Callis menatap wajah Victor. Wajah Victor terlihat datar. Victor sama sekali tidak terpengaruh dengan tempat ini. Sepertinya, di sini hanya Callis yang masih menyimpan kenangan mereka. Tak apalah. Toh Callis sudah tidak mengharapkan apapun dari Victor.
“Kau mau ice cream matcha?” tawar Callis. Sejak saat Callis membelikan Victor ice cream matcha, Victor selalu memesan rasa itu.
Victor mengeluarkan seringaian sinis. “Seleraku sudah berubah. Ku rasa semua hal dari tujuh tahun lalu tidak ada apapun lagi.”
Callis hanya menunduk. Dirinya hanya menawarkan ice cream pada Victor, tapi kenapa jawaban Victor menusuk hatinya. Andaikan Victor tahu apa yang terjadi pada malam itu, mungkin Victor tidak akan membencinya seperti ini.
***
“Callie, kau akan bekerja di TBGroup sebagai asisten pribadiku.”
Callis menatap Victor dengan pandangan lelahnya. Lalu Callis mengangguk. “Bisakah kita istirahat sekarang?”
Victor memiringkan kepalanya. “Kau t
Olive lalu menatap Callis dengan pandangan memperingatkan. “Ingatlah Callis. Aku tidak peduli apapun hubunganmu dengan Victor di Indonesia. Yang pasti, kau tidak akan mendapatkan Victor. Aku dan Victor sudah memiliki ikatan.”Olive dan Victor sudah memiliki ikatan? Ikatan apa yang dimaksudnya?Callis melihat Olive yang pergi dengan anggunnya dari kamar Victor. Callis meraba dadanya. Di sana, jantung Callis berdetak dengan menyakitkan. Sepertinya, Victor memang tidak ada perasaan apapun lagi kepadanya.Callis lalu memeluk Reis yang masih tertidur di sampingnya. Tangisnya tumpah di sana.***Victor memilih untuk tidur di kamar yang tadi malam ditempati oleh Reis. Tadi, dia sempat melihat punggung Callie yang bergetar dengan memeluk Reis yang terlelap. Apakah sakitnya separah itu?Victor ingin menanyai keadaan Callie, tapi dirinya enggan. Victor tidak akan dapat menahan dirinya lagi jika Callie bersikap seperti tadi. Dirinya bukan l
Sebelum Victor menjawab ucapan Dave, satu pesan masuk ke ponselnya. Dan itu dari Olive. Olive memberi tahunya jika dirinya kesakitan sekarang.“Aku akan menghubungimu nanti, Dave.”[Kau akan menyesal, Victor. Olive tidak sebaik yang kau kira.]Itu adalah ucapan Dave sebelum Dave memutus panggilannya. Untuk saat ini, fokusnya adalah Olive yang meringkik ke sakitan di rumahnya. Salahkan Abraham yang memberikannya pelajaran untuk berdedikasi dan bertanggung jawab akan segala sesuatu. Maka sekarang, Victor akan bertanggung jawab dengan apa yang telah dirinya perbuat.“Callie, aku akan ke rumah Olive. Mungkin aku pulang malam.”***Sejak hari di mana Victor mengatakan bahwa dirinya menemui Olive, Victor semakin sering keluar dan mengunjungi Olive. Awalnya, Victor akan memberitahunya jika akan mengunjungi Olive. Namun, beberapa hari ini Victor pergi tanpa memberitahunya.Sudah sekitar tiga minggu Callis bekerja di pe
“Hei, bagaimana keadaan Meghan?” Callis menengokkan kepalanya saat mendengar suara yang tadi didengarnya di panggilan.“Dia saat ini-”“Callista?” Ucapan Callis terputus saat lelaki itu menyebut namanya.“Kau mengenalku?” Callis memiringkan kepalanya dengan menatap lelaki ini dengan intens. Lelaki ini mengetahui namanya. Mungkin saja temannya saat kuliah. Tapi tidak. Callis sama sekali asing dengan wajah itu.“Ah itu….” Lelaki di hadapannya hanya menggaruk kepalanya. Dia merutuki mulutnya yang keceplosan memanggil nama wanita yang ada di hadapannya. Dirinya tadi hanya bingung, bagaimana bisa Callis berada di sini.“Apa kita pernah bertemu?” tanya Callis sekali lagi karena lelaki itu tidak meneruskan ucapannya.“Aku teman Victor.” Callis hanya menganggukkan kepalanya paham. “Tapi bisakah kau menyembunyikan kejadian ini dari Victor?”*
