“Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu sampai rumah,” ujar Ricky seraya menyetir mobil. Sialnya, mobil Ricky tiba-tiba mogok.
“Maafkan aku, Hanna. Bimo memang sering mogok. Apa kamu bisa menyetir mobil?" tanya Ricky. Bimo adalah sebutan Ricky untuk mobil bututnya. Hanna mengangguk pasti."Baiklah, kalau begitu tolong setirin Bimo, biar aku mendorongnya,” ujar Ricky. Dia bergegas turun dan mendorong mobil butut itu.Saat sedang serius menyetir mobil yang didorong Ricky, tiba-tiba mobil Adrian menyalip. Mobil Adrian menghadang mobil Ricky hingga membuat Hanna terkejut.Adrian turun dari dalam mobil dan mengetuk jendela mobil Ricky. “Turunlah, Cindy. Aku akan mengantarmu pulang. Bukankah aku sudah bilang, kamu akan menderita jika hidup bersama pria miskin itu?” ujarnya seraya melirik sinis Ricky yang masih berada di belakang mobil.Ricky berjalan mendekati Adrian. Dia melihat jam tangan, lalu bertanya kepada Hanna, “Ini sudah malam, Cindy. Aku tidak masalah jika kamu pulang bersama Adrian. Aku bisa mengatasi mobil ini sendiri." Dia menatap Hanna menunggu reaksi wanita yang menjadi kekasih pura-puranya itu.“Tidak perlu. Bukankah katamu, kita berangkat bersama, maka kita juga harus pulang bersama?” Hanna menjawab Ricky, lalu dia bertanya kepada Adrian, “Kenapa kamu sendirian? Di mana calon istrimu yang seorang model dan bintang iklan paling cantik itu?” Dia melirik mobil Adrian yang kosong. Elmira tidak terlihat ada di sana.Adrian baru menyadari, dia meninggalkan Elmira di gedung tempat acara reuni tadi. Namun, dia tidak mau ambil pusing. “Elmira sudah pulang lebih dulu,” jawabnya berbohong.Sementara, di depan gedung reuni, Elmira berdiri seorang diri. Dia melihat jalanan dan jam tangan bergantian. “Ke mana perginya Adrian? Berani-beraninya dia meninggalkan aku sendirian di sini,” gumamnya seraya menendang botol minuman hingga mengenai kepala Reyhan yang sedang melintas menggunakan motor trail.Reyhan menghentikan motornya secara mendadak. Dia meringis sambil mengusap-usap kepalanya yang benjol dan terasa sakit akibat botol minuman yang ditendang oleh Elmira. “Siapa yang melakukan ini?” Dia mengambil botol minuman yang tergeletak di jalan, lalu menoleh dan mencari tersangka penyebab benjol di kepalanya. Wajahnya yang penuh tato terlihat sedang marah dan semakin menyeramkan. Namun, saat melihat Elmira sedang berdiri seorang diri di seberang jalan, seketika rasa kesal dan amarahnya lenyap, berganti dengan senyuman.Reyhan memutar arah motor trail yang dia kendarai. Dia menghampiri Elmira, lalu berkata tanpa basa-basi, “Kamu sendirian, Elmira? Bagaimana jika aku mengantarmu pulang?”Elmira melihat Reyhan dengan ragu-ragu. Penampilan Reyhan yang urakan sedikit membuatnya ketakutan. Dia memundurkan langkah menjauhi Reyhan tanpa menjawab pertanyaan lelaki bertato itu.Reyhan turun dari motor dan berjalan mendekati Elmira. “Jangan takut denganku. Bukankah kita ini teman? Aku tidak mungkin berbuat jahat pada temanku,” bujuknya.“Pergi! Aku bisa pulang sendiri." Elmira berkata ketus pada Reyhan.“'Apa kamu yakin? Ini sudah malam, Elmira. Tidak ada taksi di sekitar sini. Sebentar lagi tengah malam dan orang-orang jahat akan berkeliaran di sini. Kamu dalam bahaya jika tidak segera pulang sekarang, Elmira.” Reyhan tidak menyerah membujuk Elmira agar mau pulang bersamanya. Namun, Elmira terus diam tidak menanggapi.“Baiklah, aku pulang duluan. Aku tidak bertanggung jawab jika sesuatu terjadi kepadamu,” ujar Reyhan seraya berjalan menuju motornya.