"Kakak mau ngomong, kalau Kakak udah nikah siri sama Natasha. Sambil nunggu akta cerai kita, baru diresmikan. Jadi, Keenan udah punya mama baru. Kakak mau kenalin Natasha sama Keenan boleh? Kalau secara agama kan kita udah sah cerai dari pas kamu pulang ke rumah orangtuamu. Jadi, Kakak sama Natasha udah tinggal bareng kayak yang kamu lihat tadi. Kakak boleh kenalin Natasha ke Keenan enggak?"
Bagai disambar petir, pesan whatsapp dari Rafi sukses membuat mata Davika kembali berair. Bisa-bisanya mereka menikah dalam keadaan seperti ini? Hei Bung! Istrimu baru saja meninggalkan rumah selama 10 hari dan kamu entengnya mengatakan sudah menikah lagi dengan gadis lain tanpa ada beban sama sekali. Freak! Saiko! Rafi benar-benar tidak waras! Davika merutuki Rafi dalam hati. Untung saja, saat pesan itu datang Erna sedang keluar untuk mencari makan malam sehingga wanita itu tak perlu melihat putrinya kembali menangis terluka akibat ulah Rafi.
Davi
Usaha keluarga besar Davika untuk mengembalikan senyum di wajah wanita muda itu berhasil. Semua silih berganti menghibur Davika yang diselimuti lara. Tanpa terasa kepergian Davika dari apartemen Rafi sudah berjalan selama satu bulan lamanya. Berkas-berkas perceraian pun sudah masuk ke pengadilan tinggal menunggu nomor antrean untuk menjalankan sidang kembali.Dalam kasus perceraian Rafi dan Davika, keduanya sama-sama mengajukan gugatan cerai. Rafi sebagai pemohon mengajukan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syariah. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan keduanya. Sayangnya, usaha hakim tidak berhasil karena Rafi bersikukuh ingin berpisah dari Davika, pun sebaliknya. Davika juga tidak membela diri atau pun menolak gugatan yang dilayangkan oleh Rafi.Hakim pun mewajibkan keduanya menjalani proses mediasi. Sama seperti sebelumnya, upaya hakim tidak berjalan dengan lancar. Karena hal tersebut, pemeri
"Vik, bangun! Udah sampe depan rumahmu." Devanno membangunkan Davika dengan lembut. Namun, wanita berhijab peach itu masih tertidur dengan pulas dan nyaman di dalam mobil."Kalau tidur gini, kamu terlihat tenang dan tanpa beban, Vik." Jari tangan Devanno mengusap pipi mulus Davika dengan penuh sayang. Lelaki beralis tebal dan berhidung mancung itu melengkungkan senyum di bibir tipisnya. Karena sentuhan tangan Devanno, Davika sedikit menggeliat membuat Devanno refleks menarik kembali jarinya."Vik? Kamu udah bangun?" Pertanyaan Devanno menguap bersamaan dengan Davika yang masih tertidur pulas. Ternyata Davika hanya menggeliat dan tidak menyadari sentuhan dari jari tangan Devanno.Lelaki itu bingung, apakah ia harus menggendong Davika dan menidurkannya di dalam rumah ataukah ia tunggu saja sampai wanita itu terbangun dengan sendirinya? Devanno menghela napas panjang. Jantung lelaki itu memompa darah dengan kecepatan tinggi
"Vik, siapa laki-laki yang mengantarmu pulang? Apa dia partner kerja yang merangkap menjadi kekasihmu? Dia kan yang membuat kamu tak mengacuhkan Kakak?" Mata Davika membulat sempurna. Dari mana Rafi mengetahui nomor ponselnya?Mendadak kepala wanita itu terasa nyeri. Davika memijit-mijit keningnya beberapa kali. Ia tertegun di depan cermin kamarnya. Kenapa setiap ada hal yang berhubungan dengan Rafi respons tubuhnya seperti ini? Apa trauma masa lalunya belum benar-benar sembuh? Apa sisa-sisa luka itu kembali menganga hanya karena tubuhnya berhadapan dengan Rafi?Ah, Rafi kenapa dia tak bosan-bosannya mengganggu hidup Davika? Selama hampir 10 tahun ini hidup wanita berhidung bangir itu sudah cukup tenang dan bahagia. Mengapa Rafi harus datang mengusik ketenangannya? Davika menatap pantulan wajah ayunya di cermin. Rasanya ia sudah cukup tegar selama ini. Bagaimana mungkin ketegaran itu goyah hanya karena pertemuannya dengan Rafi?
