"Sudah terlanjur Nold, aku mandi dulu terus kita bahas semuanya, tungguin bentar aja." Sesegera mungkin Samantha mandi dan berganti wujud dengan rambut pirang dan kacamata plus gaun over size, Samantha berusaha membeli gaun over size yang kwalitasnya bagus agar setidaknya Samantha merasa nyaman walau memakai gaun kebesaran. Setelah puas dengan penyamarannya Ini Samantha pun segera turun."Yuk kita bahas.""Tha, ngapain sih pakai gaun Mamakku!" Gerutu Arnold.Arnold paling nggak suka melihat Samantha pakai gaun dan kacamata samaran, baginya itu dosa besar, dia yang gay aja bisa-bisa berubah haluan kalau Samantha mengerahkan daya tariknya. Daya tarik alami tanpa dibuat-buat.Luar biasa jelita, baik hatinya, indah tubuhnya, merdu suaranya, banyak uangnya...kaya raya, tapi hidupnya membaur dengan mereka semua, mau bergaul dengan penjaga rumah mereka, pelayan, penggemar, siapapun juga akan dilayani Samantha dengan sepenuh hati. Hmm...sayang sekali, belum menemukan tambatan hati. "Soa
Selesai mengucapkan kalimatnya, Chase langsung tahu itu salah. Pernikahan mereka bukan pernikahan sungguhan kan? Bagaimana bisa dia meradang hanya karena melihat Samantha dalam pelukan pria lain? Segera Chase meralat ucapannya."Aku tahu pernikahan kita pura-pura, tapi kau sendiri yang bilang jangan sampai ada kemesraan apapun dengan orang lain yang kita perlihatkan di depan Tristan! Itu berarti berpelukkan pun jangan!"Terlihat Samantha menatap Chase, pertanyaan terpancar dari sorot matanya. Chase berusaha menerka apa yang ada di otak Samantha. "Benar, asal jangan di depan Tristan! Kau bebas berpacaran dengan kekasihmu, barisan Barbie atau siapapun juga silahkan, pernikahan kita bukan pernikahan penuh bunga!" Chase makin mendekat hingga kini Samantha terjepit diantara Chase dan meja di ruang kerja Arnold."Kekasih? Barisan Barbie?" Chase mengulang pernyataan Samantha menjadi kalimat pertanyaan.Melihat Samantha diam saja kembali Chase melanjutkan. "Sudah mengerjakan PR rupan
Baru dua langkah Arnold berbalik. "Kau belum menjawab pertanyaanku, pakai ilmu apa? Dengan dandanan tempo dulu kayak begini bisa membuat dia kesengsem! Bayangkan... saat dia menemukan bahwa kau adalah Alana Drew, hmm dia akan memberikan bulan dan bintang untukmu, cuma matahari yang nggak." Samantha tertawa, memang sangat menghibur ngobrol dengan Arnold. "Gimana kalau aku maksa minta matahari?" "Dia harus berusaha keras membelinya dari Pak Mochtar Riady." Tawa Samantha kembali terdengar, dia tidak mengira maksud Arnold adalah Matahari Departemen Store, dasar! "Cukup!" kali ini bukan hanya suaranya saja yang terdengar menyela akan tetapi Chase tiba-tiba sudah ada disamping Arnold, langsung menggandeng dan membawa Samantha pergi. Arnold maklum pasti Chase sedang merasa panas hatinya. Hmmm....menarik, sangat menarik. Arnold tidak sabar menunggu saat Chase tahu tentang sosok istri pura-puranya
