"Siapa yang mengambil? Kenapa kalian berani berikan ke orang lain tanpa perintah saya?"
“Oh yaa, emmm...sebentar saya cek dahulu, Tuan.”jawab penjaga toko itu dan membuka catatannya dengan tangan gemetar.Chase melihat tangan pelayan yang gemetar, tapi dia tidak punya banyak waktu tersisa."Saya tidak punya banyak waktu, cepat kalian rangkai sama persis dengan yang saya pesan tadi.""Tuan, tapi saya masih harus memeriksa letak kesalahannya di mana.""Tidak bisa, saya harus segera menjemput calon istri saya!""Tapi Tuan..""Kalian bikin cepat! Saya akan bayar semuanya!"Selagi Chase meneriakkan perintah ponselnya berdering."Chase, jadi menikah hari ini?"Ledekan terdengar dalam pertanyaan Salim."Sebentar, aku sudah dalam perjalanan, ini sedikit terhambat karena ada kekeliruan, tunggu sebentar."Chase meletakkan ponselnya ke dalam saku.Tadinya dia tidak sabar dengan kekeliruan yang dibuat oleh pihak penjaga toko bunga, akaSamantha!Chase ingin menjitak kepalanya sendiri, tentu saja ada kemiripan antara wanita yang sedang berdiri di hadapannya dengan Samantha. 'pasti ini ibu Samantha.'Ia melihat sosok wanita yang lemah lembut namun tegas. Terlihat jelas dari tatapannya yang tetap tenang menunggu Chase mendekat. Chase cukup kaget karena tak pernah terpikirkan akan bertemu langsung dengan kedua orang tua Samantha. Orangtua yang peduli dan sayang pada putrinya, kalau tidak...mana mungkin mereka meluangkan waktu mengarungi samudra untuk mendampingi putri yang hanya akan menikah pura-pura demi untuk mendapatkan kepastian siapa ayah dari cucu mereka.Chase merasa harus hati-hati sebelum dia mendengar cerita Samantha.Chase pun berkenalan dengan Ibunda Samantha. “Selamat pagi Bu,” sapa Chase dan menjulurkan kedua tangannya dengan sopan."Chase Navarell?" tanya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu sambil menerima uluran tangan Chase. Chase merasa sorot
Chase berusaha menepis rasa penasaran di hatinya.“Maaf, saya permisi ke kamar kecil." ucap Chase sesopan mungkin.“Oh ya, silahkan." Baru saja Ibunda Samantha akan menunjukkan arah tapi diurungkannya karena melihat Chase telah berjalan menjauh. Chase pun segera berlalu dan menuju ke kamar mandi. Chase tidak tahu bahwa kedua orang tua Samantha terkejut melihat Chase berjalan menuju ke kamar mandi yang jika belum pernah tahu pasti tidak bisa menemukan karena letaknya yang tersembunyi. "Dia sudah pernah ke sini!" gumam ayah Samantha.Senyum manis tersungging di bibirnya. "Pria berkarakter kuat,” katanya lagi. "Aku yakin anak kita baik-baik saja, dia pasti akan berusaha membantu mencari dan menemukan ayah Tristan." Kembali si ayah berkata. Si ibu hanya menganggukkan kepala.Teringat bagaimana mereka jauh-jauh terbang dari Indonesia untuk melihat pernikahan Samantha, walau Samantha menolak karena ini bukanlah pernikahan sungguhan tapi kedua o
"Sudah selesai,” ucap Chase sambil menatap Samantha. “Thank you,” ucap Samantha lirih dan nampak meraba gaunnya seakan untuk memastikan apakah ada yang kelewatan dari pengamatannya atau tidak, padahal sepertinya itu hanya untuk menutupi keresahannya. Chase berdiri diam di tempatnya, dia tahu harusnya dia pergi agar mengurangi kegugupan Samantha, akan tetapi kakinya enggan beranjak menjauh, malah muncul keinginan untuk menggoda Samantha. "Aku tadi menebak kau akan menyemprotku habis-habisan." Samantha memandang Chase sambil mengigit bibirnya. Chase mengangkat keningnya.Samantha melengos lalu akan beranjak saat Chase menangkap lengannya. "Kita harus segera berangkat, kakek sudah berusaha menenangkan petugas yang akan menikahkan kita, tapi tidak tahu itu akan bertahan berapa lama, sebaiknya kita segera berangkat."Nampak Samantha mengangguk sambil menjauh dari Chase. Tak lama Samantha turun lalu mendekati Chase yang sudah bersama dengan ayah
