Wajah Rena semakin kaku. Ia juga merasakan tangannya yang banjir karena keringat. Tubuhnya yang semakin panas menunjukkan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Bukan karena suhu udara yang meningkat, dan bukan juga karena ia kelelahan. Tapi, karena semua orang yang berada di tempat ini. Ini terlalu ramai! Dan sekarang ia tidak suka dengan keramaian.
Di sana, ia melihat para anak-anak berjingkrak untuk berebut balon dari badut. Di ujung sana lagi, banyak para pasangan yang sedang mengantre untuk menaiki wahana berbahaya—menurutnya—
Sejak hari itu. Hari di mana Zachary ikut dalam perayaan festival musim gugur, pria yang memiliki rambut hitam kecokelatan dengan gaya panjang nan dikucir kuda itu selalu datang ke rumah mereka. Lebih tepatnya saat matahari masih berada di arah jarum jam empat. Di saat awan-awan sudah hampir kekuningan dan juga burung-burung mulai beterbangan ke sana-kemari."Kopi?" sodor Rena dengan cup berwarna krim muda dan ada logo ternama yang terdapat di wadah kopi yang masih mengeluarkan asap itu.
Peralihan Musim Gugur, Black Forest.Dedaunan kuning sudah jatuh hingga mengambang di permukaan tanah yang terdapat sisa-sisa air karena hujan semalam. Terdengar juga cicit burung yang saling bersahutan guna mencari makan bersama-sama dengan gerombolan yang lain. Alam tampak cerah, begitu juga dengan sinar matahari yang sedikit demi sedikit menerangi bumi.Tapi tidak dengan wilayah jantung di hutan Black Forest
“Aku tidak bisa melakukan ini!” Tangan Jovial bergetar. Bayangan buruk sudah semakin menghantuinya sejak beberapa menit yang lalu. Apalagi melihat anak semata wayangnya tidak sadarkan diri dengan luka di leher. “Dia akan mati … dia akan mati!”Ia tidak berani melakukan tindak apa pun pada Romeo, walau ia dokter spesialis sekalipun. Jika ada yang salah, ia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri seumur hidup. Romeo sekarat ... ia tahu, ia melihat tidak ada kehidupan lagi dalam wajah pucat pria itu. Tinggal menunggu waktu saja sampai pada saat malaikat kematian menghampiri anak itu.
Ben ketar-ketir saat waktu sudah menunjukkan waktu petang. Sedangkan Rena dan juga Zach belum terlihat batang hidungnya. Sebenarnya ke mana mereka? Apakah bermain di dalam hutan sangat menyenangkan sekali hingga mereka lupa waktu akan pulang?"Sudahlah biarkan saja. Lagi pun, mereka sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri." Ava yang sedari tadi mengerti kegelisahan suaminya. Pria berambut sedikit ikal itu sudah mondar-mandir dan sesekali melihat jam.
Rena menatap kakaknya dengan gamang. Ia sudah lama memendam pikiran ini. Pikiran yang belum terjawab juga. Entah dari kakaknya atau Kak Ava yang mau membuka mulut. Mereka seakan menutup kebenaran ini dengan sangat apik."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rena saat mereka sedang berduaan di ruang televisi. Awalnya Rena memberitahukan pada Ava untuk tidak ikut campur karena ia akan berbicara dengan kakaknya dari hati ke hati."Apa?" Kening Ben m
Rena menatap tubuhnya yang menghadap cermin. Gaun berwarna merah gelap yang menjuntai hingga betis membuatnya terlihat lebih anggun. Rambut yang diikat menjadi ekor kuda juga memperlihatkan leher putihnya. Bukan karena sesuatu ia memakai pakaian yang berbeda seperti ini, hanya saja ia ingin dan tanpa memiliki alasan yang jelas.“Kau ingin ke mana?” tanya Ava yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Rena. Ketukan pintu sedari tadi tidak digubrisnya membuat ia berani memasuki ruangan besar itu. “Apakah kau ingin berkencan dengan seorang lelaki? Apakah dia adalah Zach?”