“Tunggu! Aku ikut pulang denganmu.” Elmira berkata terbata-bata. Ragu-ragu, dia berjalan mengikuti Reyhan.Reyhan tersenyum senang. Dia segera mempersilakan Elmira naik di atas motornya, lalu bergegas melajukan motor trail itu membelah jalanan kota.Adrian memilih untuk meninggalkan mobilnya di pinggir jalan. Dia berjalan mengikuti Ricky yang sedang mendorong Bimo.“Menyerahlah! Lebih baik kalian pulang bareng aku saja. Tinggalkan saja mobil bututmu itu di pinggir jalan. Mobil bututmu itu juga tidak akan laku jika dijual. Dia akan aman walau semalaman di sini. Tidak akan ada yang mau mencurinya,” gumam Adrian seraya terus berjalan mengikuti Ricky.“Diamlah! Sebaiknya kamu pergi jika tidak mau membantu,” ujar Ricky dengan napas terengah-engah. Dia terus mendorong mobil, tidak menghiraukan perkataan Adrian.“Baiklah, aku akan membantumu. Tapi kamu harus menyerah dan ikut denganku jika mobil bututmu tetap tidak bisa jalan.” Dengan terpaksa, Adrian ikut mendorong mobil Ricky. Sebenarnya dia tidak sudi membantu Ricky mendorong mobil butut itu. Semuanya dia lakukan hanya demi bisa berlama-lama bersama Cindy.Dalam hitungan detik, tiba-tiba mobil Ricky melaju kencang meninggalkan Adrian dan Ricky yang sedang mendorongnya. Hanna menoleh ke belakang dan tersenyum menyeringai. Dia sengaja melajukan mobil dengan kencang meninggalkan dua laki-laki yang sedang mendorong mobil itu.“Maafkan aku, Ricky. Adrian tidak boleh mengetahui sandiwara kita. Dia tidak boleh tau jika aku adalah Hanna, istrinya,” gumam Hanna seraya melajukan mobil dengan kencang.Ricky hanya bisa bengong saat mobil yang sedang dia dorong malah melaju kencang meninggalkannya. Sementara Adrian berlari masuk ke dalam mobil miliknya dan segera melajukan mobil itu untuk mengejar Hanna.“Hey, Tunggu! Jangan tinggalkan aku!” Ricky berlari mengejar Adrian, tetapi sudah terlambat. Mobil Adrian telah melaju kencang meninggalkannya.Ricky ngos-ngosan sambil memegang kedua lutut dan menatap dua mobil yang saling berkejaran. “Ah, sial! Bagaimana ini?” Dia berdiri dan mendengkus kesal. Mengibaskan tangan ke sembarang arah, lalu memutar tubuhnya. Dia benar-benar merasa lelah dan kesal.Dari kaca spion, Hanna melihat mobil Adrian yang sedang mengikutinya. Dia merasa panik dan menambah kecepatan mobil. “Aku harus bagaimana ini? Kenapa dia malah mengikutiku?” gumamnya kesal.Hanna terus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi untuk menghindari mobil Adrian. Dia memutar arah mobil menuju jalan raya yang ramai. Dia merasa sangat panik hingga beberapa kali hampir menabrak pengendara yang lain.Adrian hampir saja menyalip mobil yang dibawa Hanna, tetapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti menghadang mobilnya. “Sial!” Adrian mengerem mendadak dan mendengkus kesal. Dia membunyikan klakson dengan keras agar mobil yang menghalangi jalannya segera pergi.Hanna merasa lega setelah berhasil lolos dari kejaran Adrian. Dia memutar mobilnya dan mengambil arah jalan yang berlawanan. “Aku harus mengembalikan mobil ini pada Ricky,” gumamnya.Hanna menyusuri jalanan tempat dia meninggalkan Ricky tadi. Sudah tidak ada orang di sana. Lalu dia teringat dengan tempat pertemuan pertamanya dengan Ricky sebelum berangkat ke acara reuni. Benar dugaan Hanna. Ricky sedang berjalan menyusuri jalan itu dengan wajah menunduk ke bawah. Dia terlihat lesu.Hanna menghentikan mobil tepat di samping Ricky, lalu menurunkan kaca jendela mobil dan memindai tubuh Ricky dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Kamu terlihat seperti laki-laki yang baik. Sedang apa berdiri di pinggir jalan malam-malam begini?” tanya Hanna menirukan pertanyaan Ricky kepadanya tadi. “Cepat masuklah sebelum mobil ini mogok lagi,” ujarnya.