"Waduh, Bibi enggak kenal, Bu. Tamunya laki-laki, ganteng tapi enggak seganteng Tuan Devanno." Mendadak hati Davika tak enak, apa mungkin tamu itu Rafi?"Tamunya enggak disuruh masuk, kan, Bi?" tanya Davika was-was. Wanita itu menggigiti kuku-kuku di jari kanannya."Enggak, Bu. Bibi suruh tunggu di kursi luar," sahut Bi Marni. Wanita paruh baya itu merasa ada yang aneh dengan sikap majikannya. Tak biasanya sang majikan bersikap parno seperti hari ini. Ia ingin bertanya, tetapi sungkan. Akhirnya ia hanya menyimpan tanda tanya besar dalam hatinya."Bagus Bi, pokoknya kalau ada tamu laki-laki yang datang ke rumah ini saat Keenan enggak ada. Jangan pernah diizinkan masuk ya Bi, kecuali Kak Aldo, Irvan, atau saudara-saudaraku yang udah Bibi kenal. Kalau enggak kenal, Bibi minta tunggu di luar aja." Lagi, keringat dingin mulai mengucur di pelipis wanita cantik itu."Siap, Bu. Ini Bibi buatkan m
"Vik, sakit di perut kamu enggak keterusan, kan?" tanya Devanno lewat saluran pesan whatsApp."Vika, are you okay?" Lagi, satu pesan whatsApp kembali muncul di layar ponsel Davika 30 menit kemudian."Davika, jangan bikin khawatir. Kamu enggak kenapa-kenapa kan?" Satu jam kemudian setelah pesan ketiga, lalu muncul pesan-pesan lainnya dari Devanno."Vika, please jawab. Aku enggak bisa tenang kalau kamu tanpa kabar begini.""Davika? Serius nih aku kepikiran sama kesehatan kamu. Kamu baik-baik aja, kan?""Vika, please kabari aku.""Vik ....""Vika? Kamu udah tidur ya?""Kalau kamu baca WA ini, segera bales ya, Vik. Aku bener-bener enggak bisa tidur sekarang."Davika yang selesai melaksanakan Salat Subuh baru saja membaca pesan-pesan dari Devanno yang sudah dikirimkan sejak pukul 19.30 samp
"Vanno? Ngapain ke rumah pagi-pagi?" tanya Davika pada Devanno yang berdiri membelakangi wanita itu.Lelaki itu berbalik dan tersenyum manis. "Jemput kamu," jawabnya.Hari ini Devanno terlihat lebih casual dengan kaos lengan panjang berbahan rajut tipis berwarna cream dengan motif garis-garis halus. Ia menaikkan kedua lengan bajunya menjadi 3/4. Di lengannya melingkar jam tangan fossil berwarna silver berdiameter 38 mm dengan tali tangan berwarna cokelat. Rambutnya yang hitam kecokelatan terlihat lebih maskulin dengan gayanya hari ini. Lelaki itu mengenakan tapered fit jeans berwarna biru muda dan sepatu kets berwarna cream senada dengan kaosnya."Jemput? Ngapain dijemput Van? Aku kan bisa berangkat sendiri." Davika menaikkan satu alisnya dan menunjukkan kunci mobil di tangannya pada Devanno. Dengan sigap Devanno merebut kunci mobil milik Davika."Van, balikin kuncinya!" pinta Davika, tetapi le
"Ya Allah, ternyata kamu Vika? Ini aku Devanno, Kakak tingkat yang pernah ngerjain kamu waktu ospek dulu.""Ternyata Bapak masih ingat pada saya, iya Pak, saya Davika, adik tingkat yang diminta untuk bernyanyi di depan orang banyak hanya untuk mendapatkan tanda tangan Bapak." Davika ikut tersenyum."Jadi kamu udah kenal aku duluan nih ceritanya?" selidik Devanno. Lelaki itu tidak mengira jika pada akhirnya ia akan bertemu kembali dengan mantan cinta pertamanya saat masa kuliah dulu."Tentu saja. Bapak kan sudah merintis Shop.id sejak kuliah dulu, tidak mungkin saya tidak mengenal Bapak." Davika masih berusaha bersikap formal meski Devanno sudah berbicara non formal layaknya bertemu teman lama."Kok kamu enggak ngomong sih kalau kita satu almamater? Tahu gitu aku kan enggak usah sok formal di depan kamu tadi." Devanno menggulung lengan kemejanya agar lebih terlihat santai di hadapan Davika.
