnya dulu. Perubahan Doni yang sekarang membuat Mila sedikit tidak percaya, tetapi mendengar semua cerita Doni semasa kuliah dulu. Membuat Mila sedikit yakin kalau dia memang Doni si Gendut, yang paling sering kena bully-an oleh teman-teman kampus lainnya. “Gue sampai nggak bisa ngenalin lo, Don,” kata Mila sembari menyeruput cappucino dingin miliknya. “Iyalah, secara sekarang aku sudah lebih tampan dari yang dulu, ‘kan?!” puji Doni dengan bangga. Mila memutar bola matanya jengah. “Iya, sih. Cuman culun-culunnya masih ada, sih, Don. Nggak hilang semuanya,” balas Mila. “Masa, sih?!” tanya Doni penasaran. Mila hanya mengangguk membuat Doni terdiam. Hidup beberapa tahun di luar negeri, dan mencoba terbiasa menghilangkan kebiasaan dulu yang sering membuatnya dibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-16
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 12, Selalu Salah

    Lama mereka berkendara akhirnya tiba juga di rumah Mila. Hujan juga sudah mulai redah membuat Dasya sedikit lega. Karena tidak harus terganggu mengendarai mobil oleh hujan lagi. “Makasih, Sya. Udah mau nganterin gue,” kata Mila. “Sama-sama, Mil.” “Nggak mampir dulu lo?” tawarnya. Dasya menggeleng. “Next time sajalah, Mil.” Mila mengangguk, dia kemudian ke luar dari mobil Dasya setelah berpamitan kepada gadis itu. Setelahnya, Dasya pun melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Mila. Gadis itu masih berada di luar, menatap pantat mobil Dasya yang mulai menjauh, dan tak terlihat lagi. Helaan napasnya terdengar kasar. Mila malah ke pikiran dengan masalah hidup yang dia alami Dasya. Masalah percintaan gadis itu begitu tidak beruntung. Dia mencintai seseorang yang sudah lima tahun belakangan ini mengabaikannya, menyakitinya di setiap ada kesempatan. Menyalahkan segala yang terjadi di hidup mereka sepenuhnya kepada Dasya. Perasaannya tak tahu apakah bisa berbalas atau tidak.Sek

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-13
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   13, Malam Pertama

    Malam yang sunyi sudah sering di lalui Dasya, bahkan kebisingan, caci maki serta bentakan sudah kenyang Dasya rasakan. Namun, malam ini Dasya merasakan sunyi yang benar-benar membuat jiwanya meronta. Keinginan tahuannya tentang alasan sunyi itu tercipta selalu memaksanya untuk bertanya. Meski ketakutan selalu menjadi hambatan. Namun, tetap saja dilakukannya. Dan ... Seperti biasa, bentakan dan caci maki. Serta disalahkan selalu menjadi jawabannya. “Diamlah, Dasya! Kau betul-betul membawa masalah dalam hidupku,” bentak Aren saat Dasya mencoba bertanya ada apa dengannya. “Mas, aku hanya bertanya ada apa denganmu? Bisa tidak usah membentakku, dan mengatakan hal menyakitkan itu semua?!” katanya lirih. Aren menatapnya dengan senyum sini. “Kenapa? Bukankah, memang begitu kenyataannya?!”Dasya menghela napas kasar. Dia tidak akan pernah menang melawan Aren. Pria itu selalu saja memikirkan perasaannya sendiri, tanpa memikirkan atau memedulikan perasaan orang lain. Egois. Ya, begitulah Are

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-19
  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 14, Mundur atau Tetap Bertahan?