“Hanna! Akhirnya aku menemukanmu.” Ricky bergegas masuk ke dalam mobil. “Apa kamu tahu? Aku hampir saja melapor pada polisi karena seorang wanita yang mencoba mencuri Bimo dariku,” ujarnya kesal.“Maafkan aku. Aku tidak berniat mencuri mobilmu. Aku hanya....” Kalimat Hanna terputus karena Ricky memotongnya.“Aku tau, kamu ingin menghindar dari Adrian," sahut Ricky yakin. “Aku salut padamu, Hanna. Kamu tidak tergoda pada Adrian, padahal dia tampan dan kaya. Beberapa wanita mungkin rela meninggalkan kekasihnya demi bisa mendapatkan laki-laki seperti Adrian, tapi kamu malah menghindarinya saat terang-terangan dia sedang mengejarmu,” ujarnya panjang lebar.“Aku bukan Elmira yang rela meninggalkanmu demi mendapatkan Adrian,” ujar Hanna pasti.Mendengar nama Elmira disebut, Ricky jadi teringat sesuatu. “Kita harus kembali ke gedung tempat reuni tadi, Hanna. Sepertinya Adrian meninggalkan Elmira di sana,” ujar Ricky terlihat cemas.“Ini sudah larut malam, Ricky. Bagaimana jika kamu ke sana sendiri saja? Aku harus pulang sekarang,” ucap Hanna. Dia tidak mau kemalaman sampai rumah. Bisa-bisa Adrian curiga kepadanya.“Baiklah, aku akan mengantarmu pulang lebih dulu,” ucap Ricky. “Di mana rumahmu?” lanjutnya bertanya.“Aku turun di sini saja. Tdak apa-apa. Rumahku sudah dekat. Kamu bisa kemalaman jika mengantarku pulang lebih dulu. Pergilah. Aku tahu kamu pasti mengkhawatirkan Elmira,” ucap Hanna. Dia membuka pintu hendak turun, tetapi berhenti sejenak setelah mengingat sesuatu.Hanna mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Dia memberikan ponsel itu kepada Ricky. “Tulislah nomermu di sini. Kamu masih berutang banyak kepadaku," ucapnya.Ricky bergegas menulis nomernya di ponsel Hanna. “Baiklah, terima kasih sudah mau menemaniku dan berpura-pura menjadi kekasihku malam ini. Jika butuh bantuan, kamu bisa menghubungiku kapan saja.” Dia mengembalikan ponsel Hanna setelah selesai memasukkan nomernya.Hanna berjalan pelan menu
“Pergilah, Reyhan! Atau aku akan melaporkanmu pada polisi,” ancam Elmira sembari kembali membuka mata. Saat dia membuka mata, bukan Reyhan yang berada di depannya, melainkan Ricky."Ricky?" Elmira melompat keluar dari tong sampah dan berlari mendekati Ricky. Dia berhambur ke pelukan Ricky sambil terisak-isak dan memejamkan mata. Rasa ketakutan masih menyelimuti hatinya.Ricky tidak tahu harus berbuat apa saat tiba-tiba Elmira berhambur ke pelukannya. Dia mengangkat tangan, hendak mendorong tubuh Elmira menjauh, tetapi tangisan Elmira membuatnya tidak tega. Akhirnya dia mengusap-usap pundak Elmira untuk menenangkan gadis itu.“Tenanglah, Elmira! Reyhan sudah pergi. Aku akan melindungimu,” ujar Ricky menenangkan Elmira.Elmira membuka mata dan mengangkat kepala menjauhi Ricky. “Maafkan aku," ucapnya seraya mengusap air mata. “Jangan salah paham. Aku tidak sengaja memelukmu. Aku, hanya sedang merasa takut,” ujarnya pada Ricky.“Tidak masalah. Aku mengerti. Ayo, aku akan mengantarmu pulan
"Jawab aku! Kenapa kamu ada di sini, Elmira?" Adrian mengulangi pertanyaannya. Dia memindai tubuh Elmira yang memakai pakaian laki-laki.Adrian menatap Ricky, lalu berjalan mendekatinya. "Apa yang kamu lakukan pada Elmira, hah?" teriak Adrian. Dia menatap tajam Ricky dan mengangkat tangan hendak menghajar wajah innocent pria di depannya itu.Sebelum Adrian memberikan pukulan, Ricky lebih dulu menangkis tangan Adrian. Dia tersenyum kecut. "Seharusnya kamu bertanya pada dirimu sendiri, Adrian. Di mana kamu semalam? Kamu meninggakkan Elmira sendirian di acara reuni. Elmira hampir saja mengalami situasi berbahaya karena itu," ucapnya pada Adrian.Adrian menatap Elmira dengan perasaan bersalah. "Apa itu benar, Elmira?" tanyanya lembut.Elmira mengangguk sedih. Dia kembali menangis mengingat kejadian semalam.Adrian mendekati Elmira. Dia mendekap gadis itu untuk menenangkannya.Ricky kembali tersenyum kecut. Dia memalingkan muka, merasa jijik melihat dua sejoli di hadapannya."Apa kalian su