Begitu sampai di mobil Chase pasang badan melindungi Samantha dari si pemburu berita, sambil membantu Samantha yang bergerak lebih lambat karena ada Tristan dalam gendongannya. Begitu Samantha telah duduk, Chase berputar dengan cepat kemudian masuk ke sisi pengemudi. Dalam hati Chase bergumam seandainya saja dia tadi menggunakan salah satu sopirnya, dan membawa pengawalnya pasti sekarang dia bisa duduk menemani Samantha, duduk bertiga di belakang, dia tidak membawa mereka semua karena dia masih belum yakin dengan reaksi Samantha. "Sebenarnya kau mau mengajak kami ke mana?" Chase hanya memandang jalanan di hadapannya. "Bahasamu harus dirubah, bukan lagi 'kami' seharusnya 'kita' coba ulang." Chase menunggu balasan Samantha, dia sangat menikmati lidah tajam Samantha yang sedari awal sudah dengan berani mencaci maki dirinya. Selama ini tidak ada satupun orang-orang di sekitarnya yang berani melawan titahnya apa
Samantha baru tahu bahwa dia bisa membenci seorang pria dengan begitu dahsyat walau belum pernah bertemu! "Tunggu sampai aku menemukanmu!" Samantha terus mengumpati pria tanpa wajah yang sudah meninggalkan sahabat karibnya yang kini sedang menunggu persalinan dalam kondisi patah hati. Samantha sedang mondar mandir mencari cara untuk menyeret pria yang konon kabarnya seorang penguasa, playboy bilioner.Tidak gampang membuat sahabatnya mau memberi tahu nama pria sialan itu, walau akhirnya dia mendapatkannya.'Ngapain juga si Tina pakai main rahasia segala, coba tahu namanya dari dulu, emang siapa pria itu? Syekh? Teroris? Presiden?' Hal itu masih mendominasi pikirannya saat dia sudah duduk di kursi first class sebuah maskapai penerbangan.Ketenangan di sekelilingnya tak mampu menepis kegelisahan akan keadaan sahabatnya. Ingat Tina, Samantha ingat pula dengan pria yang seenaknya pergi setelah mendapat kesenangan. Seperti apa sih tampangnya?
Astagaaa....Indikator waktu terus bertambah...26, 27, 28...itu tandanya sudah 26 detik pria itu menerima teleponnya, bukan(?)"Kalau hanya mau ngomong sendiri tidak usah telepon, ribet amat hidupnya!" Suara maskulin terdengar mencela dengan mengulang kalimat Samantha.Otak Samantha kosong saking terkejutnya, dia berusaha mengingat apa saja yang sudah dikatakannya lalu aura pertahanan diri pun mengambil alih."Makanya hargai yang menelepon, masa sampai puluhan kali didiemin, buang aja ponselnya." Saat kalimatnya sudah meluncur, Samantha sadar itu keterlaluan. Arghh...jadi sudah dua kesalahan yang dia buat padahal mereka baru terhubung kurang dari satu menit. Ingin rasamya mengumpat dalam hati. Tapi sudahlah toh ini pria yang tidak bertanggung jawab itu! "Aku mengenalmu?" Kembali suara maskulin itu terdengar, datar dan dingin."Ti...dak." "Dari mana kau dapat nomorku?" "Itu tidak penting." Terdengar tawa maskulin, bukan tawa
"Karena...." Samantha sedang menimbang bagaimana penyampaian yang tepat, yang bisa meminimalisir kerusakan."Karena dia hanya bualanmu saja?""Anakmu itu nyata." "Bagaimana mungkin kita bisa bikin anak kalau kita bertemu di alam maya? Di mana kita bercinta? Market place?" Samantha mengabaikan ejekan sinis si pria, ia tidak tahu harus mengatakan apa, pria ini salah mengira bahwa Samantha adalah ibu bayi itu, akan tetapi kalau Samantha membantah sekarang sepertinya makin membuat dia mengira ini telepon iseng! Yah sudah salah dari awal, nanti dia akan memikirkan cara untuk mengklarifikasi seandainya bisa, kalau pria ini menolak tanggung jawab toh mereka hanya hidup bertiga, untuk apa harus repot-repot membenarkan semuanya? Bodo amat dengan pria ini.Mungkin karena tidak mendengar jawaban atau tanggapan dari pihak Samantha, maka si pria mengulangi pertanyaannya dengan nada lebih mendesak."Jawab aku! Dimana kita bercinta?" "Grand Hyatt Melbourne," j