Callis menekan kombinasi angka sandi di samping pintu apartemen Victor. Begitu pintu terbuka, Callis dapat melihat Victor yang duduk di sofa dengan menatapnya tajam. Victor beranjak dari duduknya dan menghampiri Callis.“Apa yang kau lakukan sampai pulang larut malam?” Victor mengatakannya dengan nada tajam. Dave dapat melihat raut wajah Callis yang tegang karena intimidasi Victor.“Aku-”“Easy, bro. Aku yang mengajak Callis jalan-jalan.” Dave mengatakannya dengan santai. Dirinya sama sekali tidak terganggu dengan tatapan tajam Victor yang mengarah padanya. “Sudahlah, Callis. Jangan pikirkan Victor. Setelah ini tidur lah. Kau terlihat kelelahan. Aku akan menjemputmu besok saat pulang kerja.”Dave mendorong Callis agar memasuki unit Victor dan menutup pintu unit tersebut. Dave berjalan keluar dari lobby dengan perasaan senang. Dirinya sangat puas melihat wajah Victor yang merah padam menahan
Victor hanya menggeliatkan tubuhnya malas. Victor membuka matanya sekilas dan kembali menutup matanya dengan lengan kanan. Callis masih tidak menyerah untuk membangunkan Victor.“Diamlah, Callie. Aku hanya ingin istirahat. Besok ada meeting pagi.”“Victor, kita makan ya?”“Aku lelah, Callie. Biarkan aku istirahat.”Callis merasa bersalah karena membuat Victor kelelahan. “Victor, jangan membuatku semakin merasa bersalah. Ayo kita makan.” Callis tidak berhenti untuk merayu Victor. Saat ini, kesehatan Victor adalah yang nomor satu.Victor akhirnya mau membuka matanya. “Aku akan makan, asal kau berjanji untuk merawatku besok dan tidak pergi dengan Dave.”Callis bingung sekarang. Dirinya sudah berjanji pada Meghan dan Dave, tapi Callis juga tidak mungkin meninggalkan Victor yang sedang sakit seperti ini. Tapi Callis juga tidak bisa mengingkari janjinya dengan Meghan. Callis sedikit mende
Sebenarnya, Callis bisa saja meminta orang ini untuk meluruskan keslaahpahaman di antara dirinya dan Victor. Namun Callis tidak memilih cara itu karena dirinya tahu betul jika lelaki ini tidak lagi bisa dipercaya. Callis takut jika lelaki itu semakin memperunyam masalah, seperti tujuh tahun yang lalu.“Callista, ku mohon. Bisakah kita berbicara sebentar saja?” Callis langsung menghentakkan lengannya yang dicekal oleh lelaki itu.“”Ku pikir tidak ada yang perlu kita bahas untuk saat ini,” ucap Callis dengan nada dingin.“Callista, tolonglah. Aku benar-benar telah merasa bersalah setelah kejadian itu,” ucap lelaki itu dengan nada lemah.“Bukankah itu memang tujuanmu? Kau sudah mencapai tujuanmu, maka tinggalkan aku. Sekarang,” tekan Callis.“Callista, aku benar-benar menyesal. Biarkan aku memperbaiki semua kessalahnku di masa lalu.”“Kau kira aku masih wanita polos seperti
“Victor, aku tahu kau menuntut jawaban dariku. Tapi sungguh, tidak terjadi apapun. Aku hanya memikirkan beberapa hal yang tidak penting. Salah satunya, aku homesick.”“Apa kau konyol? Homesick? Bahkan kau menghabiskan empat tahun untuk kuliah di sini. Jangan bercanda padaku, Callie.”“Astaga, bahkan orang yang sudah menghabiskan setengah waktunya di negara orang juga bisa merasakan homesick, Victor. Sudahah, Victor. Aku tidak ingin berdebat denganmu. Sebaiknya kau beristirahat,” ucap Callis dengan beranjak dari ranjang Victor agar terhindar dari pertanyaan Victor lainnya.“Apakah janjimu dengan Dave termasuk hal yang kau pikirkan?” tanya Victor.“Apa yang kau mak-” Ucapan Callis terpotong saat Victor menunjukkan layar ponselnya yang menyala. Layar ponsel itu menunjukkan ruang obrolan dengan nomor yang belum disimpan olehnya.[Unknown]:Hai, Callis. Ini aku
Callis menganggukkan palanya. “Sepertinya dia mencari sesuatu di unitmu.”Victor mengibaskan tangannya. “Abaikan saja, dia sedang bekerja.” Setelah itu Victor beranjak dari ranjangnya dan hendak menuju ke tempat Adam.“Victor, makanlah dulu. Aku sudah membuatkanmu lasagna.” Callis menunjukkan nampan di tangannya kepada Victor.“Aku memiliki urusan dengan Adam, letakkan dulu di sana.” Tunjuk Victor ke arah meja kecil di kamarnya.“Jika kau memakannya nanti, ini akan menjadi dingin. Kau tahu sendiri dirimu tidak menyukai makanan dingin. Makanlah dulu,” gerutu Callis.Victor berdecak. “Kau cerewet sekali. Kau bisa menghangatkannya nanti.”“Astaga, Victor. Apa kita harus berdebat hanya untuk makan siang? Kau hanya perlu memakan ini lalu kau bisa menghampiri Adam. Sekarang sudah waktunya kau meminum obat, Victor.” Callis menahan emosinya karena Victor. Ya Tuhan, V