"Apa yang sedang kau lakukan?!" Suara itu membuat jantung Rena bertalu-talu. Ia sudah berbaring dan menyamakan dirinya dengan ilalang-ilalang. Apakah dirinya masih ketahuan juga?Ah, tidak mungkin. Raven sudah memberikannya ramuan penghilang aroma tubuh. Ini pasti salah!Tanah yang ia rasakan semakin bergetar dan itu membuktikan bahwa sang antek iblis itu segera mendekat. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Rena hanya menggenggam gaunnya untuk mencari kekua
Rena menatap Romeo dengan prihatin. Pria itu masih tergolek di lantai marmer hitam di tengah-tengah aula besar. Sebenarnya ia terkejut karena Romeo mau menjadi pagar untuk dirinya dari serangan Aries. Ia masih ingat dengan jelas bahwa seumur-umur Romeo tak mau membelanya dari siksaan semua orang yang ada di istana.Tangannya membelai pipi Romeo yang semakin tirus. Tak ada cahaya di mimik wajah pria itu."Tak usah memedulikannya lagi!" Tarikan Aries pada len
Dari berbagai hal yang membuat Rena bingung adalah dia mendapati banyaknya orang yang datang ke ruangannya. Orang yang sama sekali asing di matanya. Mungkin jika di hitung, jumlah orang di ruangan ini ada lebih dari dua puluh orang, itu termasuk dengan pria yang memiliki tinggi badan sama seperti suaminya. Pria besar yang hanya diam saja di pojok ruangan dan juga depan pintu.Ia menatap suaminya yang saat ini memasang wajah pias. Pria itu ada di sampingnya sambil memegang tangannya erat.“
Romeo tergagap dengan kalimat demi kalimat yang istrinya lontarkan. Seperti mendapatkan tikaman tajam yang tepat di ulu hatinya Ini sungguh menyesakkan. Apa yang ditakutinya akhirnya terjadi juga.Sedikit demi sedikit Rena akhirnya tahu identitas sebenarnya. Sedikit demi sedikit memori itu akhirnya datang lagi.“Dengarkan aku dulu,” ucap Romeo masih mencoba untuk bisa meminta pertolongan pengertian dari tatapan matanya. Namun, ia bisa melihat bagaimana pandangan sorot Rena yang berub
Sepertinya Romeo memang tidak bisa meninggalkan Rena sendiri atau membiarkan perempuan itu berpikiran yang macam-macam. Buktinya sudah beberapa kali Romeo mendapati Rena berbicara macam-macam yang menyangkut tentang masa lalunya. Hal yang membuat Romeo semakin waswas.Bukan karena apa. Tapi karena ia sendiri takut jika ingatan Rena kembali dan menjauhi dirinya. Ia takut jika istrinya itu kembali mengingat masa kelam yang sudah terkubur lama.“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Romeo
Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Sekarang adalah dua tahun pernikahan Rena dan juga Romeo. Di tahun kedua ini mereka benar-benar diberikan keberkahan oleh Moongoddes. Begitu sabarnya Romeo menghadapi sikap kanak-kanak yang Rena berikan.Wanita itu, bertingkah seperti anak kecil yang sedang kehilangan susu. Lihat saja sekarang, wanita muda itu merajuk karena Romeo sama sekal tidak menanggapi perkataannya.Bukan karena Romeo sengaja, melainkan karena pria itu sendiri sedang sibuk dengan
[ Gunung Fuji - Jepang ]Ini sudah hari kedua mereka ada di sini, menikmati destinasi yang begitu mengagumkan. Negeri Matahari Terbit itu sungguh membuat para turis betah di sini.Lihatlah Rena! Dia sedang bermain dengan bunga-bunga yang berada di Danau Kawaguchi. Tanaman phlox berwarna merah muda membuat pinggiran sungai itu tampak sangat cantik.
Rena semakin heran saat tidak mendapati darah keperawanannya di kasur. Bukankah setiap perawan pasti ada darah, atau paling tidak bercak kecil di sana. Tapi, di kasur putih itu tak terdapat apa-apa.“Mau sampai kapan kau terus memandangi kasur ini, Rena?” Romeo datang dan sudah tercium sangat harum Pria itu telah mandi lebih dulu karena mencoba meredakan gejolak nafsu yang masih dominan.Pria itu memeluk Rena dari belakang dan mengel
Rena masih saja sesenggukan karena pria yang ada di atas ranjang ini tidak juga membuka mata sejak satu jam yang lalu. Pria bodoh yang telah hampir kehilangan nyawa karena bertengkar dengan Kak Ben.“Sudahlah, Rena, dia tidak akan pernah mati. Dia memiliki sembilan nyawa.” Ben bersender di dinding. Rambutnya masih basah karena aksi penyelamatan Romeo yang terdengar gila.Pria korban budak cinta itu mencoba untuk meyakinkan Ben dengan
Mata Rena berbinar saat mendapati seorang pria yang datang untuk menemuinya. Seorang paling tampan menurutnya yang pernah ia kenal. Dalam hidupnya, ia tak pernah melihat pria yang begitu dominan tapi bisa membuat hatinya berbunga-bunga.Ia sudah kenal pria itu hampir setengah tahun lamanya. Pria yang dikenal dengan nama Romeo Riley. Awalnya, yang ia tahu, pria itu sering datang ke rumah hanya ingin bertemu dengan Ben. Namun, lama-kelamaan justru ia yang menjadi lebih dekat.
Euforia di pack Lightcrown Claws Pack semakin meriah karena Beta yang paling mereka cintai akhirnya bisa membuka mata dan hadir ditengah-tengah mereka saat ini. Tak peduli jika Romeo yang sekarang memiliki fisik yang tak sempurna. Kakinya yang tak bisa menapak sepenuhnya, tak membuat para rakyat memandang remeh. Bagaimanapun jika diadu dengan orang normal pasti Romeo yang akan menang."Selamat atas keberhasilanmu, Nak." Jovial selaku ayah kandung dari Beta itu memberikannya beberapa kali ucapan. Padahal, sedari tadi ia telah mengucapkannya sampai membuat telinga Romeo berdenging. Begitu juga dengan ibunya,