"Apa kamu tinggal di apartemen ini? Jika iya, maka mulai hari ini kita akan menjadi tetangga," tanya Adrian ketika sedang bersalaman dengan Hanna. Dia menatap Hanna terpesona. Tangannya terus memegang erat tangan Hanna, tidak ingin melepaskannya.Hanna menggelengkan kepala. “Aku kehilangan tempat tinggal karena suatu hal. Jadi, aku ke sini untuk mencari tempat tinggal baru." Hanna mengarang penjelasan. Dia menatap lekat Adrian, lalu bertanya, “Adrian, apakah tawaranmu malam itu masih berlaku?”“Tawaran? Tawaran yang mana?” Adrian mengerutkan kening, pura-pura bertanya.“Kamu bilang akan memberikan semua yang kuinginkan jika aku mau menerimamu,” ujar Hanna bersemangat. Dia ingin segera menjalankan aksi balas dendamnya.Adrian tersenyum senang. “Tentu saja. Untuk wanita secantik Cindy, apa yang tidak bisa kulakukan? Aku akan memberikan semua yang kamu inginkan, asalkan kamu mau meninggalkan Ricky dan menerimaku menjadi kekasihmu.” Adrian berkata dengan menggebu-gebu.“Benarkah?” Hanna
Hanna meminta Adrian untuk membawanya ke apartemen tempat Elmira tinggal. Mereka bergandengan mesra sambil membunyikan bel di depan pintu kamar apartemen.Elmira tersenyum senang mendengar suara bel berbunyi. Dia pikir itu adalah Adrian yang ingin menemuinya. Namun betapa terkejutnya dia saat membuka pintu dan melihat Adrian tidak datang seorang diri, melainkan bersama Cindy. Mereka tidak hanya datang berdua, mereka juga tampak begitu mesra dengan bergandengan tangan."Apa yang kalian lakukan?" Elmira menatap Adrian dan Hanna bergantian. Dia menarik lengan Adrian menjauh dari Hanna, lalu maju mendekati Hanna dan melayangkan tangan hendak menampar wajah Hanna."Hentikan, Elmira!" Adrian menangkap tangan Elmira sebelum sampai di wajah cantik Hanna. Dia menatap tajam Elmira."Apa yang kamu lakukan? Kuperingatkan padamu, mulai saat ini, jangan pernah kamu menyakiti Cindy!" teriak Adrian lantang."Kamu membela dia? Kamu lebih membela wanita perebut laki orang itu dari pada aku, kekasihmu s
Lama menunggu Adrian, Hanna jadi tertidur di kamar. Dia terbangun oleh suara bel yang berbunyi nyaring. Hanna segera membuka mata dan melihat ke arah jam dinding. Dia merasa panik. "Itu pasti Adrian," gumamnya. Hanna berlari ke arah pintu, hendak membukanya. Namun, tiba-tiba dia teringat oleh sesuatu dan mengurungkan diri untuk membuka pintu kamar itu."Gawat! Wajahku!" Hanna memegangi wajahnya yang masih polos tanpa riasan. Dia menoleh ke arah kaca dan melihat pantulan wajahnya."Adrian tidak boleh melihatku seperti ini. Dia bisa mengenaliku sebagai Hanna. Tidak! Aku harus berdandan sebelum dia melihatku seperti ini. Ini baru awal. Penyamaranku tidak boleh ketahuan sekarang." Hanna berlari ke arah kaca rias. Dia bergegas memakai bedak, lipstik, dan segala perlengkapan untuk mempercantik diri. Suara bel pintu masuk tidak juga berhenti. Bahkan suaranya semakin nyaring dan cepat. Sepertinya sang tamu sudah tidak sabar agar tuan rumah segera membuka pintunya. Dengan terburu-buru, Hann