"Maaf, Bu. Ada tamu lelaki yang memaksa ingin bertemu dengan Ibu di kantor. Katanya, dia calon suami Ibu." Mendengar pernyataan Raissa, jantung wanita itu serasa dipukul dengan palu. Davika sangat yakin tamu itu adalah Rafi. Ah, Rafi kenapa lelaki itu tak berhenti mengganggu hidup wanita berhidung bangir itu?"Usir aja, Sa. Saya tidak punya calon suami," pinta Davika seraya menghirup napas jengah.Mendengar pernyataan Davika, Devanno refleks menoleh dan meminta penjelasan dengan ekspresi wajah yang menyiratkan tanya, "Siapa yang mengaku sebagai calon suamimu?" Namun, bukannya menjawab Davika hanya memberi kode tangan pada Devanno untuk menunggunya selesai berbicara dengan sekretarisnya."Sudah kami usir berkali-kali, Bu, tapi orangnya ngeyel tetep pengen ketemu dulu sama Ibu. Orangnya masih nunggu di lobi kantor, Bu," jelas Raissa."Yasudah, abaikan saja, Sa. Saya masih di perjalanan menuju kantor. S
"Duduk,Vik." Devanno menatap istrinya yang baru saja masuk dan membuka pintu kamar. Davika langsung menghampiri Devanno dan terduduk di samping lelaki berhidung bangir itu sesuai dengan perintah imamnya. Dengan jantung yang bertalu, Devanno meraih kedua tangan wanitanya dan menatap Davika dalam. "Vik, thanks ya kamu udah mau jadi istriku."Devanno mengucapkan kalimat itu seraya mencium punggung tangan istrinya. "Kamu tahu, Vik, memilikimu adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan untukku. Aku akan selalu memastikan tak ada air mata yang akan kamu keluarkan di dalam bahtera rumah tangga kita." Lagi, lelaki tampan berlesung pipi itu menyunggingkan senyuman secerah mentari pagi sehingga membuat ketampanannya naik berkali-kali lipat."Makasih juga buat kesabaranmu menanti hatiku terbuka untuk menerima kamu, Van," balas Davika seraya tersenyum tulus."Aku enggak keberatan nunggu kamu, Vik. Jauh di dalam sini selalu ada namamu dalam doaku." Devanno menunjuk ke dadanya seray
Bab 48 : Happy EndingPesta pernikahan itu berlangsung dengan sangat meriah. Pernikahan Davika dan Devanno dilangsungkan di sebuah gedung pernikahan terkenal daerah Bandung dengan mengusung konsep mewah dan elegan. Dekorasi utama gedung pernikahan tersebut menggunakan perpaduan warna gold dan hitam. Dari arah pintu masuk, para tamu undangan disuguhkan dengan foto-foto pre-wedding Davika dan Devanno dengan bermacam-macam pose jarak jauh tanpa bersentuhan. Walaupun tanpa bersentuhan, foto-foto itu tetap menarik perhatian dan memberikan kesan mendalam bagi orang yang melihatnya. Jika diamati, pose-pose itu menyiratkan bagaimana perjuangan Devanno memendam perasaan selama hampir lima tahun lamanya pada sosok Davika. Foto terakhir menampilkan remake pose saat Davika menerima lamaran Devanno di depan kantor La Moda.Saat memasuki aula utama, para tamu yang hadir disuguhkan dengan pemandangan dekorasi pernikahan yang memikat mata. Lampu gantung berwarna gold panjang menjuntai menghiasi lang
