"Ya Allah, ternyata kamu Vika? Ini aku Devanno, Kakak tingkat yang pernah ngerjain kamu waktu ospek dulu."
"Ternyata Bapak masih ingat pada saya, iya Pak, saya Davika, adik tingkat yang diminta untuk bernyanyi di depan orang banyak hanya untuk mendapatkan tanda tangan Bapak." Davika ikut tersenyum.
"Jadi kamu udah kenal aku duluan nih ceritanya?" selidik Devanno. Lelaki itu tidak mengira jika pada akhirnya ia akan bertemu kembali dengan mantan cinta pertamanya saat masa kuliah dulu.
"Tentu saja. Bapak kan sudah merintis Shop.id sejak kuliah dulu, tidak mungkin saya tidak mengenal Bapak." Davika masih berusaha bersikap formal meski Devanno sudah berbicara non formal layaknya bertemu teman lama.
"Kok kamu enggak ngomong sih kalau kita satu almamater? Tahu gitu aku kan enggak usah sok formal di depan kamu tadi." Devanno menggulung lengan kemejanya agar lebih terlihat santai di hadapan Davika.
"Maaf, Bu. Ada tamu lelaki yang memaksa ingin bertemu dengan Ibu di kantor. Katanya, dia calon suami Ibu." Mendengar pernyataan Raissa, jantung wanita itu serasa dipukul dengan palu. Davika sangat yakin tamu itu adalah Rafi. Ah, Rafi kenapa lelaki itu tak berhenti mengganggu hidup wanita berhidung bangir itu?"Usir aja, Sa. Saya tidak punya calon suami," pinta Davika seraya menghirup napas jengah.Mendengar pernyataan Davika, Devanno refleks menoleh dan meminta penjelasan dengan ekspresi wajah yang menyiratkan tanya, "Siapa yang mengaku sebagai calon suamimu?" Namun, bukannya menjawab Davika hanya memberi kode tangan pada Devanno untuk menunggunya selesai berbicara dengan sekretarisnya."Sudah kami usir berkali-kali, Bu, tapi orangnya ngeyel tetep pengen ketemu dulu sama Ibu. Orangnya masih nunggu di lobi kantor, Bu," jelas Raissa."Yasudah, abaikan saja, Sa. Saya masih di perjalanan menuju kantor. S
"Anda tenang saja. Keenan tidak merindukan sosok ayah kandungnya karena dia memiliki ayah lain yang siap mencintainya. Perkenalkan Devanno, calon ayah Keenan." Mata Rafi dan Davika membulat sempurna mendengar pernyataan Devanno. Apalagi setelah Devanno tiba-tiba saja merangkul bahu Davika dengan sangat posesif menggunakan tangan kirinya. Mata wanita itu mengerjap beberapa kali berusaha menetralkan kekagetannya karena ulah Devanno barusan. Devanno mengulurkan tangan kanannya pada Rafi. Namun, uluran tangan Devanno mengambang di udara begitu saja karena diabaikan oleh Rafi. Jelas lelaki itu merasa terganggu dengan kehadiran Devanno saat ini. Apalagi Devanno dengan seenaknya merangkul bahu Davika, membuat hati lelaki itu terbakar habis. "Mantan enggak mau salaman rupanya. Sorry, Sayang, aku balik lagi soalnya hape kamu ketinggalan di mobilku." Devanno menyodorkan ponsel Davika. Davika yang masih bingung hanya menatap
"Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar?" Davika menyapa Bunda Erlyannie, owner brand skincare yang sudah tujuh tahun ini Davika pasarkan bersama agen dan resellernya."Waalaikum salam, masya Allah Vika apa kabar? Makin cantik dan bersinar aja nih." Kedua wanita itu berpelukan melepas rindu. Tersungging senyuman manis dari wajah keduanya."Alhamdulillah, berkat B Erl, Bun." Davika kembali menyunggingkan senyuman bahagianya."Makasih lho, udah jauh-jauh dari Bandung dateng ke sini," sambut Bunda Erlyannie ramah."Aku yang makasih, Bun. Berkat semangat dari Bunda dan Ayah Agus, aku bisa berada di titik ini." Perempuan itu benar-benar bersyukur bisa mengenal B Erl Family 7 tahun silam."Sama-sama. Kesuksesan kamu sekarang juga berkat kerja keras dan doa dari Mama Erna juga pastinya. Ayo, masuk Vik, acaranya akan segera dimulai."Ini yang paling Davika kagumi da