    Suara tangis Dasya di tengah kesunyian malam terdengar begitu memilukan. Malam ini, benar-benar sunyi. Suara jangkrik yang biasanya berbunyi menghiasi malam. Kini tak terdengar. Dasya yang tengah bersandar di sandaran ranjang dengan menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Menoleh ke arah Aren yang tengah berbaring dengan posisi tengkurap. Suara napas yang teratur dan dengkuran halus terdengar, menandakan pria itu telah tidur dengan nyenyak. Air mata Dasya kembali mengalir. Bukan ini yang diinginkan olehnya. Bukan seperti ini. Dia memang ingin menyerahkannya kepada Aren, tetapi bukan dengan cara dipaksa dan tanpa cinta. Dasya ingin dia menyerahkannya ketika Aren telah berhasil membuka hati untun Dasya. Nama gadis itu sudah ada di dalam hati pria itu. Maka Dasya akan sangat rela memberikan apa yang telah Aren ambil malam ini. Hal yang seharusnya sudah Dasya berikan di malam pertama pernikahan mereka. Namun, malam ini Aren telah mengambilnya dengan paksa dan tanpa kelembutan sama se

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-22

Bab terbaru

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 18, Mengarang Cerita

    Doni ke luar dari mobilnya, dia berdiri di samping mobil tersebut seraya menatap ke arah bangunan di depannya. Dia sedikit ragu, tetapi juga merasa harus bertemu Dasya saat ini juga. Ya, bangunan di depan Doni adalah rumah Dasya dan Aren. Tatapan mata Doni begitu lekat. Dengan tarikan napas yang panjang, Doni kemudian meyakinkan dirinya untuk melangkah maju. “Assalamualaikum,” sapa Doni dengan mengucap salam. Dasya yang sedang berbaring di sofa ruang tamu segera beranjak duduk ketika mendengar suara yang tidak asing. Dengan suara lembut, dia membalas salam Doni. “Eh, Doni. Kamu di sini? Sama siapa?” tanya Dasya pada Doni yang berjalan mendekatinya. Doni tersenyum membalas senyum ramah milik Dasya. Senyum yang selalu mampu membuat Doni bisa jatuh cinta berkali-kali kepada gadis itu. “Iya, tadi aku ke toko kue kamu, tapi kata Mila kamu nggak masuk hari ini,” sahut Doni menjelaskan. “Ohiya, aku sendiri saja.” “Oh gitu ... Jadi tadi kamu dari toko ya?” Doni menjawab dengan anggukan

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 17, Apakah Betul Telah Membuka Hati?

    Dasya dan Aren sudah selesai sarapan. Kini Dasya masih di ruang makan sedang membersihkan peralatan masak, juga piring kotor bekas dia dan Aren makan tadi. Sementara, di luar sana. Aren tengah merapikan dasi dan kancing di pergelangan tangannya. Tatapannya mengarah ke dalam dapur, dia menatap Dasya dari kejauhan. Sejak tadi, dirinya tidak habis memperhatikan istrinya itu. Makan pun, dia sesekali melirik ke arah Dasya yang makan dalam diam. Dasya tidak biasanya seperti itu. Selama ini, Dasya begitu banyak pembahasan kepada Aren. Gadis itu akan bercerita banyak hal, menanyakan banyak hal kepada Aren. Meskipun, respon yang diberikan oleh Aren tidak sesuai dengan harapannya, bahkan melukai dirinya. Dasya tetap bertanya dan membahas hal-hal dengan senyum manis memperlihatkan lesung pipinya. Namun, kali ini berbeda, Dasya lebih banyak diam dan menunduk. Dia akan mengeluarkan suaranya kalau Aren bertanya atau memulai percakapan. Aren tahu penyebabnya. Helaan napas Aren terdengar kasar.

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 16, Aneh

    Suara gemercik air dari shower terdengar hingga ke luar kamar. Doni berdiri di bawah air tersebut, membiarkan dirinya basah. Padahal dia masih memakai pakaian lengkap. Sesekali dia mengusap wajahnya yang terus dialiri air. Pikirannya kacau, dan dia pikir dengan mandi air dingin. Kekacauan yang ada di kepalanya segera hilang. Nyatanya, semua kejadian-kejadian tadi. Bahkan beberapa tahun yang lalu kembali berputar di kepalanya. Persisi sebuah film lama yang sengaja diputar untuk ditonton kembali. Doni mengusap rambutnya ke belakang. Kepalanya didongakkan menghadap shower. Matanya terpejam dengan air yang terus mengalir. Semakin dia mencoba untuk menghilangkan kenangan itu, semakin juga setiap adegan bergantian muncul di ingatannya. Mata Doni terbuka. Kepalanya tak lagi mendongak. Tatapannya lurus ke tembok. Suara helaan napas terdengar kasar. Dirinya sudah pernah mencoba untuk melupakan, bahkan dia memaksa dirinya melakukan itu. Bertahun-tahun dia mencoba. Akan tetapi, hasilnya tida