Bab 47 : Mengejar Restu Devanno mengantar Davika pulang selepas makan bersama. Lelaki berhidung mancung itu tersenyum semringah selama perjalanan mengantarkan Davika ke kediamannya yang berada di sebuah cluster mewah daerah Dago. Senyuman semanis gula-gula tercetak sempurna di bibir lelaki tampan itu. “Aku pulang dulu ya, Vik. Besok aku jemput lagi.” “Enggak usah, Van. Besok aku bisa naik go-car atau grabcar,” tolak Davika. Ia tidak mau bergantung atau menyusahkan Devanno.“Lho kok punya punya calon suami malah pengen naik ojek online.” Devanno mencebik.“Belom resmi, di restoran kan aku udah bilang kamu minta izin dulu ke orangtuamu dan minta izin pada mamaku dan Kak Aldo. Kalo udah dapet restu, baru deh beneran jadi calon suami.” Kalimat yang diucapkan Davika memang lembut dan tanpa tekanan. Akan tetapi rasanya langsung menohok Devanno. Perempuannya ini memang paling pintar mendebat apa pun yang diucapkan Devanno.“Iya-iya, secepatnya aku minta izin. Besok pun kalau kamu minta ak
Bab 46 : Berbuah Manis Tak mau berlama-lama, Davika langsung menyambar ponsel dan tasnya menuju lobi kantor La Moda. Ia penasaran dengan apa yang dikatakan Raissa tentang kedatangan Devanno. Bagaimana mungkin Devanno datang sebagai tunangannya? Dalam rangka apa? Kenapa ekspresi Raissa harus mengulum senyum seperti tadi? Berbagai pertanyaan menari-nari di kepala Davika.Wanita cantik bertubuh proporsional itu segera menekan lift menuju lantai dasar. Hari ini Davika terlihat lebih anggun dengan setelan outer blazer berbahan dasar katun tweed motif kotak-kotak berwarna dasar putih, cream, dan cokelat susu. Blazer itu dipadukan dengan rok slimfit berwarna cokelat tua berbahan dasar leather. Di kaki jenjangnya terpasang sepatu boots berwarna putih membuat penampilannya semakin terkesan berkelas. Wajah selebgram sekaligus owner butik La Moda itu tampil segar dengan konsep make up natural look. Wajah nge-glazed-nya dilapisi beberapa produk make up dari brand B Erl Cosmetics. Salah satu pro
Bab 45 : Aksi Percomblangan“Papi ….” Sejenak Rafi menggantungkan kalimatnya, terasa berat. Namun, apa boleh buat. Pada akhirnya Rafi memang telah kalah, kalah dari permintaan sederhana Keenan. Setitik air kembali terjatuh di pelupuk matanya. Baiklah asalkan Keenan mau kembali ke pelukannya, Rafi akan menghapus keinginannya untuk kembali merajut kasih dengan Davika. Setidaknya Rafi bisa memperbaiki hubungannya dengan Keenan dan menyelamatkan garis keturunan keluarga besarnya. Rafi menghidu napas beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan Keenan.“Papi janji, Papi enggak akan ganggu Mami Keenan lagi.” Dengan hati yang patah, akhirnya Rafi melontarkan janjinya pada putra semata wayangnya. Janji yang sebaiknya tak Rafi ingkari, jika tak ingin berimbas pada kepercayaan Keenan padanya. Terasa sangat berat, tetapi rasanya sedikit melegakan. Karena buah dari janjinya, Keenan kembali bersikap manis padanya. “Keenan pegang janji Papi, ya. Keenan harap Papi akan menemukan kebahagiaan lain, m
Bab 44 : Kejujuran Keenan“Kangen?" Keenan tersenyum mengejek dan menggantung kalimatnya membuat udara yang Rafi hirup semakin terasa menyesakkan. “Rasa itu udah lama hilang semenjak Papi melupakan Keenan dan Mami sepuluh tahun lalu."Anak lelaki itu menatap ayahnya dalam. Kali ini tanpa air mata atau pun rasa sesak yang membelit dada. Keenan sudah berhasil melepaskan beban luka di pundaknya. Ia bisa dengan tegar memandang sang ayah tanpa rasa takut atau pun trauma. Keenan sudah bertekad untuk melepaskan masa lalu, agar ibunya pun bisa melakukan hal yang sama."Keenan akui, dulu saat Keenan masih TK atau SD mungkin sampai kelas tiga Keenan masih sering merindukan Papi. Sampai-sampai Keenan sering bolak-balik masuk rumah sakit karena asma Keenan kambuh tiap kali Keenan ingin bertemu Papi.” Bayangan luka masa lalu itu mulai mengoyak pertahanan Keenan. Kilasan-kilasan memoar itu berkelindan di kepala menyisakan pil pahit yang terasa menempel di kerongkongan.“Seiring berjalannya waktu,
