Pagi-pagi sekali, Adrian mulai membuka mata. Dia meringis sambil memegangi kepala yang terasa sakit. Meraba-raba tempat tidur di sampingnya."Di mana Cindy?" Adrian duduk lalu mengedarkan pandangan, melihat ke sekeliling ruangan. Kosong. Tidak ada Cindy di mana-mana.Perlahan, Adrian bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan mengelilingi ruangan apartemen, mencari Cindy. Namun, dia tidak menemukan apapun.Adrian merogoh saku celana dan menyadari dompetnya hilang. "Sial!" Dia memukul tembok dengan keras hingga menimbulkan memar di tangannya."Cari wanita bernama Cindy sampai ketemu! Dia sudah menipuku." Adrian menelepon seseorang dan memberikan perintah. Detik itu juga, dia segera meninggalkan apartemen.Adrian pulang ke rumah, dan tidak menemukan siapapun. "Ke mana Hanna?" gumamnya. Dia mencari ke seluruh ruangan dan tidak menemukan Hanna di mana pun.Adrian kembali memukul tembok dengan kesal. Dia memegangi perutnya yang keroncong
“Ke mana saja kamu, Hanna?” Adrian menatap tajam Hanna saat istrinya itu baru saja datang ke rumah. Dia melihat jam tangan, lalu berkata, “Ini sudah hampir malam hari. Ke mana saja kamu seharian ini?"Mendengar Adrian yang menatapnya penuh amarah, Hanna bukannya ketakutan, dia malah tersenyum senang. “Akhirnya kamu mengkhawatirkan aku, suamiku,” ucapnya seraya berjalan mendekati Adrian dan mengedipkan mata.“Mengkhawatirkanmu? Itu tidak mungkin terjadi.” Adrian menatap jijik Hanna.“Lain kali, setidaknya kamu menyelesaikan semua pekerjaan rumah terlebih dulu sebelum pergi. Lihatlah, rumah ini terlihat kotor dan berdebu. Perutku lapar dan tidak ada satu pun makanan yang bisa dimakan,” ocehnya panjang lebar.“Jadi hanya karena itu kamu marah kepadaku? Kamu hanya mengkhawatirkan rumah yang kotor dan berdebu.” Hanna melengkungkan bibirnya ke bawah. Dia mengambil posisi duduk di sebelah Adrian.“Memangnya apa yang kamu pikirkan? Kamu berpikir aku mengkhawatirkanmu? Jangan harap!” ketus Adri
Elmira keluar dari kolong tempat tidur dengan kepala penuh dengan kotoran dan sarang laba-laba. Dia bersembunyi di kolong tempat tidur saat Adrian sedang menggeledah rumah Ricky.Elmira mengibas-ngibaskan rambutnya yang penuh dengan debu dan kotoran. Dia menyipitkan mata melihat Ricky yang berlari masuk ke dalan kamar. Elmira mendekati Ricky yang sedang membuka lemari. Dia menggerak-gerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk mengintip benda yang berada di lemari Ricky. 'Apa yang sedang disembunyikan Ricky di lemari itu?' gumamnya ingin tahu.“Apa itu, Ricky?” Elmira bertanya penasaran. Dia berjalan mendekati Ricky.“Bukan apa-apa.” Ricky segera menutup lemarinya dan menoleh ke arah Elmira. Raut wajah Ricky terlihat tegang. Elmira menyipitkan mata menatap Ricky. Dia merasa gerak-gerik Ricky sangat aneh dan mencurigakan, tetapi dia tidak ingin mengutarakan dan membahasnya lebih lanjut. “Baiklah. Aku hanya ingin mengucap
