Lemparan pisau buah yang begitu cepat.
Suara senjata tajam yang menancap dan mengiris daun pintu.
JLEB!
Semua itu membuat wajah Li Na memucat. Dia yang semula ingin memaki-maki dan memukul menantunya dengan gagang sapu mendadak hilang keberanian. Wanita paruh baya itu memilih mundur, meninggalkan Yin sambil membawa detak jantungnya yang berdegup kencang.
Li Na berhasil menemukan Lu Dong. Rupanya suaminya itu berada di ruang keluarga. Berulang kali dia memanggil bahkan sampai mengentakkan kaki, nyatanya tatapan mata pria paruh baya itu masih terpaku pada ipad yang ada di pangkuannya.
Entah apa yang dilihat oleh suaminya, padahal malam ini adalah malam tahun baru. Tidak ada bursa saham yang buka dan seluruh perusahan di Shanghai telah mengumumkan hari libur mereka hingga tujuh hari ke depan.
“SUAMIKU!”
Teriakan yang disertai dengan gebrakan meja itu langsung membuat Lu Dong tersentak. Pria paruh baya itu buru-buru mematikan layar ipadnya. Sambil mengangkat wajah, dia menatap mata kecil milik Li Na.
“Ada apa? Kau tidak perlu berteriak seperti itu, aku tidak tuli!”
Li Na langsung menarik tangan suaminya agar bangkit berdiri.
Akan tetapi, mata Lu Dong segera tertuju pada sesuatu yang menghiasi leher istrinya. “Lehermu berdarah!”
“Hah?” Li Na terkejut. Dia meraba lehernya sendiri. Ternyata benar, ujung jarinya itu merasakan sesuatu yang basah dan perih. “Ini pasti ulah menantu miskin itu!”
“Ulah Yin?” Lu Dong terkekeh. “Memangnya apa yang dia perbuat hingga membuat lehermu berdarah?”
“Kau jangan tertawa!” Li Na menyikut lengan Lu Dong. “Sebaiknya kau bantu aku untuk mengobati leherku yang terluka. Jika tidak, luka ini akan membekas! Kalau sampai itu terjadi, aku akan membuatmu membayar semua biaya operasi plastiknya.”
Itu adalah kata-kata mengerikan yang terdengar di telinga Lu Dong. Mengingat dia baru saja mengeluarkan satu juta Yuan untuk membayar biaya rumah sakit Yin. Ditambah lagi dengan kondisi keuangan perusahaan yang berada diujung tanduk. Sangat tidak mungkin, apabila dia harus mengeluarkan uangnya sekali lagi untuk membiayai operasi plastik Li Na.
Lu Dong mendengkus, tetapi pria itu tetap saja mengabulkan permintaan Li Na. Sambil mengobati leher istrinya yang terluka, dia pun bertanya, “Sekarang ceritakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Semua ini berawal ketika aku ingin mengecek pekerjaan dapur menantu miskin itu. Kau tahu sendiri’kan, betapa pentingnya makan malam keluarga pada perayaan malam tahun baru?”
Lu Dong mengangguk setuju.
“Tapi aku justru melihatnya berdiam diri di depan meja dapur sambil bermain pisau. Tentu saja aku tidak tinggal diam. Aku langsung menghardiknya keras, tapi dia justru melempar pisau buah itu ke arahku tanpa melihat,” sambung Li Na.
“Tanpa melihat? Kau jangan bercanda, Sayang.”
“Oh demi Tuhan, Suamiku. Aku tidak bercanda! Nyawaku saja hampir melayang.” Li Na langsung memukul pundak Lu Dong. “Jika aku berbohong, lantas luka ini berasal dari mana? Apa aku sengaja melukai diriku? Aku tidak segila itu!”
“Siapa yang mengatakan kau gila? Aku hanya menebak, mungkin saja kau tertabrak pintu, lalu ada sebuah besi yang tiba-tiba menggores lehermu tanpa kau sadari,” pungkas Lu Dong.
“SEMBARANGAN!” Sepasang mata Li Na melotot. “Jika aku tertabrak pintu, aku tidak akan berteriak memanggilmu! Ini akibatnya, jika kau terlambat menyingkirkan parasit miskin itu! Seharusnya kita tidak perlu menunggu selama ini."
"Mana aku tahu, kalau hari ini dia tiba-tiba bangun? Aku pikir, karena nyawanya yang tipis itu, dia akan mati setelah kecelakaan."
Tanpa Lu Dong dan Li Na sadari, Lu Wan Wan yang kebetulan sedang menuruni tangga tidak sengaja mendengar percakapan mereka. Dia tidak menyangka, demi semua kekayaan mendiang Kakek Lu Bei, orang tuanya tega melakukan sesuatu kepada Yin. Padahal selama tiga tahun ini mereka telah menikmati semuanya.