"Waalaikum salam. Tolong jangan biarkan lelaki itu menemui Keenan ya, Um. Saya tidak mau asma Keenan kambuh hanya karena bertemu dengan lelaki di foto itu. Jika Umi bisa memintanya untuk pulang akan lebih baik, tetapi jika Umi sungkan saya mohon dengan sangat tahan lelaki itu agar tidak bertemu dengan Keenan sampai saya datang ke pondok. Sekarang saya sedang dalam perjalanan dari Cipondoh ke Depok. Terimakasih banyak, Um. Mohon maaf karena saya sudah merepotkan Umi. Wassalamualaikum."Davika langsung mengirimkan pesan itu pada Umi Masriyah berharap dirinya belum terlambat. Jangan sampai Keenan bertemu dengan Rafi. Ia tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anak lelaki kesayangannya itu.Putaran memori masa lalu itu kembali terulang di kepala Davika. Bagaimana Keenan harus menderita karena merindukan sang ayah yang tak pernah datang menemui atau sekadar menghubunginya membuat hati Davika ngilu."M
"Mami? Papi?" Mata anak lelaki itu membulat sempurna. Untuk sepersekian detik, anak lelaki itu hanya terpaku menatap dua orang yang terlihat bersitegang. Keenan yakin ibunya takkan nyaman berada di dekat sang ayah sekarang. Niatnya untuk melepas rindu pada sosok wanita yang paling ia hormati dan sayangi itu kandas bersamaan dengan luruhnya kristal bening di mata sipit anak lelaki itu.Luruhnya air mata dari anak lelaki bernama Keenan itu bukan karena ia bahagia, bukan pula karena ia merindu pada sosok lelaki yang berdiri di hadapannya sekarang. Justru anak lelaki itu sangat membenci pria yang kini tampak menua dari yang terakhir kali ia lihat. Ah, entahlah Keenan hanya samar-samar mengingat wajah Rafi. Jika bukan karena lelaki itu adalah salah satu pengusaha terkenal, Keenan mungkin takkan pernah mengingat wajah laki-laki yang tak ada layak-layaknya dianggap sebagai seorang ayah itu.Rasa sakit itu kembali meremas dada. Kenapa ay
Davika dengan setia menunggu anak semata wayangnya tersadar. Wanita itu menatap anak lelakinya nanar. Ada kepedihan tergurat di wajah ayunya. Andai rasa sakit itu bisa ditukar, tentu Davika rela menggantikan Keenan agar pelita hatinya itu tak lagi merasakan sakit seperti sekarang. Tetesan embun itu kembali terjatuh di mata sipit Davika.“Keenan Sayang, bangun yuk, Nak. Maafin Mami yang terlambat menyadari kalau Kak Rafi bisa berbuat nekat untuk menemui kamu, Sayang. Maafin Mami karena luka itu kembali hadir dan membuat Keenan kesulitan seperti sekarang.”Davika mengusap-ngusap punggung tangan putranya, berharap anak lelaki tanggung itu akan segera meresponnya. Beberapa kali wanita itu menghirup napas berat. Sungguh, sehancur-hancurnya hati Davika karena Rafi, hati wanita itu lebih hancur saat menyaksikan genangan luka di mata putranya. Sudah berapa lama anak itu menahan luka sendirian? Tak hanya Rafi, Davika pun cukup terke
Davika tak bisa tidur dengan nyenyak, pikirannya mengawan. Kepala perempuan berusia 35 tahun itu dipenuhi ucapan-ucapan Keenan kemarin. Ia benar-benar tak mengira jika Keenan akan berkata seperti itu. Anak lelaki yang selama ini tak pernah membicarakan ingin memiliki ayah, tiba-tiba saja menjodohkannya dengan Devanno.Apakah ia harus mulai menerima kehadiran Devanno? Ah, tidak-tidak, tidak mungkin! Davika masih takut jika harus berhubungan dengan seorang lelaki. Luka masa lalunya bersama Rafi masih menjadi momok yang menakutkan baginya. Sebaik-baiknya Devanno dia masih ragu, Davika takut jika pada akhirnya Devanno akan melakukan hal yang sama seperti Rafi.Memang benar hatinya mulai goyah, Davika tidak memungkiri bahwa dirinya pun mulai jatuh hati pada Devanno. Ia tidak menampik perhatian-perhatian Devano sungguh terkadang membuat dirinya terlena. Namun sayangnya, keraguan itu lebih besar daripada keyakinannya pada lelaki tampan itu. A