"Memangnya kenapa jika Adrian melaporkan kita ke polisi? Apa dia mempunyai bukti yang bisa memberatkan kita?" tanya Hanna. Dia masih tersenyum santai."Kenapa kamu masih bisa tersenyum, Hanna. Kita sedang dalam bahaya. Selain dugaan pencurian, kita juga bisa terkena kasus penipuan." Ricky serius menjelaskan."Penipuan?" Hanna mengerutkan kening tidak mengerti. "Memangnya kita menipu dia dalam hal apa?"Ricky mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya kembali. "Bukankah kamu berkenalan dengan Adrian menggunakan nama Cindy? Jika sampai Adrian tahu, dia bisa melaporkanmu dengan kasus penipuan atau pemalsuan identitas. Apalagi kamu juga mengambil dompetnya."Sebuah ide muncul di kepala Ricky. Dia memajukan wajahnya, lalu berkata bersemangat, "Sekarang ikuti saranku. Sebaiknya kamu temui Adrian secepatnya. Kembalikan dompet itu dan minta maaflah kepadanya." "Kamu percaya jika aku mengambil dompet itu?" Hanna menyipitkan mata menatap Ricky
"Sekarang, jelaskan padaku sejelas-jelasnya. Siapa wanita itu? Siapa dia sebenarnya?" Elmira terus mendesak Ricky untuk menjawab pertanyaannya. "Dari mana kamu mengenal wanita murahan itu?" lanjutnya bertanya sambil menyipitkan mata.Tiba-tiba, Ricky menghentikan mobilnya secara mendadak."Turunlah!" ujarnya pada Elmira. "Turun dari mobilku sekarang," lanjutnya tegas.Elmira menatap jalanan malam yang sepi. "Kamu tega menurunkan aku di sini?" protesnya pada Ricky. "Kamu tahu, 'kan, aku belum mendapatkan tempat tinggal setelah keluar dari apartemen Adrian. Setidaknya biarkan aku tinggal di tempatmu sampai aku mendapatkan tempat tinggal yang baru," ucapnya.Ricky tersenyum miring. "Kamu datang kepadaku saat Adrian sudah membuangmu," ucapnya bernada mengejek. "Sekarang kamu tahu, 'kan, rasanya dibuang? Coba ceritakan padaku, bagaimana rasanya?" lanjutnya seraya tertawa puas.Elmira tersenyum kecut. "Tertawalah sepuasnya. Kamu pasti sangat pu
“Siapa nama istri Adrian? Kamu pasti mengetahuinya, Elmira.” Ricky mengulangi pertanyaannya pada Elmira. Dia mendesak Elmira agar segera menjawab pertanyaan itu.“Mana aku tahu. Adrian tidak pernah memberi tahuku tentang istrinya. Aku juga tidak peduli.” Elmira menjawab santai. Dia berjalan mendekati Ricky dan mulai membuka kancing bajunya.“Aku ingin berganti pakaian. Pergilah. Atau, kamu sengaja ke sini karena ingin melihatku berganti pakaian?” Elmira tersenyum genit. Ricky menutupi kedua mata dengan telapak tangan. Dia bergegas keluar dari kamar Elmira dan menutup pintu dengan kencang."Elmira benar-benar sudah gila,” gumam Ricky sambil bergidik ngeri. Dia memejamkan mata, jantungnya berdegup kencang. Dia berusaha mengatur napas. “Tahanlah dirimu Ricky,” gumamnya seraya memegangi dada.Hanna berjalan masuk ke dalam kamar dengan perasaan sedih. Dia berdiri di depan meja rias dan menatap wajahnya yang terpantul di kaca rias.'
“Dari mana kamu mengetahui semuanya?” Hanna terkejut saat Ricky tiba-tiba datang ke rumahnya. Ricky tidak hanya datang secara tiba-tiba, dia juga mengetahui satu fakta yang disembunyikan Hanna darinya, bahwa Hanna adalah istri Adrian.Ricky tersenyum kecut. “Seharusnya kamu mengatakan semuanya dari awal, Hanna. Kenapa kamu tidak berkata jujur sejak awal, bahwa kamu sudah menikah, dan Adrian adalah suamimu?” Dia terus melangkah maju mendekati Hanna.Hanna berjalan mundur menjauh dari Ricky. Dia tidak mengerti dengan sikap Ricky yang menjadi menakutkan. “A-ada apa denganmu, Ricky?” tanyanya terbata-bata.Ricky kembali tersenyum kecut. “Sekarang semuanya sudah jelas. Kenapa kamu selalu menjauh saat aku mendekatimu, tapi tak pernah menghindar saat Adrian mendekatimu. Aku sempat berpikir, kenapa setiap wanita yang dekat denganku selalu berpaling pada Adrian.” Dia menghentikan kalimatnya sejenak untuk mengambil napas, lalu menertawakan dirinya sendiri.