Samantha langsung menggenggam tangan sahabatnya. Bianca tersenyum senang merasakan sahabatnya tercinta yang ketenangannya telah melegenda kini sedang kebingungan. Bianca ingin tetap tinggal mendengarkan jawaban Samantha seperti yang tadi di katakannya, akan tetapi begitu ayah Samantha tiba, Bianca langsung menjauh. Samantha diam menunggu sambil memutar otak mencari cara mengelak."Pa, mama mana?" Ayahnya hanya menelengkan kepalanya memberi tanda tentang keberadaan istrinya. "Papa nggak ke sana? Nanti mama cari Papa!"Nampak ayah Samantha hanya menggeleng."Pa, Samantha mau cari Tristan dulu ya." Samantha berusaha menghindar dengan cara lain akan tetapi usahanya gagal saat lengan sang ayah melingkar di bahunya. "Sayang, sepertinya Papa kesulitan membayangkan kalau pernikahan ini tidak sungguhan, melihat kamu yang merona dan Chase_”"Pa!" Potong Samantha. "Papa cuma mau curhat sama putri papa tercinta, Papa yang udah mulai tua sampa
Samantha tidak menghiraukan seruan seseorang, dia terlalu sibuk menyembunyikan reaksinya. Dia tahu seperti apa anggapan mereka, gadis sederhana yang kikuk dan gelisah yang telah berhasil menikah dengan sang penguasa. Mungkin mereka berpikir dia minder atau rendah diri, padahal yang sebenarnya terjadi Samantha gelisah karena SENTUHAN tidak sengaja sang penguasa, karena dia tidak berpengalaman, karena dia masih perawan! 'Astagaaaa semoga tidak ada yang menangkap kenyataan yang sebenarnya,' batin Samantha. Samantha langsung meminta maaf dan segera menghampiri Chase yng sedang memangku Tristan. "Mari, biar aku yang menjaganya, kau makanlah." Awalnya Tristan dengan gembira berpindah ke pangkuan Samantha, akan tetapi begitu Chase akan beranjak pergi mendadak Tristan meraih tangan Chase sambil berceloteh."Pa..pa...pa."Seketika Chase menghentikan langkahnya dan dan berbalik kembali, lalu duduk di sisi Samantha."Apa aku tidak salah dengar barusan?” gumam Chase. Chase terkejut dan m
Dengan terkejut Samantha mengamati wajah Salim. Entah kenapa wajah Salim sangat tidak ramah saat ini. Tidak sama seperti saat pertama kali mereka bertemu di kantor sipil tadi.Hal yang membuat Samantha menjadi tidak nyaman. Hal yang aneh tapi tak bisa dilarang. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Samantha."Yah, aku memang ingin meminta bantuanmu," balas Salim. "Sebutkan, semoga aku bisa membantu." "Kau tidak sedang bekerjasama untuk menjebak temanku kan?" tanya Salim langsung pada pokok masalah tanpa mengurangi rasa penuh curiga di wajahnya."Maksudmu?" "Jadi begini, aku merasa aku mengenalmu, nggak mungkin kan, aku merasa kamu itu bukan kamu!" Salim merasa ada yang janggal antara Samantha dan Chase. Dari apa yang ia dengar, dan apa yang ia lihat. Salim merasa ada sesuatu yang ditutupi oleh Samantha hingga membuatnya menaruh rasa curiga."Apa alasanmu berpikir begitu?" Samantha mengernyitkan dahinya. Hatinya benar merasa bahw
Selesai makan, mereka pulang kembali ke rumah Samantha. "Thank you," kata Samantha saat mereka hanya berdua."Thank you untuk?" "Karena tidak memaksakan keinginanmu." "Ini tentang tempat tinggal?" Memang Chase mengiyakan saja saat Samantha mengutarakan maksudnya untuk kembali ke rumahnya, pertimbangan Chase adalah karena barang-barang Tristan masih belum ada yang dipindah jadi sementara mereka akan tinggal di rumah Samantha sambil mempersiapkan segala sesuatunya saat pindah ke rumah Chase.Samantha merasa sangat senang masih bisa tinggal di rumah lamanya. "Tentang segalanya, kau tidak memaksakan keinginanmu, kau mau mendengarkan orang lain, kau mengalah, dan contoh lain yang sejenis, masih banyak tapi aku sudah lupa." Chase memandang istrinya dari dekat. "Kau....berbeda....." Gumam Samantha sambil menggigit bibirnya.Chase memandang cukup lama sebelum akhirnya menjawab. "Berbeda? Jadi aneh?" Samantha menggelengkan kepalanya.