Daun yang berguguran mengiringi langkah Samantha memasuki rumah sakit. Hari ini dia akan membawa pulang Tristan Navarell, dia menamai si baby persis sesuai permintaan terakhir Tina. Karena persalinan yang sulit Tina akhirnya meninggal dunia dan dua bulan lamanya Tristan harus dirawat intensif di rumah sakit. Samantha menghampiri ruang pembayaran dan administrasi."Bu, saya akan membayar biaya perawatan pasien VViP 901." "Bik Bu, silahkan duduk saya cek terlebih dahulu." Samantha hanya mengangguk sambil berharap secepatnya dapat diselesaikan, karena sejak dia kehilangan Tina, Samantha selalu merasa susah bernafas jika sudah masuk area rumah sakit. Dia tahu itu psikis, karena kenangan akan Tina, akan tetapi sesaknya nyata hingga dia harus sering-sering mengirup nafas panjang."Bu, tagihannya sudah nol.""Nggak mungkin, karena Tina tidak punya siapa-siapa." "Ok, saya cek kembali." Sambil menunggu, Samantha mengirim pesan kepada Bianca y
Begitu sampai di mobil Chase pasang badan melindungi Samantha dari si pemburu berita, sambil membantu Samantha yang bergerak lebih lambat karena ada Tristan dalam gendongannya. Begitu Samantha telah duduk, Chase berputar dengan cepat kemudian masuk ke sisi pengemudi. Dalam hati Chase bergumam seandainya saja dia tadi menggunakan salah satu sopirnya, dan membawa pengawalnya pasti sekarang dia bisa duduk menemani Samantha, duduk bertiga di belakang, dia tidak membawa mereka semua karena dia masih belum yakin dengan reaksi Samantha. "Sebenarnya kau mau mengajak kami ke mana?" Chase hanya memandang jalanan di hadapannya. "Bahasamu harus dirubah, bukan lagi 'kami' seharusnya 'kita' coba ulang." Chase menunggu balasan Samantha, dia sangat menikmati lidah tajam Samantha yang sedari awal sudah dengan berani mencaci maki dirinya. Selama ini tidak ada satupun orang-orang di sekitarnya yang berani melawan titahnya apa
Baru dua langkah Arnold berbalik. "Kau belum menjawab pertanyaanku, pakai ilmu apa? Dengan dandanan tempo dulu kayak begini bisa membuat dia kesengsem! Bayangkan... saat dia menemukan bahwa kau adalah Alana Drew, hmm dia akan memberikan bulan dan bintang untukmu, cuma matahari yang nggak." Samantha tertawa, memang sangat menghibur ngobrol dengan Arnold. "Gimana kalau aku maksa minta matahari?" "Dia harus berusaha keras membelinya dari Pak Mochtar Riady." Tawa Samantha kembali terdengar, dia tidak mengira maksud Arnold adalah Matahari Departemen Store, dasar! "Cukup!" kali ini bukan hanya suaranya saja yang terdengar menyela akan tetapi Chase tiba-tiba sudah ada disamping Arnold, langsung menggandeng dan membawa Samantha pergi. Arnold maklum pasti Chase sedang merasa panas hatinya. Hmmm....menarik, sangat menarik. Arnold tidak sabar menunggu saat Chase tahu tentang sosok istri pura-puranya