"Makanan apa yang kamu berikan kepadaku, Hanna! Kenapa perutku tiba-tiba sakit setelah memakan masakanmu!”Adrian berteriak dari dalam kamar mandi. Hanna terkekeh saat melihat teriakan Adrian. Membayangkan Adrian sedang buang air besar di WC sambil meringis dan memegangi perutnya yang melilit membuat dia merasa bahagia di atas penderitaan suaminya."Kamu sengaja mau membunuhku?" Tiba-tiba Adrian sudah berada di dalam kamar Hanna. Dia melangkah maju mendekat ke arah Hanna yang sedang berbaring di tempat tidur."Kamu pikir aku akan diam saja? Aku akan membalas perbuatanmu." Adrian berjalan semakin maju. Dia menatap Hanna dengan tatapan mengerikan.Hanna mengangkat tubuhnya hingga dia setengah duduk di tempat tidur. Dia terus mundur menjauhi Adrian.Adrian terus maju dan naik ke atas tempat tidur Hanna yang sempit, hingga Hanna terpojok ke tembok."Apa yang mau kamu lakukan Adrian?" teriak Hanna panik. Tidak biasanya dia melihat Adr
Tiba waktunya pulang kerja. Saat berjalan di trotoar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Seorang lelaki menurunkan kaca jendela mobil dan memindai Hanna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Adegan ini mengingatkan Hanna pada Ricky. Namun kali ini Hanna lebih berdebar karena pria yang sedang dia hadapi adalah atasan kerjanya. "Ada apa, Pak?" tanya Hanna ragu-ragu. Dia bertanya-tanya di dalam hati, kesalahan apa yang dia perbuat sampai membuat marah atasannya. Apa Pak Alan sedang marah kepadanya? Dia memejamkan mata dan menundukkan kepala, menutupi rasa gugupnya. "Kamu pulang sendirian, Hanna?" Akan bertanya basa-basi. "Eh?" Hanna mengangkat wajahnya menatap Alan. Bibir ranumnya ternganga. "Bapak bertanya apa?" Dia bertanya untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. "Apa kamu pulang sendirian?" Alan mengulangi pertanyaannya."Oh ya, saat di luar jam kantor, jangan memanggilku "bapak". Aku belum setia itu." Alan berkata dengan suara bariton. "Panggil aku "Alan
Hanna kembali ke ruang kerjanya. Dia tersenyum senang sambil menikmati makanan. Beruntung sekali rasanya, di saat perut sedang lapar, tiba-tiba sudah ada makanan siap tersaji di meja kerjanya. Jadi tidak perlu susah-susah memesan atau membeli makanan di luar kantor. Hanna terlalu asyik menikmati makanan hingga tidak menyadari jika diam-diam Alan sedang tersenyum memperhatikannya. Telepon Alan berdering. Lelaki itu segera mengangkat telepon dan berbicara pada orang di seberang. "Kamu tenang saja. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja. Dia aman di sini." Alan berbicara dengan suara bariton pada sesorang di seberang telepon. "Sebentar lagi jam kerja. Jangan terlalu sering menggangguku." Alan menutup telepon dengan cepat. Dia kembali memperhatikan Hanna dan tersenyum tipis. Adrian merebahkna tubuhnya di sofa depan televisi rumahnya. Dia bersendawa sambil memegangi perutnya yang kekenyangan.Hampir saja Adrian tertidur saat tiba-tiba pintu rumahnya berbunyi. Dengan malas Adrian