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 15, Dipaksa Melupakan

    “Dari mana saja kamu? Sudah ingat pulang kamu?” Suara beraura menakutkan itu menghantam indra pendengaran Doni. Pemuda itu baru saja masuk ke rumah tersebut, tetapi sudah disambut dengan suara dingin milik Hans. Doni menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Hans yang sudah berdiri di dekat pintu utama. Doni bertanya-tanya dari mana munculnya orang itu. Sebab, pertama masuk ke rumah. Dia tidak melihat ada orang di sana. “Kakek,” sapa Doni. “Kakek, di sana?” tanya terlihat canggung. Hans tersenyum sinis. Sementara, Doni mengusap rambut belakangnya gusar. Dalam hati, dia menggerutu kesal. Meski sudah dipersiapkan hal ini, tetapi tetap saja aura yang dikeluarkan Hans tidak main-main menakutkannya. Wajah rentahnya tidak sama sekali mengurangi aura menakutkan. Tatapan tajam, rahang tegas yang kulitnya sudah keriput. Membuat Doni merasa was-was. “Ternyata, kau hilang seharian. Meninggalkan aku di kantor. Sampai dihubungi beberapa kali, tapi tidak respon. Itu karena kau menghilangk

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 14, Mundur atau Tetap Bertahan?

    Suara tangis Dasya di tengah kesunyian malam terdengar begitu memilukan. Malam ini, benar-benar sunyi. Suara jangkrik yang biasanya berbunyi menghiasi malam. Kini tak terdengar. Dasya yang tengah bersandar di sandaran ranjang dengan menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Menoleh ke arah Aren yang tengah berbaring dengan posisi tengkurap. Suara napas yang teratur dan dengkuran halus terdengar, menandakan pria itu telah tidur dengan nyenyak. Air mata Dasya kembali mengalir. Bukan ini yang diinginkan olehnya. Bukan seperti ini. Dia memang ingin menyerahkannya kepada Aren, tetapi bukan dengan cara dipaksa dan tanpa cinta. Dasya ingin dia menyerahkannya ketika Aren telah berhasil membuka hati untun Dasya. Nama gadis itu sudah ada di dalam hati pria itu. Maka Dasya akan sangat rela memberikan apa yang telah Aren ambil malam ini. Hal yang seharusnya sudah Dasya berikan di malam pertama pernikahan mereka. Namun, malam ini Aren telah mengambilnya dengan paksa dan tanpa kelembutan sama se

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   13, Malam Pertama

    Malam yang sunyi sudah sering di lalui Dasya, bahkan kebisingan, caci maki serta bentakan sudah kenyang Dasya rasakan. Namun, malam ini Dasya merasakan sunyi yang benar-benar membuat jiwanya meronta. Keinginan tahuannya tentang alasan sunyi itu tercipta selalu memaksanya untuk bertanya. Meski ketakutan selalu menjadi hambatan. Namun, tetap saja dilakukannya. Dan ... Seperti biasa, bentakan dan caci maki. Serta disalahkan selalu menjadi jawabannya. “Diamlah, Dasya! Kau betul-betul membawa masalah dalam hidupku,” bentak Aren saat Dasya mencoba bertanya ada apa dengannya. “Mas, aku hanya bertanya ada apa denganmu? Bisa tidak usah membentakku, dan mengatakan hal menyakitkan itu semua?!” katanya lirih. Aren menatapnya dengan senyum sini. “Kenapa? Bukankah, memang begitu kenyataannya?!”Dasya menghela napas kasar. Dia tidak akan pernah menang melawan Aren. Pria itu selalu saja memikirkan perasaannya sendiri, tanpa memikirkan atau memedulikan perasaan orang lain. Egois. Ya, begitulah Are