Namun, yang dilakukan Yin barusan juga membuat Lu Wan Wan bertanya-tanya, sejak kapan suaminya itu memiliki kemampuan melempar pisau?
Mendadak muncullah sebuah ingatan dalam pikiran Lu Wan Wan. Sebuah peristiwa yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu. Ketika Yin baru saja pulang dari rumah sakit, beberapa orang anak buah Lu Dong mengeluarkan Yin dengan paksa dari dalam mobil, hingga membuat pria muda itu jatuh di dekat ujung sepatu bot miliknya.
“Keberaniannya berbicara dan tatapan matanya,” gumam Lu Wan Wan yang tiba-tiba terduduk lemas di salah satu anak tangga. “Selama tiga tahun ini, dia tidak pernah mengangkat wajahnya saat berbicara denganku, tapi tadi … tadi dia melakukannya.”
***
Pukul 20.00 waktu Shanghai.
Berkat sistem pengetahun baru yang ada dalam indera penglihatan Yin, tugas yang diberikan Li Na akhirnya selesai tepat waktu.
Beberapa pasang mata langsung membeliak tatkala melihat penampilan Yin yang telah berubah. Wajah ovalnya kini telah bersih. Rambutnya juga terlihat lebih pendek dan rapi dari sebelumnya. Persis seperti penampilan Yin yang dulu, sebelum kecelakaan itu terjadi.
Semua wanita yang ada di dalam rumah besar itu tidak memungkiri, kalau sebenarnya menantu pilihan Kakek Lu Bei itu adalah pria yang sangat tampan, asalkan dia tidak gagap, tidak miskin, tidak penyakitan dan tidak yatim piatu!
Namun, ada yang lebih mengejutkan lagi malam ini, yaitu masakan yang disajikan Yin. Bukan masakan sederhana atau masakan kafe pinggir jalan, masakan itu bahkan melebihi hidangan yang ada di hotel bintang lima.
“WOW! Ini seperti masakan Dinasti Qing yang pernah kulihat dalam serial drama di televisi!” Lu Shen Shen terkagum-kagum. “Rasanya pasti enak.”
“Yin, sebelumnya kau tidak pernah membuat hidangan mewah seperti ini,” imbuh Lu Fen Fen, lalu dia menelengkan wajahnya ke tempat Lu Wan Wan. “Apa kau yang mengajarinya?”
“Tidak.” Lu Wan Wan menggeleng.
“Tak perlu bertanya dari mana dia belajar. Yang penting ada makanan di atas meja!” seru Lu Dong yang telah menarik kursi makannya.
Melihat semua orang begitu bahagia melihat hidangan yang dia sajikan, lantas membuat Yin juga ingin menikmatinya. Dia segera mengambil kursi kosong yang ada di samping Lu Wan Wan dan meletakkan pantatnya di sana.
“Siapa yang menyuruhmu duduk dekat Wan Wan?” Pertanyaan Lu Dong itu langsung membuat semua mata tertuju pada Yin.
“Tidak ada. Bukankah kursi ini tidak berpenghuni?” Yin bertanya balik.
“Ah! Jadi kau ingin duduk di samping putriku?”
“Putrimu adalah istriku. Di mana lagi seorang suami akan duduk, jika tidak di samping istrinya,” balas Yin sambil melirik ekor mata Lu Wan Wan.
Lu Dong tertawa gelak. “Hahahahah …! Kau memang pandai bicara. Karena kau telah menganggap putriku adalah istrimu, maka berikan pada Ayah mertuamu ini 5.000 Yuan, jika kau ingin duduk di samping Wan Wan!”
“Ayah!” seru Lu Wan Wan sambil menyembunyikan kepalan tangannya di bawah meja.
“Kenapa?” tantang Lu Dong. “Suamimu itu telah melukai leher ibumu. Aku tidak menuntut dan memenjarakannya, itu sudah menjadi keuntungan baginya. Anggap saja 5.000 Yuan itu sebagai kompensasi untuk biaya pengobatan ibumu. Jika dia tidak mampu, segeralah menyingkir dari meja makan ini!”
“Aku akan menyediakan uangnya,” sahut Yin dengan sorot matanya yang dingin menatap lurus ke depan, namun jawaban itu membuat Lu Wan Wan terkejut.