"Ke mana?" Samantha mengulang bagai burung beo. Tidak mungkin Samantha jawab dengan jujur, tapi dia juga tidak ingin berdusta. "Ke...t-tempat kerjaku." "Ke kantormu? Apa tidak sebaiknya dia bersamaku saja di rumah?" saran Chase. Samantha terdiam, kalau dipikir-pikir memang lebih sederhana kalau Tristan di rumah saja bersama dengan Chase. Hanya saja ini tidak berjalan satu dua kali tapi akan berjalan selama 6 bulan yang akan datang. "Tidak apa-apa Chase, ini bukan hanya satu kali saja kan, tapi setiap dua minggu sekali dalam 6 bulan perkawinan kita, bayangkan berapa belas kali kamu harus mengosongkan jadwalmu? Jadi sebaiknya sesuai rencana awal saja agar tidak merepotkan," semakin ke sana suara Samantha semakin rendah. Chase mengerutkan keningnya. "Jika kau membawa Tristan pergi bersamamu, nanti dia tinggal dengan siapa saat kamu 'bekerja' pikirkan baik
"Sam..why? Kau sana rindunya deng..." Chase tidak melanjutkan kalimatnya sebagai gantinya dia mengacak-acak rambutnya. "Mungkin mulut kita berkata lain tapi tubuh kita lebih jujur dalam meneriakkan kerinduannya," kata Chase dengan wajah tersiksa. Samantha pun yakin ekspresinya tidak lebih baik dari Chase. Dia sampai ingin menangis saat merasa tubuhnya terpisah dari tubuh Chase.Akan tetapi dia tidak mungkin membiarkan keadaan kembali keluar dari jalur yang direncanakan, sudah terlalu lama dia menyembunyikan sebuah DUSTA. Malam ini semua harus berakhir....Berakhir bahagia? Berakhir duka?Dia hanya bisa menunggu..."Chase, ada yang harus kita bicarakan." Chase memandang Samantha dengan wajah suntuk. "Kau tahu kalimat itu yang paling dibenci seorang pria? Kalimat 'kita harus bicara' mengindikasikan ada sesuatu yang tidak beres!" "Memang ada yang tidak beres." Mereka berdua termenung sejenak. "Kalau tentang apa ya
Chase sibuk mempersiapkan malam spesial menyambut kedatangan istri tersayang.Sesorean Chase merasa seperti remaja yang baru jatuh cinta, rasanya ingin waktu cepat berlalu tapi juga ingin waktu berhenti...Plin plan kan? 'mungkin beginilah yang namanya jatuh cinta, irasional, nggak masuk akal,' Chase sibuk bermonolog dengan diri sendiri. Chase sudah mengatur makan malam romantis tapi tetap di rumah saja, dia sudah terlalu rindu dengan Samantha, kalau mereka makan di luar bakalan panjang waktu perjalanan pulang perginya, lagian dia membutuhkan istrinya sendirian tanpa ada orang lain tanpa ada interupsi apapun! Agar mereka bisa bercakap-cakap sepuasnya, sejujurnya, akan dicurahkannya isi hatinya lalu dia akan memulai rayuan, mengerahkan segenap kemampuan mautnya, kalau Samantha belum bisa mencintainya minimal mereka telah terhubung dengan sangat kuat secara fisik. Chase setelah berpakaian lengkap yaitu setelan formal untuk makan malam dan dia juga telah
