"Tenang Ar, nanti aku bantu cari!" Kenzo berusaha menenangkan Arman yang kalut."Iya Ken, makasih!"Arman baru saja hendak keluar dari acara, tapi dihadang Jhonny."Maaf, ada sesuatu yang mau aku bicarakan pada kalian!" ucapnya dengan raut wajah serius."Mau bicara apa sih, Jhon. Aku mau cari istri aku nih, aku takut dia kenapa-kenapa!" Arman malas meladeni Jhonny, pikirannya sedang kalut, tapi malah dihalangi. "Minggir kamu, Jhon!!" Arman berusaha menyingkirkan tubuh Jhonny yang menghalanginya."Ini sangat penting Ar. Bisa kita bicara di dalam, please! Aku merasa gak enak kalau belum menyampaikannya." Jhonny tetap bergeming, dan sedikit memaksa agar Arman mau mendengarkannya."Memangnya apa yang lebih penting dari keberadaan istriku!" bentak Arman dengan nada keras."Ini ada hubungannya sama kamu, istrimu dan Rahayu." ucapannya sedikit melemah."Maksud kamuuuu ...??" Arman dan Kenzo mengerutkan dahinya. "Ikut ke ruanganku!" Kali ini Arman dan Kenzo mengikuti ucapan Jhonny."Ar, aku
Villa itu begitu luas dan mewah, terdiri dari beberapa kamar dan ada ruang hiburan dengan TV yang besar, sudah seperti mini teather dengan sofa empuk di depannya.Ada juga mini bar, ruang bilyar bahkan ruang fitness lengkap dengan alat-alat kebugarannya."Waaaaw ... lengkap banget ini Villa, Van," kata Jelita takjub begitu melihat-lihat fasilitas yang ada di Villa itu."Iya sengaja Li, aku ingin tempat ini jadi tempat yang paling nyaman buat aku saat aku butuh tempat untuk menenangkan diri dari segala aktivitas dan rutinitas sehari-hari. Dan tempat ini hanya aku dan orang kepercayaanku saja lho yang tahu, sengaja tempat ini aku sembunyikan dari siapapun.""Termasuk istri kamu?" sela Jelita."Iya, termasuk Istriku!" "Ini tempat rahasia aku, hanya kamu saja yang tahu!" Revan mengedipkan sebelah matanya."Kenapa kamu kasih tahu aku, kalau ini memang tempat rahasia?" tanya Jelita merasa penasaran."Karena aku tidak mau ada rahasia lagi diantara aku sama kamu, Li ... isi hatiku saja yang
Revan mengajak Jelita ke taman belakang, keduanya berbaring di atas rumput sintetis saling memandang ke atas langit yang begitu cerah malam itu, ada bulan purnama yang bersinar terang dan kelap-kelip bintang menambah indahnya malam itu."Kamu masih ingat, dulu sewaktu kita suka belajar bersama sampai malam, lalu kita menikmati langit malam di belakang rumah kamu, sambil menatap keindahan malam, persis seperti apa yang kita lakukan sekarang ini."Jelita tak menyangka, Revan masih ingat saja apa yang mereka lakukan saat mereka masih remaja."Kamu bilang, Van, bintang-bintang itu sangat indah yah, apa kamu bisa mengambilkannya satu saja untukku? Lalu kamu masih ingat apa yang aku katakan sama kamu?" tanya Revan, seperti sedang membangkitkan kenangan lama mereka kala itu."Kamu bilang, jangankan satu, semua Bintang juga aku bisa ambil buat kamu, asalkan kamu bisa bahagia, apapun akan aku lakukan, Liii ...!" jawab Jelita sambil tersenyum miris."Kamu masih ingat saja, Li ... kamu tahu aku
"Kenapa diam, kok gak jawab pertanyaan aku?" tanya Revan melihat Jelita hanya terdiam.'Duuuh ... aku harus jawab apa?' Jelita menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus jawab apa."Liii ... !" panggil Revan lagi karena Jelita masih saja bergeming."Aku beneran pengen tahu, sebenarnya apa yang kamu cari di tempat tidur itu?" Revan masih bersikukuh, entah kenapa dia menjadi sangat penasaran dengan apa yang dilakukan Jelita tadi."Hmmm ... bukan apa-apa, sudahlah gak usah kamu bahas lagi, lagian kan kamu sudah jawab kalau diantara kita gak terjadi apa-apa." Jelita mencoba mengelak, agar Revan tidak terus-menerus menanyakan hal itu."Ya sudah kalau begitu aku ke bawah, cepatlah nanti makanannya keburu dingin."Revan tidak memperpanjang lagi, walaupun hatinya masih bertanya-tanya soal bukti yang dicari Jelita."Syukurlah, Revan gak bertanya lagi, bisa gawat kalau dia tahu kalau aku mencari bercak darah di sprey!" ucapnya sambil mengusap dadanya, merasa lega, setelah terlihat Revan