Lu Dong menaikkan salah satu ujung alisnya. “Sejak kau bangun dari koma, kepercayaan dirimu semakin menjadi. Baiklah, Anak Kaisar Langit, aku akan menunggu pembayaranmu di sini. 5.000 Yuan! Tidak kurang dan tidak lebih!”Ekspresi harap-harap cemas menggelanyuti wajah para feminin ketika mereka melihat kepergian Yin. Namun tidak bagi Lu Dong, pria paruh baya itu malah tertawa menyeringai di atas kursi makannya.“Mau ke mana dia?” Li Na bertanya pada Lu Wan Wan.“Mungkin ke kamarnya.”Seperti dugaan Lu Wan Wan. Dengan bantuan sistem pengetahuan baru yang ada pada indera penglihatnya, akhirnya Yin berhasil menemukan letak kamar pemilik tubuh barunya itu.Ternyata selama tiga tahun ini, Keluarga Lu yang mendapat predikat keluarga terkaya nomor lima se-Shanghai, justru menempatkan menantunya di dalam sebuah ruangan bekas gudang yang sudah tidak terpakai. Letaknya berada di belakang bangunan utama. Terpisah dari kamar Lu Wan Wan.“Sungguh keterlaluan!” umpat Yin, begitu melihat tumpukan kard
Dia telah memotong 120 lidah para pemberontak, sebelum akhirnya membunuh mereka yang berusia muda dan melepaskan mereka yang lanjut usia!Itulah jawaban yang didapat Yin alias Shun Yuan ketika mencoba mengingat-ingat kesalahan apa yang telah dia perbuat, hingga Dewa Kematian memberikan kutukan keempat kepadanya.TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu tidak membuat Yin mengangkat wajah. Siapa pun yang datang, dia tidak peduli!Dia sengaja tidak menyalakan penerangan dan membiarkan pintu kamarnya terbuka. Siapa pun bisa langsung masuk untuk melihat keadaannya saat ini.Suara ketukan pintu lenyap. Digantikan dengan suara langkah bersepatu yang perlahan mendekati Yin yang sedang duduk di lantai. Sang pemilik sepatu itu berhenti di depan Yin. Dia lalu membungkuk kemudian menyodorkan telapak tangannya.“Selamat tahun baru,” ucap Lu Wan Wan.Suara merdu itu membuat Yin tersentak. Dia seperti mendengar kicauan burung bernyanyi di tengah malam. Segera saja dia mengangkat wajahnya dengan ragu.Sebua
Yin tidak tahu apa itu saldo dan WeChat Pay!Namun, sepasang matanya yang kecil itu langsung mengerling begitu melihat ada angka 200 Yuan tertera di sana!Dia tahu kalau itu adalah UANG! Karena Yin sering mendengar Lu Dong mengatakan saat sedang memarahinya.Dengan bantuan sistem pengetahuan baru yang ada pada indera penglihatnya, Yin mengetahui nama benda tersebut dan kegunaannya. Ponsel itu dapat membantunya berkomunikasi dengan orang lain serta melakukan transaksi tanpa uang fisik atau non tunai!Dia segera mengambil ponsel kepunyaan si pemilik tubuh baru, lalu mengocok benda itu berulang kali. Siapa tahu, apa yang dilakukannya itu mampu membuat 200 Yuan keluar dari sana.Karena dengan uang tersebut, Yin berharap dapat melunasi biaya rumah sakit dan bisa duduk di samping Lu Wan Wan, meskipun nilainya sangat jauh dari jumlah hutang-hutangnya pada Lu Dong.Namun, yang terjadi ….“Kenapa 200 Yuan itu tidak keluar?” gumam Yin, yang merasa kalau ternyata usahanya itu sia-sia. “Padahal j
Yin tidak tahu keberadaan Lu Wan Wan!Akan tetapi, sistem pengetahuan baru itu telah memberitahu Yin, kalau dia bisa menggunakan ponsel kepunyaan si pemilik tubuh baru untuk menghubungi wanita muda itu.Dan dia melakukannya.Puluhan detik telah berlalu, akan tetapi panggilan yang dibuat Yin tak kunjung mendapat jawaban. Sementara luka memar yang pada tangannya itu masih terus bertambah hingga terlihat ujung betisnya. Karena tidak ingin membuang waktu, Yin akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi ke Perpustakaan Shanghai.Bagaimana pun juga, keadaan istri sang pemilik tubuh ini sama pentingnya dengan keadaan nyawanya sendiri!Meskipun pada akhirnya dia akan mati malam ini, tetapi setidaknya dia harus berbuat satu kebaikan dalam hidupnya!Yin bergegas kembali ke tempat kediaman Keluarga Lu. Namun, keberadaannya itu malah terhalang dengan sebuah pagar besi tinggi yang terkunci rapat dari dalam.Namun, Yin alias Shun Yuan tidak kekurangan akal!Dia menemukan sebuah sela kecil yang ada di