"Vik, gimana keadaan Keenan? Dia enggak collaps lagi, kan? Kakak khawatir."Membaca pesan dari Rafi, seketika mood Davika langsung memburuk. Segala sumpah serapah ia lontarkan dalam hati. Kenapa lelaki berhati batu itu terus saja mengganggunya? Tak cukupkah ia melihat hati Keenan terluka kemarin? Kenapa ia masih saja berharap Davika dan Keenan akan menerimanya kembali seteleh luka-luka itu ia torehkan dengan begitu dalamnya?Rafi pikir semua akan selesai dengan kata maaf saja? Walaupun pada akhirnya Davika berdamai dengan masa lalunya, bukan berarti wanita itu akan dengan mudahnya menerima Rafi kembali. Oh, tidak! Davika tak sebodoh itu harus mengulangi kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya. Baginya Rafi hanya seonggok masa lalu yang harus segera ia singkirkan dari pikiran dan hatinya.Wanita itu hanya membaca pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Tak mau ambil pusing, Davika langsung memblokir nomor kontak
"Duduk,Vik." Devanno menatap istrinya yang baru saja masuk dan membuka pintu kamar. Davika langsung menghampiri Devanno dan terduduk di samping lelaki berhidung bangir itu sesuai dengan perintah imamnya. Dengan jantung yang bertalu, Devanno meraih kedua tangan wanitanya dan menatap Davika dalam. "Vik, thanks ya kamu udah mau jadi istriku."Devanno mengucapkan kalimat itu seraya mencium punggung tangan istrinya. "Kamu tahu, Vik, memilikimu adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan untukku. Aku akan selalu memastikan tak ada air mata yang akan kamu keluarkan di dalam bahtera rumah tangga kita." Lagi, lelaki tampan berlesung pipi itu menyunggingkan senyuman secerah mentari pagi sehingga membuat ketampanannya naik berkali-kali lipat."Makasih juga buat kesabaranmu menanti hatiku terbuka untuk menerima kamu, Van," balas Davika seraya tersenyum tulus."Aku enggak keberatan nunggu kamu, Vik. Jauh di dalam sini selalu ada namamu dalam doaku." Devanno menunjuk ke dadanya seray
Bab 48 : Happy EndingPesta pernikahan itu berlangsung dengan sangat meriah. Pernikahan Davika dan Devanno dilangsungkan di sebuah gedung pernikahan terkenal daerah Bandung dengan mengusung konsep mewah dan elegan. Dekorasi utama gedung pernikahan tersebut menggunakan perpaduan warna gold dan hitam. Dari arah pintu masuk, para tamu undangan disuguhkan dengan foto-foto pre-wedding Davika dan Devanno dengan bermacam-macam pose jarak jauh tanpa bersentuhan. Walaupun tanpa bersentuhan, foto-foto itu tetap menarik perhatian dan memberikan kesan mendalam bagi orang yang melihatnya. Jika diamati, pose-pose itu menyiratkan bagaimana perjuangan Devanno memendam perasaan selama hampir lima tahun lamanya pada sosok Davika. Foto terakhir menampilkan remake pose saat Davika menerima lamaran Devanno di depan kantor La Moda.Saat memasuki aula utama, para tamu yang hadir disuguhkan dengan pemandangan dekorasi pernikahan yang memikat mata. Lampu gantung berwarna gold panjang menjuntai menghiasi lang