Pagi-pagi sekali, Adrian mulai membuka mata. Dia meringis sambil memegangi kepala yang terasa sakit. Meraba-raba tempat tidur di sampingnya."Di mana Cindy?" Adrian duduk lalu mengedarkan pandangan, melihat ke sekeliling ruangan. Kosong. Tidak ada Cindy di mana-mana.Perlahan, Adrian bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan mengelilingi ruangan apartemen, mencari Cindy. Namun, dia tidak menemukan apapun.Adrian merogoh saku celana dan menyadari dompetnya hilang. "Sial!" Dia memukul tembok dengan keras hingga menimbulkan memar di tangannya."Cari wanita bernama Cindy sampai ketemu! Dia sudah menipuku." Adrian menelepon seseorang dan memberikan perintah. Detik itu juga, dia segera meninggalkan apartemen.Adrian pulang ke rumah, dan tidak menemukan siapapun. "Ke mana Hanna?" gumamnya. Dia mencari ke seluruh ruangan dan tidak menemukan Hanna di mana pun.Adrian kembali memukul tembok dengan kesal. Dia memegangi perutnya yang keroncong
“Ke mana saja kamu, Hanna?” Adrian menatap tajam Hanna saat istrinya itu baru saja datang ke rumah. Dia melihat jam tangan, lalu berkata, “Ini sudah hampir malam hari. Ke mana saja kamu seharian ini?"Mendengar Adrian yang menatapnya penuh amarah, Hanna bukannya ketakutan, dia malah tersenyum senang. “Akhirnya kamu mengkhawatirkan aku, suamiku,” ucapnya seraya berjalan mendekati Adrian dan mengedipkan mata.“Mengkhawatirkanmu? Itu tidak mungkin terjadi.” Adrian menatap jijik Hanna.“Lain kali, setidaknya kamu menyelesaikan semua pekerjaan rumah terlebih dulu sebelum pergi. Lihatlah, rumah ini terlihat kotor dan berdebu. Perutku lapar dan tidak ada satu pun makanan yang bisa dimakan,” ocehnya panjang lebar.“Jadi hanya karena itu kamu marah kepadaku? Kamu hanya mengkhawatirkan rumah yang kotor dan berdebu.” Hanna melengkungkan bibirnya ke bawah. Dia mengambil posisi duduk di sebelah Adrian.“Memangnya apa yang kamu pikirkan? Kamu berpikir aku mengkhawatirkanmu? Jangan harap!” ketus Adri
Tiba waktunya pulang kerja. Saat berjalan di trotoar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Seorang lelaki menurunkan kaca jendela mobil dan memindai Hanna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Adegan ini mengingatkan Hanna pada Ricky. Namun kali ini Hanna lebih berdebar karena pria yang sedang dia hadapi adalah atasan kerjanya. "Ada apa, Pak?" tanya Hanna ragu-ragu. Dia bertanya-tanya di dalam hati, kesalahan apa yang dia perbuat sampai membuat marah atasannya. Apa Pak Alan sedang marah kepadanya? Dia memejamkan mata dan menundukkan kepala, menutupi rasa gugupnya. "Kamu pulang sendirian, Hanna?" Akan bertanya basa-basi. "Eh?" Hanna mengangkat wajahnya menatap Alan. Bibir ranumnya ternganga. "Bapak bertanya apa?" Dia bertanya untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. "Apa kamu pulang sendirian?" Alan mengulangi pertanyaannya."Oh ya, saat di luar jam kantor, jangan memanggilku "bapak". Aku belum setia itu." Alan berkata dengan suara bariton. "Panggil aku "Alan
Hanna kembali ke ruang kerjanya. Dia tersenyum senang sambil menikmati makanan. Beruntung sekali rasanya, di saat perut sedang lapar, tiba-tiba sudah ada makanan siap tersaji di meja kerjanya. Jadi tidak perlu susah-susah memesan atau membeli makanan di luar kantor. Hanna terlalu asyik menikmati makanan hingga tidak menyadari jika diam-diam Alan sedang tersenyum memperhatikannya. Telepon Alan berdering. Lelaki itu segera mengangkat telepon dan berbicara pada orang di seberang. "Kamu tenang saja. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja. Dia aman di sini." Alan berbicara dengan suara bariton pada sesorang di seberang telepon. "Sebentar lagi jam kerja. Jangan terlalu sering menggangguku." Alan menutup telepon dengan cepat. Dia kembali memperhatikan Hanna dan tersenyum tipis. Adrian merebahkna tubuhnya di sofa depan televisi rumahnya. Dia bersendawa sambil memegangi perutnya yang kekenyangan.Hampir saja Adrian tertidur saat tiba-tiba pintu rumahnya berbunyi. Dengan malas Adrian