Selesai mengucapkan kalimatnya, Chase langsung tahu itu salah. Pernikahan mereka bukan pernikahan sungguhan kan? Bagaimana bisa dia meradang hanya karena melihat Samantha dalam pelukan pria lain? Segera Chase meralat ucapannya."Aku tahu pernikahan kita pura-pura, tapi kau sendiri yang bilang jangan sampai ada kemesraan apapun dengan orang lain yang kita perlihatkan di depan Tristan! Itu berarti berpelukkan pun jangan!"Terlihat Samantha menatap Chase, pertanyaan terpancar dari sorot matanya. Chase berusaha menerka apa yang ada di otak Samantha. "Benar, asal jangan di depan Tristan! Kau bebas berpacaran dengan kekasihmu, barisan Barbie atau siapapun juga silahkan, pernikahan kita bukan pernikahan penuh bunga!" Chase makin mendekat hingga kini Samantha terjepit diantara Chase dan meja di ruang kerja Arnold."Kekasih? Barisan Barbie?" Chase mengulang pernyataan Samantha menjadi kalimat pertanyaan.Melihat Samantha diam saja kembali Chase melanjutkan. "Sudah mengerjakan PR rupan
"Sudah terlanjur Nold, aku mandi dulu terus kita bahas semuanya, tungguin bentar aja." Sesegera mungkin Samantha mandi dan berganti wujud dengan rambut pirang dan kacamata plus gaun over size, Samantha berusaha membeli gaun over size yang kwalitasnya bagus agar setidaknya Samantha merasa nyaman walau memakai gaun kebesaran. Setelah puas dengan penyamarannya Ini Samantha pun segera turun."Yuk kita bahas.""Tha, ngapain sih pakai gaun Mamakku!" Gerutu Arnold.Arnold paling nggak suka melihat Samantha pakai gaun dan kacamata samaran, baginya itu dosa besar, dia yang gay aja bisa-bisa berubah haluan kalau Samantha mengerahkan daya tariknya. Daya tarik alami tanpa dibuat-buat.Luar biasa jelita, baik hatinya, indah tubuhnya, merdu suaranya, banyak uangnya...kaya raya, tapi hidupnya membaur dengan mereka semua, mau bergaul dengan penjaga rumah mereka, pelayan, penggemar, siapapun juga akan dilayani Samantha dengan sepenuh hati. Hmm...sayang sekali, belum menemukan tambatan hati. "Soa
"Apa yang bikin kamu seyakin itu, Tha? Nggak ada pria normal yang nggak jatuh hati sama anak Mama.""Karena saat pertama kali kami bertemu, Samantha sedang menyamar Mam, maksudnya untuk menghindari paparazi tapi akhirnya keterusan, waktu itu Samantha nggak mungkin membuka penyamaran karena dia yang memang nggak percaya bakal yakin bahwa Samantha wanita kurang kerjaan..." Samantha berharap enam bulan segera datang, biar semua kerumitan ini cepat berlalu"Hmm, jadi awalnya karena menghindari paparazi akhirnya masalah berbalik dan sekarang anak Mama bingung harus gimana?" "Tepat Mam." "Kalau menurut Mama ya Samantha harus berterus terang, karena kebohongan yang satu akan diikuti oleh kebohongan yang lain, tapi itu berarti Samantha harus siap kehilangan Tristan." "Kalau Samantha tahu pasti Tristan berada di tangan orang yang menyayanginya, Samantha rela Mam.""Itu dia masalahnya, hanya saja sebenarnya selalu ada dua sisi mata uang, saat Chase Navarell tahu hal yang sebenarnya bisa
"Kau begitu ingin memastikan karena kau senang atau...sedih?" "Keduanya melibatkan perasaan, pernikahan kita tidak! Jadi aku tidak senang juga tidak sedih, aku hanya ingin memastikan agar aku bisa menelepon ibuku." "Kau akan memberitahu ibumu?" "Tentu saja!" Samantha melihat rasa heran yang mendominasi raut wajah Chase. "Jangan khawatir, aku sangat tahu kita hanya akan menikah di catatan sipil, tanpa pemberkatan, tanpa resepsi, tanpa syukuran keluarga, tanpa embel-embel apapun!" Chase mengangguk. "Aku memberi tahu ibuku karena tidak pernah ada rahasia apapun dalam keluarga kami, santai.." ** "Malam Mam." "Hai Sayang, kok tumben telepon jam sekian?" "Aduhhh, sorry Mam masih malam banget ya, kok Mama belum tidur? Papa mana?" "Disini! Papa merana karena dicuekin anak dan istrinya," jawab suara maskulin. "Papaaaaa." Pekik Samantha yang sangat senang mendengar suara ayahnya. "I Miss you so much Daddy, Mommy." "Mas, putri kita lagi berbunga-bunga sepertinya, masa manggi