Bab 47 : Mengejar Restu Devanno mengantar Davika pulang selepas makan bersama. Lelaki berhidung mancung itu tersenyum semringah selama perjalanan mengantarkan Davika ke kediamannya yang berada di sebuah cluster mewah daerah Dago. Senyuman semanis gula-gula tercetak sempurna di bibir lelaki tampan itu. “Aku pulang dulu ya, Vik. Besok aku jemput lagi.” “Enggak usah, Van. Besok aku bisa naik go-car atau grabcar,” tolak Davika. Ia tidak mau bergantung atau menyusahkan Devanno.“Lho kok punya punya calon suami malah pengen naik ojek online.” Devanno mencebik.“Belom resmi, di restoran kan aku udah bilang kamu minta izin dulu ke orangtuamu dan minta izin pada mamaku dan Kak Aldo. Kalo udah dapet restu, baru deh beneran jadi calon suami.” Kalimat yang diucapkan Davika memang lembut dan tanpa tekanan. Akan tetapi rasanya langsung menohok Devanno. Perempuannya ini memang paling pintar mendebat apa pun yang diucapkan Devanno.“Iya-iya, secepatnya aku minta izin. Besok pun kalau kamu minta ak
Bab 46 : Berbuah Manis Tak mau berlama-lama, Davika langsung menyambar ponsel dan tasnya menuju lobi kantor La Moda. Ia penasaran dengan apa yang dikatakan Raissa tentang kedatangan Devanno. Bagaimana mungkin Devanno datang sebagai tunangannya? Dalam rangka apa? Kenapa ekspresi Raissa harus mengulum senyum seperti tadi? Berbagai pertanyaan menari-nari di kepala Davika.Wanita cantik bertubuh proporsional itu segera menekan lift menuju lantai dasar. Hari ini Davika terlihat lebih anggun dengan setelan outer blazer berbahan dasar katun tweed motif kotak-kotak berwarna dasar putih, cream, dan cokelat susu. Blazer itu dipadukan dengan rok slimfit berwarna cokelat tua berbahan dasar leather. Di kaki jenjangnya terpasang sepatu boots berwarna putih membuat penampilannya semakin terkesan berkelas. Wajah selebgram sekaligus owner butik La Moda itu tampil segar dengan konsep make up natural look. Wajah nge-glazed-nya dilapisi beberapa produk make up dari brand B Erl Cosmetics. Salah satu pro
Bab 45 : Aksi Percomblangan“Papi ….” Sejenak Rafi menggantungkan kalimatnya, terasa berat. Namun, apa boleh buat. Pada akhirnya Rafi memang telah kalah, kalah dari permintaan sederhana Keenan. Setitik air kembali terjatuh di pelupuk matanya. Baiklah asalkan Keenan mau kembali ke pelukannya, Rafi akan menghapus keinginannya untuk kembali merajut kasih dengan Davika. Setidaknya Rafi bisa memperbaiki hubungannya dengan Keenan dan menyelamatkan garis keturunan keluarga besarnya. Rafi menghidu napas beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan Keenan.“Papi janji, Papi enggak akan ganggu Mami Keenan lagi.” Dengan hati yang patah, akhirnya Rafi melontarkan janjinya pada putra semata wayangnya. Janji yang sebaiknya tak Rafi ingkari, jika tak ingin berimbas pada kepercayaan Keenan padanya. Terasa sangat berat, tetapi rasanya sedikit melegakan. Karena buah dari janjinya, Keenan kembali bersikap manis padanya. “Keenan pegang janji Papi, ya. Keenan harap Papi akan menemukan kebahagiaan lain, m
Bab 44 : Kejujuran Keenan“Kangen?" Keenan tersenyum mengejek dan menggantung kalimatnya membuat udara yang Rafi hirup semakin terasa menyesakkan. “Rasa itu udah lama hilang semenjak Papi melupakan Keenan dan Mami sepuluh tahun lalu."Anak lelaki itu menatap ayahnya dalam. Kali ini tanpa air mata atau pun rasa sesak yang membelit dada. Keenan sudah berhasil melepaskan beban luka di pundaknya. Ia bisa dengan tegar memandang sang ayah tanpa rasa takut atau pun trauma. Keenan sudah bertekad untuk melepaskan masa lalu, agar ibunya pun bisa melakukan hal yang sama."Keenan akui, dulu saat Keenan masih TK atau SD mungkin sampai kelas tiga Keenan masih sering merindukan Papi. Sampai-sampai Keenan sering bolak-balik masuk rumah sakit karena asma Keenan kambuh tiap kali Keenan ingin bertemu Papi.” Bayangan luka masa lalu itu mulai mengoyak pertahanan Keenan. Kilasan-kilasan memoar itu berkelindan di kepala menyisakan pil pahit yang terasa menempel di kerongkongan.“Seiring berjalannya waktu,