“Thank you, Nat, untuk 10 tahun kebersamaan kita.” Rafi menyodorkan lengan kanannya pada Natasha. “Semoga kamu dan aku bisa lebih bahagia setelah ini.”Natasha meraih jemari Rafi dan tersenyum dingin. “Boleh aku kasih saran sama kamu, Mas? Baiknya Mas Rafi perbaiki sikap Mas. Kalau Mas tetap bersikap seperti ini, aku tidak yakin akan ada perempuan yang bertahan lama dengan Mas Rafi. Satu lagi, Mas Rafi harus belajar bersyukur dengan apa yang Mas miliki. By the way, thanks buat doanya. Untuk pengesahan pembagian harta gono-gini hubungi saja notaris,” pungkas Natasha.Setelah itu keduanya pun berpisah. Rafi kembali pada aktivitasnya sebagai pengusaha dan Natasha kembali pada pekerjaannya sebagai sekretaris di perusahaan elite di Jakarta. Tak ada lagi drama mengenai kehidupan pribadi keduanya di media sosial. Netizen sudah teralihkan oleh pemberitaan-pemberitaan lain yang lebih viral dan menghebohkan yang datang dan pergi silih berganti. Kehidupan pribadi Hyacinth Jasmine dan CEO Shop.I
Bab 42 : Usaha Devanno “Kak Hyacinth tunggu sebentar, tolong dijawab pertanyaan kami. Bagaimana tanggapan Anda terhadap konferensi pers yang dilakukan Natasha dan mantan suami Anda? Apakah Anda akan memaafkan mereka atau perbuatan Natasha akan Anda laporkan pada pihak yang berwajib?” tanya seorang wartawan laki-laki berkacamata dengan potongan rambut plontos. Wartawan itu menyodorkan sebuah microphone wireless ke hadapan Davika yang sedang berjalan keluar dari lobi kantor La Moda. Davika menghentikan langkahnya dan mulai menjawab dengan sopan pertanyaan-pertanyaan dari beberapa wartawan yang datang.“Sejak awal, saya memang tidak mau memperpanjang masalah ini. Jika Natasha sudah meminta maaf, tentu saja saya akan memaafkannya. Jadi, saya mohon tidak ada yang perlu diributkan lagi. Saya, Natasha, dan Rafi Rahmadani sudah tidak memiliki masalah apa pun,” tutur Davika ramah. Wanita berjilbab cokelat itu menyunggingkan senyuman semanis permen kapas menciptakan dua lubang terbentuk sempu
Bab 41 : Real KarmaSeorang ibu-ibu tiba-tiba saja menjambak rambut Natasha saat wanita berambut pirang itu berniat nyalon di mall. “Dasar pelakor!” teriak ibu-ibu itu. Ibu-ibu berambut hitam bergelombang setengkuk dan berbadan gempal itu menatap Natasha dengan nyalang. Bara amarah terpancar di bola matanya. “Enggak punya malu, pelakor teriak pelakor,” serang ibu-ibu itu lagi tanpa perasaan. Tergurat jelas wajah si ibu menampilkan ekspresi khas tetangga julid bin rese yang selalu bergossip saat bertemu dengan kawan-kawannya. Natasha terseret karena rambutnya dijambak cukup kencang. Wanita berkulit putih itu berteriak dan berusaha melepaskan cengkraman lengan ibu-ibu gila yang menyerangnya. Dasar wanita kurang ajar! Berani-beraninya ia menyerang seorang Natasha.Natasha naik pitam, ia balik menyerang ibu-ibu itu. Namun, serangannya gagal karena si ibu dengan cekatan menangkis gerakan-gerakan Natasha. Bahkan, wanita berhidung bangir bak perosotan di taman bermain anak-anak itu kembal