"Vaaan ... entahlah, dulu aku berpikir begitu sebelum aku tahu kamu sudah menikah, tapiii ... setelah tahu kamu sudah berkeluarga, akuuu ... aaah ... entahlah, aku pun gak tahu, Van ... mau dibawa ke mana hidupku ini, " lirih Jelita masih dengan tatapan nyalang ke luar, pikirannya saat ini seperti angin bertiup tak tahu arah, terombang-ambing tak tentu tujuan."Enggak Li, kamu gak boleh gitu! Kamu harus tetap menunggu aku, kita akan lepas dari pernikahan toxic ini, please tunggu aku!" Revan berusaha meyakinkan Jelita."Vaaan ... gak ada yang bisa kita lakukan, kita sudah tidak single!" Revan membalikan tubuh Jelita Sampai menghadap ke arahnya. "Liii ... lihat aku, tetaplah bersamaku, ayo kita berjuang agar kita bisa bersama seperti dulu, ayolah bukankah hidup bahagia bersama cinta sejati kita adalah cita-cita kamu, Li ...!!" tegas Revan terus meyakinkan Jelita. "Maukan Sayang? Kita tunggu waktu yang tepat setelah aku bisa lepas dari Veronika aku akan menikahi kamu, dan aku janji kit
Jelita tiba di rumah orang tuanya dengan hati yang was-was, khawatir orang tuanya akan bertanya macam-macam. Kenapa dia pulang kemari, bukan ke rumah mertuanya.'Biarinlah daripada ke rumah nenek cerewet itu, lebih baik aku pulang kemari! Kalau masalah ditanya-tanya, gimana nanti aja deh,' gumamnya.Tuti mengintip dari balik tirai melihat siapa yang datang. 'Mobil siapa tuh?'Jelita turun dari mobil Revan, "Makasih yah, Van udah nganterin aku!" ucapnya.'Oooh ... Non Jelita, Eeeh ... dianterin siapa itu?' Tuti terus memperhatikan Jelita dari balik tirai."Sama-sama, terima kasih juga atas malam minggu yang sangat mengesankan, Sayang!" ucap Revan sambil melakukan kissbye."Ssssst ... apaan sih kamu, nanti ada yang dengar!" Jelita menatap tajam Revan Mendengus kesal dengan sikap Revan yang tak tahu tempat, sambil celingukan takutnya ada yang melihatnya."Hahaha ... maaf, maaf ... aku boleh cium kamu?""Revaaaan ...!!!" bentak Jelita makin kesal karena sepertinya Revan makin sengaja mem
'Aaaaah ... gak mungkin, ini kan foto sudah lama, lagian dia sudah menjadi istriku, akuuu ... harus menanyakannya sama Mama mertuaku, dia pasti mengetahui tentang ini!' gumamnya.Ceklek! Suara pintu kamar mandi dibuka.'Gawat, Jelita sudah beres mandinya, aku harus segera menyembunyikan foto ini!' Arman yang kebingungan, menyimpannya secara asal, diapun menyembunyikan di bawah bantal.Jelita menghampirinya dengan tubuh hanya tertutup handuk.Glek!Lekukan tubuh Jelita yang aduhai membuat Arman hanya bisa menelan salivanya.Jelita yang lupa membawa baju ganti terpaksa ganti di dalam kamar, dia mengambil pakaiannya."Maaas ... jangan melotot gitu!" Ucapan Jelita mengagetkan Arman yang sedang membayangkan hal yang tidak-tidak di kepalanya."Hehehe ... maaf! Abisnya kamuuu ... seksoy kalau cuma pakai handuk gitu, jadi kepengen, hehe!" tutur Arman terus terang walaupun sedikit malu mengatakannya."Jangan harap yah, kamu bisa dapetin kalau kamu belum bisa membuktikan kalau kamu bener-bener
"Makasih yah, Mas Kenzo udah nganterin kita!" kata Jelita setelah sampai di depan rumah Atikah, mertuanya."Iya Jel, sama-sama. Kalian yang akur-akur yah, jangan marahan terus! Tapi seru juga lihat pasangan kayak kalian, berantemnya lucu tapi manis, bikin aku ngiri, hahaha ...!!" goda Kenzo."Hehehe ... iya Mas!""Bisa aja kamu, Ken. Makanya cepetan cari gantinya si Marsya. Biar bisa seru-seruan kayak kita!" ucap Arman sambil merangkul pundak Jelita."Iya deh yang udah baikan, ini asinannya takut kebawa lagi.""Hehe ... hampir lupa lagi!" Cepat-cepat Arman meraih kantung plastik berisi asinan itu dari tangan Kenzo. "Udah yah aku pulang, Ar, Jel ...!!" Kenzo memutar balik mobilnya meninggalkan rumah Atikah."Iya Ken, sekali lagi makasih!" ucap mereka menatap kepergian Kenzo sampai tak terlihat lagi mobil Kenzo."Lepasin Mas, Mas Kenzonya udah pulang!" ucap Jelita sambil melepaskan perlahan tangan Arman dari pundaknya."Masih marah aja sih, Sayang." Arman mengelus dada, dia kira istrin