Orang gila mana yang nekat menyusuri jalan raya di musim dingin, hanya dengan mengenakan kemeja tipis dan celana panjangnya?Memang tidak ada yang lebih gila, selain Yin alias Shun Yuan di kota ini!Apa yang dikenakan Yin telah membuat puluhan hingga ratusan pasang mata menatapnya dengan kerutan di wajah.Namun, siapa yang peduli?Dia hidup untuk dirinya sendiri.Dengan waktu yang tersisa dan berbekal kecerdasan serta kekuatan yang dimilikinya, dia akan bekerja untuk mendapatkan uang!Sepasang mata Yin yang kecil itu tengah menengadah. Menatap bangunan tinggi dengan atapnya yang berbentuk seperti mercusuar, dengan ketinggian 24 lantai. Sistem pengetahuan baru yang ada dalam indera penglihatnya itu telah memberitahu, bahwa gedung tinggi tersebut adalah tempat si pemilik tubuh bekerja.Ketika sepasang kaki Yin mulai memasuki Perpustakaan Shanghai, kedatangannya itu langsung disambut oleh aroma tumpukan kertas, barisan buku-buku usang serta aroma kayu jati yang berpadu dengan kayu cendan
Segeralah Yin pergi meninggalkan direktur perpustakaan yang galak itu. Dengan bantuan sistem pengetahuan baru, akhirnya dia mengetahui di lantai mana dirinya harus bekerja.Dia kemudian memperhatikan, bagaimana cara orang-orang itu berpindah dari lantai satu ke lantai yang lain.Ada sekitar sepuluh orang termasuk Yin. Mereka masuk ke dalam sebuah ruang kecil tanpa jendela yang bernama lift. Beberapa orang menekan salah satu angka yang tersedia di sana. Menunggu selama beberapa detik, hingga akhirnya pintu berbahan besi itu terbuka dengan sendirinya.Yin melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh orang-orang itu!Dan sekarang dia berada di lantai 15.Begitu sepasang kakinya yang terbungkus oleh sepatu butut itu melangkah keluar, dia langsung disambut dengan teriakan histeris dari seorang gadis yang memiliki wajah blasteran dan berkaca mata tebal. “YIN! Kau masih hidup!”Sambutan itu langsung membuat semua orang yang semula duduk sambil menekuri buku-buku di atas meja, mendad
Sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, Yin terus bergerak maju. Ayunan langkahnya semakin cepat meninggalkan Gedung Perpustakaan Shanghai yang memiliki 24 lantai. Ketika Yin belum tahu ke mana arah tujuannya malam ini, dia terus saja berjalan lurus melawan arus kendaraan yang berlalu lalang. Tak jarang pula, jika dirinya bertemu dengan sebuah belokan, dia akan memasuki jalan sempit tersebut. Ada kalanya dia bertemu dengan sebuah jembatan, maka dia akan menaiki serta menuruni tangganya. Kemudian memutar arah dan terus berjalan tanpa henti menuju keramaian lalu lintas.Diam-diam Yin selalu memperhatikan gerak gerik si penguntit melalui pantulan kaca jendela yang ada di setiap bangunan yang dilewati.“Sialan!” umpatnya adalam hati. “Kenapa orang itu masih terus membuntutiku? Siapa dia? Apa dia mengenalku?”Yin menyangsikan pertanyaannya sendiri.Mustahil!Ada orang yang mengenali dirinya sebagai jenderal besar Dinasti Qing di dunia yang baru ini! Apalagi wajah dan bentu
Jawaban yang diberikan oleh sang penguntit itu membuat wajah Yin seketika membeku. Manik mata yang kecil itu mendadak memicing menatap wajah tirus keriput yang justru memandangnya dengan santai.Sungguh lelaki tua ini tidak terlihat takut, meskipun tadi dia sudah berkata untuk menyerah! Mungkinkah lelaki tua ini sedang berpura-pura?Lelaki tua itu tiba-tiba menyunggingkan bibirnya. “Apa yang kukatakan ini masih kurang? Aku juga tahu, kalau kau dibesarkan di Panti Asuhan Mu Ai dan hari ini adalah hari ulang tahunmu yang ke-27.”“Dari mana kau mengetahuinya?” tandas Yin dengan tatapan mata menyalang. Dia juga mengetahui semua informasi itu dari buku harian milik si pemilik tubuh.“Lepaskan dulu tanganmu, baru aku akan menjawab!”Lagi-lagi lelaki tua itu mengajukan syarat. Sekalipun Yin telah memberi tekanan pada siku dan lengan kanannya, nyatanya lelaki tua itu masih tetap bungkam seribu bahasa. Hanya bola matanya saja yang terus bergerak jenaka, seolah menganggap bahwa semua yang dilaku