"Mengundurkan diri?" Hanna mengerutkan kening, tidak mengerti bisa-bisanya rekan kerjanya meminta dia untuk mengundurkan diri dan mundur dari pekerjaan yang baru saja dia dapatkan. Padahal, mendapatkan pekerjaan itu bukanlah hal yang mudah. Jika dia mundur, belum tentu dia bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Terlebih, dia sangat butuh uang untuk menafkahi dirinya sendiri setelah perpisahannya dengan suami. Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. "Iya, kamu harus mengundurkan diri secepatnya." Anita menatap tajam Hanna dan tersenyum sinis. Hanna membalas tatapan Anita, lalu berkata, "Memangnya apa urusanmu? Apa dengan menjadi sekretaris aku merugikanmu? Kenapa aku harus mengundurkan diri?" Dia benar-benar tidak mengerti. "Tentu saja. Bukankah sudah kubilang jika seharusnya akulah yang menjadi sekretaris direktur? Aku lebih lama kerja di sini dari pada kamu." Anita bersikukuh. "Maaf, Mbak Anita. Aku paham, sepertinya kamu sangat menginginkan posisi sebagai sekretaris. Namun, s
Hanna serius sekali mempelajari berkas-berkas yang ada di meja. Dia bertekad untuk bekerja dengan maksimal dan tidak ingin mengecewakan perusahaan yang telah menerimanya bekerja. Hanna masih merasa tatapan Alan tertuju kepadanya. Dia merasa risih dan salah tingkah. Karena merasa terus diperhatikan oleh Alan, konsentrasi Hanna menjadi terganggu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Hanna menoleh ke arah kaca dan merapikan kerudung hitam yang dia kenakan. Rasanya tidak ada yang aneh dengan penampilannya. Perusahaannya memperbolehkan karyawan wanitanya untuk berhijab. Apakah direkturnya itu sedang mengawasi pekerjaannya? Gawat, mungkin dia akan dipecat sewaktu-waktu jika ketahuan melakukan kesalahan. Hanna kembali sibuk membuka-buka berkas. Dia tidak ingin memberi kesan buruk pada direktur sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Jam istirahat akhirnya tiba. Perut Hanna tiba-tiba berbunyi. Dia merasa sangat lapar karena tadi pagi lupa sarapan. Sepanjang pagi tadi dia bekerj
Elmira berjalan menjauh dari rumah Adrian dengan hati penuh dendam. Dia benaknya terus berputar bayangan saat Adrian mengusirnya dari rumah dan tidak mengakui calon bayi yang dikandungnya. "Kamu wanita licik, Elmira! Kamu pasti menggunakan alat itu untuk memaksaku menerimamu," teriak Adrian dengan tatapan mengerikan. "Aku tidak bohong. Bukankah kita pernah melakukannya? Ingatlah malam-malam saat kita bersama, Adrian," lirih Elmira. Tatapannya begitu memohon. Dia sangat berharap Adrian mau mengakui anak di kandungannya. "Kamu pikir aku percaya? Aku tidak akan pernah mempercayaimu, Elmira. Pergilah dari rumah ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Kata-kata Adrian yang begitu menyakitkan bagi Elmira. "Oh ya? Kamu tidak percaya? Bagaimana kalau aku mempunyai bukti?" Elmira menantang Adrian. "Bukti apa yang kamu maksud?" Adrian tidak mau kalah. Dia tidak akan terpedaya oleh wanita licik seperti Elmira. "Bukti apa lagi, tentu saja bukti saat kita bercocok tanam." Elmira tersenyu
Hampir satu jam lamanya Hanna menunggu di bangku yang terletak di depan perusahaan PT. Cahaya Cosmetics. Sesekali dia melihat jam tangan. Hanna melihat beberapa orang mulai memasuki kantor perusahaan. "Bagaimana, Pak? Apa saya bisa bertemu dengan pemilik perusahaan ini?" Hanna kembali menghampiri seorang satpam dan bertanya. Belum sampai satpam itu menjawab, sorang berbadan kekar menghampiri Hanna. "Ehm, kamu bukannya wanita yang kemarin?" Lelaki kekar itu menatap lekat Hanna. Hanna membalas tatapan lelaki kekar itu. Memang, wajah dan perawakan lelaki itu tidak asing. Tapi di mana mereka pernah bertemu? Hanna mengingat-ingat. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Hanna bertanya hati-hati. "Kamu melupakannya? Kamu wanita yang menabrakku kemarin, 'kan?" ucap lelaki berbadan kekar itu. Hanna baru mengingatnya. Dia laki-laki yang dia tabrak sebelum jadwal interview di perusahaan lain. Kejadian tabrakan yang membuatnya ketinggalan sesi interview dan kehilangan kesempatan untuk diter