"Mengundurkan diri?" Hanna mengerutkan kening, tidak mengerti bisa-bisanya rekan kerjanya meminta dia untuk mengundurkan diri dan mundur dari pekerjaan yang baru saja dia dapatkan. Padahal, mendapatkan pekerjaan itu bukanlah hal yang mudah. Jika dia mundur, belum tentu dia bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Terlebih, dia sangat butuh uang untuk menafkahi dirinya sendiri setelah perpisahannya dengan suami. Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. "Iya, kamu harus mengundurkan diri secepatnya." Anita menatap tajam Hanna dan tersenyum sinis. Hanna membalas tatapan Anita, lalu berkata, "Memangnya apa urusanmu? Apa dengan menjadi sekretaris aku merugikanmu? Kenapa aku harus mengundurkan diri?" Dia benar-benar tidak mengerti. "Tentu saja. Bukankah sudah kubilang jika seharusnya akulah yang menjadi sekretaris direktur? Aku lebih lama kerja di sini dari pada kamu." Anita bersikukuh. "Maaf, Mbak Anita. Aku paham, sepertinya kamu sangat menginginkan posisi sebagai sekretaris. Namun, s
Hanna serius sekali mempelajari berkas-berkas yang ada di meja. Dia bertekad untuk bekerja dengan maksimal dan tidak ingin mengecewakan perusahaan yang telah menerimanya bekerja. Hanna masih merasa tatapan Alan tertuju kepadanya. Dia merasa risih dan salah tingkah. Karena merasa terus diperhatikan oleh Alan, konsentrasi Hanna menjadi terganggu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Hanna menoleh ke arah kaca dan merapikan kerudung hitam yang dia kenakan. Rasanya tidak ada yang aneh dengan penampilannya. Perusahaannya memperbolehkan karyawan wanitanya untuk berhijab. Apakah direkturnya itu sedang mengawasi pekerjaannya? Gawat, mungkin dia akan dipecat sewaktu-waktu jika ketahuan melakukan kesalahan. Hanna kembali sibuk membuka-buka berkas. Dia tidak ingin memberi kesan buruk pada direktur sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Jam istirahat akhirnya tiba. Perut Hanna tiba-tiba berbunyi. Dia merasa sangat lapar karena tadi pagi lupa sarapan. Sepanjang pagi tadi dia bekerj
Elmira berjalan menjauh dari rumah Adrian dengan hati penuh dendam. Dia benaknya terus berputar bayangan saat Adrian mengusirnya dari rumah dan tidak mengakui calon bayi yang dikandungnya. "Kamu wanita licik, Elmira! Kamu pasti menggunakan alat itu untuk memaksaku menerimamu," teriak Adrian dengan tatapan mengerikan. "Aku tidak bohong. Bukankah kita pernah melakukannya? Ingatlah malam-malam saat kita bersama, Adrian," lirih Elmira. Tatapannya begitu memohon. Dia sangat berharap Adrian mau mengakui anak di kandungannya. "Kamu pikir aku percaya? Aku tidak akan pernah mempercayaimu, Elmira. Pergilah dari rumah ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Kata-kata Adrian yang begitu menyakitkan bagi Elmira. "Oh ya? Kamu tidak percaya? Bagaimana kalau aku mempunyai bukti?" Elmira menantang Adrian. "Bukti apa yang kamu maksud?" Adrian tidak mau kalah. Dia tidak akan terpedaya oleh wanita licik seperti Elmira. "Bukti apa lagi, tentu saja bukti saat kita bercocok tanam." Elmira tersenyu