Arnold mengusap wajahnya mendengar pertanyaan tajam dari Samantha. "Kurang 10 menit lagi kau tampil, bersiaplah." Arnold menerangkan dengan wajah serius. "Kau tahu, kau harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi hingga kau bertingkah seperti pelindungku." Kembali mereka saling berpandangan, lalu Arnold memalingkan kepala sambil mengumpat."Lima menit lagi, Tha." Samantha mengangkat dagunya. "Aku tidak akan tampil sebelum kau bilang apa yang sebenarnya terjadi!" "Tha.." "Say it!" "Tha.." "Oh oke, kalau mau bermain lambat...silahkan, mari kita lihat siapa yang pegang bola saat ini." Samantha pun memilih kursi tunggal lalu duduk dengan santai, walau pun rasa gemuruh di dadanya tak juga mereda. "Ok, wajahmu muncul di surat kabar pagi ini, dan kini waktumu harus tampil." "Apa judul beritaku?" tanya Samantha yang reflek berdiri. Samantha bertahan ditempatnya walau pun Arnold berusaha mendorong dia untuk maju. "Nold? Apa judulnya?" Nampak Arnold ingin menendang se
Chase bersiap untuk pulang saat kembali ponselnya berdering. GRANDPA! 'Semoga ini tidak ada hubungannya dengan berita hari ini.' "Halo Grandpa?" "Aku tidak membesarkan mu untuk jadi pria kebanyakan, aku mendidik mu agar suatu hari kau bisa jadi pria pelindung keluarga besar mu dan keluarga kecilmu sendiri." "Grandpa_" "Kalau saja dari awal kau bilang terus terang, Grandpa akan cari cara lain untuk membesarkan cicit grandpa dan ibunya, Grandpa tadinya yakin kau mampu melihat jauh ke dalam hati wanita yang kalian bilang BUKAN WANITA YANG PANTAS untukmu! Omong kosong darimana itu? Hah?" "Grandpa, kasih kesempatan Chase untuk_" Berkali-kali Chase berusaha menyela akan tetapi Grandpa tidak pernah memberi kesempatan, nampaknya Grandpa begitu emosional sehingga tidak mau mendengarkan siapapun. "Memangnya siapa wanita yang pantas, bawa mereka ke sini, Grandpa akan bandingkan mereka dengan ibu Tri
Leda masih juga berdiri di hadapan Chase, hanya saja kali ini Leda mulai gentar. "Kau tuli? Keluar dari rumahku, kau dipecat!"Seketika Leda terbelalak, sepertinya bukan begini yang direncanakannya. "Chase_""Mr Chase Navarell! Dan tidak usah menjelaskan apapun, kau sudah di pecat, keluar sebelum kau menyesal berurusan denganku!" "Kau yang akan menyesal, Chase! Kau yang akan menyesal! Apa kurang ku dibanding istrimu yang lusuh, tidak bisa dandan, kedodoran, hah? Kelebihannya hanya dia melahirkan anakmu! Aku juga bisa, hamili aku, aku akan memberikan keturunan sebanyak yang kau inginkan!" Rentetan kalimatnya Leda tembakkan sambil berjalan mundur karena Chase terus maju dengan sikap mengancam. "Tutup mulutmu wanita gila, jangan pernah menghina istriku." Begitu kalimatnya selesai, Chase langsung teringat masalah yang ada dan sadar bahwa ada kemungkinan Leda terlibat di balik semua yang terjadi. "Kau yang merancang semua ini?" Chase bertanya sambil mendekatkan wajahnya, nampak Le
"Aku berusaha mengerahkan otakku kiri dan kanan untuk bisa mencerna penjelasanmu, Tha. Jadi karena sekarang Chase sudah tahu bahwa dia menikah dengan Sang Diva, maka_""Dia belum tahu, Bi." "Impossible Tha, kalian bercinta pakai gaya apa? Dia pasti tahu keindahan tubuh bagai iblis betina yang kau miliki.""Dia cuma tahu aku ternyata nggak gendut, tapi selebihnya dia belum tahu. Saat tidur bersamanya aku tetap mengenakan softlens ku, tetap dengan rambut pirang pucat jelek ini kan dan tetap tidak berdandan, jadi dia nggak tahu." "Dari awal aku tidak terlalu setuju kau mempertahankan penyamaran sampai selama ini awalnya hanya untuk paparazi kan, Tha? Kenapa jadi selama ini?""Terlanjur, Bi." "Kalau begitu MENGAKULAH sekarang, Tha. Aku yakin dia akan mengerti." "Aku takut melihat reaksinya, Bi. Dia pria yang sangat jujur, sangat berintegritas, dia pasti jijik dengan kebohonganku.""Coba dulu, Tha. Lakukan hari ini ceritakan semuanya jangan ada yang kau tutupi, jangan ada yang dise