Pagi-pagi sekali, Hanna sudah terbangun dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Dia membuka ponsel dan tersenyum ketika melihat pesan dari Ricky. Dia segera berdiri dan bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke alamat yang dikirimkan Ricky. Sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Tidak mengapa. Itu saja sudah cukup, dari pada tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Hanna merapikan kemeja panjang yang ia kenakan, lalu berjalan cepat mendekati bangunan perusahaan. Bukan gedung yang tinggi. Bangunan perusahaan itu lebih mirip dengan rumah sederhana. Di depan bangunan itu bisa dibaca dengan jelas papan bertuliskan PT. Cahaya Cosmetics. Rupanya selama ini Ricky menjadi agen kosmetik yang diproduksi oleh perusahaan milik sepupunya sendiri. Itu tidak terlalu buruk. "Maaf, ada yang bisa dibantu, Bu?" Seorang satpam berusia setengah baya dan berkumia datang mendekati Hanna. "Maaf, Pak. Saya ingin bertemu pemilik perusahaan ini." Hanna menjawab pasti. "Maaf, Bu. Tapi apa Ibu sudah membua
Hari ini, terhitung sudah lima kali Adrian bolak-balik ke kamar mandi. Makanan dari Elmira telah sukses membuat perut Adrian error. Entah apa yang diberikan Elmira ke dalam makanan itu hingga membuat isi perut Adrian terkuras habis. Bukannya kenyang, sekarang dia malah kelaparan. Adrian melirik jam tangan. Dia ingin pergi untuk membeli makanan, tetapi hari sudah larut. Ah, seandainya Hanna masih di rumah itu, Hanna tak akan membiarkan dirinya kelaparan. Adrian memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memegangi perut, menahan lapar. Sementara itu, di tempat tidur lain, Hanna sedang bersiap untuk tidur. Dia terlihat tidak bersemangat. 'Jangan sedih, Hanna. Masih ada kesempatan yang lain. Terus berdoa dan berusaha. Semoga lain kali kamu beruntung.' Monolog Hanna dalam hati.Sebuah bayangan terlintas di benak Hanna. Wanita itu sedang mengingat kejadian pagi tadi di perusahaan tempatnya melamar kerja.Seorang lelaki kekar mengulurkan tangannya pada Hanna yang sedang t
"Jika kamu tidak mau pulang menemui Adrian, kamu bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu, Hanna. Sementara itu, kamu bisa memikirkan lagi tentang keputusanmu bercerai. dengan Adrian." Ricky berkata hati-hati. Tidak ingin menyinggung perasaan Hanna. "Keputusanku sudah bulat. Aku mau bercerai dengannya," tegas Hanna. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya."Kamu yakin?" Ricky menyipitkan mata menatap Hanna. Dia bertanya ragu-ragu. "Kamu meragukanku? Apa menurutmu aku harus melanjutkan hubunganku dengan pria seperti dia?" Hanna balik bertanya. Dia tahu jika Ricky tidak pernah menyukai Adrian. Seharusnya dia mendukung keputusannya bercerai, bukan malah mempertanyakan dan meragukannya. "Bukan seperti itu maksudku. Justru aku merasa salut kepadamu karena berani mengambil keputusan tegas itu." Ricky menjelaskan. "Kebanyakan wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja akan berpikir seribu kali untuk bercerai dengan suaminya. Jika mereka bercerai dengan suamin