"Oke, akan segera dibuat, ada lagi?" "Ya, setiap dua minggu aku akan pergi selama dua hari mengurus pekerjaanku!" Chase termenung."Jumat malam aku pergi, Minggu malam aku kembali," sambung Samantha."Apa pekerjaanmu? Tidak bisa dari rumah?" Samantha terdiam bingung harus menjawab bagaimana..."Tidak bisa! Dan tempatnya berpindah-pindah_""Kenapa kalimatmu membingungkan?" Potong Chase.Samantha langsung menyemburkan kekesalannya."Karena aku tidak ingin menjawab! Kau pernah bertanya tentang pekerjaanku dan mendapat jawaban yang sama, kenapa masih mencoba lagi?" Saat itu tangan mungil Tristan mendarat di dada Samantha, gerakan samar Samantha terkejut dan berjengit tidak luput dari perhatian Chase. Perlahan Samantha membawa tangan Tristan ke lehernya. Berhasil! Akan tetapi sepuluh detik kemudian tangan itu kembali ke dada Samantha. Kini wajah Samantha mulai memerah. Dia tersipu karena dia tahu Chase masih memandangnya lekat-lekat. Samantha berdiri dan berjalan ke arah kamar
"Tidak! Kau harus bermain dengan caraku."Samantha terdiam, dia sudah mengeluarkan semua argumen yang sudah dia persiapkan sebelumnya, akan tetapi kalau itu juga tidak bisa mendapat persetujuan anak sulung klan Navarell, berarti sekarang waktunya diam dan mendengar!"Tidak mudah menemukan siapa ayah Tristan karena kalian berdua mabuk kan?Begitu banyak pria Navarell yang sehat dan memproduksi sperma dalam jumlah yang besar setiap harinya. Kami keluarga besar dan dominan pria, jadi satu-satunya jalan adalah kita tidak boleh tergesa-gesa memutuskan, biarlah keadaan akan membantu kita, jadi selama itu masih berjalan kalian adalah tanggung jawabku!" "Maksudnya?" "Kalian berdua di bawah tanggung jawabku!""Kami_""Jangan lagi membantah!""Jelaskan apa maksud 'dibawah tanggung jawabku' itu?Chase diam menatap Samantha, lalu duduk."Aku yang akan menjaga kalian, sampai kita tahu siapa ayah Tristan." "Aku harus memberi laporan kegiatan sehari-hari kepadamu?" "No!""No? So?""Kamu tidak us
Akankah penyelidikan Chase berhasil menemukan bahwa ibu Tristan bukan Samantha? Samantha ngeri membayangkan apa yang akan terjadi kemudian. Dia sudah tenang hidup berdua dengan Tristan. Jangan sampai Tristan diambil darinya."Sorry, aku pikir memang sebaiknya kami berdua tidak ke mana-mana, sampaikan salamku pada kakekmu yang sudah begitu baik pada kami berdua," ujar Samantha lirih.Rahang Chase mengetat. "Apa yang sedang kau mainkan?""Aku tidak sedang bermain peran, kita baru bertemu beberapa kali...itu pun..." Samantha kebingungan menyampaikan isi hatinya. Nampak Chase diam menunggu. Samantha mengambil Tristan, membawanya pergi ke dalam menemui Mrs Barbara, lalu Samantha kembali, berdiri menghadap Chase yang masih diam seribu bahasa. Setelah menghela nafas panjang, Samantha melanjutkan, "jadi sebenarnya kita masih asing satu sama lain...kau asing bagi kami." Seketika Chase berdiri, hanya sekian centi dari hadapan Samantha yang bertahan tidak mundur, jadilah mereka berdiri