"Sebenarnya aku lagi gabut, terus nggak bisa tidur dan sekarang moodku makin nggak jelas!"Samantha menunggu sahabatnya yang selalu berhasil mencerahkan suasana hatinya beraksi. Akan tetapi sampai lama belum juga Bianca bersuara."Biii?" "Hmm, makanya kalau main jangan setengah -setengah, jadinya nanggung, seandainya Dewa Yunani kamu ijinkan ikut kan nggak sampai duduk-duduk bengong gini, bisa nggak sempat duduk malah, bangun hajar, bangun hajar!" Membayangkan Chase malah makin membuat Samantha pusing. "Sayang sekali dia nggak ada di sini."kembali Bianca bersuara. "Masalahnya dia ada di sini." "WHAT? Jadi kamu ijinkan Chase ikut? Kamu udah terus terang? Kamu udah membuka identitas mu?""Nggak Bi! Itulah masalahnya. Kami tidak pergi bersama tapi dia ada di sini. Dia ada di sini bukan karena aku tapi karena ada janji dengan wanita lain." hening ....Mungkin Bianca sedang berpikir keras. "Tha...perjanjian kalian belum berubah kan?""Belum! Karena itu aku menelepon mu Bi! Kau ora
"Banyak hal menarik yang tidak hanya bisa memuaskan rasa ingin tahu sebagian orang saja, tapi hal yang kutemukan akan menggemparkan!"Samantha kembali menghadap piringnya jadi posisinya kini membelakangi pria asing itu. "Pergilah, kau tidak diterima di meja kami," kata Arnold sambil bangkit berdiri. Nampak si pria tak gentar sedikitpun, dia hanya berjalan berputar, lalu perlahan berada di sisi Arnold dan mulai mengangkat kameranya. Terjadi tarik menarik. "Aku bebas memberitakan apa yang kameraku tangkap." "Tidak tanpa seijin kami." Terjadi perdebatan antara Arnold dan pria asing itu.Sambil tersenyum mengejek sang pria asing menjawab Arnold. "Ijinkan aku mengambil foto yang akan melengkapi berita besok pagi dengan judul Hubungan Rahasia Istri Sang Penguasa!"Seketika Samantha menarik nafas panjang, tadinya dia menebak bahwa sang paparazi ini sudah tahu tentang penyamarannya, akan tetapi ternyata sepertinya dia hanya mencurigai ba
Sang Diva menitikkan air mata. Arnold sangat amat terkejut! Arnold berusaha mengingat kapan Samantha menitikkan air mata....Tidak pernah! Sepanjang karir mereka berdua bersama tidak pernah sekalipun dia melihat Samantha menitikkan air mata, Samantha adalah orang yang paling tangguh dan tenang yang pernah bekerja sama dengan dia. Jadi saat ini melihat Samantha meneteskan air mata mendatangkan rasa haru di hatinya. Perlahan Arnold berjalan mendekati Sang Diva sambil memikirkan cara untuk menghibur. Akan tetapi begitu telah tiba di sisi Samantha saat Arnold akan mulai membuka mulutnya tiba-tiba Samantha berdiri dan menghapus air matanya. "Yuk makan." "Astaga kasih kesempatan kek buat temennya menghibur, baru juga akan dimulai udah dibatalin." "Nggak pakai acara hibur menghibur, gue nggak butuh hiburan yang gue butuh makanan ayo cepetan kita pergi makan." Kembali untuk yang kedua kalinya Arnold terkejut hingga menatap Samantha dengan mulut ternganga. "Bukannya