“Thank you, Nat, untuk 10 tahun kebersamaan kita.” Rafi menyodorkan lengan kanannya pada Natasha. “Semoga kamu dan aku bisa lebih bahagia setelah ini.”Natasha meraih jemari Rafi dan tersenyum dingin. “Boleh aku kasih saran sama kamu, Mas? Baiknya Mas Rafi perbaiki sikap Mas. Kalau Mas tetap bersikap seperti ini, aku tidak yakin akan ada perempuan yang bertahan lama dengan Mas Rafi. Satu lagi, Mas Rafi harus belajar bersyukur dengan apa yang Mas miliki. By the way, thanks buat doanya. Untuk pengesahan pembagian harta gono-gini hubungi saja notaris,” pungkas Natasha.Setelah itu keduanya pun berpisah. Rafi kembali pada aktivitasnya sebagai pengusaha dan Natasha kembali pada pekerjaannya sebagai sekretaris di perusahaan elite di Jakarta. Tak ada lagi drama mengenai kehidupan pribadi keduanya di media sosial. Netizen sudah teralihkan oleh pemberitaan-pemberitaan lain yang lebih viral dan menghebohkan yang datang dan pergi silih berganti. Kehidupan pribadi Hyacinth Jasmine dan CEO Shop.I
Bab 42 : Usaha Devanno “Kak Hyacinth tunggu sebentar, tolong dijawab pertanyaan kami. Bagaimana tanggapan Anda terhadap konferensi pers yang dilakukan Natasha dan mantan suami Anda? Apakah Anda akan memaafkan mereka atau perbuatan Natasha akan Anda laporkan pada pihak yang berwajib?” tanya seorang wartawan laki-laki berkacamata dengan potongan rambut plontos. Wartawan itu menyodorkan sebuah microphone wireless ke hadapan Davika yang sedang berjalan keluar dari lobi kantor La Moda. Davika menghentikan langkahnya dan mulai menjawab dengan sopan pertanyaan-pertanyaan dari beberapa wartawan yang datang.“Sejak awal, saya memang tidak mau memperpanjang masalah ini. Jika Natasha sudah meminta maaf, tentu saja saya akan memaafkannya. Jadi, saya mohon tidak ada yang perlu diributkan lagi. Saya, Natasha, dan Rafi Rahmadani sudah tidak memiliki masalah apa pun,” tutur Davika ramah. Wanita berjilbab cokelat itu menyunggingkan senyuman semanis permen kapas menciptakan dua lubang terbentuk sempu
Bab 41 : Real KarmaSeorang ibu-ibu tiba-tiba saja menjambak rambut Natasha saat wanita berambut pirang itu berniat nyalon di mall. “Dasar pelakor!” teriak ibu-ibu itu. Ibu-ibu berambut hitam bergelombang setengkuk dan berbadan gempal itu menatap Natasha dengan nyalang. Bara amarah terpancar di bola matanya. “Enggak punya malu, pelakor teriak pelakor,” serang ibu-ibu itu lagi tanpa perasaan. Tergurat jelas wajah si ibu menampilkan ekspresi khas tetangga julid bin rese yang selalu bergossip saat bertemu dengan kawan-kawannya. Natasha terseret karena rambutnya dijambak cukup kencang. Wanita berkulit putih itu berteriak dan berusaha melepaskan cengkraman lengan ibu-ibu gila yang menyerangnya. Dasar wanita kurang ajar! Berani-beraninya ia menyerang seorang Natasha.Natasha naik pitam, ia balik menyerang ibu-ibu itu. Namun, serangannya gagal karena si ibu dengan cekatan menangkis gerakan-gerakan Natasha. Bahkan, wanita berhidung bangir bak perosotan di taman bermain anak-anak itu kembal