Hampir satu jam lamanya Hanna menunggu di bangku yang terletak di depan perusahaan PT. Cahaya Cosmetics. Sesekali dia melihat jam tangan. Hanna melihat beberapa orang mulai memasuki kantor perusahaan. "Bagaimana, Pak? Apa saya bisa bertemu dengan pemilik perusahaan ini?" Hanna kembali menghampiri seorang satpam dan bertanya. Belum sampai satpam itu menjawab, sorang berbadan kekar menghampiri Hanna. "Ehm, kamu bukannya wanita yang kemarin?" Lelaki kekar itu menatap lekat Hanna. Hanna membalas tatapan lelaki kekar itu. Memang, wajah dan perawakan lelaki itu tidak asing. Tapi di mana mereka pernah bertemu? Hanna mengingat-ingat. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Hanna bertanya hati-hati. "Kamu melupakannya? Kamu wanita yang menabrakku kemarin, 'kan?" ucap lelaki berbadan kekar itu. Hanna baru mengingatnya. Dia laki-laki yang dia tabrak sebelum jadwal interview di perusahaan lain. Kejadian tabrakan yang membuatnya ketinggalan sesi interview dan kehilangan kesempatan untuk diter
Pagi-pagi sekali, Hanna sudah terbangun dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Dia membuka ponsel dan tersenyum ketika melihat pesan dari Ricky. Dia segera berdiri dan bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke alamat yang dikirimkan Ricky. Sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Tidak mengapa. Itu saja sudah cukup, dari pada tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Hanna merapikan kemeja panjang yang ia kenakan, lalu berjalan cepat mendekati bangunan perusahaan. Bukan gedung yang tinggi. Bangunan perusahaan itu lebih mirip dengan rumah sederhana. Di depan bangunan itu bisa dibaca dengan jelas papan bertuliskan PT. Cahaya Cosmetics. Rupanya selama ini Ricky menjadi agen kosmetik yang diproduksi oleh perusahaan milik sepupunya sendiri. Itu tidak terlalu buruk. "Maaf, ada yang bisa dibantu, Bu?" Seorang satpam berusia setengah baya dan berkumia datang mendekati Hanna. "Maaf, Pak. Saya ingin bertemu pemilik perusahaan ini." Hanna menjawab pasti. "Maaf, Bu. Tapi apa Ibu sudah membua
Hari ini, terhitung sudah lima kali Adrian bolak-balik ke kamar mandi. Makanan dari Elmira telah sukses membuat perut Adrian error. Entah apa yang diberikan Elmira ke dalam makanan itu hingga membuat isi perut Adrian terkuras habis. Bukannya kenyang, sekarang dia malah kelaparan. Adrian melirik jam tangan. Dia ingin pergi untuk membeli makanan, tetapi hari sudah larut. Ah, seandainya Hanna masih di rumah itu, Hanna tak akan membiarkan dirinya kelaparan. Adrian memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memegangi perut, menahan lapar. Sementara itu, di tempat tidur lain, Hanna sedang bersiap untuk tidur. Dia terlihat tidak bersemangat. 'Jangan sedih, Hanna. Masih ada kesempatan yang lain. Terus berdoa dan berusaha. Semoga lain kali kamu beruntung.' Monolog Hanna dalam hati.Sebuah bayangan terlintas di benak Hanna. Wanita itu sedang mengingat kejadian pagi tadi di perusahaan tempatnya melamar kerja.Seorang lelaki kekar mengulurkan tangannya pada Hanna yang sedang t
"Jika kamu tidak mau pulang menemui Adrian, kamu bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu, Hanna. Sementara itu, kamu bisa memikirkan lagi tentang keputusanmu bercerai. dengan Adrian." Ricky berkata hati-hati. Tidak ingin menyinggung perasaan Hanna. "Keputusanku sudah bulat. Aku mau bercerai dengannya," tegas Hanna. Tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya."Kamu yakin?" Ricky menyipitkan mata menatap Hanna. Dia bertanya ragu-ragu. "Kamu meragukanku? Apa menurutmu aku harus melanjutkan hubunganku dengan pria seperti dia?" Hanna balik bertanya. Dia tahu jika Ricky tidak pernah menyukai Adrian. Seharusnya dia mendukung keputusannya bercerai, bukan malah mempertanyakan dan meragukannya. "Bukan seperti itu maksudku. Justru aku merasa salut kepadamu karena berani mengambil keputusan tegas itu." Ricky menjelaskan. "Kebanyakan wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja akan berpikir seribu kali untuk bercerai dengan suaminya. Jika mereka bercerai dengan suamin