The Lightcrown Claws Pack pagi ini dikejutkan oleh teror dari gagak hitam yang membawa surat berdarah. Surat yang bertuliskan kecaman bagi para penghuni istana khususnya para pimpinan mereka.
Ruangan ini juga sudah dipenuhi oleh para petinggi istana; Alpha Jonathan, Luna Irene, Alpha Nick, Luna Lea dan
Beta Romeo hancur? Tentu saja. Bagaimana ia tak hancur jika Ratu istana ini tak sadarkan diri dan sekarang berada dalam bopongnya. Bagaimana ia akan menjelaskan kepada pimpinannya alasan apa yang masuk akal karena semua kecerobohannya. Ia ceroboh karena tidak bisa menjaga pack dengan damai. Tak bisa dipungkiri tangannya semaki
Hutan belantara, banyaknya pohon besar dan suasana yang mencekam tak membuat pria yang memiliki tinggi lebih dari 185 cm itu goyah. Tekad yang selama ini ia pendam akhirnya membumbung tinggi layaknya burung-burung yang terbang bebas di angkasa. Tak menampik, dirinya sejak pagi tak bisa tenang. Ia butuh kekuatan tapi hanya ada kemudi yang sedari tadi ia cengkeram dengan sangat kuat. Pedal gasnya sudah ia injak dalam-dalam agar sampai ke tempat tujuan. Pa
Rena masih memperhatikan pria yang berada dibalik kemudinya. Mereka berdua sama-sama terluka, tak bisa memendam kebahagiaan dan kesedihan secara bersamaan. Ia juga bisa melihat pria tampan itu berulang kali mengusap matanya yang berair. Tak ada pembicaraan dari keduanya, tapi Rena masih menatap lekat pria itu dengan mata memerah. Tak peduli juga luka-luka yang sudah tergambar di seluruh tubuhnya. "Apa kau benar? Kau adalah kakakku?" tanya Rena bergetar.
Romeo mengelap sudut matanya yang sudah basah. Tangannya masih memegang ranting yang sedari tadi ia genggam, ranting yang menjadi kenangan buruk untuk mereka berdua terakhir kali. Kakinya goyah, hampir tak bisa berpijak. Andai saja ia memiliki tongkat untuk menopang tubuh, bisa dipastikan ia menginginkannya. Ia tak mau terlihat lemah, ia tak mau terlihat lusuh. Apalagi di depan para warior yang menghormati dirinya.
Tangan Romeo kebas. Darah sudah bercucuran hingga sampai ke lantai. Semua yang ia perbuat belum apa-apa dibandingkan dengan perbuatan Jordan yang menusuknya dari belakang.Pria itu telah menjadi monster yang paling menakutkan dan bersekutu dengan iblis. Menyekutukan Moongoddess dan memilih menjalani aliran sesat. Siapa yang berani-berani mempengaruhi pikiran lelaki itu? Siapa dalangnya? Siapa yang berani mencuci otak adik kecilnya hingga pria itu menjadi tidak terkendali seperti ini.
“Sandra, kau bisa bawakan handuk untukku? Panas Romeo sudah tidak bisa terkontrol lagi!” Jovial sangat panik apalagi ia sudah mengecek suhu tubuh Romeo yang hampir mencapai 113 Fahrenheit. Termometernya sudah sampai terjatuh di lantai.Ia dengan segera membopong Romeo memasuki kamar mandi dan membaringkan tubuh besar itu ke dalam bathup, membiarkan Romeo yang semakin meronta karena kedinginan. Kulit Romeo sampai memerah karena demam yang melanda tubuhnya, begitu juga air panas yang menyelimutinya.
Wajah Rena semakin kaku. Ia juga merasakan tangannya yang banjir karena keringat. Tubuhnya yang semakin panas menunjukkan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Bukan karena suhu udara yang meningkat, dan bukan juga karena ia kelelahan. Tapi, karena semua orang yang berada di tempat ini. Ini terlalu ramai! Dan sekarang ia tidak suka dengan keramaian.Di sana, ia melihat para anak-anak berjingkrak untuk berebut balon dari badut. Di ujung sana lagi, banyak para pasangan yang sedang mengantre untuk menaiki wahana berbahaya—menurutnya—
Sejak hari itu. Hari di mana Zachary ikut dalam perayaan festival musim gugur, pria yang memiliki rambut hitam kecokelatan dengan gaya panjang nan dikucir kuda itu selalu datang ke rumah mereka. Lebih tepatnya saat matahari masih berada di arah jarum jam empat. Di saat awan-awan sudah hampir kekuningan dan juga burung-burung mulai beterbangan ke sana-kemari."Kopi?" sodor Rena dengan cup berwarna krim muda dan ada logo ternama yang terdapat di wadah kopi yang masih mengeluarkan asap itu.