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 12, Selalu Salah

    Lama mereka berkendara akhirnya tiba juga di rumah Mila. Hujan juga sudah mulai redah membuat Dasya sedikit lega. Karena tidak harus terganggu mengendarai mobil oleh hujan lagi. “Makasih, Sya. Udah mau nganterin gue,” kata Mila. “Sama-sama, Mil.” “Nggak mampir dulu lo?” tawarnya. Dasya menggeleng. “Next time sajalah, Mil.” Mila mengangguk, dia kemudian ke luar dari mobil Dasya setelah berpamitan kepada gadis itu. Setelahnya, Dasya pun melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Mila. Gadis itu masih berada di luar, menatap pantat mobil Dasya yang mulai menjauh, dan tak terlihat lagi. Helaan napasnya terdengar kasar. Mila malah ke pikiran dengan masalah hidup yang dia alami Dasya. Masalah percintaan gadis itu begitu tidak beruntung. Dia mencintai seseorang yang sudah lima tahun belakangan ini mengabaikannya, menyakitinya di setiap ada kesempatan. Menyalahkan segala yang terjadi di hidup mereka sepenuhnya kepada Dasya. Perasaannya tak tahu apakah bisa berbalas atau tidak.Sek

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 11, Cinta Tak Pernah Salah

    Kini Doni, Dasya, dan Mila sudah berada di sebuah resto yang tidak jauh dari toko kue milik Dasya. Mereka seperti sedang reuni bertiga. Mila tidak henti-hentinya menatap Doni, memastikan pria itu memang benar Doni—teman kuliahnya dulu. Perubahan Doni yang sekarang membuat Mila sedikit tidak percaya, tetapi mendengar semua cerita Doni semasa kuliah dulu. Membuat Mila sedikit yakin kalau dia memang Doni si Gendut, yang paling sering kena bully-an oleh teman-teman kampus lainnya. “Gue sampai nggak bisa ngenalin lo, Don,” kata Mila sembari menyeruput cappucino dingin miliknya. “Iyalah, secara sekarang aku sudah lebih tampan dari yang dulu, ‘kan?!” puji Doni dengan bangga. Mila memutar bola matanya jengah. “Iya, sih. Cuman culun-culunnya masih ada, sih, Don. Nggak hilang semuanya,” balas Mila. “Masa, sih?!” tanya Doni penasaran. Mila hanya mengangguk membuat Doni terdiam. Hidup beberapa tahun di luar negeri, dan mencoba terbiasa menghilangkan kebiasaan dulu yang sering membuatnya dibu

  • Biar Aku yang Pergi, Mas   Bab 10, Terlalu PD

    Aren memijit pelipisnya merasakan kepalanya berdenyut sakit. Persyaratan yang diberikan oleh Hans untuknya begitu sangat mengganggu pikiran Aren. Bagaimana bisa dia memiliki seorang anak bersama Dasya. Sementara, dia tidak pernah menyentuh gadis itu. Kalaupun dia menyentuh Dasya, dia tidak pernah sudi memiliki anak bersama gadis itu. Tidak memiliki anak saja dia sudah kesulitan lepas dari Dasya. Apalagi kalau sudah memiliki keturunan bersamanya. Aren akan lebih tidak memiliki alasan untuk beranjak pergi. Namun, dia juga membutuhkan perusahaan itu. Ini salah Aren yang tidak mau jujur kepada sang kakek perihal hubungannya dengan Dasya. Agar dia bisa mengakhiri dengan segera drama yang dua ciptakan selama ini. “Akh, sial,” umpatnya seraya memukul setir mobilnya sedikit kuat. Selama perjalanan kembali ke perusahaannya, Aren tidak begitu fokus menyetir. Pikirannya terus tertuju kepada syarat yang Hans ajukan. Aren bingung bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan perusahaan itu, menjadik

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status