Dari berbagai hal yang membuat Rena bingung adalah dia mendapati banyaknya orang yang datang ke ruangannya. Orang yang sama sekali asing di matanya. Mungkin jika di hitung, jumlah orang di ruangan ini ada lebih dari dua puluh orang, itu termasuk dengan pria yang memiliki tinggi badan sama seperti suaminya. Pria besar yang hanya diam saja di pojok ruangan dan juga depan pintu.Ia menatap suaminya yang saat ini memasang wajah pias. Pria itu ada di sampingnya sambil memegang tangannya erat.“
Romeo tergagap dengan kalimat demi kalimat yang istrinya lontarkan. Seperti mendapatkan tikaman tajam yang tepat di ulu hatinya Ini sungguh menyesakkan. Apa yang ditakutinya akhirnya terjadi juga.Sedikit demi sedikit Rena akhirnya tahu identitas sebenarnya. Sedikit demi sedikit memori itu akhirnya datang lagi.“Dengarkan aku dulu,” ucap Romeo masih mencoba untuk bisa meminta pertolongan pengertian dari tatapan matanya. Namun, ia bisa melihat bagaimana pandangan sorot Rena yang berub
Sepertinya Romeo memang tidak bisa meninggalkan Rena sendiri atau membiarkan perempuan itu berpikiran yang macam-macam. Buktinya sudah beberapa kali Romeo mendapati Rena berbicara macam-macam yang menyangkut tentang masa lalunya. Hal yang membuat Romeo semakin waswas.Bukan karena apa. Tapi karena ia sendiri takut jika ingatan Rena kembali dan menjauhi dirinya. Ia takut jika istrinya itu kembali mengingat masa kelam yang sudah terkubur lama.“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Romeo
Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Sekarang adalah dua tahun pernikahan Rena dan juga Romeo. Di tahun kedua ini mereka benar-benar diberikan keberkahan oleh Moongoddes. Begitu sabarnya Romeo menghadapi sikap kanak-kanak yang Rena berikan.Wanita itu, bertingkah seperti anak kecil yang sedang kehilangan susu. Lihat saja sekarang, wanita muda itu merajuk karena Romeo sama sekal tidak menanggapi perkataannya.Bukan karena Romeo sengaja, melainkan karena pria itu sendiri sedang sibuk dengan
[ Gunung Fuji - Jepang ]Ini sudah hari kedua mereka ada di sini, menikmati destinasi yang begitu mengagumkan. Negeri Matahari Terbit itu sungguh membuat para turis betah di sini.Lihatlah Rena! Dia sedang bermain dengan bunga-bunga yang berada di Danau Kawaguchi. Tanaman phlox berwarna merah muda membuat pinggiran sungai itu tampak sangat cantik.
Rena semakin heran saat tidak mendapati darah keperawanannya di kasur. Bukankah setiap perawan pasti ada darah, atau paling tidak bercak kecil di sana. Tapi, di kasur putih itu tak terdapat apa-apa.“Mau sampai kapan kau terus memandangi kasur ini, Rena?” Romeo datang dan sudah tercium sangat harum Pria itu telah mandi lebih dulu karena mencoba meredakan gejolak nafsu yang masih dominan.Pria itu memeluk Rena dari belakang dan mengel
Rena masih saja sesenggukan karena pria yang ada di atas ranjang ini tidak juga membuka mata sejak satu jam yang lalu. Pria bodoh yang telah hampir kehilangan nyawa karena bertengkar dengan Kak Ben.“Sudahlah, Rena, dia tidak akan pernah mati. Dia memiliki sembilan nyawa.” Ben bersender di dinding. Rambutnya masih basah karena aksi penyelamatan Romeo yang terdengar gila.Pria korban budak cinta itu mencoba untuk meyakinkan Ben dengan
Mata Rena berbinar saat mendapati seorang pria yang datang untuk menemuinya. Seorang paling tampan menurutnya yang pernah ia kenal. Dalam hidupnya, ia tak pernah melihat pria yang begitu dominan tapi bisa membuat hatinya berbunga-bunga.Ia sudah kenal pria itu hampir setengah tahun lamanya. Pria yang dikenal dengan nama Romeo Riley. Awalnya, yang ia tahu, pria itu sering datang ke rumah hanya ingin bertemu dengan Ben. Namun, lama-kelamaan justru ia yang menjadi lebih dekat.
Euforia di pack Lightcrown Claws Pack semakin meriah karena Beta yang paling mereka cintai akhirnya bisa membuka mata dan hadir ditengah-tengah mereka saat ini. Tak peduli jika Romeo yang sekarang memiliki fisik yang tak sempurna. Kakinya yang tak bisa menapak sepenuhnya, tak membuat para rakyat memandang remeh. Bagaimanapun jika diadu dengan orang normal pasti Romeo yang akan menang."Selamat atas keberhasilanmu, Nak." Jovial selaku ayah kandung dari Beta itu memberikannya beberapa kali ucapan. Padahal, sedari tadi ia telah mengucapkannya sampai membuat telinga Romeo berdenging. Begitu juga dengan ibunya,